TIM PENYUSUN
FAKULTAS FARMASI
2019
LABORATORIUM FARMAKOKINETIKA KLINIK DAN MONITORING TERAPI
OBAT
DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pas Foto
3x4
BIODATA MAHASISWA
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
PROGRAM :
FAKULTAS :
UNIVERSITAS :
i
STAF LABORATORIUM FARMAKOKINETIKA KLINIK DAN MONITORING
TERAPI OBAT
FAKULTAS FARMASI USU
ii
PERATURAN LABORATORIUM
iii
DAFTAR ISI
iv
PERCOBAAN I
I. Tujuan
Agar mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter
farmakokinetika parasetamol setelah pemberian dosis tunggal per oral berdasarkan
data kadar parasetamol dalam plasma lawan waktu.
I. Tinjauan Pustaka
Seperti telah diketahui bahwa parameter farmakokinetika adalah besaran
yang diturunkan secara matematis dari model berdasar hasil pengukuran kadar obat
utuh dan atau metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Mengapa
demikian?, di samping tempat yang paling cepat dicapai oleh obat, darah juga
merupakan tempat yang paling logis bagi penetapan kadar obat dalam badan. Dalam
praktek, uji dengan data darah paling banyak dipergunakan. Karena darahlah yang
mengambil obat dari tempat absorpsi, menyebarkannya ke tempat distribusi / aksi.
Serta membuangnya ke organ eliminasi.
Kegunaan menetapkan parameter farmakokinetika suatu obat adalah untuk
mengkaji kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasinya di dalam badan. Di mana
hasil kajian ini, di antaranya memiliki arti penting dalam penetapan aturan dosis.
Parameter farmakokinetika yang dapat dipergunakan untuk mengkaji kinetika
absorpsi suatu obat diantaranya adalah konstanta kecepatan absorpsi (ka), luas daerah
di bawah kurva (AUC), dan fraksi obat yang diabsorpsi(bioavaibilitas/F). Sedang
untuk kinetika distribusi adalah volume distribusi (Vd atau VdSS). Dan untuk kinetika
eliminasi adalah klirens total (ClT), konstanta kecepatan eliminasi (Kel atau β) dan
waktu paruh eliminasi (t1/2).
Cara perhitungan parameter farmakokinetika tersebut, dapat dikerjakan
seperti pada Tabel I dan II, setelah diperoleh data kadar obat di dalam darah / plasma
1
lawan waktu. Terlihat pada kedua tabel tersebut, bahwa untuk menghitung parameter
farmakokinetika setelah pemberian oral (Vd dan CLT), diperlukan parameter F
(fraksi obat yang diabsorpsi=bioavaibilitas). Paramter F ini diperoleh dengan
membandingkan nilai AUC pemberian oral dengan nilai AUC pemberian intravena.
Dengan perkataan lain data intravena juga diperlukan untuk menghitung parameter
farmakokinetika obat setelah pemberian oral.
Dengan kertas grafik semilogaritmik, kita dapat memplotkan data kadar obat
lawan waktu. Dari data gambar kadar obat lawan waktu dapat ditetapkan parameter-
parameter farmakokinetika.
Kel Kel
2,303 2,303
ka
2,303
numerik t numerik t
Gambar 1. Kinetika obat model satu kompartemen terbuka
B
β
β
2,303
2,303
α ka α
2,303 2,303
2,303
numerik t numerik t
Gambar 2. Kinetika obat model dua kompartemen terbuka
2
Tabel 1. Perhitungan parameter farmakokinetika obat model satu
kompartemen terbuka
Perhitungan
Kinetika Parameter Satuan
Intravena Oral
F - AUC p.o. -
AUC i.v.
Distribusi Vd D DxF
ml
Cp0 Cp0
3
Tabel 2. Perhitungan parameter farmakokinetika obat model dua
kompartemen terbuka
Perhitungan
Kinetika Parameter Satuan
Intravena Oral
fa - AUC p.o. -
AUC i.v.
D DxF
Vc ml
A+B M+L
D DxF
Eliminasi CLT ml x menit-1
0→∞ 0→∞
AUC AUC
Kel α x β α x β
menit-1
k21 k21
4
Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh dari hasil pengukuran kadar
obat tak berubah atau metabolitnya di dalam cairan tubuh (darah, urin, saliva atau
cairan lainnya). Oleh karena itu, pemahaman terhadap langkah-langkah analisis obat
dalam cairan tubuh merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian
farmakokinetika. Termasuk dalam langkah-langkah tersebut meliputi:
1. mencari jangka waktu larutan obat memiliki resapan tetap,
2. mencari panjang gelombang larutan obat dengan resapan terbesar,
3. membuat kurva baku eksternal / internal.
4. mencari harga perolehan kembali (ketelitian metode)
5. mencari koefisien variansi (ketepatan metode)
7
III. Pelaksanaan Praktikum
3.1 Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB)
Parasetamol ditimbang seksama 1000 mg, dilarutkan dalam air panas dan
diencerkan sampai 100 ml. (10000 ppm)
8
3.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Parasetamol
Pembuatan kurva kalibrasi Parasetamol dilakukan dengan cara membuat satu
seri larutan Parasetamol dengan mempipet LIB sebanyak 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4
ml, 0,5 ml, masing-masing ditambah darah segar 1 ml, kemudian ditambahkan
aquades 2,9, 2,8, 2,7, 2,6, dan 2,5 ml berturut-turut sesuai dengan banyaknya LIB
yang dipipet dan 1 ml TCA 20%. Semua campuran di homogenkan selama 5 menit
kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml. Kedalam labu tentukur ditambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml
NaNO2 10%, campur baik-baik dan diamkan 15 menit. Selanjutnya dengan hati-hati
ditambahkan 1 ml ammonium sulfamat 15% melalui dinding labu diikuti
penambahan 3,5 ml NaOH 10% dan aquades sampai 10 ml. Diamkan 5 menit lalu
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada
kurva absorpsi dan pada waktu operating time.
9
diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada
kurva absorpsi dan pada waktu operating time.
3.4.1 Berdasarkan Kurva Log. Kadar vs Waktu, tentukan :
a. Model farmakokinetika Parasetamol
b. Tetapkan parameter farmakokinetika sesuai dengan model
farmakokinetika yang didapat seperti pada Tabel 1 atau 2.
DAFTAR PUSTAKA
10
DATA PERCOBAAN
11
12
13
PERCOBAAN II
PENENTUAN KADAR ASAM SALISILAT DALAM DARAH
I. Tujuan.
Untuk menentukan kadar asetosal dalam darah.
14
3.2 Alat
1. Skalpel 6. Labu takar 10 ml dan 100 ml
2. Vortex 7. Stop Watch
3. Tabung reaksi 8. Sentrifuge
4. Kuvet 9. Spektrofotometer
5. Pipet volume 0,1 ml, 0,2 ml, 1,0 ml, 2,0 ml.
IV. Jalannya Praktikum
4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB)
Asam Salisilat ditimbang seksama 1000 mg, dilarutkan dalam sedikit etanol
dan diencerkan sampai 100 ml dengan aquades. (10000 ppm)
15
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai garis tanda. Absorbsi diukur
dengan menggunakan panjang gelombang maksimum yang didapat setiap 1 menit
selama 30 menit.
4.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Salisilat
Pembuatan kurva kalibrasi Asam Salisilat dilakukan dengan cara membuat
satu seri larutan Asam Salisilat dengan mempipet LIB sebanyak 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3
ml, 0,4 ml, 0,5 ml, masing-masing ditambah dengan 1 ml Heparin, darah segar 1 ml,
kemudian ditambahkan pereaksi Tinder 2,9, 2,8, 2,7, 2,6, dan 2,5 ml berturut-turut
sesuai dengan banyaknya LIB yang dipipet. Semua campuran di homogenkan selama
5 menit kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml dan diencerkan dengan aquades sampai garis tanda. Diukur
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada kurva
absorpsi dan pada waktu operating time.
16
4.5.1 Berdasarkan Kurva Log. Kadar vs Waktu, tentukan :
c. Model farmakokinetika Asam Salisilat
d. Tetapkan parameter farmakokinetika sesuai dengan model
farmakokinetika yang didapat seperti pada Tabel 1 atau 2.
Hasil dan Pembahasan.
Dosis asetosal dalam darah ditentukan dengan rumus :
DAFTAR PUSTAKA
Walson, P.D. 1998. Therapeutic Drug Monitoring in Special Population. Clin Chem.
44, 415-419.
17
DATA PERCOBAAN
18
19
PERCOBAAN III
PROFIL FARMAKOKINETIKA SULFAMETOKSAZOL
PADA KONDISI GAGAL GINJAL
I. Tujuan
Mempelajari profil farmakokinetika obat pada kondisi gagal ginjal dengan
menggunakan hewan percobaan yang mengalami gagal ginjal akut.
20
Alat-alat Gelas
3.2 Bahan
Sulfametoksazol
TCA
NaNO2
Ammonium Sulfamat
N (1-naftil) etilendiamin
Uranil Nitrat
21
alat vortex selama 3 menit kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama
5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml. Kedalam labu tentukur ditambahkan 0,2 ml NaNO2 0,1%, campur
baik-baik dan diamkan 3 menit. Selanjutnya dengan hati-hati ditambahkan 0,2 ml
ammonium sulfamat 0,5% melalui dinding labu dan diamkan 2 menit, diikuti
penambahan 0,6 ml N (1-naftil) etilendiamin 0,1%, dan diamkan 5 menit di tempat
gelap lalu ditambahkan aquades sampai 10 ml dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada kurva absorpsi setiap menit
selama 30 menit.
4.2.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Sulfametoksazol
Pembuatan kurva kalibrasi Sulfametoksazol dilakukan dengan cara membuat
satu seri larutan Sulfametoksazol dengan mempipet LIB sebanyak 0,1 ml, 0,2 ml,
0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 ml, masing-masing ditambah darah segar 1 ml, kemudian
ditambahkan aquades 2,9, 2,8, 2,7, 2,6, dan 2,5 ml berturut-turut sesuai dengan
banyaknya LIB yang dipipet dan 1 ml TCA 20%. Semua campuran di homogenkan
selama 5 menit kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan dalam labu
tentukur 10 ml. Kedalam labu tentukur ditambahkan 0,2 ml NaNO2 0,1%, campur
baik-baik dan diamkan 3 menit. Selanjutnya dengan hati-hati ditambahkan 0,2 ml
ammonium sulfamat 0,5% melalui dinding labu dan diamkan 2 menit, diikuti
penambahan 0,6 ml N (1-naftil) etilendiamin 0,1%, dan diamkan 5 menit di tempat
gelap lalu ditambahkan aquades sampai 10 ml dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada kurva absorpsi dan pada waktu
operating time.
4.2.4 Pemberian Obat dan Pengambilan Darah pada Hewan Percobaan
Percobaan dibagi dalam 2 kelompok, kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Sebelum perlakuan hewan dipuasakan (12-18 jam) terlebih dahulu. Pada
kelompok pertama (kelompok kontrol), hewan uji diberi Sulfametoksazol secara oral
dengan dosis 52 mg/kgBB. Kelompok kedua, (kelompok perlakuan), kepada hewan
uji diberi Sulfametoksazol secara oral dengan dosis yang sama, tetapi tiga hari
sebelumnya diberi praperlakuan uranil nitrat dengan dosis tunggal 2,6 mg/kgBB
22
secara injeksi intraperitonial EE4. Lalu darah disampling, melalui vena marginal
kelinci pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 150 sebanyak 1 ml.
23
DATA PERCOBAAN
24
25
26
PERCOBAAN IV
PROFIL FARMAKOKINETIKA SULFAMETOKSAZOL
PADA KONDISI GAGAL HATI
I. Tujuan
Mempelajari perubahan profil farmakokinetika obat pada kondisi gagal hati
dengan menggunakan hewan percobaan yang mengalami gagal hati akut.
27
Ammonium Sulfamat
N (1-naftil) etilendiamin
CCl4
29
4.3 Analisis Sulfametoksazol dari Cuplikan Darah
Satu ml cuplikan darah ditambahkan 3 ml aquades dan 1 ml TCA 20%,
kemudian dihomogenkan selama 5 menit, dan disentrifuge 5 menit dengan kecepatan
2500 rpm.
Setelah disentrifuge, seluruh supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam
labu tentukur 10 ml. Kedalam labu tentukur ditambahkan 0,2 ml NaNO2 0,1%,
campur baik-baik dan diamkan 3 menit. Selanjutnya dengan hati-hati ditambahkan
0,2 ml ammonium sulfamat 0,5% melalui dinding labu dan diamkan 2 menit, diikuti
penambahan 0,6 ml N (1-naftil) etilendiamin 0,1%, dan diamkan 5 menit di tempat
gelap lalu ditambahkan aquades sampai 10 ml dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada kurva absorpsi dan pada waktu
operating time.
DAFTAR PUSTAKA
Ganda, Ruqiah, handharyani, Ekowati, Chairul, Masriani, Zakiah, Zulfah, dan
Manalu, Wasmen. (2007). Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida
Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. Makara, Kesehatan. 11(1) : 11-16.
30
DATA PERCOBAAN
31
PERCOBAAN V
THERAPEUTIC DRUG MONITORING ( TDM ) CIPROFLOXACIN
TDM telah menjadi suatu pelayanan yg essential untuk kondisi pasien krinis kritis
di rumah sakit. Hal ini bukan hanya krn akibat pesatnya perkembangan
Pharmacology, Analytical chemistry dan Clinical medicine, ttp juga sbg akibat
munculnya obat yg memerlukan monitoring rutin agar dicapai efek terapi optimal.
Terapi Optimal yaitu kondisi dimana efek pengobatan maksimal,efek toksik dan efek
samping diminimalkan.
TDM perlu dilaksanakan untuk obat dgn kriteria sbb :
1. Hubungan dosis dgn response sulit diperkirakan
2. Tidak mempunyai titik akhir klinis yg jelas
3. Rentang terapi jelas
4. Rentang terapi sempit
TDM melibatkan pengukuran serum drug concentration ( SDC ) dan clinical
pharmacokinetics. Berbagai golongan obat mempunyai hubungan ( korelasi ) yg
baik dgn respons farmakologi.
Commonly Monitored Drugs
1. Antibiotics :
Aminoglycosides
Immunusuppressive agents ( cyclosporine )
Chloramphenicol
Vancomycin
Other antiinfective agents
2. Bronchdilator: Theophylline
3. Analgesic, Antipyretic, Antiinflammatory Agents
4. Antiepileptics : phenobarbital, phenytoin etc.
5. Antineoplastics
6. Cardiac Agents : antiarhytmics ( lidocain, propranolol etc.)
cardiac glycosides ( digitoxin, digoxin )
7. Psychoactive agents
Tricyclic Antideppressants :amitriptyline, imipramine etc
32
PELAKSANAAN TDM
1. Physician ( dokter ) :
Mendiagnosa penyakit
Memilih obat,dosis dan interval
Memonitor respon klinik
2. Clinical Pharmacist ( apoteker ) :
Mengkordinasikan wkt pengambilan sampel yg sesuai
Interpretasi hasil SDC
Berkordinasi dgn dokter utk menentukan dosis yg tepat
Membantu monitoring respon klinik
3. Nurse ( perawat ) :
Memberikan dan mendokumentasikan obat yg diberikan.
Memonitor respon klinik.
4. Laboratory personnel :
Mencatat wkt pengambilan specimen pemberian dosis dan rute
Memberikan hasil SDC.
Membatu interpretasi hasil SDC.
33
Tujuan Percobaan:
Menggunakan kadar obat dalam darah untuk membantu mempertahankan efek terapi
pada pasien untuk mengoptimalkan efek terapi, meminimalkan efek samping dan
meniadakan efek toksik.
Variabel-variabel yang harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi hubungan
parameter farmakokinetika/konsentrasi dengan respons
Harapan dalam terapi, well controlled trials?
• Pertimbangan kondisi pasein: usia, berat badan, obesitas, jenis dan berat-
ringannya penyakit. age, weight/degree of obesity, type and severity of
illness.
• Keberadaan penyakit lain
• Penggunaan obat bersamaan
• Akurasi dan presisi pengukuran efek
• Akurasi dan presisi pengukuran kadar obat
Variabilitas/keanekaragaman paien dapat terjadi secara:
1. Farmakokinetika obat (hubungan dosis dan konsentrasi obat)
2. Farmakodinamika (hubungan konsentrasi dan efek obat)
C max
זmax =1.44 t1/2 . ln
C min
Seorang pasien ( AG ), laki-laki, 46 thn menderita GGK . Nilai Creatinine 0,5 mg/dl,
nilai creatinine normal adalah 0,7 – 1,4 mg/dl. Mula-mula pasien diberi Seftriaxone
inj ( vial 1 gram/12 jam ) selama 4 hari, kemudian diganti dengan Siprofloksasin ( 2
x 250 mg ) selama 2 hari. Data parameter farmakokinetik Siprofoksasin adalah sbb :
t ½ = 4 jam ;
V = 2L/kgBB ;
F = 0,8 ;
Range Terapi = 3,4 -4,3ng/ml,
BB = 55 kg
Cl=13,8 L/jam
Hitung dosis dan interval pemberian Siprofoksasin yang rasional untuk pasien
tersebut di atas.
36