BIOFARMASEUTIKA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II (DUA)
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini ,Untuk itu kami ucapkan
belum sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami sebagai
penyusun sangat mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
PENULIS
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang..................................................................................................1
B. Tujuan...............................................................................................................3
C. Manfaat.............................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................5
E. Sedian Rektal..................................................................................................24
ii
H. Pembuluh darah yang melewati rectum..........................................................28
BAB III..................................................................................................................32
PENUTUP..............................................................................................................32
A. Kesimpulan.....................................................................................................32
B. Saran...............................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
bagaimana obat itu berkerja dan bagaimana obat itu memberikan efek di
dalam tubuh. Kebanyakan obat yang diberikan dalam bentuk sediaan per oral
sehingga obat akan bisa memberikan efek di dalam tubuh. Jalur pemakaian
obat meliputi secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus
pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik
menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan
bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat
intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat
Pemberian obat per oral merupakan cara pemberian yang paling alamiah untuk
semua bahan yang akan diserap oleh organ tubuh. Walaupun beberapa obat
yang digunakan secara oral dimaksudkan larut dalam mulut, sebagian besar
dari obat yang digunakan secara oral adalah ditelan. Dari semua ini sebagian
1
besar penggunaan dimaksudkan untuk efek sistemik dari obat yang dihasilkan
Beberapa obat ditelan untuk kerja lokal pada daerah yang terbatas dalam
saluran cerna.
diperlukan untuk tubuh. Cara pemberian obat per oral paling banyak dipakai
Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, cara oral dianggap paling alami, tidak
sulit, menyenangkan dan aman dalam hal pemberian obat. Para penderita
penyakit menahun dengan masa perawatan yang lama bahkan yang seumur
oral merupakan cara yang umum dan nyaman. Untuk anak-anak pemberian
per oral lebih dapat diterima karena umumya sediaan mengandung sirup
dengan aroma yang enak dan cara pemberiannya yang mudah misalnya
pemberian gerusan tablet atau isi kapsul dalam sendok yang dicampur selai
atau susu.
obat yang lambat (bila dibandingkan dengan obat-obat yang diberikan secara
makanan dalam saluran cerna, dan perusakan beberapa obat oleh reaksi
lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran cerna. Hal-hal tersebut dapat
2
secara sistemik. Oleh karena itu perlu diketahui biofarmasetika sediaan obat
dengan rute pemberian oral agar zat aktif yang diberikan dalam bentuk sediaan
B. Tujuan
per oral
C. Manfaat
per oral
3
5. Dapat mengetahui komponen dan karekteristik cairan rectal
4
BAB II
PEMBAHASAN
Per oral merupakan pemberian obat melalui mulut yang paling lazim
karena penggunaannya yang sangat praktis, mudah dan aman. Cara pemberian
obat per oral paling banyak dipakai diluar lingkungan rumah sakit, terutama
pemakaian obat per oral merupakan cara yang uu dan nyaman. Pada anak-
anak pemberian per oral lebih dapat diterima karena umumnya sediaan
mengandung sirop dengan aroma yang enak dan cara pemberian yang mudah
dan misalnya pemberian gerusan atau isi kapsul dalam sendok yang dicampur
seperti infeksi usus, parasitosis tertentu serta untuk melindungi mukosa yang
meradang atau pada tukak saluran cerna. Sehingga pada pemberian per oral
tidak dilihat kemudahannya saja namun beberapa kemungkinan hal yang tidak
Ada beberapa hal yang merupakan kontra indikasi pada pemberian obat
5
1. Keadaan patofisiologik penderita, misalnya pada suatu sediaan antirematik
yang tidak dapat diberikan per oral tanpa risiko dimuntahkan sebelum obat
bereaksi.
2. Pada cairan lambung yang asam, zat aktif tertentu dapat dirusak oleh
enzim pencernaan seperti lipase atau terjadi pengikisan mukosa. Salah satu
cara mengatasi kelemahan ini dapat dibuat sediaan bersalut yang tahan
terhadap cairan lambung. Bahan aktif juga dapat dibuta dalam bentuk tak
5. Interaksi antara zat aktif dan bahan cairanlambung yang akan membentuk
6. Apabila dibutuhkan zat aktif yang dapat segera mencapai kadar dalam
darah yang tinggi, maka penggunaan per oral dianggap kurang sesuai.
7. Beberapa zat aktif yang dimetabolisme pada membran usus dapat rusak
zat aktif menjadi bentuk yang tidak aktif sehingga obat kurang sesuai bila
6
B. Anatomi dan Fisiologi Organ yang Terlibat
1. Mulut
pencernaan. Bagian ini terdiri atas dua bagian luar yang sempit, yaitu
semua gigi dan disebelah belakang bersambung dengan awal tekak atau
faring. Atap mulut dibentuk oleh palatum dan lidah terletak dilantainya
a. Histo-patofisiologi
1) Mukosa
7
2) Saliva (pengeluaran air liur)
mempengaruhi ionisasi zat aktif yang bersifat basa lemah atau agak
rata-rata pada mulut yaitu 6,7-7 dengan waktu tinggal 2-10 detik,
diberikan per oral akan langsung ditelan. Waktu tinggal oabt dalam
2. Esofagus
dilapisi oleh mukosa tipis tanpa kelenjar dengan epitel malfigi. Obat yang
8
ditelan berjalan sepanjang esofagus dan didorong oleh gelombang
3. Lambung
a. Anatomi
dan 10cm saat dalam keadaan kosong,tebalnya 3mm yang terdiri atas
b. Histoisiolagi
9
Mukosa kelenjar merupakan lapisan paling penting pada penyerapan
yaitu sel utama (chief cell), sel parietal (oxyntic), permukaan mukosa
dan persarafan.
mukosan yang sangat tipis, bening dan agak melekat karena adanya
1) Enzim
2) Asam klorida
10
asam lemah serta hidrolisa senyawa tertentu. Kedua kemungkinan
3) Mukus
4) Air
Air bergerak secara pasif dari sel menuju lumen lambung dan akan
5) Faktor instrinsik
6) Faktor bifidogen
berbeda tergantung pada cara penelanan yaitu dengan atau tanpa air
sebelum atau setelah makan, awal atau akhir makan ( keasaman dan
11
selama waktu makan sulit dikendalikan dan adanya resiko peresapan
zat aktif oleh makanan maka lebih disukai pemberian obat di antara
menutup kembali.
gula, daging dan lain-lain), hipertonisitas, emosi dan posisi tidur pada
4. Usus Halus
a. Anatomi
dari letaknya dan panjang keseluruhan antar 5-9 cm. panjang tersebut
12
atas tiga bagian yaitu duodenum (usus dua belas jari), jejenum ( usus
Keduan adalah bagian “mulut” yang lebih lebar dan disebut papilla
pengeluaran enzim.
b. Fisiologi
13
penyerapan. Kemudian pada getah usus mengandung khlor,
untuk uji sediaan oral yang kering dengan aksi terkendali, diperlambat
Fase biofarmasetika dapat diuraikan dalam tiga tahap utama, yaitu L.D.A
(penyerapan. Seperti halnya dengan sistem A.D.M.E pada nasib zat aktif in
1. Liberasi (Pelepasan)
zat aktif yang diformula dalam bentuk sediaan dan dengan dosis tertentu.
14
Obat pada mulanya merupakan depot zat aktif yang jika mencapai tempat
penyerapan akan segera diserap (Drug delivery system dalam istilah anglo-
sakson). Proses pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan cukup rumit dan
tergantung pada jalur pemberian dan bentuk sediaan, serta dapat terjadi
secara cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif dipengruhi oleh keadaaan
gerak peristaltic usus, dan hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras
tahap yaitu tahap pemecahan dan peluruhan misalnya untuk sebuah tablet.
Dari tahap pertama ini diperoleh suatu disperse halus padatan zat aktif
2. Disolusi (Pelarutan)
adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan
disperse molekuler dalam air. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar
yang dibuat dalam bentuk larutan zat aktif dalam minyak, tetapi yang
larutan, secara in situ dapat timul endapan zat aktif yang biasanya
15
Laju disolusi obat mungkin tergantung posisi, karena variasi dalam
kedekatannya dengan kelenjar ludah utama dan kadar air saliva yang
karena epitel di daerah ini sangat tipis (sekitar 100 μm). Absorpsi cepat
3. Absorpsi (Penyerapan)
Tahap ini merupakan bagian dari fase biofarmasetika dan awal fase
sifat fisika-kimia molekul obat. Absorpsi ini tergantung juga pada tahap
pada proses penyerapan zat aktif, baik dalam hal jumlah yang diserap
16
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biofarmasetika
1. Faktor Fisiologi
a. Permukaan Penyerap
Pada usus halus penyerapan pasif dapat terjadi secara kuat pada
b. Umur
Saluran cerna pada baya yang baru lahir berdifat dangat permeable
berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi “over dosis” zat aktif yang
cerna sebagai akibat adanya bahan tambahan tertentu yang tidak dapat
17
diterima. Oleh karena itu, pengaturan dosis pada bayi harus
tertentu dari bentuk yang tak terionkan di lambung dan di usus besar.
aktif yang hanya diserap pada bagian tertentu saluran cerna, terutama
dalam hal transport aktif. Bila obat dalam keadaan terlarut melewati
sedikit.
18
Kecepatan transit di lambung tidak dapat dikontrol selama waktu
salut atau kapsul gelatin yang tahan asam, maka aktivitasnya baru akan
bersalut yang tahan asam lambung, mempunyai efek lebih cepat dan
hanya bentuk zat aktif tak terionkan yang mengalami penyerapan pasif,
dan ditinjau dari pH lambung dan usus maka hanya zat aktif yang
bersifat asam lemah yang dapat diserap di lambung dan bersifat basa
19
amilum asetoftalat mempunyai sifat polielektrolit dan akan melarut
salisilat menjadi lebih larut), mengurangi iritasi bentuk asam dari zat
berasal dari bahan yang terlarut setempat. Ion dan molekul yang telarut
lingkungan sekitar partikel dan pada jarak tertentu dari partikel, bila
mengendap dalam partikel yang sangat halus dan akan lebih mudah
f. Tegangan Permukaan
20
pengelmulsian dan penyerapan bahan lemak dan vitamin yang larut
lemak.
g. Kekentalan
Musin
Garam Empedu
21
(CMC). Jadi dapat terjadi interaksi antara garam empedu dan zat-
penyerapannya.
Flora Usus
Enzim
22
2. Faktor Patologi
b. Gangguan Transit
c. Gangguan Penyerapan
23
Gangguan penyerapan dapat terjadi apabila adanya pengurangan
bagian distal dan lainnya. Kemudian karena adanya anomaly atau cacat
penyerapan.
E. Sedian Rektal
Sediaan rectal adalah pemberian obat melalui rectum yang layak untuk
obat yang merangsang atau yang diuraikan oleh asam lambung. Rektum
adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar ( setelah kolon
simpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
24
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rectum,maka timbul keinginan
2. Sebagian dari obat dapat diabsorpsi melalui vena hemoroid bawah, dimana
Secara anatomi rectum terbentang dari vertebre sacrum ke-3 sampai garis
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia dari fasia supra –ani. Bagian
ampula terbentang dari sacrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rectum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada
rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang
kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.
25
superior berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan kea rah kranial
porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga perut
limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior yang berasal dari lumbal
2,3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut
Klolon adalah yang pertama 6 kaki dari usus besar, dan rectum adalah
26
Lapisan otot
Lapisan mukosa
superior)
hipogastricum
27
H. Pembuluh darah yang melewati rectum
langsung lewat inferior dan vena intermedier yang berperan dan membawa zat
inferior. Menurut Quecauviller dan Jund bahwa penyerapan dimulai dari vena
getah bening juga berperan pada penyerapan rektal yaitu melalui saluran
toraks yang mencapai vena subclavula sinistra. Menurut Fabre dan Regnier
kadang lebih baik dari penyerapan bukal. Selain itu penyerapan juga
diberlakukan secara umum. Bahkan bebrapa obat tertentu tidak diserap oleh
28
mukosa rektum. Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap
dari rektum, sebaiknya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan
digunakan pada rektum kososng, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek
sistemisnya lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-
vena bawah dan tengah dari rektum tidak tersambung pada sistem porta dan
obat tidak melalui hati pada peredaran darah pertama, sehingga tidak
obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena rectalis superior
kesirkulasi darah. Supositoria dan salep juga sering kali digunakan untuk efek
1. Obat dapat diberikan dalam beberapa bentuk sediaan melalui rute rektal.
2. Bentuk sediaan yang biasanya adalah supositoria, baik suspense padat atau
emulsi padat, sedangkan kapsul gelatin yang di berikan rektal dapat berisi
formulasi cair.
3. Micro – enema memiliki volume antara 1 dan 20 ml, dan makro enema
50ml, atau lebih, yang keduanya dapat diberikan baik sebagai larutan atau
suspense.
29
4. Suppositoria suspense ssuspensi adalah formulasi yang paling banyak
5. Secara umum larutan berair dari oabat diserap lebih cepat dalam rute rektal
daripada rute oral, tetapi absorpsi biasanya lebih lambat dengan formulasi
tak berair, karena terbatasnya jumlah air yang tersedia untuk disolusi obat.
Beberapa faktor harus diatasi untuk obat yang akan diserap setelah
pencairan basis harus terjadi dan tahap ini sebagian akan menentukan
penyebaran dosis melalui rectum. Obat harus larut dalam cairan rectum
terbatas, yang telah diperkirakan antara 1 dan 3 Ml, jumlah obat yang tersedia
30
untuk absorpsi dapar berkurang banyak dengan degradasi oleh isi limen,
adsorpsi isi luminal dan defekasi. Obat harus berdifusi melintasi air yang
tidak teraduk dan lapisan mukosa yang berdekatan dengan epitel. Obat dapat
diserap di sel epitel atau melalui junction yang rapat, dan itu hanya dapat
terjadi melalui transport pasif. Jika obat dikirim ke bagian atas rectum
pertama di hati. Salah satu cara untuk menghindari metabolism linta pertama
adalah memberikan obat ke bagian bawah rectum. Prinsip sederhana ini agak
tepat dari daerah yang mengalir ke portal dan sirkulasi sistemik. Kenaikan
bukan oral, dan itu dihitung bahwa fraksi rata-rata yang diberikan rektal dosis
yang lolos dari metabolism lintasan pertama adalah 57%..obat yang memiliki
rektal.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sediaan per oral adalah pemberian obat melalui mulut yang paling lazim
2. Organ-organ yang terlibat pada pemberian obat secara per oral yaitu
mulut, esofagus, lambung, usus halus (duodenum, jejenum dan ileum) dan
penyerap, umur, laju pelewatan dan waktu tinggal dalam lambung, pH dan
saluran cerna yang dapat mengubah aksi zat aktif. Faktor patologi meliputi
Secara anatomi rectum terbentang dari vertebre sacrum ke-3 sampai garis
32
hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia dari fasia
supra –ani. Bagian ampula terbentang dari sacrum ke-3 ke difragma pelvis
pada insersi muskulus levator ani. Panjang rectum berkisa 10-15 cm,
lapisan serosa.
setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih kuat
rektum tidak tersambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati
Obat harus larut dalam cairan rectum terbatas, yang telah diperkirakan
antara 1 dan 3 Ml, jumlah obat yang tersedia untuk absorpsi dapar
berkurang banyak dengan degradasi oleh isi limen, adsorpsi isi luminal
33
dan defekasi. Obat harus berdifusi melintasi air yang tidak teraduk dan
lapisan mukosa.
B. Saran
farmakodinamik.
34
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Empat”. Jakarta: UI
Press
Shargel, Leon, Susana, Wu-Pong dan Andrew, B.C. 2005. “Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima”. Surabaya: Airlangga
University Press
Asian J. Res. Pharm. Sci. Rama Rao N. 2012. “Rektal drug delivery: A Promising
route for enhancing drug absorption: Asian”.departement of
pharmaceutics.
35