Anda di halaman 1dari 20

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PRAKTIKUM METODE FARMAKOLOGI

UNIVERSITAS TADULAKO

PERCOBAAN I

“ STANDART OPERATING PROCEDURE (SOP)”

PENANGANAN TIKUS / MENCIT

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : I (SATU)

KELAS :A

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019
“STANDAR OPERATING PROCEDUR (SOP) PENANGANAN TIKUS-MENCIT”

I. Tujuan
Mengetahui standar operasional dari suatu penanganan pada tikus atau
mencit agar terjamin dan menghindari kesalahan-kesalahan dalam
menangani hewan uji berupa mencit atau tikus.

II.1 Tinjauan Pustaka

Salah satu hewan percobaan yang umum dan popular digunakan dalam
penelitian bidang peternakan atau biologi adalah mencit putih (Mus
musculus). Mencit digunakan sebagai hewan percobaan karena memiliki
keunggulan dibangdingkan hewan percobaan lainnya. Mencit (Mus
musculus) adalah salah satu anggota kelompok kerajaan hewan mamalia.
Hewan ini ditandai dengan cirri sebagai berikut: jinak, takut cahaya, aktif
pada malam hari, mudah berkembangbiak, siklus hidup pendek dan
tergolong polrestrus. Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang
paling umum digunakan pada penelitian laboratorium sebagai hewan
percobaan (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), yaitu siklus
hidup yang relative pendek, jumlah anak kelahiran banyak, variasi sifat-
sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganannya (Hasanah, U, dkk ;2015).

Seiring Perkembangan zaman, etika penggunaan hewan percobaan dalam


uji praklinis dan penggunaan volumter dalam uji klinis semakin
memainkan peran peran penting dalam perkembangan suatu radio
farmaka. Untuk uji praklinis, penggunaan hewan percobaan pertama kali
diatur dalam sebuah regulasi oleh Negara-negara Eropa yang berjudul The
Cruelly Of Animals Act. Seiring berjalannya waktu, etika dalam
pemanfaatan hewan percobaan menjadi semakin ketat. Tidak hanya
menyangkut kualitas hewan yang digunakan, saat ini berbagai faktor
seperti metode penelitian hingga yang menyangkut masalah kesejahteraan
hewan wajib diperhatikan. Didalam etika pemanfaatan hewan percobaan,
penggunaan hewan untuk penelitian radiofarmaka penyidik kanker harus
dilakukan dengan prinsip manusiawi yang mengacu pada kesejahteraan
hewan baik itu sebelum, pada saat dan setelah berlangsung (Wongsoh,H
dan Halimah, I;2014).

Menurut Yunifta,S,dkk (2016) penelitian dengan menggunakan hewan


coba harus memerhatikan aspek perlakuan yang manusiawi terhadap
hewan-hewan tersebut, sesuai dengan prinsip 5 F(Freedom) yang
dikemukakan pada tahun 1979 oleh Farm Animal Welfare Council di
Inggris. Prinsip 5 F terdiri atas:
1. Freedom of hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus).
2. Freedom from discomport (bebas dari rasa tidak nyaman).
3. Freedom of pain, injury or disease (bebas dari ketakutan dan stress
jangka panjang).
4. Freedom to express natural betavion (bebas mengekspresikan tingkah
laku alami, diberikan ruang dan fasilitas yang sesuai).
5. Freedom to fean and distress (bebas dari ketakutan dan stress jangka
panjang).

II.2 Spesifikasi Hewan Uji

Spesifikasi Persyaratan
 Tikus putih (Rattus norvegicus) Berat badan : 200g
(Akbar, 2010). Jenis kelamin : Jantan/betina
Nama lain : Tikus
Klasifikasi Umur hewan uji : 3 Bulan
Kingdom : Animalia
Filum : Cherdota
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Maridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

II.3 Uraian Bahan

1. Air suling (FI Edisi III,1979:96)


Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarnah, tidak berbau,


tidak memiliki rasa.
Kelarutan : -
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2. Etanol (FI Edisi III,1979: 65)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol,
RM/BM : C2H5OH/ 46,069
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah


menguapdan mudah bergerak; bau khas rasa
panas,mudah terbakar dan memberikan nyala
biruyang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Antiseptik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar daricahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api.
3. Na CMC (FI Edisi III,1979: 404)
Nama Resmi : NATRII CARBOXIMETHYL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karbonmetil selulosa
RM/BM : C23H46N2O6 .H2SO4. H2O/ 694,85
Rumus Struktur :
Pemerian : Serbuk atau butiran; putih kuning gading; tidak
berbau atau hampir tidak berbau; higroskopis
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi kolonial; tidak larut dalam eter P dan
dalam pelarut organik lain.
Khasiat : Suspending agent
Kegunaan : Sebagai pensuspensi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
4. Nacl Fisiologis (FI Edisi III,1979:404)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM INFUNDIOLIUM
Nama Lain Infus Intra Natrium Klorida
RM/BM NaCl/ 50,44
Rumus Struktur Na-Cl
Pemerian Larutan jernih, tidak berwarna, rasa agak
asam
Kelarutan -
Khasiat -
Kegunaan Sebagai pengenceran sampel
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis
ganda
II.4 Spesifikasi Obat

1. NaCl Fisiologis (Mims, 2019)


Indikasi : Kondisi kehilangan garam, penegahan kram otot,
pembersih mulut, mengganti cairan dan eletrolit
hipermamenia, kongesti hidung dan ingasi.
Dosis : Mengganti cairan dan elektrolit tubuh : 0,9 atau 5%
larutan dosis tergantung pada usia, berat, kondisi
klinis dan penentuan laboratorium pasien.
Mekanisme Kerja : Sodium klorida adalah kasion tekanan osmotik dan
distribusi air karena mengembalikan ion natrium
digunakan sebagai sumber elektrolit dan air untuk
hidrasi, pengobatan asdosis metabolit dan
pengobatan diabetes hiposmolat juga digunakan
sebagai pengencer untuk infus adisif obat yang
komposible.
Farmakodinamika : Penyerapan : diserap dengan baik dari saluran G1
Eksresi : terutama dalam urin, dalam jumlah kecil
pada keringat, feses, air mata dan air liur.
Efek samping : Hypernatroemia, haus, berkurangnya air liur dan
lachrymation, demam, tahirkadia, hipertensi, sakit
kepala, pusing, gelisah, dan mudah marah.
Golongan obat : Obat bebas
Kelas terapi : Persiapan dekongestan hidung dan lainnya; larutan
intravena dan sterilclainnya; persiapan untuk interasi
mulut dan peradangan; elektrolit; preparations mata
lainnya.
III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Dispo
2. Sonde
3. Kandang

III.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. Alkohol
3. NaCl fisiologis
4. Na CMC
5. Masker
6. Handscoon

III.1.3 Sampel (hewan uji)

1. Tikus putih (Rattus norvegicus)


III.2 Cara Kerja
III.2.1 Pemberian Oral Pada Tikus
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Diambil aquadest sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan sonde
3. Diambil tikus dengan cara jari telunjuk dan jari tengah menjepit
kepala tikus kemudian jari kelingking menjepit ekor tikus dan
dibalik.
4. Dimasukkan sonde kedalam mulut tikus dari samping dan diarahkan
masuk hingga ke bagian lambung tikus.
5. Dipencet sonde hingga seluruh aquadest masuk kedalam lambung
tikus.
6. Dimasukkan kembali tikus kekandang.

III.2.2 Pemberian IP Pada Tikus


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 0,5 ml dengan
menggunakan dispo.
3. Dijepit leher tikus dengan jari telunjuk dan jari tengah dan ekor tikus
dijepit djari kelincing.
4. Disuntik dengan posisi kepala lebih tinggi dari abdomen
5. Disuntik jarum pada kulit sekitar 100 dari abdomen pada daerah
yang sedikit menepi dari garis tengah.
6. Dilepaskan kembali tikus kekandang.

III.2.3 Pemberian Secara Subkutan

1. Disiapkan alat dan bahan.


2. Diambil cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 0,5 ml menggunakan
dispo.
3. Dijepit kulit tengkuk tikus menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah setegang mungkin.
4. Disuntikkan didaerah tengkuk dari arah depan.
5. Disimpan kembali tikus kekandang.
III.3 Skema Kerja

III.3.1 Pemberian per oral

Alat, bahan dan sampel


danddasasampelsampe
- diambil dengan sonde 0,5 ml

Aquadest

diambil dan dipegang


Tikus

dimasukkan sonde berisi aquadest

Mulut sampai esofagus


ssampaiesofagus
dikembalikan kekandang

Kandang
III.3.2 Pemberian secara intraperitoneal

Alat, bahan dan sampel

diambil 0,5 ml dengan dispo

NaCl fisiologis
0,9%
diambil dan dipegang

Tikus

diposisikan
Kepala lebih rendah
dari abdomen
disuntikan pada bagian

Sejajar dengan salah satu kaki tikus pada


daerah perut, kurang lebih 1 cm ditas
kelamin
disuntikan segera
NaCl fisiologis
0,9%
dikembalikan ke

kandang
III.3.3 Pemberian secara subkutan

Alat, bahan dan sampel


diambil 0,5 ml

NaCl fisiologis 0,9%

diambil dan jepit tengkuk


Tikus

diangkat
Kulit tengkuk

dimasukan cairan
Alat dispo

dikembalikan ke

Kandang
IV.1 Hasil Pengamatan

No Perlakuan Gambar
1 Cara pemegangan Hewan
uji

2 Pemberian obat secara oral

3 Pemberian obat secara


subkutan

4 Pemberian obata secara


inraperitonial
IV.2 Pembahasan

Seiring Perkembangan zaman, etika penggunaan hewan percobaan dalam uji


praklinis dan penggunaan volumter dalam uji klinis semakin memainkan peran
peran penting dalam perkembangan suatu radio farmaka. Untuk uji praklinis,
penggunaan hewan percobaan pertama kali diatur dalam sebuah regulasi oleh
Negara-negara Eropa yang berjudul The Cruelly Of Animals Act (Wongsoh,H
dan Halimah, I;2014).

Tujuan dari pratikum ini yaitu untuk Mengetahui standar operasional dari suatu
penanganan pada tikus atau mencit agar terjamin dan menghindari kesalahan-
kesalahan dalam menangani hewan uji berupa mencit atau tikus.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu untuk pemberian oral pada tikus, pertama-
tama disiapkan alat dan bahan. Lalu diambil aquadest sebanyak 0,5 ml dengan
menggunakan sonde. Kemudian diambil tikus dengan cara jari telunjuk dan jari
tengah menjepit kepala tikus kemudian jari kelingking menjepit ekor tikus dan
dibalik. Kemudian dimasukkan sonde kedalam mulut tikus dari samping dan
diarahkan masuk hingga ke bagian lambung tikus. Setelah itu dipencet sonde
hingga seluruh aquadest masuk kedalam lambung tikus. Dan dimasukkan
kembali tikus kekandang. Pemberian IP pada tikus pertama-tama disiapkan alat
dan bahan. Lalu diambil cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 0,5 ml dengan
menggunakan dispo. Kemudian dijepit leher tikus dengan jari telunjuk dan jari
tengah dan ekor tikus dijepit djari kelincing. Lalu disuntik dengan posisi kepala
lebih tinggi dari abdomen. Setelah itu, disuntik jarum pada kulit sekitar 100 dari
abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah. Dan dilepaskan
kembali tikus kekandang. Pemberian secara subkutan pertama-tama disiapkan
alat dan bahan. Lalu diambil cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 0,5 ml
menggunakan dispo. Kemudian dijepit kulit tengkuk tikus menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah setegang mungkin. Setelah itu disuntikkan didaerah
tengkuk dari arah depan. Dan disimpan kembali tikus kekandang.
Pemberian obat melalui mulut (peroral) adalah cara yang paling lazim, karena
sangat praktis, mudah dan aman. Namuntidak semua obat dapat diberikan
peroral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang
diuraikan oleh getah lambung seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan
hormon steroida. Seringkali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur
dan tidak lengkap, walaupun formulasinya optimal, misalnya senyawa
ammonium kwaterner (thiazinamium), tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin
(maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat setelah diabsorbsi harus melalui
hati, dimana dapat terjadi inaktivasi, sebelum disalurkan ketujuannya (target).
Untuk mencapai efek lokal diusus dilakukan pemberian oral, misalnya obat
cacing dan antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau
sebelum pembedaan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa
sulfonamida). Obat-obatan ini justru tidak boleh diserap, begitu pula dengan
zat-zat kontras rontigen untuk pembuatan foto lambung usus (Tjay &
Rahardja,K; 2015).

Untuk suntikan subkutan, medikasi dimasukkan kedalam jaringan ikat dibawah


dermis. Jaringan subkutan tidak mempunyai banyak pembuluh darah maka
absorbsi obat agak sedikit lambat dibandingkan suntikkan intamuskular.
Jaringan subkutan mengandung reseptor nyeri, jadi hanya obat dalam dosis
kecil yang larut dalam air, yang tidak mengiritasi yang dapat diberikan melalui
cara ini (Bachtiar, R,R dan Madjid,B; 2014).
Pemberian obat secara parenteral (berarti diluar usus) lazimnya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau obat yang merangsang atau
rusak oleh getah lambung (hormon) atau tidak diabsorbsi diusus (streptomisin)
(Tjay & Rahardja,K; 2015).

Ada dua kategori umum rute pemerian obat yaitu enteral yang memanfaatkan
saluran pencernaan, dan parenteral yang tidak. Pada setiap rute pemberian
memperlihatkan besar bioavailabilitas yang berbeda. Pada rute pemberian oral
atau po memiliki bioavaibilitas yaitu 5 - < 100 %. Karakteristik rute oral yaitu
paling paling nyaman untuk penggunaan dan metabolisme lintas pertama
signifikan. Pada rute pemberian secara subkutan atau sc memiliki biovailbilitas
yaitu 75 - ≤ 100 %. Karakteristik rute subkutan yaitu volume yang bias
diberikan kurang dari I.M atau intramuscular dan dapat menimbulkan nyeri
(Lestari,dkk; 2017). Sedangkan injeksi intraperitonial (I.P) disuntikkan
langsung kedalam rongga perut. Rute ini jarang digunakan atau dipakai sebab
berbahaya infeksinya besar (Anief, 2018).

Alasan digunakan NaCl fisiologis 0,9% pada rute subkutan dan intaperitonial
pada tikus, sebab tikus sebagai hewan coba memiliki cairan tubuh isotonis sama
dengan 0,9% NaCl sehingga ketika diinjeksikan dengan cairan tersebut tidak
mengakibatkan terjadinya kerusakan membran eritrosit.tikus normal isotonis
pada larutan NaCl 0,9% dan akan mengalami kerusakan membrane eritrosit
akibat adanya perubahan lingkungan hipertonis dan hipotonis (Wulansari,dkk;
2018). Larutan isotonik adalah larutan yang mempunyai osmolalitas sama
efektifnya dengan cairan tubuh. Contohnya adalah normal salin larutan nacl
0,9% (Pangoro,dkk; 2015).

Alasan digunakan aquadest pada rute pemberian oral untuk tikus, karena
aquadest seringkali diberikan pada tikus yang dijadikan sebagai kontrol untuk
membandingkan efek dari kelompok perlakuan, dimana aquadest tidak
memberikan efek apa-apa pada tikus sehingga aman untuk digunakan pada rute
oral (Sasmito,dkk; 2015).
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pratikum dapat disimpulkan bahwa pemerian obat pada hewan
uji dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu secara oral, secara sebkutan dan
intrapenitonial. Pada perlakuan secara oral tikus diberikan dengan menggunakan
alat yang bernama sonde dan diisikan air mineral. Penggunaan aquadest pada
oral karena aquadest tidak memnerikan efek apa-apa pada hewan uji sehingga
aman jika diberikan. Pada rute pemberian subkutan dan intraperitonial diberikan
NaCl fisiologi 0,9% karena larutan tersebut tidak mengakibatkan kerusakan
membrane pada tikus karena larutan ini isotonis.

V.2 Saran
Diharapakan pada saat dilaboratorium alat yang digunakan lebih dilengkapi agar
tidak terjadi peminjaman pada saat pratikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar,B. (2010). Tumbuhan dengan kandungan denyawa aktif yang berpotensi


sebagai bahan antifertilisasi. Jakarta: Adabia press.

Anief,M. (2018). Prinsip umum dan dasar farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Bachtiar, Rini Rachmawarni & Madjid, B. (2014). Buku panduan pendidikan


keterampilan klinik 1. Makassar: universitas hasanuddin.

Departemen Kesehatan Republik Indinesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ke-


III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indinesia.

Hasanah,U,dkk. (2015). Analisis pertumbuhan mencit (Mus musculus) ICR dan hasil
perkawinan inbreedingdengan pemberian peran AD1 dan AD2. Makassar:
UIN

Lestari,B,dkk. (2017). Buku ajar farmakologi dasar. Malang: UB press.

Mims. (2019). Spesifikasi obat. Diakses pada tanggal 25 Maret 2019.

Pangoro,S,dkk. (2015). Kadar kalsium gigi yang terlarut pada perendaman minuman
isotonik. Jurnal gigi vol 3(2). Manado: universitas samratulangi.

Sasmito,W,A,dkk. (2015). Pengujian toksisitas akut obat herbal pada mencit


berdsasarkan organization for economic. Co-operation and development
(DECD). JS vol 33(2). Yogyakarta: Universitas Gadhaj mada

Anda mungkin juga menyukai