Anda di halaman 1dari 26

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN II

PENGARUH FAKTOR FORMULASI TERHADAP BIOAVAILABILITAS


SEDIAAN ORAL

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NI MADE AYU LESTARIYANTI

STAMBUK : 1719035

HARI/TANGGAL : SABTU, 04 JULI 2020

ASISTEN : FITRI SURYANINGSIH

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA) PELITA MAS

PALU

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Biofarmasetika merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara
sifat fisikokimia formulasi obat dengan ketersediaan hayati obat.
Sedangkan ketersediaan hayati menyatakan kecepatan dan jumlah obat
aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Karena biofarmasetika berperan
dalam mengatur pelepasan obat ke sirkulasi sistemik maka ketersediaan
hayati mempunyai makna terapetik dan toksik. Bioavailabilitas dapat
diukur in vitro (pada keadaan sesungguhnya dari pasien) dengan
menentukan kadar plasma obat sesudah tercapaisteady state. Pada
keadaan terjadi keseimbangan antara kadar obat disemua jaringan tubuh,
dan kadar darah praktis konstan karena jumlah yang diserap dan yang
dieliminasi adalah sama. Antara kadar plasma dan efek terapeutik pada
umumnya terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada
misalnya obat hipotensi yang masih berefek, walaupun kadarnya dalam
plasma sudah tidak dapat diukur lagi (Tjay, 2014).
Tujuan terapi obat adalah mencegah, menyembuhkan atau
mengendalikan berbagai keadaan penyakit. Untuk mencapai tujuan ini,
dosis obat yang cukup harus disampaikan kepada jaringan target
sehingga kadar terapeutik (tetapi tidak toksik) didapatkan. Rute pemberian
obat terutama ditentukan oleh sifat obat ( seperti kelarutan dalam air atau
lipid, ionisasi dsb) dan oleh tujuan terapi (misalnya keinginan akan suatu
awitan kerja obat yang cepat atau kebutuhan akan pemberian jangka
panjang atau terbatas pada suatu tempat lokal). Terdapat dua rute
pemberian obat yang utama enteral dan parenteral. Obat yang diberikan
secara oral akan masuk kedalam peredaran darah setelah mengalami
absorbsi dalam saluran cerna. Dari proses tersebut dapat diperoleh efek
sistemik. Proses dari absorbsinya sangat menentukan karena berkaitan
langsung dengan intensitas farmakologi yaitu onset of
action.Berbagai bahan tambahan dalam produk dapat mempengaruhi
kinetika pelarutan obat itu sendiri. Sebagai contoh bahan pensusupensi
dapat menaikkan viskositas dari mutu yaitu sediaan yang dapat
menurunkan kelarutannya. (Setiawati, 2014).

1.2 Tujuan Percobaan


Mengamati pengaruh faktor formulasi sediaan terhadap
ketersediaan hayati berdasarkan waktu onset of action (mulai kerja) dan
durasi (lama kerja) obat yang diberikan per oral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) merupakan prosentase dan
kecepatan zat aktif dalam suatu produk obatyang mencapai/tersedia
dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk
obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari
ekskresinya dalam urin. Dua produk obat disebut bioekivalen, jika
keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan alternatif
farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan
menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan
sama, dalam hal efikasi maupun keamanan (Dirjen POM, 2014)
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh
atau efek tubuh terhadap obat. Dalam arti sempit farmakokinetika
khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan
metabolitnya di dalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu.
Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi, dan
ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat
(Setiawati, 2014).
Bioavailabilitas menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah
obat yang aktif terapetik yang mencapai sirkulasi umum. Studi
bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah
disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapetik yang belum
disetujui FDA (Food Drug Administration) untuk dipasarkan.
Bioavailabilitas digunakan untuk menggambarkan fraksi dari dosis obat
yang mencapai sirkulasi sistemik yang merupakan salah satu bagian dari
aspek farmakokinetik obat. Definisi tersebut diartikan bahwa obat yang di
berikan secara intravena bioavalibilitasnya 100%. Namun, jika obat
diberikan melalui rute pemberian lain (seperti melalui oral)
bioavalibilitasnya berkurang (karena absorpsi yang tidak sempurna dan
metabolisme lintas pertama) (Shargel Leon, 2015).
Studi bioavailabilitas in vivo harus dilakukan bila formulasi obat
tersebut dimaksudkan untuk dipasarkan. Parameter farmakokinetik
essensial meliputi laju dan jumlah absorbs sistemik, T ½ eliminasi, Ke,
dan Km harus ditetapkan setelah pemberian dosis tunggal dan dosis
ganda. Setelah bioavailabilitas diketahui dan juga parameter
farmakokinetik diketahui maka aturan dosis dapat ditentukan untuk
mendukung penulisan label obat (Shargel Leon, 2015).
Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Bioavailabilitas absolut 
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemi dari suatu
sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut
dengan pemberian intra vena.
2. Bioavailabilitas relatif
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu
sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra
vena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan produk
standar.
Sebagai produk standar dapat digunakan:
1) Produk larutan oral
2) Produk innovator/originator : yaitu produk yang dibuat oleh pabrik
penemunya yang dianggap mempunyai bioavailabilitas terbaik yang
sudah teruji secara klinik dengan hasilterapi yang baik (biasanya
ditentukan oleh lembaga resmi, misalnya FDA) (Ringoringo.2016)
Bioavailabilitas relatif dapat diterapkan untuk :
1) Memillih satu dari alternatif dua atau lebih bentuk sediaan yang sama
dengan formulasi yang berbeda yang akan diproduksi oleh suatu
pabrik, sehingga diketahui pengaruh komponen formulasi terhadap
bioavailabilitas.
2) Memilih bentuk sediaan yang mempunyai bioavailabilitas terbaik dari
beberapa alternatif bentuk sediaan yang akan dikembangkan.
3) Mengontrol variabilitas yang mungkin terjadi antara batch dari bentuk
sediaan yang sama dari batch yang berlainan.
4) Membandingkan secara komparatif produk pabrik mana yang
mempunyai bioavailabilitas terbaik  (Ringoringo, 2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat antara lain:
1. Sifat Fisikokimia Obat
a) Ukuran partikel
b) Luas permukaan obat
c) Kelarutan obat
d) Bentuk kimia obat, yaitu garam, bentuk anhydrous atau hidrous
e) Lipofilisitas
f) Stabilitas obat
2. Faktor Formulasi
Untuk merancang suatu produk obat yang akan melepaskan obat aktif
dalam bentuk yang paling banyak berada dalam sistemik, farmasis harus
mempertimbangkan: (1) jenis produk obat; (2) sifat bahan tambahan
dalam produk obat; (3) sifat fisikokimia obat itu sendiri (Shargel Leon,
2015).
Obat yang perlu diuji Bioavailabilitasnya adalah :
1) Obat – obat yang batas keamanannya sempit.
2) Obat – obat yang absorbsinya berfluktuasi.
3) Obat–obat yang variasi individunya besar dalam kadar plasma
pada dosis biasa.
4) Diperlukan untuk mempertahankan MEC/MIC obat dalam cairan
hayati selama terapi.
5) Obat – obat baru.
Untuk obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya mungkin
kurang dari 100% hal ini dikarenakan :
1) Obat diabsorpsi tidak sempurna.
2) Eliminasi lintas pertama (First-Pass Elimination), Obat diabsorpsi
menembus dinding usus, darah vena porta mengirimkan obat ke
hati sebelum masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Obat dapat
dimetabolisme di dalam dinding usus atau bahkan di dalam darah
vena porta. Hati dapat mengekskresikan obat ke dalam empedu.
3) Laju absorpsi
Perbedaan bioavailabilitas antar preparat dari obat yang sama
(bioekivalensi) yang cukup besar dapat menimbulkan respon terapi yang
berbeda (inekivalensi terapi).
Untuk obat dengan batas batas keamanan yang sempit dan obat
untuk penyakit yang berbahaya (life-saving drugs) perbedaan
bioavailabilitas antara 10-20% sudah cukup untuk menimbulkan
inekivalensi terapi. Contoh obat yang sering kali menimbulkan masalah
dalam bioavailabilitasnya adalah digoxin, fenitoin, dikumarol, tolbutamid,
eritromisin, amfoterisin B dan nitrofurantoin (Setiawati, Arini 2014).
Ada beberapa metode langsung dan tidak langsung untuk penilaian
bioavailabilitas pada manusia. Pemilihan metode bergantung pada tujuan
studi,metode  analisis untuk penetapan kadar obat dan sifat produk obat.
Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan bioavailabilitas
suatu obat meliputi :
1. Data plasma
a) Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (t maks)
b) Konsentrasi plasma puncak (Cpmaks)
c) Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC)
2. Data urin
a) Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du)
b) Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)
c) Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin ( t )
3. Efek farmakologi akut
4. Pengamatan klinik
Parameter farmakokinetika yang dapat digunakan untuk mengkaji
bioavailabilitas suatu obat diantaranya adalah tetapan kecepatan absorbsi
(Ka), luas daerah dibawah kurva (AUC) dan fraksi obat yang diabsorbsi
(Fa).sedangkan untuk mengkaji kinetika distribusi adalah volume distribusi
(Vd dan Vd) Dan untuk kinetika eliminasi adalah klirens(Clt), tetapan
kecepatan eliminasi (Ke),dan waktu paruh eliminasi (t ½). (Setiawati, Arini
2014)

2.2 Uraian Bahan


1. Aquadest ( FI Edisi III hal 96)

Nama Resmi : AQUA DESTILATA

Nama Lain : Aquadest, air suling

Rumus Molekul : H2O

Berat Molekul : 18,02

Pemerian : cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak

bersa.

Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : zat pelarut

2. Fenobarbital

Nama Resmi : PHENOBARBITALUM

Nama Lain : Luminal

Nama Kimia : asam-5-etil-5 fenilbarbiturat

RM/BM : C12H12N2O3/232,24

Pemerian : Hablus atau serbuk hablur, putih tidak berbau,

rasa agak pahit


Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, agak sukar larut

dalam klorofrom, larut dalam etanol

Persen kadar : 19,0%-21,0%

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai sampel

3. Na CMC ( Dirjen POM, 1979-401)

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHILCELLULOSUM

Nama lain : Natrium karbisikmetil selulosa

Pemerian :Serbuk atau butiran putih atau kuning gading,

tidak berbau, dan bersifat higroskopik

Kelarutan :Mudah terdispersi dalam air membentuk

suspense koloida, tidak larut dlam etanol

Kegunaan : sebagai kontrol

4. Tragakan (Handbook of pharmaceutical excipient,744,FI IV,799)

Pemerian : Tidak berbau, mempunyai rasa tawar, sepeerti

lender

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, etanol (95%) dan

pelarut organic walaupun tidak larut dalam air,

tragakan mengembang cepat dalam 10 detik

dalam larutan dingin atau panas

menghasilkan koloid kental atau semi gel.

Stabilitas : Serpihan dan serbuk dari tragakan stabil, gel

trgakan cenderung menunjukkan kontaminasi


mikroba dengan spesies enteroluakterial dan

larutan harus ditambahkan bahan pengawet

antimikroba yang cocok, pada emulsi gliserin

dan propilenglikol digunakan sebagai bahan

pengawet , pada formulasi gel, tragakan

biasanya ditambahkan bahan pengawet

dengan 1% w/v Asam benzoate atau Natrium

benzoate. Kombinasi dari ,17% b/v metil

paraben dan 0,03% b/v propilparaben adalah

bahan pengawet yang cocok untuk gel

tragakan

Bobot jenis : 1,250-1,385

Ph larutan : 5-6 untuk 1% cairan disperse

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Inkompatibilitas : Pada Ph 7 tragakan mengurangi keberhasilan

bahan pengawet antimikroba benzalkonium

klorida, klorobutanol, dan metil paraben, dan

lebih sedikit menurun pada fenol dan

fenilmerkum asetat, bagaimana pada ph <5

tragakan tidk mengurangi keberhasilan bahan

pengawet klorobutanol, asam benzoate atau

metil paraben. Penambahan mineral kuat dan

asam organic dapat mengurangi viskositas


dispersi tragakan . viskositas dapat dikurangi

dengan penambahan alkali dan natrium

klorida, terutama jika disperse dipanaskan

tragakan cocok dengan garam, berkonsentrasi

tinggi dari bahan alami dan bahan

pensuspensi sintetik seperti akasia,

karboksimetil selulosa, amilum, dan sukrosa

Fungsi : Bahan pensuspensi


BAB III

METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini ialah batang

pengaduk, dispo, gelas kimia, gelas ukur, handskun, sonde, stopwatch,

timbangan dan toples.

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan ialah aquadest, fenobarbital,

Na.CMC, tragakan, tikus,

3.1.3 Cara Kerja

1. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini yaitu tikus putih

jantan (Rattus novergicus), dengan berat 200 gr sebanyak enam

ekor. Dimana sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu tikus

tersebut dipuasakan selama kurang lebih 8 jam.

2. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

a) Menyiapkan alat dan bahan serta hewan yang akan digunakan.

b) Mengelompokkan hewan uji menjadi 2 kelompok.

1) Kelompok 1 diberi obat fenobarbital dan Na, CMC.


2) Kelompok 2 diberi obat fenobarbital dan tragakan.

c) Menghitung volume pemberian sesuai dengan dosis dan berat

badan hewan uji.

d) Memberikan larutan pada masing-masing kelompok hewan uji.

e) Mencatat saat mulai timbulnya efek (onset) dan lamanya efek

hingga hilang efek (durasi)

f) Membuat tabel hasil pengamatan pada tiap kelompok hewan uji,

kemudian melakukan uji statistik terhadap data yang diperoleh.

3. Pembuatan Bahan Percobaan

a) Larutan suspensi fenobarbital dan Na. CMC

1) Menimbang fenobarbital 5,4 mg untuk 25 ml.

2) Menimbang Na. CMC sebanyak 50 mg atau 0,05% dalam 100

ml aquadest

3) Memanaskan aquadest.

4) Mencampurkan ke dalam gelas kimia yang berisi Na. CMC

lalu diaduk hingga melarut.

5) Mengukur larutan suspensi Na.CMC sebanyak 25 ml lalu

menambahkan larutan ke dalam gelas kimia yang berisi

fenobarbital, aduk hingga homogen.

6) Memasukkan ke dalam wadah.

b) Larutan suspensi fenobarbital dan tragakan

1) Menimbang 500 mg tragakan

2) Menimbang fenobarbital 5,4 mg


3) Memanaskan aquadest sebanyak 100 ml

4) Memasukkan tragakan ke dalam lumpang lalu menambahkan

aquadest yang telah dipanaskan lalu digerus hingga homogen

dan melarut.

5) Mengukur 25 ml larutan suspensi tragakan lalu memasukkan

ke dalam gelas kimia yang berisi fenobarbital diaduk hingga

homogen

6) Memasukkan ke dalam wadah

4. Pengamatan dan Pengambilan Data

a) Hewan percobaan dibagi menjadi 2 kelompok

1) Kelompok 1 suspensi fenobarbital dalam larutan Na.CMC

0,05% secara oral.

2) Kelompok 2 suspensi fenobarbital dalam larutan tragakan 1%

3) Mencatat onset dan durasi obat

4) Kemudian data diuji secara statistik


BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Dan Perhitungan

4.1.1 Perhitungan Bahan

0,05 g 50 mg
1. Na.CMC 0,05% = =
100 ml 100 ml

2. Suspensi Fenolbarbital

Konversi dosis dari manusian ke tikus putih = 0,018

Phenolbarbital X 0,018
a. Dosis =
Berat Tikus

30 mg X 0,018
=
180 g

0,54 mg
=
0,18 Kg/BB

= 3 mg/KgBB

Dosis X BB
b. Larutan stok = 1
X V olume Tikus
2

3 mg X 0,18 Kg/ BB
= 1
X 5 ml
2

0,54 mg
=
2,5 ml

=0,216 mg/ml

Jadi, larutan stok x 25ml = 0,216 mg/ml x 25 ml = 5,4 mg

c. Volume pemberian

Dosis x BBTikus
VP =
Larutan Stok
3 mg x 0,18 Kg /BB
=
0,216 mg/ml

=2,5 ml

Jadi, volume pemberian suspense phenolbarbital untuk tiap

tikus dengan berat badan 180 g adalah 2,5 ml.

4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan

Perlakuan Tikus Waktu Awal Efek Akhir Efek

Pemberian (jam/menit) (jam/meni

(jam/menit) t)
1 11:15 11:17 12:31
2 11:17 11:19 12:32
Na.CMC 3 11:18 11:20 12:32

0,05%
1 11:19 11:21 12:37
2 11:21 11:22 12:30
Tragakan 3 11:27 11:30 12:31

0,05%
Diketahui:
Fk = Frekuensi kumulatif
Y = Jumlah tiap perlakuan
X = Jumlah tiap tikus yang diberi perlakuan (pengulangan)
t = tritmen/perlakuan
r = replikasi/pengulangan
4.1.3 Tabel Onset

Perlakuan Waktu pemberian-awal efek (menit) Jumlah

(Ʃy)
1 2 3
Na.CMC 2 2 2 6
Tragakan 2 1 3 6
Jumlah 4 3 5 12

(Ʃx)
1. Fk = ¿¿

= ¿¿

= ¿¿

144
=
6

= 24

2. Fk perlakuan =¿ ¿ - Fk

= ¿ ¿ - 24

36+36
= - 24
3

72
= - 24
3

= 24 -24

=0

3. Fk kelompok = ¿ ¿ - Fk

= ¿ ¿ – 24

16+9+25
= – 24
2

50
= – 24
2

= 25-24

=1

4. Fk total =[(a 12) +(b 12) + (c 12)+ (a 22) +(b 22) + (c 22)] – fk

=[(22) +(22) + (22)+ (22) +(12) + (32)] – 24

=[4 +4 + 4+ 4+1+ 9] – 24
= 26 – 24

=2

5. Fk Galat = Fk total – Fk kelompok – Fk perlakuan

=2–1–0

=1

6. Uji Anova

ANOVA
hewan uji
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .167 1 .167 1.000 .374
Within Groups .667 4 .167
Total .833 5

Berdasarka uji anova maka dapat disimpilkan bahwa 0,374 ≥ 0,05 maka
Ho diterima dan H1 ditolak artinya tidak ada pengaruh perlakuan
terhadap tikus 1,2 dan 3.

4.1.4 Tabel Durasi

Perlakuan Waktu pemberian sampai akhir efek Jumlah (Ʃy)

(menit)
1 2 3
Na.CMC 76 75 74 225
Tragakan 78 69 64 211
Jumlah (Ʃx) 154 144 138 436
1. Fk = ¿¿

= ¿¿

= ¿¿

190.096
=
6

= 31,628
2. Fk perlakuan =¿ ¿ - Fk

= ¿ ¿ - 31,628

50.625+ 44. 521


= - 31,628
3

95.146
= - 31,628
3

= 31.715 - 31,628

= 87

3. Fk kelompok = ¿ ¿ - Fk

= ¿ ¿ – 31,628

23.716+20.726+19.044
= – 31,628
2

63.486
= – 31,628
2

= 31. 743 - 31,628

=155

4. Fk total =[(a 12) +(b 12) + (c 12)+ (a 22) +(b 22) + (c 22)] – fk

=[(762) +(752) + (74 2)+ (782) +(692) + (64 2)] –

31,628

=[5.776+ 5.625 + 5.476 + 6.084 +4.716 +

4.096] – 31,628

= 31.773 - 31,628

= 145

5. Fk Galat = Fk total – Fk kelompok – Fk perlakuan

= 145 – 155 – 87
= -97

6. Uji Anova

ANOVA
hewan uji
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 32.667 1 32.667 1.273 .322
Within Groups 102.667 4 25.667
Total 135.333 5

Berdasarka uji anova maka dapat disimpilkan bahwa 0,322 ≥ 0,05 maka
Ho diterima dan H1 ditolak artinya tidak ada pengaruh perlakuan
terhadap tikus 1,2 dan 3.

4.2 Pembahasan
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari tentang kinetika
absorbsi obat, distribusi dan eliminasi (yaitu absorbsi dan metabolisme).
Farmakokinetik adalah cabang ilmu dari farmakologi yang mempelajari
tentang perjalanan obat mulai sejak diminum hingga keluar melalui organ
ekskresi ditubuh manusia. Pada praktikum ini bahan yang dipakai yaitu Na
cmc, fenobarbital dan tragakan.
Na cmc adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam
industry farmasi atau digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi
pada suatu bahan. Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturate
yang mengatasi epilepsy. Tragakan adalah eksudat gom kering yang
diperoleh dengan penorehan batang asragalus gummifer labil dan spesies
astragalus lain, tragakan memiliki kemampuan membentuk gel. Pada
percobaan ini, tujuannya adalah untuk mempelajari distribusi obat di
dalam tubuh yang diberikan secara intravena dan menentukan volume
distribusinya.
Dalam percobaan ini dilakukan penetapan satuan parameter
farmakokinetik suatu obat setelah pemberian dosis tunggal secara oral.
Dimana ketika obat diberikan secara oral, dapat menunujukan hubungan
dinamik antara obat, produk obat, dan efek farmakologi, dimana pertama-
tama akan mengalami pelepasan obat  dan pelarutan, selanjutnya
mengalami absorbsi masuk kedalam sistem sirkulasi sistemik. Pada
proses ini akan terjadi dua keadaan, yaitu keadaan pertama obat yang
akan  dieliminasi, dieksresi, dan dimetabolisme, dan keadaan yang kedua,
obat dari sirkulasi sistemik masuk kedalam jaringan dan akan memberikan
efek farmakologi atau klinik.
Pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan tikus, yang
sebelum diberi perlakuan terlebih dahulu ditimbang dan memiliki berat
rata-rata 180 gram/BB. Kemudian hitung volume pemberian sesuai
dengan dosis dan berat badan. Hewan uji dibagi kedalam 2 kelompok
yaitu Na cmc, dan tragakan yang masing-masing kelompok menggunakan
3 tikus. Tujuan penambahan Na cmc adalah untuk meningkatkan
viskositas dan sebagai suspending agent, untuk tujuan pemberian
fenobarbital yaitu untuk menaikkan ambang rangsang pada hewan uji dan
tujuan permberian tragakan adalah untuk meningkatkan kekentalah atau
sebagai suspending agen dalam pembuatan sediaan. Mencatat waktu
pemberian obat Na cmc masing-masing 10.17, 10.20, 10.22 dan tragakan
masing-masing 11.19, 11.21, 11.27 . Kemudian mencatat saat mulai
timbulnya efek Na cmc masing-masing 10.20, 10.24, 10.24 dan tragakan
masing-masing 11.21, 11.22, 11.30. Catat waktu saat hilangnya efek,
pada Na cmc 11.13, 11.20, 11.26 dan pada Tragakan yaitu 12.27, 12.30,
12. 31. Dengan menghasilkan onset pada Na cmc 2,2,2 menit, dengan
durasi 76, 75, 74 menit pada Tragakan menghasilkan onset 2,1,3 menit
dengan durasi 78, 69, dan 64menit.
Berdasarkan uji anova untuk onset didapatkan hasil 0,374 > 0,05
maka Ho diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil
perlakuan pada tikus 1,2 dan 3 berbeda tidak signifikan atau tidak ada
pengaruh signifikan terhadap penggunaan Na. CMC dan tragakan pada
onset phenobarbital. Berdasarkan uji anova untuk durasi didapatkan hasil
0,332 > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil perlakuan pada tikus 1,2 dan 3 berbeda tidak signifikan atau
tidak ada pengaruh signifikan terhadap penggunaan Na. CMC dan
tragakan pada durasi phenobarbital.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Biovailabilitas (ketersediaan hayati) merupakan prosentase dan


kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang
mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif
setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya
dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin.
2. Berdasarkan uji anova untuk onset didapatkan hasil 0,374 > 0,05
maka Ho diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil perlakuan pada tikus 1,2 dan 3 berbeda tidak
signifikan atau tidak ada pengaruh signifikan terhadap penggunaan
Na. CMC dan tragakan pada onset phenobarbital.
3. Berdasarkan uji anova untuk durasi didapatkan hasil 0,332 > 0,05
maka Ho diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil perlakuan pada tikus 1,2 dan 3 berbeda tidak
signifikan atau tidak ada pengaruh signifikan terhadap penggunaan
Na. CMC dan tragakan pada durasi phenobarbital.
5.2 Saran
1. Saran Asisten
Diharapkan kepada asisten agar menjelaskan lebih teliti lagi
kepada praktikan
2. Saran Praktikan
Diharapkan kepada praktikan agar memperhatikan dan menyimak
praktikum yang dijelaskan asisten
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. (2014) Farmakope Indonesia. Edisi V. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
Ringoringo,V.S.2016.Bioavailabilitas Obat Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo, Gramedia
Setiawati, Arini dan Armen Muchtar. 2014. Farmakologi dan Terapi Edisi
V. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Shargel, L dan Andrew B.C.YU. 2015. Biofarmasetikadan Farmakokinetika
Terapan Edisi II. Surabaya : Airlangga University Press
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2014. Obat – Obat Penting Edisi ke-
6. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, Gramedia
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai