Anda di halaman 1dari 13

LABORATORIUM FARMASETIKA

PRAKTKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN I
“PENGARUH FAKTOR FORMULASI TERHADAP BIOAVAILABILITAS
SEDIAAN ORAL”

DI SUSUN OLEH :
NAMA : INDRIANI
NIM : G70118193
KELAS/KELOMPOK : B / IV (EMPAT)
HARI/TANGGAL : SENIN, 8 MARET 2021
ASISTEN : FADRIANI

JURUSAN FARMASI
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Studi biofarmasetika menyatakan kelarutan merupakan factor yang dapat
mempengaruhi laju dan jumlah obat untuk mencapai sirkulasi sistemik.
Molekul erat kaitannya dengan kelarutan terutama kelarutan zat dalam air,
sehingga zat larut dalam air menunjukan absorbs yang sempurna dan
sebaliknya. Pada bahan obat dengan kelarutan kecil, diketahui bahwa kelarutan
dan laju disolusi merupakan salah satu factor yang menentukan proses absorbs,
terutama untuk sedian-sedian oral. Oleh karena itu banyak di kembangkan
upaya untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi bahan obat ini, baik
dengan modifikasi sifat-sifat fisika bahan obat maupun dengan menambahkan
bahan peningkat kelarutan, membentuk senyawa baru dan system dispersi
padat (Noviyanty, dkk 2016).

Biovailabilitas merupakan suatu ukuran kecepatan dan jumlah zat aktif yang
berada dalam sirkulasi sitemik dan mampu mencapai aksi. Ketersediaan hayati
suatu obat dapat dinyatakan dalam ketersediaan hayati absolut atau ketersediaan
hayati relative. Parameter bioavailabilitas merupakan indicator penting dalam
kontrol kualitas suatu produk obat serta bermanfaat untuk memperkirakan
efektifitas terapi. Uji bioavailabilitas di lakukan dengan metode cross over
design untuk meminimalkan pengaruh variabilitas sediaan. Satu hewan coba
mendapatkan perlakuan sediaan yang berbeda secara bergantian setelah masa
istitahat yang cukup selama 2 minggu (Siswanto, dkk. 2017).

Aplikasi dalam bidang farmasi ialah farmasis dapat mengetahui dan


menggunakan serta menunjukan efek sifat fisika kimia komponen obat dan
bentuk sediaan terhadap bioavabilitas obat dengan pemberian secara oral serta
dapat membandingkan efek yang ditimbulkan akibat fakor formulasi
biovailabilitas.
B. Maksud Percobaan
1. Memahami cara mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi
(lama kerja) obat yang diberikan per oral.

C. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi
(lama kerja) obat yang diberikan per oral.

D. Manfaat Percobaan
Memahami cara mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mula kerja) dan durasi
(lama kerja) obat yang diberikan per oral.

E. Prinsip Percobaan

F. Tinjauan Pustaka
Farmakokinetik ialah suatu proses yang dialami molekul obat sejak masuk ke
dalam tubuh hingga obat tersebut keluar dari dalam tubuh. Dengan kata lain,
farmakokinetik mempelajari pengaruh tubuh terhadap suatu obat. Terdapat empat
proses dalam farmakokinetik: absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Obat dapat dimasukkan ke dalam tubuh melalui bermacammacam tempat
pemberian obat, seperti contohnya melalui traktus digestivus dengan cara
diminum (per oral), otot (intramuskular), kulit (topikal), dan paru-paru (inhalasi).
Setelah melalui beberapa barrier, lalu molekul obat masuk ke dalam cairan
intravaskular dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Obat akan diekskresikan
melalui ginjal berupa urine dan melalui kulit berupa keringat setelah mengalami
biotransformasi di hepar (Pusporini dan Fuadiyah, 2020).
Bioavailabilats merupakan suatu pengukuran laju dan jumlah obat yang aktif
terapetik hingga mencapai sirkulasi sistemik atau merupakan jumlah relatif (%)
dari suatu obat yang diberikan masuk ke tubuh dan kecepatan obat berada dalam
sirkulasi sistemik Uji bioavailabilitas terkait erat dengan makna bioequivalensi
suatu produk yaitu merupakan equivalen farmasetik atau equivalen alternatif.
Sedangkan equivalen farmasetik atau equivalen alternatif adalah suatu sediaan
dimana laju dan jumlah absorbsinya tidak berbeda secara bermakna apabila
dalam dosis dan kondisi percobaan yang sama (Lazuardi, 2019).

Pemberian obat secara oral adalah rute pemberian yang paling sering digunakan
untuk sistem penghantaran obat karena kemudahan, kepraktisan, dan penerimaan
pasien, terutama pada kasus dosis berulang untuk terapi kronis. Namun,
tantangan pemberian sediaan oral terletak pada rendahnya bioavailabilitas.
Penyebab paling umum bioavailabilitas rendah dikaitkan dengan kelarutan yang
buruk. Kelarutan merupakan faktor fisikokimia penting yang mempengaruhi
penyerapan dan efektivitas terapi obat. Sekitar 40% atau lebih dari kandidat obat
yang tersedia memiliki kelarutan yang rendah dalam air sehingga kurang cocok
untuk pemberian oral karena akan lebih lambat diserap. Zat aktif yang memiliki
kelarutan rendah di dalam air seringkali menunjukkan bioavailabilitas rendah
sehingga memiliki efek terapeutik yang kurang efektif (Ferdiansyah dkk, 2021).

Pemberian obat secara per-oral sebenarmya pemberian yang paling umum,


mudah dilakukan, aman dan murah. Namun demikian obat yang diberikan secara
oral ini tidak dapat dilakukan pada pasien yang mengalami koma dan kejang.
Jadi, obat per-oral hanya cocok untuk pasien yang masih sadar penuh. Sediaan
obat secara oral dapat berupa pil, tablet, kapsul, kaplet dan cairan seperti supsensi
dan sirup. Walaupun pemberian oral mempunyai kemudahan dan murah, tetapi
mempunyai kerugian antara lain dapat mempengaruhi biovailabiltasnya,
mengiritasi lambung terutama pada obat-obat kelompok analgesik dan anti
inflamasi steroid. Satu hal lagi dalam pemberian oral harus melakukan
komunikasi dengan baik pada pasien terutama pasien anak-anak ataupun pasien
yang menahun memamakai obat. (Rinidar dkk, 2020).
Faktor fisikokimia yang memengaruhi absorbsi adalah, kelarutan lemak, tingkat
disolusi, viskositas dan stabilitas obat dalam traktus digestivus. Larutan obat
yang bersifat asam lemah di lambung lebih larut dalam lemak dan lebih mudah
diabsorbsi. Sedangkan obat yang bersifat basa lemah di lambung, sedikit
diabsorbsi dalam lambung. Begitu pula dengan pH tinggi dalam usus yang
mendukung penyerapan basa lemah. Semua obat dalam bentuk padat ataupun
suspensi ketika diberikan, pertama kali akan berubah menjadi larutan obat dalam
cairan tubuh. Oleh sebab itu, tingkat kelarutan merupakan faktor penting yang
memengaruhi tingkat absorbsi (Pusporini, 2019).

G. Uraian Bahan
1. Na Phenobarbital (FI Edisi IV 1979; 48)
Nama Resmi : PHENOBARBITALUM
Nama Lain : Fenobarbital
RM/BM : C12H12N2O3/232,24
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih, putih tidak


berbau, rasa agak pahit.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam etanol
(95%) P, dalam eter P dalam larutan alkali
karbonat.
Kegunaan : Sebagai hipnotikum, sedativikum
Khasiat : Hipnotikum, sedativkum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Persyaratan kadar : -
2. Etanol (FI Edisi III : 1979:65)
Nama resmi : AETCHANOLUM
Nama lain : Etanol/ alcohol
RM/BM : C2H5OH/46,06
Rumusstruktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah,


menguap, dan mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dalam
kloroform p dan pada eter p.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pembasah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

H. Uraian Hewan
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Pembudi., 2017).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus

I. Alat Dan Bahan


1. Alat
Timbangan, Stopwatch, Spoit oral.
2. Bahan
Natrium fenobarbital, Alkohol, Handscoon, Masker
J. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Tikus Putih (Rattus
norvegicus)

DAFTAR PUSTAKA

Ferdiansyah dkk, (2021). Pengaruh Pembentukan Kokristal Menggunakan Koformer


Asam Karboksilat Dengan Metode Solvent Evaporator Dan Solvent Drops
Grinding Terhadap Bioavailabilitas Zat Aktif. Jural Ilmiah Farmako Bahari.
Vol. 12 (1).
Lazuardi, (2019). Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veteriner. Surabaya : Airlangga
University Press.

Noviyanty, dkk (2016). Studi Sistem Dispersi Padat Klaritromisin-Eudragit L.


Fakultas Farmasi. Universitas Andalas. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, 22).

Pambudi, (2017). Farmakologi. Jakarta : Gramedia.

Pusporini L., (2019). Antibiotik Kedokteran Gigi. Malang : UB Press.

Pusporini R., dan Fuadiyah D., (2020). Mengenal Pereda Nyeri Dalam Kedokteran
Gigi. Malang : UB Press.

Siswanto, dkk (2017). Uji Bioavailabilitas Tablet Floating Aspirin. Fakultas


Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada. Indonesia. Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol.7
No.2.

Rinidar dkk, (2020). Pengantar Farmakologi Analgesik-Antipiretik-Anti Inflamasi.


Banda Aceh : Syiah Kuala University Press.

Anda mungkin juga menyukai