Anda di halaman 1dari 27

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

STUDY LITERATUR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

UJI DIURETIK

MUHAMMAD HAIDIR SETIAWAN PO713251181022


NUR CHAIRUNNIRA PO713251181028
NUR FATIMAH RAHMADANI AMRANPO713251181031
NUR ZAUQIYAH HASAN PO713251181033
PUTRI ASTUTI PURNAMASARI PO713251181037
RASDIANA TAMRIN PO713251181038
SUKMAWATI PO713251181046
SYARIFAH AYUSTINA PO713251181047
KELOMPOK : A2 / I
HARI PRAKTIKUM : RABU
PEMBIMBING : Hj. ASMAWATI, S.si. M.Kes. Apt

JURUSAN FARMASI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaan

sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan sumber daya alam yang

dimiliki tersebut kemudian banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

kebutuhan hidup sehari-hari diantaranya sebagai tumbuhan obat.

Penggunaan bahan obat yang berasal dari tumbuhan semakin meningkat

karena aman dikonsumsi dan bila digunakan secara tepat, penggunaan

tumbuhan obat relatif memiliki efek samping yang lebih kecil

dibandingkan dengan obat sintetik (Sari, 2006).

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh

senyawa terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat

reseptor (Sulistia Gan Gunawan. 2016).

Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian bahan-bahan

berinteraksi dengan system kehidupan melalui proses kimia, khususnya

melalui peningkatan molekul regular dan pengaktifan atau

penghambatan proses-proses tubuh yang normal

(Katzung,Bertam.2001).

Farmakodinamik mempelajari kegiatan obat terhadap organisme

hidup, terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi ,serta

efek terapeutis yang ditimbulkannya. Farmakokinetik meniliti perjalanan

obat, mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus,

transpor dalam darah dan distribusinya ketempat kerjanya dan jaringan

lain (Tan Hoan Tjay. 2007).


Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang

dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh

guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni.

2016).

Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran

urin atau kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-

obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal

secaratak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat yang

memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume

darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air,

alkohol) (Tjay Tan Hoan. 2007).

Pada percobaan kali ini digunakan hewan uji mencit. Mencit

memiliki banyak keunggulan sebagai hewan percbaan yaitu siklus hidup

yang relatif pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, variasi sifat-

sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganannya. Adapun

kekurangannya yaitu aktivitas terganggu bila ada manusia (Hasanah

Uswatul.2015).

B. Tujuan percobaan

1. Untuk mengetahui efek diuretik obat.

2. Untuk menguji efek diuretik infusa daun sambung nyawa dan

menganalisis pengaruh dosis infusa daun sambung nyawa terhadap

efek diuretik pada tikus putih jantan galur wistar.

3. Mengetahui mekanisme terjadinya diuretik hewan uji.


C. Prinsip kerja

1. Prinsip dari percobaan ini adalah pengujian aktivitas obat diuretik

berdasarkan pengeluaran urin.Pada aktivitas obat spironolakton dan

infusa daun sambung nyawa dengan konsentrasi 2,4 % yang dapat

digunakan untuk membuang cairan atau garam berlebihan dari tubuh

mencit(Mus musculus) melalui pengeluaran urin.

2. Prinsip kerja eksperimental laboratorium dengan rancangan acak

lengkap. Sebanyak 15 ekor hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok

perlakuan, yaitu : kontrol positif (suspensi furosemide 1,008 mg/200

g BB), kontrol negatif (larutan CMC 0,5%), infusa daun sambung

nyawa 0,126 g/200 g BB, infusa daun sambung nyawa 0,252 g/200 g

BB dan infusa daun sambung nyawa 0,504 g/200 g BB. Pengujian

terhadap efek diuretik dilakukan dengan mengukur volume urin

yang dikeluarkan selama 6 jam. Data yang diperoleh dianalisis

dengan SPSS ver.20, uji one way ANOVA untuk mengetahui

perbedaan antar perlakuan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Farmakologi terutama terfokus pada 2 subdisiplin yaitu

farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakokinetik ialah apa yang

dialami obat yang diberikan pada suatu makhlu, yaitu absirbsi,

distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Farmakodinamik menyangkut

pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara

keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia dan patologi

(Sulistia Gan Gunawan. 2007).

Efek obat akan hilang jika obat telah bergerak keluar dari tubuh

atau tempat aksinya, baik dalam bentuk yang tidak berubah maupun

sebagai metabolit yang dikeluarkan melalui proses ekskresi (Syamsuni.

2016).

Obat adalah bentuk-bentuk sediaan tertentu dari bahn-bahan obat

yang digunakan pada hewan dan manusia. Potensi kerja suatu senyawa

untuk ukuran dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk mencapai efek

tertentu makin besar potensi kerja, makin rendah dosis (konsentrasi)

yang dibutuhkan (Mutschler Ernst. 1991).

Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran

urin atau kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-

obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal

secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat yang
memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume

darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air,

alkohol) (Tan Hoan Tjay. 2007).

Obat diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meluruhkan air

seni atau obat yang berfungsi meningkatkan pembuangan air seni oleh

ginjal. Tanaman obat diuretik adalah tanaman obat yang salah satu

sifatnya dapat meluruhkan air seni diuretik (Permadi. 2006).

Cara kerja diuretik adalah penghambatan secara kompetitif

hiperaldost terjadi karena peningkatan ekskresi aldosteron oleh korteks

bertambah. Hal ini disebabkan oleh sekresi glikokortikoid tersebut

terjadi karena pembedahan, rasa takut, stress, trauma fisik, perdarahan,

asupan kalsium meningkat, asupan natrium menurun, bendungan vena

kava interior, sirosis hepatis, nefrosis, dan gagal jantung (Rahardja.

2008).

Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional

adalah Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Blume) Miq.). Daun

sambung nyawa berkhasiat sebagai antipiretik (penurun panas),

hipotensi (menurunkan tekanan darah), hipoglikemik (menurunkan

kadar gula darah), mencegah dan meluruhkan batu ginjal dan batu

kandung kemih, antihiperlipidemia (menurunkan kolesterol dan

trigliserida), antibakteri (menghambat pertumbuhan bakteri), sitostatik

(menghambat pertumbuhan sel kanker), mencegah serta memperbaiki

kerusakan sel-sel jaringan ginjal dan sebagai diuretik (peluruh air seni)

(Winarto, 2003). Berdasarkan penelitian Soetarno et al. (2000),


diketahui bahwa daun sambung nyawa mengandung saponin dan

flavanoid. Senyawa flavonoid mempunyai aktivitas biologis yang

bermacam-macam diantaranya adalah sebagai diuretik (Anna, 2011).

Diuretik digunakan pada keadaan dimana dikehendaki pengeluaran air

seni yang lebih banyak, yakni pada edema, hipertensi, diabetes

insipidus, dan batu ginjal. Kebanyakan diuretik bekerja dengan

mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga memperbanyak pengeluaran

kemih (Tjay dan Raharja, 2002). Berdasarkan uraian diatas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Uji Efek Infusa Daun

Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Blume) Miq.) Sebagai Diuretik

Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus).

B. Uraian bahan

1. Aquades ( Fi edisi III hal 96 )

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling

Pemerian : Cairan jernih,tidak berwarna,tidak berbau,tidak

mempunyai rasa

RM : H2O Berat molekul : 18,02

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut.


2. Asam pikrat ( Fi edisi III hal 736 )

Nama resmi : TRINITROFENOL

Nama lain : Asam pikrat

Pemerian : Serbuk halus,kuning terang, tidak berbau, tidak

mudah meledak

RM : C6H2(OH) (NO2)3

Berat molekul : 229,11

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai penandaan hewan

3. Na CMC ( Fi edisi III hal 401 )

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Nama lain : Natrium karboksimetilselulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau putih kuning gading,

tidak berbau,atau hampir tidak berbau, higroskopik

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk

suspensikoloida, tidak berbau, tidak larut dalam


etanol (95%) dalam eter p, dan dalam pelarut

organik

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pensuspensi

4. Mencit (Musmusculus )

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Musmusculus

Mencit memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,berwarna

putih, memiliki siklus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang untuk

pemeliharaan mencit harus senantiasa bersih,kering,dan jauh dari

kebisingan,suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya


antara 18-19oCserta kelembapan udara antara 30-40oC . ( Akbar

budhi 2010 )

5. Spironolakton

Spironolakton 25mg : 100 mg. In: hipertensi esensial, edema pada

penyakit jantung kongestif, edema yang disertai peningkatan kadar

aldosteron dalam darah, ,misalnya pada sindrom nefrotik atau sinosis

hati juga dinyatakan dalam diagnosis maupun pengobatan pada

hiperaldos teronisme primen. Ki: tidak boleh diberikan pada penderita

hiperkolamia atau gangguan ginjal yang berat. Ds: 50-500mg sehari

dalam dosis bagi : selanjutnya dapat ditingkatkan sampai 400mg.

Anak : 3mg/kg BB/hari dalam dosis bagi. Km: 0,05 x 10 tab 25mg .

Dos 10 x 10 tab 100 mg. (Rachardian,dani.2010 ).

6. Daun sambung nyawa

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatopyta

Class : Dicotyledonae

Ordo : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Gynura
Spesies : Gynuraprocumbers ( Lour ) mers

Daun sambung nyawa adalah suatu jenis tumbuhan yang

berbatang basah dan sepintas menyerupai rumput berbatang tegak.

Batang pohonnya berdiameter 0,2-0,7 cm. Kulit luar berwarna ungu

dengan bintik-bintik hijau dan apabila tua berubah menjadi coklat.

Daun sambung nyawa berbentuk bulat telur : pada tepinya bergerigi

dengan jarak agak jarang berbulu halus hampir tidak kelihatan.


BAB III

STUDY LITERATURE

A. Percobaan 1

a. Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan

1. Spoit oral

2. Batang Pengaduk

3. Gelas kimia

4. Erlenmeyer

5. Timbangan berat badan hewan uji

Bahan yang digunakan

1. Aquadest (H2O)

2. Asam pikrat (C6H2(OH)(NO2)3)

3. Na.CMC (NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM)

4. Eritromisin (C37H6NO13)

5. Mencit (Mus musculus)

6. Infus daun Afrika (Vernonia Amygdalina DCI)

7. Ekstrak tanaman obat (dibagi perkelompok) yang digunakan

sebagai obat diuretic

8. Bahan lain yang dapat memberikan tanda atau kode pada hewan
b. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2. Dibuat infusa daun afrika dengan konsentrasi 30% dengan

menimbang sebanyak 30 gram dan memanaskan daun afrika

kedalam 100 ml aquadest selama 15 menit pada suhu 900 C

3. Dibuat suspensi eritromisin

4. Ditimbang berat badan masing-masing mencit (Mus musculus)

5. Diberi penandaan pada mencit

6. Dibuat perhitungan dosis yang akan diberikan pada masing-

masing mencit (Mus musculus)

7. Diberi infusa daun afrika pada mencit I dan mencit II dengan

konsentrasi 30% sebanyak 0,03 ml pada mencit II

8. Diberi suspensi obat eritromisin pada mencit III dan mencit IV

sebanyak

4,22 ml pada mencit 3 dan 3,40 ml pada mencit IV

9. Diberi aquadest pada mencit V sebagai kontrol sebanyak 0,25 ml

10. Diamati peningkatan laju nafas, penurunanaktifitas, lumpuh,

kejang, urinasi, diare, dan salivasi dari masing – masing mencit

dengan rentang waktu 5, 10, 15, 30 dan 60 menit.

c. Hasil
a. Tabel hasil pengamatan

Perlakuan Berat Volum Volume Mulai Ml urin komulatif

mencit e air perlaku berkem 10


(g) (ml) an ih menit

1 2 3 4

Kontrol 29,419 0,5 ml 0,2 ml

Obat
(spironolakton) 24,673 0,5 ml 0,2 ml
+ Na cmc

Obat
(spironolakton) 26,917 0,5 ml 0,2 ml 4 0,1 0,1
+ Na cmc menit

Infusa (daun
sambung 24,673 0,5 ml 0,2 ml
nyawa)

Infusa (daun
sambung 27,927 0,5 ml 0,2 ml 40 0,3 0,3
nyawa) menit

b. Analisis hasil

1. Mencit I 0%

2. Mencit II 0%
3. Mencit III 0%

4. Mencit IV 0%

5. Mencit V 42,857 %

c. Perhitungan bahan

1. Faktor konfersi

Fk = 25 mg x 0,0026

= 0,65

= = 0,25 𝑔𝑟

2. Pembuatan suspensi spironolakton

250 mg ~ 25 mg ∅ Na cmc
= × 100%
100 𝑚𝑙

= × 1 𝑚𝑙 = 2,5 𝑚𝑙

= = 0,026 𝑚𝑙

= = 125 𝑚𝑔

3. Dosis pemberian mencit

a. Mencit 1 dan mencit 3 (suspensi spironolakton)

𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 2 = × 0,26 = 0,32 𝑚𝑙

𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 3 = × 0,26 = 0,34 𝑚𝑙


b. Mencit 4 dan 5

𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 4 = × 0,26 = 0,36 𝑚𝑙

𝑀𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 5 = × 0,26 = 0,32 𝑚𝑙

c. Mencit 1 (kontrol)

= × 1 𝑚𝑙 = 1,50 𝑚𝑙

d. Pembahasan

Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin,

namun secara klinik, diuretik juga bermanfaat untuk menigkatkan

laju ekskresi Na dan anion yang menyertainya. Pada parktikum ini

digunakan infusa daun sambung nyawa dan obat spironolakton

sebagai diuretik. Pertama-tama infusa daun sambung nyawa 2,4 %

dan suspensi obat spironolakton sebanyak 0,125 %. Setelah itu,

ditimbang semua berat mencit dan di hitung dosis pemberian oral

kepada mencit, kemudiian masing-masing mencit diberi air

mineral hangat sebanyak 0,5 ml.

Pada mencit pertama yang tidak diberi perlakuan, tidak

mengeluarkan urin dari menit pertama sampai menit 40, pada

mencit kedua yang diberi obat spironolakton sebanyak 0.2 ml tidak

menghasilkan urin dari menit pertama sampai menit 40. Untuk

mencit ke tiga yang diberi infusa daun sambung nyawa sebanyak

0,2 ml juga tidak mengeluarkan urin sampai pada menit ke 40.

Pada mencit ke empat sebagai replika obat spironolakton

mengeluarkan urin pada menit ke 4 sebanyak 0,1 ml. Kemudian


pada mencit ke 5 sebagai replika daun sambung nyawa

mengeluarkan urin pada menit ke 40 sebanyak 0.3 ml.

Adapun faktor-faktor kesalahan yang dapat terjadi yaitu:

a. Kurangnya ketelitian dalam membersihkan alat-alat

sehingga bahan terkontaminasi

b. Adanya kesalahan dalam menimbang serta

menentukan dosis pemberian.

B. PERCOBAAN II

a. Cara Kerja

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : kandang

pemeliharaan hewan uji, kandang perlakuan, sarung tangan, tempat

air minum, erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, lumpang, corong

pisah, timbangan analitik, hot plate, panci infus, batang pengaduk,

termometer, kain kassa, alluminium foil, wadah penampung urin,

NGT (nasogastric tube) no. 5, disposable syringe 1 ml dan 5 ml,

pipet volumetri, cutter, dan masker.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun

sambung nyawa, hewan uji, furosemide 40 mg sebagai kontrol

positif, CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 0,5%, aquades dan pakan

ternak.

b. Cara Kerja

1. Pembuatan Infusa Daun Sambung Nyawa


Sampel yang telah dirajang dimasukan dalam panci infus.

Sampel dipanaskan dengan aquades pada suhu 90º C selama 15

menit sambil sekali-kali diaduk. Infus diserkai selagi pana.

2. Pembuatan Larutan CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 gram CMC ditimbang kemudian dimasukan

dalam lumpang yang berisi 10 ml aquades yang telah

dipanaskan, lalu dicampur sampai homogen. Larutan CMC

dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml . Volumenya

dicukupkan dengan aquades hingga 100 ml.

3. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa tikus

putih jantan galur wistar (Rattus noervegicus) sebanyak 15 ekor

berusia 3-4 bulan dengan berat badan 150-250 gram. Tikus

terlebih dahulu dibagi dalam dalam 5 kelompok perlakuan, setiap

kelompok terdiri dari 3 ekor tikus dan diadaptasikan selama 7

hari. Sebelum perlakuan, tikus telah dipuasakan selaam 8 jam

terlebih dahulu, lalu diadaptasikan pada kandang metabolit

sebelum perlakuan.

4. Pengkuran Volume Urin

Tikus yang akan diuji dipindahkan kedalam kandang

perlakuan yang telah terdapat wadah penampung urin.

Pengambilan urin tikus dilakukan setelah perlakuan pada jam ke-

1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Urin yang tertampung pada wadah

penampungan urin diambil dan diukur volumenya menggunakan

disposible syringe 1 cc dan dicatat volumenya.

c. Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian ini, pengujian terhadap efek diuretik dilakukan

dengan mengukur volume urin yang dikeluarkan selama 6 jam.

Pengamatan dilakukan terhadap volume urin yang dikeluarkan pada

jam ke-1, 2, 3, 4, 5, dan 6 sesudah perlakuan.

Tabel diatas menunjukan rerata hasil pengamatan volume urin

tiap jam selama 6 jam pengamatan. Volume urin pada tiap waktu

pengamatan menggambarkan kenaikan volume urin terjadi pada jam

ke1 dan jam ke-2 pada kelompok perlakuan furosemide (kontrol

positif) dan kelompok perlakuan dosis 1, 2 dan 3. Hal ini

menunjukan infusa daun sambung nyawa memiliki waktu paruh

yang hampir sama dengan furosemide, karena furosemide memiliki

efek kerja yang cepat dalam waktu yang singkat (Lukmanto, 2003).

Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian oral,

dengan waktu paruh biologis kurang lebih 2 jam (Siswandono,

1995).

Pada kelompok perlakuan CMC 0,5% (kontol negatif)

menunjukan rerata volume urin tiap jam mengalami peningkatan

pada jam ke- 4. Hal ini terjadi karena adanya fungsi homeostasis

tubuh. Fungsi ini menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh dengan

cara menurunkan sekresi hormon antidiuretik, mengurangi


permeabilitas tubulus distal, dan duktus kolingentes terhadap air

sehingga menurunkan reabsorpsi air yang pada akhirnya akan

meningkatkan sekresi urin (Guyton, 2006). Untuk melihat adanya

perubahan volume urin secara keseluruhan selama waktu

pengamatan maka dapat dilihat pada data volume urin kumulatif

pada Tabel 3.

Data volume urin kumulatif pada Tabel 3, menggambarkan

kenaikan volume urin yang signifikan secara keseluruhan selama

waktu pengamatan 6 jam. Berdasarkan data rerata volume kumulatif

diatas, dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan furosemide sebagai

kontrol positif diperoleh sebanyak 2,80 ml, kelompok perlakuan

CMC 0,5% sebagai kontrol negatif sebanyak 1,74 ml, sedangkan

kelompok perlakuan dosis 1 sebanyak 3,76 ml, kelompok perlakuan

dosis 2 sebanyak 4,54 ml, dan kelompok perlakuan dosis 3 sebanyak

3,99 ml. Volume urin kumulatif untuk kelompok perlakuan CMC

0,5% menunjukan rerata paling rendah yaitu 1,74 ml. Hal ini terjadi

karena CMC 0,5% tidak terkandung zat yang dapat meningkatkan

jumlah ekskresi urin (diuretik).

Kemudian pada kelompok perlakuan furosemide menunjukan

rerata volume urin kumulatif yang lebih rendah dibandingkan


dengan kelompok perlakuan infusa dosis 1, 2 dan 3. Hal ini

menunjukan bahwa kelompok perlakuan yang diberikan dosis infusa

daun sambung nyawa memiliki kemampuan diuresis yang lebih baik

dari suspensi furosemide. Pemberian infusa dosis 1, 2, dan 3

mengalami peningkatan volume urin yang disebabkan karena adanya

kandungan flavonoid dalam infusa daun sambung nyawa yang

berperan dalam meningkatkan pengeluaran urin (diuresis) (Anna,

2011). Mekanisme kerja flavonoid sebagai diuretik yaitu dengan

menghambat reabsorpsi Na+ , K+ dan Clsehingga menyebabkan

peningkatan Na+ dan air dalam tubulus. Dengan demikian, terjadi

peningkatan volume air dalam tubulus sehingga terjadilah diuresis

(Khabibah, 2011). Jenis flavonoid yang berperan sebagai diuretik

adalah polimetoksi flavon (Syamsul, 2011) dan antosianin (Junaedi,

2013). Untuk mempermudah pengamatan, rerata urin kumulatif tiap

jam pada masing-masing kelompok perlakuan disajikan dalam

bentuk grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.


Dari grafik pada Gambar 4. terlihat bahwa kelompok perlakuan

infusa daun sambung nyawa memberikan efek diuretik yang

signifikan dari kelompok larutan CMC 0,5% (kontrol negatif) dan

kelompok suspensi furosemide (kontrol positif). Dimana kelompok

perlakuan infusa dosis 2 yang menunjukan rerata volume urin paling

tinggi pada jam ke- 6. Hal ini dapat disebabkan karena zat aktif pada

infusa dosis 2 menduduki dan berikatan dengan reseptor dalam

jumlah yang tepat sehingga memberikan efek diuresis dengan

volume urin terbanyak.

Sedangkan pada infusa dosis 1, memiliki dosis yang lebih

rendah dengan jumlah zat aktif yang lebih sedikit sehingga efek

diuresis yang dihasilkan berkurang dan pada infusa dosis 3 yang

memiliki dosis tertinggi, tidak memberikan efek diuresis yang lebih

baik dari infusa dosis 2. Hal ini dapat disebabkan karena zat aktif

yang saling berkompetisi untuk menduduki reseptor dan juga dapat

dikarenakan adanya zat aktif lain yang tertarik saat mengekstraksi,

yang dapat menghambat kerja efek diuresis dengan menempati

reseptor yang ada sehingga mengurangi efek diuresis.

a. Analisis Data

Hasil pengujian one way ANOVA (Tabel 5.) dengan

menggunakan uji F, menunjukan F hitung sebesar 0,248 dan

signifikan 0,908. Pengambilan keputusan berdasarkan pada

perbandingan F hitung dan F tabel, jika F hitung lebih kecil dari

F tabel (Fhitung Ftabel) maka H0 diterima, yang berarti tidak ada


perbedaan diantara perlakuan dan jika F hitung lebih besar dari F

tabel (Fhitung Ftabel) maka H1 diterima, yang berarti ada

perbedaan diantara perlakuan (Walpole, 2005).

Dari hasil uji one way ANOVA infusa daun sambung

nyawa menunjukan F hitung lebih kecil dari F tabel (0,248

2,76) maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti dalam

pengujian berdasarkan statistika tidak ada efek diuretik infusa

daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Blume) Miq.) pada

tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus), karena

ragam antar seluruh kelompok perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang bermakna.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa

1. sampel obat spironolakton mempunyai daya diuretik lebih tinggi dan

dan dapat memberi efek diuretik yang lebih besar daripada infusa

daun sambung nyawa,karena spironolakton lebih cepat memberi

reaksi diuretik. Pada spironolakton mengeluarkan urin pada menit ke

4 sebanyak 0.1 ml Sedangkan pada infusa daun sambung nyawa

mengeluarkan urin pada Menit ke 40 sebanyak 0,3 ml.

2. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa : 1. Infusa

daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Blume) Miq.) memiliki

efek diuretik terhadap tikus putih jantan galur wistar (Rattus

norvegicus). 2. Terdapat pengaruh antara dosis infusa daun sambung

nyawa dengan efek diuretik pada tikus puith jantan galur wistar,

dimana volume urin terbanyak ditunjukan pada dosis 0,252 g/ 200

gBB.
DAFTAR PUSTAKA

Anna. 2011. Uji Efek Diuretik Ekstrak Etanol 70% Daun Ceplukan (Physalis
angulata L.) [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:


Dirjen POM.

Guyton, A. C., J. E. Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. Edisi XI.


Elveiser inc. Philadelphia.

Hasanah Uswatul. 2015. Analisis Pertumbuhan Mencit (Mus musculus) ICR


Dari Hasil Perkawinan Inbreeding Dengan Pemberian Pakan AD1
Dan AD2. Makassar: USN Alauddin.

Junaedi, Edi. 2013. Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Fmedia. Jakarta Selatan.

Khabibah, N., 2011, Uji Efek Diuretik Ekstrak Buncis (Phaseolus Vulgaris L)
Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Skripsi, STIKES Ngudi
Waluyo, Ungaran.

Lukmanto, H. 2003. Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi II.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Katzung Bertam. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba


Medika.

Mutschler Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung: ITB.

Permadi. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Sari, L., O. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat


dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 3(1):1- 7.

Siswandono dan Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal Jilid 1. Airlangga


University Press, Surabaya.

Soetarno, S., Asep G.S., Gantina S., Sukrasno. 2000. Flavonoid dan asam –
asam fenolat dari daun dewa [Gynura procumbens (Lour.) Merr].
Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 6:6-7.

Syamsuni. 2016. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.

Syamsul, Eka Siswanto. 2011. Aktivitas Antidiabetes Kombinasi Ekstrak


Terpurifikasi Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burn.F.)
NESS.) dan Metformin Pada Tikus DM Tipe 2 Resisten Insulin.
Skripsi. UGM. Yogyakarta .
Sulistia Gan Gunawan. 2016. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Tan
Hoan.

Tjay. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: Alex Media Komputindo.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting (Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Samping), Edisi V 372-381 Ditjen PCM RI, Jakarta.

Winarto. W. P , Tim karyasari. 2003. Sambung Nyawa budidaya dan


pemanfaatan untuk obat. Jakarta : Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai