UNIVERSITAS TADULAKO
PERCOBAAN I
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : I (SATU)
KELAS :A
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
“STANDAR OPERATING PROCEDUR (SOP) PENANGANAN TIKUS-MENCIT”
I. Tujuan
Mengetahui standar operasional dari suatu penanganan pada tikus atau
mencit agar terjamin dan menghindari kesalahan-kesalahan dalam
menangani hewan uji berupa mencit atau tikus.
Salah satu hewan percobaan yang umum dan popular digunakan dalam
penelitian bidang peternakan atau biologi adalah mencit putih (Mus
musculus). Mencit digunakan sebagai hewan percobaan karena memiliki
keunggulan dibangdingkan hewan percobaan lainnya. Mencit (Mus
musculus) adalah salah satu anggota kelompok kerajaan hewan mamalia.
Hewan ini ditandai dengan cirri sebagai berikut: jinak, takut cahaya, aktif
pada malam hari, mudah berkembangbiak, siklus hidup pendek dan
tergolong polrestrus. Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang
paling umum digunakan pada penelitian laboratorium sebagai hewan
percobaan (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), yaitu siklus
hidup yang relative pendek, jumlah anak kelahiran banyak, variasi sifat-
sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganannya (Hasanah, U, dkk ;2015).
Spesifikasi Persyaratan
Tikus putih (Rattus norvegicus) Berat badan : 200g
(Akbar, 2010). Jenis kelamin : Jantan/betina
Nama lain : Tikus
Klasifikasi Umur hewan uji : 3 Bulan
Kingdom : Animalia
Filum : Cherdota
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Maridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
III.1.1 Alat
1. Dispo
2. Sonde
3. Kandang
III.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. Alkohol
3. NaCl fisiologis
4. Na CMC
5. Masker
6. Handscoon
Aquadest
Kandang
III.3.2 Pemberian secara intraperitoneal
NaCl fisiologis
0,9%
diambil dan dipegang
Tikus
diposisikan
Kepala lebih rendah
dari abdomen
disuntikan pada bagian
kandang
III.3.3 Pemberian secara subkutan
diangkat
Kulit tengkuk
dimasukan cairan
Alat dispo
dikembalikan ke
Kandang
IV.1 Hasil Pengamatan
No Perlakuan Gambar
1 Cara pemegangan Hewan
uji
Tujuan dari pratikum ini yaitu untuk Mengetahui standar operasional dari suatu
penanganan pada tikus atau mencit agar terjamin dan menghindari kesalahan-
kesalahan dalam menangani hewan uji berupa mencit atau tikus.
Cara kerja pada percobaan ini yaitu untuk pemberian oral pada tikus, pertama-
tama disiapkan alat dan bahan. Lalu diambil aquadest sebanyak 0,5 ml dengan
menggunakan sonde. Kemudian diambil tikus dengan cara jari telunjuk dan jari
tengah menjepit kepala tikus kemudian jari kelingking menjepit ekor tikus dan
dibalik. Kemudian dimasukkan sonde kedalam mulut tikus dari samping dan
diarahkan masuk hingga ke bagian lambung tikus. Setelah itu dipencet sonde
hingga seluruh aquadest masuk kedalam lambung tikus. Dan dimasukkan
kembali tikus kekandang. Pemberian IP pada tikus pertama-tama disiapkan alat
dan bahan. Lalu diambil cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 0,5 ml dengan
menggunakan dispo. Kemudian dijepit leher tikus dengan jari telunjuk dan jari
tengah dan ekor tikus dijepit djari kelincing. Lalu disuntik dengan posisi kepala
lebih tinggi dari abdomen. Setelah itu, disuntik jarum pada kulit sekitar 100 dari
abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah. Dan dilepaskan
kembali tikus kekandang. Pemberian secara subkutan pertama-tama disiapkan
alat dan bahan. Lalu diambil cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 0,5 ml
menggunakan dispo. Kemudian dijepit kulit tengkuk tikus menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah setegang mungkin. Setelah itu disuntikkan didaerah
tengkuk dari arah depan. Dan disimpan kembali tikus kekandang.
Pemberian obat melalui mulut (peroral) adalah cara yang paling lazim, karena
sangat praktis, mudah dan aman. Namuntidak semua obat dapat diberikan
peroral, misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang
diuraikan oleh getah lambung seperti benzilpenisilin, insulin, oksitosin dan
hormon steroida. Seringkali, resorpsi obat setelah pemberian oral tidak teratur
dan tidak lengkap, walaupun formulasinya optimal, misalnya senyawa
ammonium kwaterner (thiazinamium), tetrasiklin, kloksasilin dan digoksin
(maksimal 80%). Keberatan lain adalah obat setelah diabsorbsi harus melalui
hati, dimana dapat terjadi inaktivasi, sebelum disalurkan ketujuannya (target).
Untuk mencapai efek lokal diusus dilakukan pemberian oral, misalnya obat
cacing dan antibiotika untuk mensterilkan lambung-usus pada infeksi atau
sebelum pembedaan (streptomisin, kanamisin, neomisin, beberapa
sulfonamida). Obat-obatan ini justru tidak boleh diserap, begitu pula dengan
zat-zat kontras rontigen untuk pembuatan foto lambung usus (Tjay &
Rahardja,K; 2015).
Ada dua kategori umum rute pemerian obat yaitu enteral yang memanfaatkan
saluran pencernaan, dan parenteral yang tidak. Pada setiap rute pemberian
memperlihatkan besar bioavailabilitas yang berbeda. Pada rute pemberian oral
atau po memiliki bioavaibilitas yaitu 5 - < 100 %. Karakteristik rute oral yaitu
paling paling nyaman untuk penggunaan dan metabolisme lintas pertama
signifikan. Pada rute pemberian secara subkutan atau sc memiliki biovailbilitas
yaitu 75 - ≤ 100 %. Karakteristik rute subkutan yaitu volume yang bias
diberikan kurang dari I.M atau intramuscular dan dapat menimbulkan nyeri
(Lestari,dkk; 2017). Sedangkan injeksi intraperitonial (I.P) disuntikkan
langsung kedalam rongga perut. Rute ini jarang digunakan atau dipakai sebab
berbahaya infeksinya besar (Anief, 2018).
Alasan digunakan NaCl fisiologis 0,9% pada rute subkutan dan intaperitonial
pada tikus, sebab tikus sebagai hewan coba memiliki cairan tubuh isotonis sama
dengan 0,9% NaCl sehingga ketika diinjeksikan dengan cairan tersebut tidak
mengakibatkan terjadinya kerusakan membran eritrosit.tikus normal isotonis
pada larutan NaCl 0,9% dan akan mengalami kerusakan membrane eritrosit
akibat adanya perubahan lingkungan hipertonis dan hipotonis (Wulansari,dkk;
2018). Larutan isotonik adalah larutan yang mempunyai osmolalitas sama
efektifnya dengan cairan tubuh. Contohnya adalah normal salin larutan nacl
0,9% (Pangoro,dkk; 2015).
Alasan digunakan aquadest pada rute pemberian oral untuk tikus, karena
aquadest seringkali diberikan pada tikus yang dijadikan sebagai kontrol untuk
membandingkan efek dari kelompok perlakuan, dimana aquadest tidak
memberikan efek apa-apa pada tikus sehingga aman untuk digunakan pada rute
oral (Sasmito,dkk; 2015).
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pratikum dapat disimpulkan bahwa pemerian obat pada hewan
uji dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu secara oral, secara sebkutan dan
intrapenitonial. Pada perlakuan secara oral tikus diberikan dengan menggunakan
alat yang bernama sonde dan diisikan air mineral. Penggunaan aquadest pada
oral karena aquadest tidak memnerikan efek apa-apa pada hewan uji sehingga
aman jika diberikan. Pada rute pemberian subkutan dan intraperitonial diberikan
NaCl fisiologi 0,9% karena larutan tersebut tidak mengakibatkan kerusakan
membrane pada tikus karena larutan ini isotonis.
V.2 Saran
Diharapakan pada saat dilaboratorium alat yang digunakan lebih dilengkapi agar
tidak terjadi peminjaman pada saat pratikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Anief,M. (2018). Prinsip umum dan dasar farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Hasanah,U,dkk. (2015). Analisis pertumbuhan mencit (Mus musculus) ICR dan hasil
perkawinan inbreedingdengan pemberian peran AD1 dan AD2. Makassar:
UIN
Pangoro,S,dkk. (2015). Kadar kalsium gigi yang terlarut pada perendaman minuman
isotonik. Jurnal gigi vol 3(2). Manado: universitas samratulangi.