Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SPESIALITE OBAT TOPIKAL

OLEH:

KELOMPOK 8

1. CIKE SF1906009
2. DELMI SINGGANG SF1906011 (tidak aktif)
3. DITA SF1906014 (tidak aktif)
4. GABRIEL MAHARANI SF1906017 (tidak aktif)
5. NURUL FADILA SF1906053
6. NURUL HAKIKI A. SF1906055
7. NURUL SARTIKA SF1906057 (tidak aktif)
8. RISPA DAUN LA’BI SF1906061 (tidak aktif)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Spesialite
Obat Topikal” tepat pada waktunya .

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari
Ibu Delta, S.Si, M.Si, Apt pada mata kuliah Spesialite dan Terminologi Kesehatan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Spesialite Obat Topikal” bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Delta, S.Si, M.Si, Apt selaku dosen
Spesialite dan Terminologi Kesehatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Palopo , 04 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................4

2.1. Definisi topikal.....................................................................................................................5

2.2. Berbagai bentuk sediaan obat topikal...............................................................................5

2.3. Bahan Pembawa..................................................................................................................5

2.4. Jalur Penetrasi sediaan topikal........................................................................................10

2.5. Cara Pakai.........................................................................................................................10

2.6. Pemberian obat topikal pada kulit.................................................................................11

2.7. Pemberian obat pada mata..............................................................................................13

2.8. Pemberian obat pada telinga...........................................................................................18

2.9. Prinsip pemilihan sediaan................................................................................................19

2.10. Cara Penyimpanan.........................................................................................................19

2.11. Penggunaan pada anak-anak.........................................................................................19

2.12. Bila terjadi keracunan....................................................................................................20

BAB III.........................................................................................................................................21

3.1 Kesimpulan................................................................................................................21

3.2 Saran...........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22

BAB I

3
PENDAHULUANs

1.1 Latar Belakang

Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi
dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Kecermatan
memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain
seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat
agar diperoleh efikasi yang maksimal dan efek samping minimal.
Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Saat ini,
banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapat efi kasi maksimal zat
aktif obat dan menyediakan alternatif pilihan bentuk sediaan yang terbaik.1,2 Obat topikal
merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi. Banyaknya
pilihan bentuk sediaan, memerlukan kecermatan dalam memilih, karena di samping
pertimbangan bahan aktif, bentuk sediaan berpengaruh terhadap keberhasilan terapi.
Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit
diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi
topikal di samping faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara
pakai, lama penggunaan obat agar diperoleh efi kasi maksimal dengan efek samping
minimal.1,2 Suatu uji coba efektivitas yang membandingkan sediaan losion dan salep untuk
kulit kepala memperlihatkan banyaknya kasus drop out karena ketidaknyamanan terhadap
bentuk sediaan obat. Berbagai laporan mencoba membandingkan efektifi tas berbagai bentuk
sediaan topical pada satu macam penyakit; terlihat bahwa sediaan baru memiliki kelebihan
dibandingkan bentuk konvensional.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan obat topikal ?


2. Apa saja bentuk sediaan obat topikal ?
3. Bagaimana cara penggunaan serta pemberian obat topikal yang baik dan benar ?

BAB II

4
PEMBAHASAN
2.1. Definisi topikal

Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah
permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari kata topos yang
berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal didefi nisikan sebagai obat yang dipakai di
tempat lesi.

2.2. Berbagai bentuk sediaan obat topikal

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa
(vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek
terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk
cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah
dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu,
bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan. Untuk
mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa
tertentu yang berperan dalam memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.

2.3. Bahan Pembawa

Bahan pembawa yang banyak dipakai:


1. Lanolin
Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak digunakan pada produk
kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar salep lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit,
memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa.
2. Paraben
Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai pengawet sediaan topikal.
Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bakterisid lemah. Paraben banyak dipakai pada
shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.

3. Petrolatum
Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon lebih dari 25).
5
Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50°C,
dapat mengikat kira-kira 30% air.
4. Gliserin
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin memiliki 3
kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam air. Secara umum, zat
pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase. Kombinasi
bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta pendingin.

a. Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya murni air
disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura.
Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres
biasanya bersifat astringen dan antimikroba.

Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada :


a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi.
b. Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan untuk
vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada erisipelas.
c. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga ulkus menjadi
bersih.

b. Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan oxydum
zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena tidak
melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi.
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat hidrofob.
Talcum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini
dipakai sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
Indikasi bedak:
Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
6
c. Salep
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan
mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar
salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
Indikasi salep :
Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk likenifi
kasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
Kontraindikasi salep:
Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat
melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.

d. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai
emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya
vanishing cream. Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak
tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim
dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini
bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan yang
kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai
di daerah lipatan dan kulit berambut.
Indikasi krim :
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.

e. Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari bahan untuk
salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep
padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada

7
bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi
dan daya maserasi lebih rendah dari salep.
Indikasi pasta :
Pasta digunakan untuk lesi akut dan superficial

f. Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan komponen bedak
dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat
diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk
sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.
Indikasi bedak kocok :
Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfisial seperti miliaria.

g. Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase ganda. Gel fase
tunggal terdiri dari makromolekul organic yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga
tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam (seperti
tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel
yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini
merupakan suatu suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan
alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk
menetralkan asam klorida dalam lambung. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan
membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik dipakai
pada lesi di kulit yang berambut.

Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan:


a. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
b. Sangat baik dipakai untuk area berambut.
c. Disukai secara kosmetika.
8
h. Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah alami seperti
tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.

i. Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut terdispersi
dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung ini
menyebabkan dalam pemakaian losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion meninggalkan
rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air. Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah
diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion
calamin, losion steroid, losion faberi.

j. Foam aerosol
Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif yang
dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian lokal
pada kulit, hidung, mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah, propelen, konsentrat zat
aktif, katup dan penyemprot.
Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif
menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam aerosol merupakan
sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta
pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betamethasone
foam.
Keistimewaan foam:
 Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat
berpenetras
 Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal
2.4. Jalur Penetrasi sediaan topikal

9
2.5. Cara Pakai

1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang umum dilakukan.
Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk sediaan. Banyaknya sediaan yang dioleskan
disesuaikan dengan luas kelainan kulit. Penambahan cara oles sediaan dengan menggosok dan
menekan juga dilakukan pada obat topikal dengan tujuan memperluas daerah aplikasi namun
juga meningkatkan suplai darah pada area lokal, memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan
ini mengakibatkan efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan penetrasi obat.
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan yang dominan
menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta. Dua cara kompres yaitu kompres
terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan
menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat.
Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalutkan

10
pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan,
namun cara ini jarang digunakan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres.
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan; namun cara ini tidak
banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi menggunakan balutan hampa udara seperti
penggunaan sarung tangan vinyl, membungkus dengan plastik.17 Teknik oklusi mampu
meningkatkan hantaran obat 10-100 kali dibandingkan tanpa oklusi, namun lebih cepat
menimbulkan efek samping obat, seperti efek atrofi kulit akibat kortikosteroid.
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres pada pasien dengan lesi
kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah digunakan
untuk mandi seperti potassium permanganate. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan lagi
mengingat efek maserasi yang ditimbulkan

2.6. Pemberian obat topikal pada kulit

Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk memperoleh reaksi
lokal dari obat tersebut.
Standar operasional prosedur pemberian obat topical pada kulit:
a. Persiapan alat
o Obat topical sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol, bubuk, spray)
o Buku obat
o Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)
o handscoon bersih dan baki
o Lidi kapas atau tongue spatel
o Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah) Kassa balutan,
penutup plastic dan plester (sesuai kebutuhan)
b. Teknik Pemberian obat pada kulit (dermatologis)
Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan, ditepukkan, disemprotkan,
dioleskan dan iontoforesis (pemberian obat pada kulit dengan listrik).Prinsip kerja pemberian
obat pada kulit antara lain meliputi:

11
o Gunakan teknik steril bila ada luka pada kulit.
o Bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih ditentukan oleh
dokter).
o Ambil  obat kulit dari tempatnya dengan batangh spatel lidah dan bukan dengan
tangan.
o Bila obat perlu digosok, gunakan tekanan halus.
o Oleskan obat tipis-tipis kecuali ada petunjuk lain.
o Obat dalam bentuk cair harus diberikan dengan aplikator.
o Bila digunakan kompres atau kapas lembab maka pelembab harus steril.
o Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat
pemberian.
o Cuci tangan
o Atur peralatan disamping tempat tidur klien
o Tutup gorden atau pintu ruangan
o Identifikasi klien secara tepat
o  Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area yang
akan diberi obat
o Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua debris dan kerak
pada kulit
o Keringkan atau biarkan area kering oleh udara
o Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topical
o Gunakan sarung tangan bila ada indikasi
o Oleskan agen topical

(1) Krim, salep dan losion yang mengandung minyak


Cara pemberian obat pada kulit
 Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan kemudian
lunakkan dengan menggosok lembut diantara kedua tangan
 Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan memanjang searah
pertumbuhan bulu.
12
 Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah pemberian

(2) Lotion mengandung suspense


 Kocok wadah dengan kuat
 Oleskan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan atau bantalan kecil
 Jelaskan pada klien bahwa area akan terasa dingin dan kering.

(3) Bubuk
 Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh
 Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari atau bagian
bawah lengan
 Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan

(4) Spray aerosol      


 Kocok wadah dengan keras
 Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang spray menjauhi area
(biasanya 15-30 cm)
 Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta klien untuk memalingkan
wajah dari arah spray.
 Semprotkan obat dengan cara merata pada bagian yang sakit
 Rapikan kembali peralatan yang masih dipakai, buang peralatan yang sudah tidak
digunakan pada tempat yang sesuai.
 Cuci tangan

2.7. Pemberian obat pada mata

Pemberian obat melalui mata adalah memberi obat kedalam mata berupa cairan dan salep.
Tujuan pemberian obat pada mata:
a) Untuk mengobati gangguan pada mata
b) Untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan ‘struktur internal mata
c) Untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata
13
d) Untuk mencegah kekeringan pada mata
Standar operasional prosedur pemberian obat topical pada mata (tetes mata)
a. Persiapan alat
 Botol obat dengan pensteril atau salep dalam tube (tergantung jenis sediaan obat)
 Buku obat
 Bola kapas kering steril (stuppers)
 Bola kapas basah (normal salin) steril
 Baskom cuci dengan air hangat
 Penutup mata (bila perlu)
 Sarung tangan

b. Prosedur kerja
a) Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat pemberian.
b) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
c) Identifikasi klien secara tepat
d) Jelaskan prosedur pengobatan dengan tepat
e) Atur klien dengan posisi terlentang atau duduk dengan hiperektensi leher
f) Dengan kapas basah steril, bersihkan kelopak mata dari dalam keluar
g) Minta klien untuk melihat ke langit – langit
h) Teteskan obat tetes mata :
 Dengan tangan dominan anda di dahi klien, pegang penetes mata yang
terisi obat kurang lebih 1-2 cm (0,5 – 0,75 inci) diatas sacus konjungtiva.
Sementara jari tangan non dominan menarik kelopak mata kebawah.
 Teteskan sejumlah obat yang diresepkan kedalam sacus konjungtiva.
Sacus konjungtiva normal menahan 1-2 tetes. Meneteskan obat tetes ke
dalam sacus memberikan penyebaran obat yang merata di seluruh mata.
 Bila klien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan jatuh ke pinggir
luar kelopak mata, ulangi prosedur
 Setelah meneteskan obat tetes, minta klien untuk menutup mata dengan
perlahan

14
 Berikan tekanan yang lembut pada duktus nasolakrimal klien selama 30-
60 detik.

      j) Memasukkan salep mata :


 Pegang aplikator salep diatas pinggir kelopak mata, pencet tube sehingga
memberikan aliran tipis sepanjang tepi dalam kelopak mata bawah pada
konjungtiva.
 Minta klien untuk melihat kebawah
 Membuka kelopak mata atas
 Berikan aliran tipis sepanjang kelopak mata atas pada konjungtiva  dalam.
Biarkan klien memejamkan mata dan menggosok kelopak mata secara
perlahan dengan gerakan sirkuler menggunakan bola kapas.
k) Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak mata, dengan perlahan usap dari bagian
dalam ke luar kantus
l) Bila klien mempunyai penutup mata, pasang penutup mata yang bersih diatas pada
mata yang sakit sehingga seluruh mata terlindungi. Plester dengan aman tanpa
memberikan penekanan pada mata.
m) Lepaskan sarung tangan, cuci tangan dan buang peralatan yang sudah dipakai
n) Catat obat, konsentrasi, jumlah tetesan, waktu pemberian dan mata (kiri, kanan atau
kedua duanya) yang menerima obat.

Irigasi dan instalasi mata

Irigasi mata merupakan satu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata. Berbagai bentuk
spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi  tetapi bila tidak ada dapat digunakan spuit dengan
tabung yang besar. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril. Obat mata biasanya
berbentuk cairan (obat tetes mata) dan ointment/ obat saleb mata biasanya diramu dengan
kekuatan yang rendah misalnya 2%.

Untuk irigasi :

15
 Tabung steril untuk tempat cairan.

 Cairan irigasi sebanyak 60 sampai dengan 240 cc dengan suhu 37 derajat


celcius.

 Alat irrigator mata atau spuit steril.

 Bengkok steril.

 Bola kapas steril.

 Cairan normal salian steril (bila diperlukan)

 Perlak

 Sarung tangan steril

Buka mata dengan jari dengan jari telunjuk dan ibu jari sehingga kantong konjungtiva
dapat dilihat. Pegang irigator yang telah berisi cairan 2,5 cm diatas mata. Arahkan air pada
konjungtiva bawah dari kantus dalam menuju kantus luar. Lanjutkan irigasi sampai air yang
meninggalkan mata tampak bersih. Anjurkan pasien untuk membuka dan menutup mata secara
teratur. Bila sudah selesai , bersihkan sekitar mata dengan bola kapas.

Instalasi
 Obat yang diperlukan

 Kapas kering steril

 Kapas basah (normal saline ) steril

 Kassa / penutup mata dan plaster

 Sarung tangan steril

a. Periksa nama, kekuatan dan jenis obat. Anjurkan pasien memandang keatas dan
beri       pasien sebuah bola kapas.Buka mata dengan cara menarik kelopak mata
bawah dengan jempol atau jari-jari tangan yang tidak memegang obat.Dekatkan
ke mata sampai berjarak 1 sampai dengan 2 cm dari mata lalu teteskan obat sesuai

16
yang dibutuhkan pada kantung konjungtiva bawah sepertiga dari luar.Bila obat
berupa saleb mata, Pegang pipa saleb diatas kantung  konjungtiva  atas dan
oleskan sekitar 3 cm saleb dari kantus dalam ke kantus luar. Lalu anjurkan pasien
menutup mata tanpa mengusap obat keluar. Untuk obat cair, pasien dianjurkan
menutup  mata selama 30 detik dan menekan hati-hati duktus nasolakrimalis agar
obat tidak masuk keduktus tersebut.

b. Siapkan pasien yaitu dengan memberitahu pasien tentang irigasi / pengobatan


yang akan diberikan . Bantu pasien mengatur posisi duduk atau berb aring sambil
memiringkan kepala kearah mata yang sakit.Pasang kain penutup untuk
melindungi pasien dan baju pasien agar tidak basah dan pasang bengkok dibawah
mata yang sakit 9pada pelaksanaan irigasi).

c. Kaji mata pasien. Amati adanya gangguan pada mata misalnya warna merah,
adanya kotoran, bengkak, pandangan kabur, mata sering dikucek-kucek dan lain-
lain.

d. Bersihkan kelopak mata dan bulu mata dengan bola kapasyang telah dibasahi
dengan cairan irigasi dengan arah dari kantus dalam menuju kantus luar.

e. Masukkan cairan irigasi atau obat mata

f. Tutup mata bila diperlukan  dan kaji respon pasien.

g. Bereskan alat yang digunakan dan catat tindakan dengan sinkat dan jelas.

2.8. Pemberian obat pada telinga

Tujuan pemberian obat pada telinga:


a) Untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme
penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)
b) Menghilangkan nyeri
a. Cara kerja irigasi dan instalasi telinga
1.   Pastikan tentang adanya order pengobatan.
2.   Siapkan peralatan

17
Untuk irigasi:
 Tabung berisi cairan irigasi dengan jumlah dan konsentrasi  sesuai
yang dikehendaki.

 Alat suntik / spuit

 Bengkok

 Perlak handuk

 Kapas pengusap

 Bola kapas

 Sarung tangan (kadang-kadang)

Untuk instalasi:
 Obat tetes dalam tempatnya

 Kapas dibungkus dalam kasa

 Batang karet (tambahan) terutama digunakan untuk tetesan terakhir


untuk mencegah gerakan tiba-tiba anak atau pasien tidak sadar.

 Bola kapas.

 Nearbaken

 Handscoon

2.9. Prinsip pemilihan sediaan

1. Pada kulit tidak berambut, secara umum dapat dipakai sediaan salep, krim, emulsi. Krim
dipakai pada lesi kulit yang kering dan superfi sial, salep dipakai pada lesi yang tebal
(kronis).

18
2. Pada daerah berambut, losion dan gel merupakan pilihan yang cocok.
3. Pada lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif seperti salep, emulsi W/O dapat
menyebabkan maserasi sehingga harus dihindari.
4. Pada daerah yang mengalami ekskoriasi, formulasi berisi alkohol dan asam salisilat
sering mengiritasi sehingga harus dihindari.
5. Sediaan cairan dipakai untuk kompres pada lesi basah, mengandung pus, berkrusta.

2.10. Cara Penyimpanan

 Simpan sediaan di tempat yang sejuk atau suhu kamar (suhu 25oC)
 Simpan sediaan dari sinar matahari langsung
 Pastikan sediaan tetutup rapat setelah digunakan
 Jauhkan sediaan topical dari jangkauan anak-anak

2.11. Penggunaan pada anak-anak

 Pengunaan pada anak dan orang tua harus dilakukan dalam pengawasan orang
dewasa, Karena penggunaan sediaan topical tidak boleh ditelan dan
penggunaannya hanya diluar tubuh.
 Penggunaan dosis pada anak-anak harus diperhatikan

2.12. Bila terjadi keracunan

 Bila sediaan topical ini termakan, segeralah dimuntahkan. Dan banyak minum air
putuh atau minum susu untuk penetralan obat dalam tubuh.
 Bila terjadi iritasi pada kulit (terasa panas, meradang) cepat hentikan obat dan
cuci dengan air mengalir dan langsing hubungi dokter atau apoteker anda.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa
(vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki
efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat
berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya
zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta
menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat

20
pembawa dan kemudian mudah dilepaskan. Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang
demikian, maka ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan dalam
memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.

3.2 Saran
Dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan mahasiswa dapat menyalurkan dan
menerapkannya dalam lingkungan praktek pada saat praktek di apotek agar
meminimalisir kecelakaan pada saat praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan. Jakarta.


Engenderhealt. 2000. Infection Prevention. New York.
Elly, Nurrachmah. 2001. Nutrisi dalam keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto.

JHPIEGO. 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Pusdiknakes.

21
JNPK, KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta: EGC.

Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar Edisi III. Alih bahasa Ester
Monica. Penerbit buku kedokteran EGC.
Prharjo, Robert.1995,Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta: EGC.

Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai