Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEMBERIAN OBAT TOPIKAL DAN SUPOSITORIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan


Dosen Pembimbing : Denni fransiska helena m , S.kep., M.kep

Disusun Oleh :
Marva Tefani I 221FK03051
M. Angga F 221FK03078
Dhea Nurafida H 221FK03081
Asril Bayu M 221FK03082
Nita Synta Nia 221FK03083
Rahayu Amalia 221FK03086
Teopa Syahrul H 221FK03094
Septi Saputra 221FK03097

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Penggunaan Obat Topikal dan Supositoria ini dengan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Denni fransiska helena m , S.kep. Ners.M.kep pada mata kuliah
Keterampilan Dasar Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan pembaca tentang Penggunaan Obat Topikal dan
Supositoria.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Denni fransiska helena m ,
S.kep. Ners.M.kep pada mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuanan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 01 Januari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I .......................................................................................................................................1

PENDAHULUAN ...................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................................................2

BAB II .....................................................................................................................................3

PEMBAHASAN .....................................................................................................................3

2.1 OBAT TOPIKAL .........................................................................................................3

2.1.1 Definisi .......................................................................................................3

2.1.2 Bahan pembawa .........................................................................................3

2.1.3 Jenis atau Bentuk Sediaan Obat ..................................................................4

2.1.4 Mekanisme Kerja .......................................................................................5

2.1.5 Prosedur Pemakaian ...................................................................................8

2.1.6 Prinsip pemilihan sediaan ...........................................................................9

2.1.7 Konsep Pemberian ....................................................................................10

2.2 OBAT SUPOSITORIA ..................................................................................................11

2.2.1 Definisi .....................................................................................................11

2.2.2 Tujuan ......................................................................................................11

2.2.3 Kelebihan .................................................................................................11

2.2.4 Efek Samping ...........................................................................................12

2.2.5 Jenis ..........................................................................................................12

2.2.6 Konsep Pemberian ....................................................................................14

ii
BAB III ..................................................................................................................................16

PENUTUP .............................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................16

3.2 Saran 16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................17

LAMPIRAN ..........................................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sediaan farmasi ini merupakan suatu formulasi yang spesifik antara
zat aktif dengan bahan tambahannya. Masing-masing formulasi ini memiliki
komposisi yang unik. Zat aktif dalam sediaan farmasi memilihi sifat reaktif
secara biokimia/berkhasiat, sedangkan bahan tambahannya tidak memiliki
efek fisiologis. Pemilihan dari bahan tambahan dalam melakukan formulasi
sediaan farmasi ini akan menghasilkan berbagai macam jenis bentuk
sediaan. Secara umum bentuk dari sediaan farmasi ini adalah padat, semi
padat, cair dan gas. Masing-masing bentuk sediaan memiliki keunikan
dalam hal karakteristik fisika dan farmasetiknya. Keberagaman dan
keunikan dari bentuk sediaan inilah yang merupakan tantangan bagi seorang
formulator dalam melakukan formulasi dan manufaktur untuk pemilihan
dan menghasilkan sistem penghantaran obat (drug delivery system) yang
diharapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar
yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan
komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat
pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair
atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat
pembawa mudah dioleskan, mudah dibersih kan, tidak mengiritasi serta
menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di
dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan.
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaianya
dengan cara memasukan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia
akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau
sistemik (Ansel, 1989). Depkes RI, 1995 mengatakan bahwa Suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai ukuran, bobot dan bentuk yang
digunakan dengan cara diselipkan di rektal, vagina atau urena.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan mengenai Sediaan obat Topikal
2. Bagaimana Mengetahui Penjelasan mengenai Sediaan Obat
Suppositoria

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Penjelasan mengenai Sediaan obat Topikal
2. Untuk Mengetahui Penjelasan mengenai Sediaan Obat Suppositoria

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 OBAT TOPIKAL
2.1.1 Definisi
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya
berkaitan dengan daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain
disebutkan kata topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi
atau tempat. Secara luas obat topikal didei nisikan sebagai obat yang
dipakai di tempat lesi.
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen
dasar yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif
merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik,
sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal
dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif
berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan,
mudah dibersih kan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara
kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa
dan kemudian mudah dilepaskan.
Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka
ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan
dalam memaksimalkan fungsi dari zat pembawa.
2.1.2 Bahan pembawa
1. Lanolin
Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba.
Banyak digunakan pada produk kosmetik dan pelumas. Sebagai
bahan dasar salep lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit,
memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa.
2. Paraben
Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai
pengawet sediaan topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan
bakterisid lemah. Paraben banyak dipakai pada shampo, sediaan
pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.

3
3. Petrolatum
Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon
(jumlah karbon lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya
vaselin album, diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50°C,
dapat mengikat kira-kira 30% air.
4. Gliserin
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau.
Gliserin memiliki 3 kelompok hidroksil hidroi lik yang berperan
sebagai pelarut dalam air. Secara umum, zat pembawa dibagi atas
3 kelompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai
bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim,
pasta, bedak kocok dan pasta pendingin.

2.1.3 Jenis atau Bentuk Sediaan Obat


1. Lotion
Lotion ini mirip dengan shake lotion tapi lebih tebal dan
cenderung lebih emollient di alam dibandingkan dengan shake
lotion. Lotion biasanya terdiri dari minyak yang dicampur dengan
air, dan tidak mengandung alcohol. Jika mengandung alcohol
yang tinggi, lotion tersebut akan lebih cepat mongering.
2. Shake Lotion
Shake lotion merupakan capuran yang meisah menjadi dua
atau tiga bagian apabila didiamkan didalam jangka waktu tertentu.
Minyak sering dicampur dengan larutan berbasis air. Perlu
dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan.
3. Cream
Cream adalah campuran yang lebih tebal dari lotion dan akan
mempertahankan bentuknya apabila dikeluarkan dari wadahnya.
Cream biasanya digunakan untuk melembabkan kulit dan

4
memiliki resiko yang signifikan karena dapat menyebabkan
sensitifitas imunologi yang tinggi. Crema meiliki variasi dalam
bahan, komposisi pH dan toleransi antara merek generic serta
memiliki tingkat penerimaan yang tinggi oleh pasien.
4. Salep
Salep adalah sebuah homogen kental, semi-padat, tebal,
berminyak dengan viskositas tinggi, untuk aplikasi eksternal pada
kulit atau selaput lendir. Salep digunakan sebagai pelembaban
atau perlindungan, terapi, atau profilaksis sesuai dengan tingkat
oklusi yang diinginkan. digunakan pada kulit dan selaput lendir
yang terdapat pada mata (salep mata), vagina, anus dan hidung.
Salep biasanya sangat pelembab, dan baik untuk kulit kering
selain itu juga memiliki risiko rendah sensitisasi akibat beberapa
bahan minyak atau lemak.
2.1.4 Mekanisme Kerja
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum
menggambarkan perjalanan bahan aktif dalam konsentrasi tertentu
yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan
kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini
penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang
akan digunakan dalam terapi.
Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah
diaplikasikan melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit,
stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum korneum dapat
berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur
pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum
berpenetrasi tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok
atau terhapus oleh pakaian.
Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami
evaporasi, selanjutnya zat aktif berikatan pada lapisan yang
dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu

5
sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis.
Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh
vaskular kulit pada dermis dan hypodermis.
2. Jalur Penetrasi sediaan topical
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3
interaksi:
1). Solute vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut
dalam vehikulum. Idealnya zat aktif terlarut dalam
vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini
telah ada dalam sediaan.
2). Vehicle skin interaction: merupakan interaksi vehikulum
dengan kulit. Saat awal aplikasi fungsi reservoir kulit
terhadap vehikulum.
3). Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan
kulit (lag phase, rising phase, falling phase).
a. Penetrasi secara transepidermal
Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan
intraseluler. Penetrasi interseluler merupakan jalur yang
dominan, obat akan menembus stratum korneum melalui ruang
antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit.
Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari
stratum korneum. Setelah berhasil menembus stratum korneum
obat akan menembus lapisan epidermis sehat di bawahnya,
hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler.
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat
menembus dinding stratum korneum sel korneosit yang mati
dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum,
kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan
bawah sampai pada kapiler di bawah stratum basal epidermis
dan berdifusi ke kapiler.

6
b. Penetrasi secara transfolikular
Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan
in vivo. Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa molekul
kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak hanya melewati
sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat
berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea
untuk kemudian berdifusi ke kapiler.
3. Absorpsi sediaan topical
Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan
melalui beberapa fase:
a. lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum
melewati stratum korneum, sehingga pada saat ini belum
ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum
korneum, kemudian memasuki kapiler dermis, sehingga
dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c. falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari
permukaan kulit dan dapat dibawa ke kapiler dermis
Penyerapan sediaan topical secara umum dipengaruhi oleh
berbagai factor:
1). Bahan aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu
harus menyatu pada permukaan kulit dalam konsentrasi
yang cukup.
2). Konsentrasi bahan aktif merupakan faktor penting, jumlah
obat yang diabsorpsi secara perkutan perunit luas
permukaan setiap periode waktu, bertambah sebanding
dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu
pembawa.

7
3). Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas
akan menambah jumlah obat yang diabsorpsi.
4). Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa
mudah menyebar ke permukaan kulit.
5). Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan
diaplikasikan.
6). Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan
meningkatkan jumlah bahan aktif yang diabsorpsi.
7). Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal
dipakai pada kulit yang lapisan tanduknya tipis.
8). Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit,
makin banyak kemungkinan diabsorpsi.
Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan
epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar
keringat, karena luas permukaan folikel dan kelenjar keringat
lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak
mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai
jaringan keratin akan berlaku sebagai membran semi permeabel,
dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.
2.1.5 Prosedur Pemakaian
Cara aplikasi sediaan obat topikal pada umumnya
disesuaikan dengan lesi pada permukaan kulit. Beberapa cara
aplikasi sediaan topikal yaitu:
1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan
topikal yang umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir
semua bentuk sediaan. Banyaknya sediaan yang dioleskan
disesuaikan dengan luas kelainan kulit.
Penambahan cara oles sediaan dengan menggosok dan menekan
juga dilakukan pada obat topikal dengan tujuan memperluas
daerah aplikasi namun juga meningkatkan suplai darah pada area
lokal, memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan ini

8
mengakibatkan efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan penetrasi
obat.
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen
cairan yang dominan menjadikan kompres efektif untuk lesi basah
dan lesi berkrusta. Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan
tertutup. Pada kompres terbuka diharapkan ada proses penguapan.
Caranya dengan menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis,
tidak perlu steril, jangan terlampau erat. Pembalut atau kain kasa
dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas, lalu
dibalutkan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres
tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang
digunakan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi
kompres.
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan;
namun cara ini tidak banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi
menggunakan balutan hampa udara seperti penggunaan sarung
tangan vinyl, membungkus dengan plastik. Teknik oklusi mampu
meningkatkan hantaran obat 10-100 kali dibandingkan tanpa
oklusi, namun lebih cepat menimbulkan efek samping obat,
seperti efek atroi kulit akibat kortikosteroid.
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada
kompres pada pasien dengan lesi kulit luas seperti pada penderita
lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah digunakan untuk
mandi seperti potassium permanganate. Namun cara ini sudah
tidak dianjurkan lagi mengingat efek maserasi yang ditimbulkan.
2.1.6 Prinsip pemilihan sediaan
1. Pada kulit tidak berambut, secara umum dapat dipakai
sediaan salep, krim, emulsi. Krim dipakai pada lesi kulit yang

9
kering dan superi sial, salep dipakai pada lesi yang tebal
(kronis).
2. Pada daerah berambut, losion dan gel merupakan pilihan
yang cocok.
3. Pada lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif seperti salep,
emulsi W/O dapat menyebabkan maserasi sehingga harus
dihindari.
4. Pada daerah yang mengalami ekskoriasi, formulasi berisi
alkohol dan asam salisilat sering mengiritasi sehingga harus
dihindari.
5. Sediaan cairan dipakai untuk kompres pada lesi basah,
mengandung pus, berkrusta.
2.1.7 Konsep Pemberian
Obat-obatan topikal merupakan jenis rute pemberian yang
paling banyak digunakan dalam mengatasi penyakit-penyakit
okular. Diperkirakan hampir 90% kasus dapat diobati dengan obat
topikal. Selain dari efektifitasnya yang telah terbukti, jenis rute
pemberian ini memiliki keuntungan lain yaitu pemakaian dan
penyimpanan yang mudah dan sederhana, mudah didapat, dan dapat
digunakan oleh semua golongan. Setiap penetesan obat ke
permukaan okular, hanya 5-10% dari obat tersebut yang berpenetrasi
kedalam kornea dan mencapai struktur intraokular, sebahagian besar
akan di absorbsi melalui konyungtiva dan duktus nasolakrimal.
Kadar obat yang berpenetrasi ke konyungtiva dan saluran lakrimal
hampir mencapai 80-90%.
Pemakaian obat topikal jangka lama akan memunculkan
efek samping pada permukaan okular antara lain : pada kornea
ditemukan menurunnya stabilitas precorneal tear film akibat
berkurangnya sel goblet dan rusaknya lapisan lipid). Selain itu bila
dalam kondisi berat dapat ditemui keratitis pungtat superfisial,
penyembuhan luka kornea terhambat serta kerusakan barrier epitel.
Pada konyungtiva, efek pemakaian obat topikal jangka lama akan

10
menyebabkan berkurangnya sel goblet, keratinisasi sel epitel,
metaplasia squamosa, fibrosis subepitel, penebalan membrana
basement dan infiltrasi limfosit dan sel plasma ke daerah subepitel.

2.2 OBAT SUPOSITORIA


2.2.1 Definisi
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang
pemakaianya dengan cara memasukan melalui lubang atau celah
pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan
memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel, 1989).
Depkes RI, 1995 mengatakan bahwa Suppositoria adalah
sediaan padat dalam berbagai ukuran, bobot dan bentuk yang
digunakan dengan cara diselipkan di rektal, vagina atau urena.
2.2.2 Tujuan
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid
dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan
untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane
mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila
penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada
pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan
lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung
masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam
hati (Syamsuni, 2005).
2.2.3 Kelebihan
Suppositoria umumnya terbuat dari minyak sayuran solid
yang mengandung obat. Obat suppositoria memiliki beberapa
kelebihan. Pertama, obat ini bekerja dengan lebih cepat karena
langsung diserap oleh pembuluh darah di area rektum atau vagina
sehingga konsentrasi obat dalam darah akan meningkat lebih cepat
dan efektif dalam menangani kondisi kesehatan tertentu. Kedua, obat

11
suppositoria dianggap lebih aman dan efektif dibandingkan dengan
obat oral atau suntikan karena tidak melewati saluran pencernaan
dan hati yang dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan. Selain itu, obat suppositoria juga lebih tepat digunakan
untuk mengatasi kondisi yang terkait dengan area genital atau
rektum, seperti wasir, infeksi vagina, dan nyeri menstruasi.
2.2.4 Efek Samping
Seperti obat lainnya, penggunaan suppositoria juga bisa
menyebabkan efek samping yang mungkin terjadi pada sebagian
orang. Berikut adalah beberapa efek samping umum dari
penggunaan suppositoria:
1. Iritasi atau gatal-gatal: Beberapa orang mungkin mengalami
iritasi atau gatal-gatal pada daerah yang terkena suppositoria,
seperti rektum atau vagina.
2. Peradangan atau ruam: Beberapa obat suppositoria juga bisa
menyebabkan peradangan atau ruam pada daerah yang terkena
suppositoria.
3. Diare atau sembelit: Beberapa obat suppositoria untuk
pengobatan diare atau sembelit dapat menyebabkan diare atau
sembelit yang lebih parah.
4. Sakit kepala atau pusing: Beberapa orang mungkin mengalami
sakit kepala atau pusing setelah menggunakan obat suppositoria.
5. Nyeri atau kram perut: Beberapa obat suppositoria dapat
menyebabkan nyeri atau kram perut, terutama jika digunakan
dalam dosis yang lebih besar dari yang direkomendasikan.
6. Reaksi alergi: Beberapa orang mungkin mengalami reaksi alergi
terhadap bahan-bahan tertentu dalam suppositoria, seperti ruam,
gatal-gatal, sesak napas, atau pembengkakan wajah, bibir, atau
lidah.
2.2.5 Jenis
Berikut ini adalah jenis-jenis obat suppositoria yang umum digunakan:

12
1. Obat suppositoria dengan bahan aktif yang sama dengan obat
oral atau suntikan
Jenis obat suppositoria ini mengandung bahan aktif yang sama
dengan obat oral atau suntikan. Namun, bentuk suppositoria
dipilih karena obat tersebut tidak dapat diserap dengan baik oleh
tubuh jika diminum atau disuntikkan. Contoh obat suppositoria
jenis ini adalah suppositoria parasetamol, yang digunakan untuk
mengatasi demam dan nyeri.
2. Obat suppositoria khusus dengan bahan aktif yang hanya
tersedia dalam bentuk suppositoria
Jenis obat suppositoria ini mengandung bahan aktif yang hanya
tersedia dalam bentuk suppositoria, seperti misalnya obat-obatan
yang digunakan untuk mengatasi wasir atau hemoroid. Bahan
aktif yang digunakan dalam suppositoria khusus ini biasanya
dapat bekerja langsung pada area yang membutuhkan
pengobatan tanpa mempengaruhi organ tubuh lainnya.
3. Obat suppositoria hormone
Obat suppositoria jenis ini mengandung hormon yang digunakan
untuk mengatasi masalah kesehatan pada sistem reproduksi
wanita, seperti misalnya obat yang digunakan untuk mengatasi
nyeri menstruasi, infeksi vagina, atau terapi pengganti hormon
pada wanita menopause.
4. Obat suppositoria herbal
Jenis obat suppositoria ini mengandung bahan-bahan herbal atau
alami yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan
tertentu, seperti misalnya obat yang mengandung minyak
esensial untuk mengatasi peradangan atau infeksi.

Setiap jenis obat suppositoria memiliki kelebihan dan


kekurangan yang berbeda tergantung pada tujuan
penggunaannya dan bahan aktif yang terkandung di dalamnya.

13
2.2.6 Konsep Pemberian
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubu. Suppositoria adalah
sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk torpedo, dapat
melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh. Suppositoria adalah
sediaan padat, melunak, melumer, dan larut pada suhu tubuh,
digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rectum berbentuk sesuai
dengan maksud penggunaannya, umumnya berbentuk torpedo. Jadi,
suppositoria adalah suatu sediaan padat yang berbentuk torpedo yang
biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui lubang di
area tubuh, sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah,
tidak sadar atau butuh penanganan cepat Macam-macam suppositorial
adalah :
a. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rectum umumnya dimasukkan dengan jari
tangan. Biasanya suppositoria rectum panjangnya #32 mm(1,5
inch) dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam.
Bentuk suppositoria rectum antara lain bentuk peluru, torpedo
atau jari-jari kecil, tergantung pada bobot jenis bahan obat dan
basis yang digunakan. Menurut USP berarnya sebesar 2 g
untuk yang menggunakan basis oleum cacao.
b. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya
berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut. Beratnya sekitar
5 g bila basis yang digunaka oleum cacao.
c. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk saluran urin disebut juga bougie,
bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan
ke dalam saluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran
urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang #140 mm.
Walaupun ukuran ini masih bervariasi anatara satu dengan

14
yang lain. Apabila basisnya oleum cacao beratnya #4
Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya
½ dari ukuran untuk pria,
panjang #70 mm dan beratnya 2 g ini berlaku jika basis yang
digunakan oleum cacao.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen
dasar yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif
merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik,
sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal
dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif
berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan,
mudah dibersih kan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara
kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa
dan kemudian mudah dilepaskan.
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang
pemakaianya dengan cara memasukan melalui lubang atau celah
pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak atau melarut dan
memberikan efek lokal atau sistemik. Suppositoria adalah sediaan
padat dalam berbagai ukuran, bobot dan bentuk yang digunakan
dengan cara diselipkan di rektal, vagina atau urena.
3.2 Saran
Makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk
memahami tentang anatomi dan fisiologi sistem perkemihan dan
integumen. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca juga sangat diharapkan oleh kami
sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik
lagi, dan dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA
Yanhendri, S. W. Y. (2012). Berbagai bentuk sediaan topikal dalam dermatologi.
Cermin Dunia Kedokteran, 194(39), 6.
Nuryati. (2017). Farmakologi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 148,
148–162.
Stevani, H. (2016). Praktikum Farmakologi. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi,
171.
Afikoh, N., Nurcahyo, H., & Susiyarti, S. (2017). PENGARUH KONSENTRASI
PEG 400 DAN PEG 4000 TERHADAP FORMULASI DAN UJI SIFAT FISIK
SUPPOSITORIA EKSTRAK SOSOR BEBEK (Kalanchoe pinnata [L.]
pers). Parapemikir: Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(2).
Yenni, P. (2008). Laju Disolusi Suppositoria Asetosal Basis PEG 400 dan PEG
4000.
Adyan, Z. J. (2020). Pengaruh Enkapsulasi Kurkumin dalam Nanopartikel
Terhadap Solubilitas, Daya Penetrasi, Pelepasan Obat, Stabilitas, dan Aktivitas
Farmakologi pada Aplikasi Topikal (Doctoral dissertation,
Universitas Gadjah Mada).
Anief, M. (2018). Prinsip umum dan dasar farmakologi. Ugm Press
Syah, Efran. 2023. Pengertian Suppositoria dan Cara Menggunakannya.
https://www.medkes.com/2014/10/pengertian-suppositoria-dan-cara-
menggunakannya.html [Dikses pada tanggal 06 Juli 2023]

17
LAMPIRAN
1. Sediaan Obat Topical
https://youtu.be/bgEDyr8jc_0
2. Sediaan Obat Supositoria
https://youtu.be/bYJ3ldLovGA

18

Anda mungkin juga menyukai