MAKALAH
Kelompok 11
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
JATINANGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
kelarutan suatu zat dalam kondisi tertentu. Sistem ini dibuat untuk pemberian obat
secara oral. Untuk melewati studi bioekivalen secara in vivo, suatu obat harus
melihat efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal obat
Sistem dispersi padat dan sistem penghantaran obat mukoadhesif merupakan salah satu
cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kecepatan disolusi dan waktu
apabila zat aktif memenuhi kriteria kelarutan dan permeabilitas in vitro tertentu dan
dan data penelitian terbaru telah dilaporkan. Resiko pengujian BE dengan in vitro
daripada hasil studi in vivo untuk penerimaan immediate release (IR) terbaru dari
reformulasi dan produk multisource terbaru yang dievaluasi dengan pertimbangan dari
segi biofarmasetika dan sifat klinik. Evaluasi ini mengacu pada produk obat yang
mengandung isoniazid hanya sebagai zat aktif dan tidak untuk produk kombinasi.
Tujuan dari diskusi kali ini adalah mengevaluasi seluruh data yang behubungan
dari literatur untuk Active Pharmaceutical Ingredient(API), untuk menilai resiko yang
biowaiver yang tidak tepat sebagai konsekuensi dari kesalahan keputusan dalam hal
kesehatan masyarakat dan resiko individu pasien. Melihat pertimbangan hal itu,
guideline.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berkelanjutan dalam analisis matematika berkaitan dengan proses kinetika dan dinamika
obat dalam saluran pencernaan untuk memebuhi NDA dan ANDA. Sistem ini dapat
mengurangi tahapan dalam proses pengembangan obat baru, secara langsung maupun
tidak langsung, menghilangkan prosedur uji klinik untuk mendukung penggantian uji
BCS merupakan panduan umum untuk memprediksi absorpsi obat dalam usus
yang dibuat oleh FDA US. Ide untu membuat BCS diungkapkan oleh Gordon Amidon,
yang mendapat hadiah Distinguished Science Award pada Agustus 2006 pada Kongres
didasarkan pada perbandingan terhadap injeksi intravena. Semua factor factor tersebut
sangatlah penting karena 85 % jumlah obat yang terjual di US dan Eropa terdaftar
menunjukkan penyerapan yang tinggi dan disolusi yang tinggi. Senyawa ini umumnya
sangat baik diserap. Senyawa Kelas I diformulasikan sebagai produk dengan pelepasan
Oleh karena itu, hampir 100% penyerapan dapat diharapkan jika setidaknya 85%
dari produk larut dalam 30 menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai nilai
pH, oleh karena itu data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk menjamin
kelas II memiliki daya serap yang tinggi tetapi laju disolusi rendah. Dalam disolusi obat
secara in vivo maka tingkat penyerapan terbatas kecuali dalam jumlah dosis yang
sangat tinggi. Penyerapan obat untuk kelas II biasanya lebih lambat daripada kelas I dan
terjadi selama jangka waktu yang lama. Korelasi in vitro-in vivo (IVIVC) biasanya
Bioavailabilitas produk ini dibatasi oleh tingkat pelarutnya. Oleh karena itu,
korelasi antara bioavailabilitas in vivo dan in vitro dalam solvasi dapat diamati (Reddy
dkk., 2011).
3. Kelas III (Permeabilitas rendah, Kelarutan tinggi)
berpengaruh pada tingkat penyerapan obat, namun obat ini mempunyai laju disolusi
sangat cepat. Obat ini menunjukkan variasi yang tinggi dalam tingkat penyerapan obat.
Karena pelarutan yang cepat, variasi ini disebabkan perubahan permeabilitas membran
fisiologi dan bukan faktor bentuk sediaan tersebut. Jika formulasi tidak mengubah
permeabilitas atau waktu durasi pencernaan, maka kriteria kelas I dapat diterapkan
bioavailabilitas yang buruk. Biasanya mereka tidak diserap dengan baik dalam mukosa
usus. Senyawa ini tidak hanya sulit untuk terdisolusi tetapi sekali didisolusi, sering
menunjukkan permeabilitas yang terbatas di mukosa GI. Obat ini cenderung sangat sulit
Sedangkan batas kelas yang digunakan dalam BCS diantaranya adalah (Dash
dkk., 2011) :
1. Suatu obat dianggap sangat larut ketika kekuatan dosis tertinggi yang larut
manusia ≥ 90% dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau
3. Suatu produk obat dianggap cepat melarut ketika ≥ 85% dari jumlah
berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit menggunakan alat disolusi I atau II
1. Laju disolusi
Dalam pedoman ini, suatu produk obat dikatakan cepat melarut jika tidak kurang
dari 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit, menurut US
Pharmacopeia (USP) alat disolusi I pada 100 rpm (atau alat disolusi II pada 50 rpm)
dalam volume 900 ml atau kurang di setiap media seperti HCl 0,1 N atau cairan
lambung buatan tanpa enzim, larutan buffer pH 4,5, larutan buffer pH 6,8 atau cairan
2. Kelarutan
suatu obat dalam kondisi pH fisiologis. Profil kelarutan terhadap pH suatu obat uji
harus ditentukan pada 37 ± 1oC dalam media air dengan rentang pH 1-7,5. Kondisi pH
untuk penentuan kelarutan dapat didasarkan pada karakteristik ionisasi obat uji.
Misalnya, ketika pKa obat berada di kisaran 3-5, kelarutan harus ditentukan pada pH =
pKa, pH = pKa +1, pH = pKa-1, dan pada pH = 1 dan 7,5. Minimal dilakukan tiga kali
percobaan. Larutan buffer standar yang dijelaskan dalam USP dapat digunakan dalam
studi kelarutan. Jika buffer ini tidak cocok untuk alasan fisik atau kimia, larutan
3. Permeabilitas
Permeabilitas didasarkan langsung pada tingkat penyerapan usus suatu obat pada
manusia atau tidak langsung pada pengukuran laju perpindahan massa melintasi
Suatu obat dikatakan sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia
adalah 90% atau lebih dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa
-Menggunakan Profil pH-Kelarutan dari obat uji dalam media dengan pH antara 1-7,5
divalidasi
1. Penentuan permeabilitas
-Penelitian perfusi intestinal pada hewan coba secara in vivo atau in situ
-Percobaan permeasi secara in vitro dengan jaringan usus manusia atau hewan
2. Penentuan Disolusi
Penentuan Disolusi
-Menggunakan Aparatus I USP pada 100 rpm atau apparatus II USP pada 50 rpm
-Media disolusi sebanyak 900 mL: 0,1N HCl atau cairan lambung buatan , pH 4,5 dan
-Bandingkan profil disolusi dari hasil uji dengan profil baku pembanding menggunakan
-Bahan tambahan yang digunakan dalam sediaan adalah bahan yang sebelumnya sudah
disetujui FDA untuk digunakan untuk bentuk sediaan padat cepat lepas.
Data Pendukung yang diperlukan
-Penjelasan yang jelas tentang produk yang digunakan untuk uji disolusi
-Data disolusi diperoleh dari 12 produk uji dan produl banding pada setiap interval uji
yang spesifik untuk setiap dosis. Representasi rata rata dari profil disolusi produk uji
-Untuk studi farmakokinetik, informasi dalam design penelitian dan metode yang
dengan penjelasan setiap metode studi, kriteria manusia yang menjadi subjek penelitian,
binatang, atau sel epitel, konsentrasi obat, penjelasan dari metode analisis, metode untuk
menghitung jumlah obat yang diabsorpsi atau permeabilitas dan informasi potensi
-Sebuah daftar dari obat uji terpilih bersama dengan data tentang jumlah absorpsi dalam
tubuh manusia digunakan untuk menentukan kesesuaian metode, nilai permeabilitas dan
kelas untuk setiap obat uji, dan kurva dari banyaknya obat yang diabsorpsi sebagai
mekanisme transport pasif pendukung yang sesuai dan metode yang digunakan untuk
mengembangkan permeabilitas yang tinggi atas zat aktif obat yang diuji
- Informasi struktur kimia, bobot molekul, tetapan disosiasi, dan sifat bahan obat
- Hasil uji dirangkum dalam sebuah table yang berisi informasi tentang pH larutan,
kelarutan obat, volume yang diperlukan untuk melarutkan obat dengan dosis
maksimum.
2.2 Isoniazid
Karakteristik Umum
Isoniazid
WHO merekomendasikan rentang dosis isoniazid yakni 4-6 mg/kg dengan dosis
maksimum harian tidak melebihi 300 mg. 11 Dosis harian maksimum 300 mg
digunakan sebagai terapi preventif untuk populasi dengan resiko tinggi. WHO
merekomendasikan kepada pasien yang beresiko terjadinya periferal neuropathy,
sebaiknya diberikan suplemen 10 mg pyridoxin setiap harinya. Efek samping isoniazid
yakni hepatotoksik.
SIFAT KIMIA
Polimorfisme, Hidrat
Isoniazid tidak menujukkan polimorfisme atau membentuk hidrat. Hasil sintesis berupa
kristal yang telah dilaporkan menjadi ortrombik.
Kelarutan
Mengacu pada buku dan formakope, bahwa kelarutan isoniazid 125 mg/ml dalam air
pada suhu ruangan. 10,17,18. Kelarutan isoniazid pada suhu 37 0C telah ditentukan
menggunakan larutan buffer dengan pH 1,2; 4,5; dan 6,8 dengan metode standar shake-
flask USP selama 4 jam dengan pengontrolan larutan buffer pH. Data kelarutan menurut
literatur terdapat pada Table 1.
Koefisien Partisi
Telah dilaporkan bahwa nilai logP dalam oktanol/buffer pH 7,4 yaitu 1,1. 16,17.
Perhitungan Kasim, et al. 21 menggunakan metode fragmentasi berdasarkan kontribusi
atomik lipoflisitas dan menggunakan program the ClogP (version 3.0, Biobyte Corp,
Ckaremont, CA http://www.biobyte.com memberikan nilai log P 0,64 dan dengan
ClogP -0,67.
pKa
Isoniazid hanya tersedia dalam bentuk tablet yang terdata dalam WHO Essential
Medicines List dengan rentang 100-300 mg.22
Di Jerman tablet isoniazid yang beredar yakni 50, 100, 200 mg, di Denmark, Finlandia
dan Swedia 300mg, di Belanda 200mg.
FARMAKOKINETIK ISONIAZID
Tidak ada studi yang menjelaskan tentang uji in-vivo tentang permeabilitas obat
isoniazid melalui usus dan sel. Pengelompokan berdasar API (active pharmaceutical
permeabilitas tinggi dan permeabilitas rendah, berdasarkan nilai ClogP1 dan logP
dimana nilai ini didapat dari data eksperimental permeabilitas usus pada manusia.
Apabila niai ClogP1 dan logP lebih besar dari nilai acuhan (metoprolol) yakni 1,35 dan
1,72 maka dapat diklasifikasikan memiliki permeabilitas yang tinggi dan begitu
sebaliknya apabila nilai ClogP1 dan logP dibawah nilai acuhan dikatakan memiliki
permeabilitas rendah. Isoniazid memiliki nilai ClogP1 dan logP 0,67 dan 0,64 sehingga
menyatakan bahwa isoniazid memiliki permeabilitas yang rendah pada lambung tetapi
absopsinya baik pada usus, hal ini dikarenakan sifat yang lemah pada medium asam.
Penelitian yang dilakukan pada awal 1952 menggunakan recovery urin selama 24 jam
setelah pemberian isoniazid oral 3 mg/kg pada pasien TBC dewasa. Didapatkan hasil
sebesar 48% sampai 70%, tetapi tidak dapat dipastikan bahwa hasil keseluruhan
berdasarkan dari recovery urin. Pada tahun 1979 (Kleber et al., 1979) melaporkan
bahwa Bioavalaibilitas mutlak pada pasien TBC sebesar 90% ± 10% dan beberapa
diantaranya telah mengalami operasi reseksi lambung. Nilai plasma pada pasien yang
mengalami berbagai prosedur bedah, termasuk jejunoileal bypass, Cmax dan dosis oral
untuk obat tidak berubah yakni 3 mg sampai 10 mg/hari (Polk et al., 1978).
Nilai Tmax ditetapkan oleh penulis yang berbeda yakni berkisar antara 1 sampai 2 jam
setelah penggunaan oral, pada laju absorpsi sedang sampai cepat serta permeabilitas
yang baik.
pada sukarelawan sehat. Semua jenis makanan tidak mengganggu absorpsi isoniazid
sehingga kadar dalam darah tinggi tetapi pada konsumi tinggi karbohidrat absorpsi
berinteraksi dengan isoniazid (Zent C et al., 1995). Reaksi kondensasi isoniazid pada
larutan gula lebih dari 30 hari pada suhu 26°C. Isoniazid bebas dalam larutan ditentukan
menonjol adalah pada sirup blackcurrant, dalam larutan 5% glukosa, dalam campuran
60% sukrosa, 5% fruktosa dan glukosa 5%. Sebuah studi tentang recovery urin pada
penyerapan isoniazid pada larutan sirup dan pada larutan susu. Didapat hasil bahwa
penyerapan isoniazid pada larutan sirup berkurang 47% dan pada larutan susu sebesar
82% pada perut kosong. Dapat diambil hipotesa bahwa reaksi kondensasi
dan sulit diserap pada usus tikus. Pada manusia, ekskresi urin setelah mengkonsumsi
isoniazid murni atau campuran dari 460 mg isonicotinylhydrazone glukosa dalam 200
ml air. Itu menemukan bahwa, dibandingkan dengan isoniazid murni, jumlah kumulatif
Meningkatnya jumlah glukosa yang diberikan maka akan terjadi penurunan yang lebih
Chavan et al (1974) menilai BA relatif dari sediaan berbasis sorbitol isoniazid dosis cair
(Isokin liquid) terhadap bubuk isoniazid murni dalam air. Setelah pemberian 300 mg
isoniazid untuk 10 relawan sehat, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati baik
dalam tingkat darah atau ekskresi urin antara dua sediaan. Temuan ini menunjukkan
bahwa sorbitol tidak membentuk sejumlah besar produk kondensasi dengan isoniazid.
setelah 1 jam, Cmax dan daerah di bawah kurva konsentrasi plasma (AUC) pada
dari isoniazid untuk 11 pasien dengan TBC. Efeknya juga terjadi, setelah pemberian
magnesium atau aluminium yang dikombinasikan antasida (magaldrate). Atas dasar ini
2. Distribusi
penetrasi yang konsisten pada berbagai organ (Weber and Hein, 1979). Konsentrasi
yang tinggi dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal, paru-paru, dan kulit (Holdiness
MR, 1984). Boxenbaum et al (1975) menjelaskan bahwa sebagian isoniazid tidak terikat
protein plasma secara signifikan. Studi sebelumnya telah melaporkan isoniazid yang
terikat protein plasma pada kisaran 0% sampai 74%. Kisaran tersebut dapat dijelaskan
dengan menggunakan tes yang bervariasi dalam kemampuan untuk mendeteksi produk
Jalur metabolisme utama isoniazid adalah asetilasi oleh enzim N-asetiltransferase yang
terletak di hati dan usus kecil. Aktivitas enzim menunjukkan variasi genetik dan
metabolisme obat yang berbeda. Pasien dengan metabolisme cepat (acetylate rapidly)
dapat memetabolisme obat sekitar 45-110 menit sedangkan untuk pasien dengan
kemampuan metabolisme lambat sekitar 2-4,5 jam. Metabolit aktif yang berperan
pada eliminasi obat, lebih dari 80% obat tereliminasi setelah 24 jam penggunaan,
sebagian besar sebagai metabolit. Dan kurang dari 10% di eliminasi melalui feses.
KINERJA BENTUK SEDIAAN
1. Studi BABE
generik di USA
nilai mutlak BA dari INH dimana nilai AUC pemberian oral lebih baik
2. Eksipien
- INH pada setiap produk memiliki nama paten dengan beberapa eksipien di
secara in vivo
- USP yang berlaku menjelaskan bahwa tablet INH memiliki kurang dari
Q≥80% selama 45 menit dalam 900 ml dalam HCl 0.01N pada suhu 37 C
- Semua formulasi telah melewati uji BE secara in vivo dan sesuai dengan
- Uji disolusi dari INH murni sesuai dengan persyaratan WHO untuk uji BE.
Dalam waktu 10 menit, sebanyak 100% senyawa obat terlarut dalam USP
SGFsp dengan pH 1.2, dalam USP SIFsp dengan pH 6.8, dan dalam buffer
fosfat pH 4.5
BAB III
Kelarutan
tidaklah sama dengan spesifikasi BCS (spesifikasi kondisi BCS dapat dilihat di Tabel 1
terdiri dari tingkatan pH 1 – 7,5). Percobaan kelarutan INH menurut BCS adalah pada
suhu 37oC, sedangkan dalam literatur dilakukan dalam ruang dengan suhu 40oC .
Penelitian terbaru menyatakan bahwa tingkat minimum kelarutan INH terdapat pada pH
6,8. INH semakin larut pada kondisi pH asam, hal ini disebabkan karena INH
merupakan senyawa sintetik basa yang komponen alaminya rendah. Perhitungan rasio
D/S (Dose/Solubilty) pada sediaan tablet di German menyatakan INH larut dalam
jumlah 250 ml atau lebih rendah. Oleh karena itu, berdasarkan guideline BCS senyawa
Permeabilitas
Data eksresi urin yang dihubungkan dengan tingkat bioavabilitas tidak dapat
menggambarkan tingkat permeabilitas dari INH. Hal ini disebabkan karena metode ini
penelitian tedahulu, setelah pemberian dosis normal pada individu yang sama, AUC
(Area Under Curve) kadar efikasi INH lebih tinggi pada pemberian rute oral
dibandingkan rute IV. Oleh karena itu penentuan permeabilitas dengan metode ini
yang termasuk permeabilitas kelas I dan kelas III. Perbedaan klasifikasi kelas
permeabilitas ini disebabkan karena belum ada penelitian permeabilitas INH di usus
halus secara in vitro. Penentuan kelas BCS obat INH sebagai kelas III (permeabilitas
rendah, kelarutan tinggi) didasarkan atas korelasi koefisien partisi yang diperhitungkan
dengan permeabilitas bukan koefisien partisi INH yang diukur sebelumnya. Sedangkan
tinggi, permeabilitas tinggi) didasarkan atas tingkat metabolism INH yang sangat
intensif. Oleh karena itu, guideline WHO mengklasifikasikan permeabilitas INH dengan
batas 3/1.
Klasifikasi BCS
Isoniazid (INH) memenuhi kriteria senyawa aktif obat “sangat larut”. Disamping itu,
INH memiliki data absorbsi oral dan permeabilitas yang korelasinya tidak dapat
disimpulkan. Berdasarkan hal ini, permeabilitas INH memiliki batasan kelas I dan III
dalam klasifikasi BCS yang didasarkan pada kriteria “permeabilitas tinggi”. Guideline
FDA dan EMEA memberikan batas fraksi pada dosis yang terabsorbsi yaitu tidak boleh
kurang dari 90%, sedangkan WHO memberikan batas fraksi tidak boleh kurang dari
85%.
Alternatif Teknik Pengganti untuk Pengujian BE In Vivo
Isoniazid adalah obat yang memiliki kelarutan tinggi. Dari situ kita dapat
menyimpulkan bahwa INH juga akan terdisolusi dengan sangat cepat. Guideline FDA
dan EMEA menetapkan produk obat harus cepat terdisolusi, tapi penetapan peluang
biowaiving hanya pada BCS kelas I. Sedangkan WHO menetapkan peluang biowaiving
pada produk obat BCS kelas III. INH memiliki batasan permeabilitas 3/1 (kelas I dan
kelas III dalam BCS). Hal ini menyebabkan INH harus membuktikan kecepatan
disolusinya melali uji BE in vivo. Namun hal ini terhambat karena INH dapat
interaksi senyawa aktif INH dengan laktosa atau sakarida lain yang tidak terdeteksi pada
uji in vivo). Oleh karena itu, persetujuan metode biowaiver tidak memenuhi syarat bagi
Manufaktur
Oleh karena karakter senyawa aktif INH yang dapat berinteraksi dengan eksipien,
penentuan jumlah eksipien dalam formulasi harus diperhatikan. INH dapat berinteraksi
dengan sakarida (laktosa) dan secara in vitro juga berinteraksi dengan magnesium
oksida. Dalam proses maufaktur, INH tidak menimbulkan masalah jika dikombinasikan
adalah lini pertama bagi pengobatan rutin tuberkolosis yang direkomendasikan WHO
bioavaibilitas yang baik serta efikasi terapetik yang sama. Jika terjadi kadar rendah
(sub-terapetik) pada INH, hal itu diasumsikan terjadi karena interval pengobatan yang
KESIMPULAN
Prosedur biowaiver untuk sediaan tablet IR isoniazid tidak dapat dilakukan pada
produk-produk yang mengandung eksipien laktosa atau sakarida lainnya yang dapat
berinteraksi dengan INH. Prosedur biowaiver dapat dilakukan pada sejumlah produk
INH yang melalui proses manufaktur pada negara bagian Eropa seperti Jerman,
Belanda, dan Finlandia serta Amerika Serikat. Persyaratan “sangat cepat terdisolusi”
bagi produk komparator harus terpenuhi dengan kriteria sama baiknya atau sama
cepatnya dengan produk innovator (yaitu ≥85% zat aktif dalam label terdisolusi 15
menit pada pH 1,2; 4,5; dan 6,8 dengan kecepatan 75 – 100 rpm).
Tabel 1. Kelarutan INH (mg/mL) berdasarkan data literature dan data percobaan terbaru serta
Rasio Dosis/Kelarutan pada Dua Sediaan Tablet
DAFTAR PUSTAKA