PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN II
“PENGARUH FAKTOR FORMULASI TERHADAP
BIOAVAILABILITAS SEDIAAN ORAL”
DISUSUN OLEH
NAMA : NIRWANA
STAMBUK : G7018107
KELAS / KELOMPOK. : C / 1
HARI / TANGGAL : RABU, 10 MARET 2021
ASISTEN : IDRIS
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak dulu setiap orang yang sakit akan berusaha mencari obatnya, maupun cara
pengobatannya. Dalam pengobatan suatu penyakit tidak selalu menggunakan
obat, misalnya dipijat, dikerok dengan menggunakan mata uang logam, dioperasi,
dipotong dan sebagainya. Tetapi sebagian besar menggunakan obat.
Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Definisi untuk
obat hewan menurut Peraturan Pemerintah, 2017 adalah sediaan yang dapat
digunakan untuk mengobati hewan, membebaskan gejala atau memodifikasi
proses kimia dalam tubuh yang meliputi sediaan biologi, farmakoseutika, premix,
dan sediaan obat hewan alami. Pemberian obat dapat diberikan dengan berbagai
cara seperti berefek sistemik mulai dari injeksi, per-oral (PO), sublingual,
implantasi subkutan dan rektal, sedangkan berefek local intranasal, intra okuler,
intra urokuler, intavaginal, kulit dan intra pulmonal (Rinidar, Isa, & Armansyah.
2021).
Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini yaitu praktikan dapat memahami dan mengetahui
pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap ketersediaan hayati berdasarkan
waktu onset of action (mula kerja) dan durasi (lama kerja) obat yang diberikan
secara per oral.
Prinsip Percobaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teori
Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose, pengobatan,
melunakkan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada
hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi toh banyak kejadian bahwa
seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun.
Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan
suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah
dalam pengobatan atau dengan keliwat dosis akan menimbulkan keracunan. Bila
dosisnya lebih kecil kita tidak memperoleh penyembuhan (Anief, 2018).
Pemberian obat secara per oral sebenarnya pemberian yang paling umum, mudah
dilakukan, aman dan murah. Namun demikian obat yang diberikan secara oral ini
tidak dapat dilakukan pada pasien yang mengalami koma dan kejang. Jadi, obat
per-oral hanya cocok untuk pasien yang masih sadar penuh. Sediaan obat secara
oral dapat berupa pil, tablet, kapsul, kaplet dan cairan seperti supsensi dan sirup.
Walaupun pemberian oral mempunyai kemudahan dan murah, tetapi mempunyai
kerugian antara lain dapat mempengaruhi biovailabiltasnya, mengiritasi lambung
terutama pada obat-obat kelompok analgesik dan antiinflamasi steroid. Satu hal
lagi dalam pemberian oral harus melakukan komunikasi dengan baik pada pasien
terutama pasien anak-anak ataupun pasien yang menahun memamakai obat
(Rinidar, Isa, & Armansyah. 2021).
Bioavailability (BA) adalah persentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu
dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutiknya. Di
beberapa negara (AS, Jerman), BA mencakup pula kecepatan munculnya obat di
sirkulasi darah. Biasanya, efek obat baru mulai tampak sesudah obat melalui
sistem pembuluh porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar
yang mendistribusikannya ke seluruh jaringan. BA dapat diukur in vivo (pada
pasien) dengan menentukan kadar obat dalam plasma darah sesudah tercapai
keadaan keseimbangan. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar obat
di semua jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat
yang diserap dan yang dieliminasi adalah sama. Pada umumnya antara kadar obat
dalam plasma dan efek terapeutik terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian
adalah pada misalnya obat hipertensi yang masih berefek walaupun kadarnya
dalam plasma sudah tidak dapat diukur lagi (Tjay dan Rahardja, 2015).
Rumus struktur
:
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak memiliki rasa
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan : _ kadar
Kegunaan : -
I. Uraian Hewan
1. Tikus Putih (Rathus norvegicus) (Rejeki, 2018)
Spesifikasi persyaratan
Tikus putih (Rattus norvegicus L) Berat badan : 200 g – 250 g
Klasifikasi Hewan uji Jenis kelamin : Betina/ jantan
Filum. : Chordata
Kelas. : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat
1. Timbangan
2. Stopwatch
3. Spoit oral
Bahan
4. Fenobarbital natrium
5. Larutan farmagel A
6. Larutan tragakan
7. Larutan CMC
Cara Kerja
1. Hewan uji dibagi kedalam 3 kelompok :
Kelompok 1 diberi sediaan dengan farmagel A
Kelompok 2 diberi sediaan dengan tragakan
Kelompok 3 diberi sediaan dengan CMC
2. Timbang berat masing-masing hewan, hitung volume pemberian sesuai
dengan dosis dan berat badan.
3. Catat waktu saat mulai timbulnya efek
4. Catat waktu saat hilangnya refleks balik badan (RBB) atau righting reflex
(bila hewan ditelentangkan, tidak bisa kembali ke posisi normal dalam
waktu 30 detik).
5. Setelah refleks tersebut hilang, catat wakti saat refleks kembali (sebagai
durasi).
6. Hasil pengamatan dari tiap kelompok dikumpul dan dibuatkan tabel,
kemudian disusun rancangan percobaannya dan dilanjutkan dengan uji
statistik terhadap data yang diperole