Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ILMU EKSIPIEN

“KOMPATIBILITAS DAN FUNGSIONAL EKSIPIEN”

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH :


Apt. FERY INDRADEWI ARMADANY,S.Si., M.Si

OLEH:
KELOMPOK IV (EMPAT)

NUR ALAN UBAID (O1A119107)


NUR FADILAH (O1A119108)
NUR FADHILLAH SAHARI (O1A119109)
NUR FAUZIYAH. MR (O1A119111)
NURUL SADDIYAH (O1A119114)
RUNI HARIYANI (O1A119123)
UMMUL ISTIQOMAH (O1A119133)
A.MUTIARA DEWI (O1A119136)
ADE ANANDA KUSUMA (O1A119137)
ALDA INKA PRATIWI (O1A119139)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ILMU EKSIPIEN tentang
”KOMPATIBILITAS DAN FUNGSIONAL EKSIPIEN” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kendari, November 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................

1.2 Perumusan Masalah..........................................................................................

1.3 Tujuan...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

2. 1 Defenisi kompatibiltas .....................................................................................

2.2 Fungsi eksipien.................................................................................................

2.3 Kompatibilitas dan funsional eksipien..............................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat,
yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk dikonsumsi
oleh masyarakat. Kelebihan dari sediaan semi solid yaitu praktis, mudah digunakan pada
bagian luar tubuh serta dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaannya.
Sediaan semi solid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah ditumbuhi
mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa
memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis
harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak
diinginkan. Dengan cara menentukan formulasi yang baik dan benar dengan
memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan
dengan baik dan benar.
Eksipien atau bahan penolong adalah materi yang terdapat dalam obat namun
tidak memiliki zat aktif. Fungsinya adalah sebagai pembawa atau pelarut zat aktif
sehingga memungkinkan penyampaian obat. Eksipien meningkatkan kualitas fisik obat
dengan mempengaruhi transport obat dalam tubuh, mencegah kerusakan sebelum sampai
ke sasaran, meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas, meningkatkan stabilitas obat,
menjaga pH dan osmolaritas, menstabilkan emulsi, mencegah disosiasi zat aktif dan
memperbaiki penampilan sediaan. Tahapan awal dalam proses pembuatan sediaan
farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif, dimana dapat mempengaruhi
penampilan obat dan perkembangan suatu rancangan bentuk sediaan (Ansel, 1989).
Eksipien, sebagian besar, menentukan sifat fisik pembawa serta kemampuannya
untuk mengubah stratum korneum atau mukosa untuk mengantarkan obat secara efektif.
Misalnya, memungkinkan untuk meningkatkan bioavailabilitas melalui penggunaan bhan
kimia yang tidak berbahaya untuk memperbaiki kelarutan obat secara reversibel di antara
penghalang, misalnya stratum korneum, dan memfasilitasi difusi obat melalui penghalang
Eksipien adalah zat tambahan yang tidak mempunyai efek farmakologi. Macam-
macam fungsi dan contoh eksipien yaitu penyalut, pelicin, pengisi, penghancur, pewarna,
pemanis, pengikat dan pengawet. Kriteria eksipien yaitu harus netral secara fisiologis,
stabil, tidak mempengaruhi bioavailibilitas obat, sesuai peraturan undang-undang
(Ansel,1989).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi dari eksipien?
2. Apa fungsi dari eksipien?
3. Bagaimana kompatibilitas dan funsional eksipien?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi dari eksipien
2. Untuk mengetahui fungsi dari eksipien?
3. Untuk mengetahui bagaimana kompatibilitas dan funsional eksipien?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi kompatibilitas
Kompatibilitas adalah suatu kondisi tercampurannya antara bahan obat dengan
bahan obat lain atau dengan pelarut, yang dapat terjadi, baik dalam syringe, secara additive,
dan/atau melalui Y-site (Dwijayanti dkk., 2016). Sedangkan inkompatibilitas adalah suatu
reaksi yang tidak diinginkan yang dapat mengubah stabilitas kimia, fisika, maupun terapeutik
dari suatu sediaan obat atau disebut kondisi tidak tercampur (Dwijayanti dkk., 2016).
Pendapat lain mengatakan inkompatibilitas obat yaitu ketidaklarutan (insolubility) atau
dikenal dengan presipitasi yang dapat dicegah dan bersifat reversibel. Sedangkan menurut
Maharani dkk, inkompatibilitas adalah suatu fenomena fisika kimia seperti presipitasi terkait
konsentrasi, dan reaksi asam basa dengan manifestasi produk hasil reaksi berupa perubahan
status fisik atau keseimbangan protonasi-deprotonasi (Maharani dkk,. 2013).
Studi kompatibilitas eksipien dilakukan terutama untuk memprediksi potensi
inkompatibilitas fisikokimia obat dalam akhir. Studi-studi ini juga memberikan pembenaran
untuk pemilihan eksipien dan konsentrasinya dalam formulasi seperti yang dipersyaratkan
dalam pengajuan peraturan. Studi kompatibilitas eksipien sering dianggap rutin dan rumit.
Namun, studi ini penting dalam proses pengembangan obat, karena pengetahuan yang
diperoleh dari studi kompatibilitas eksipien digunakan untuk memilih komponen bentuk
sediaan, menggambarkan profil stabilitas obat, mengidentifikasi produk degradasi, dan
memahami mekanisme reaksi (Narang, 2017).

2.2. Fungsi eksipien


Bahan pendukung (eksipien) pada sediaan farmasi memiliki peranan penting dalam
suatu formulasi. Hal ini disebabkan karena eksipien merupakan bahan yang memungkinkan
bahan obat menjadi bentuk sediaan yang sesuai (Voight R, 1994). Fungsi eksipien dalam
formulasi sediaan farmasi diantaranya adalah sebagai pengisi, pengikat, penghancur, glidan,
lubrikan, bahan penyalut, pengental, sebagai pembawa yang mengatur lepasnya obat dari
sediaan, serta membantu proses pembuatan suatu sediaan. Oleh karena itu pengembangan
eksipien koproses di industri sangat diperlukan untuk menambah jumlah eksipien dan
memperbaiki kualitas eksipien yang ada. Pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan
cara kombinasi bahan-bahan (Voight R, 1994).
2.3. Kompatibilitas dan funsional eksipien
Eksipien adalah bahan inert farmakologis yang ditambahkan dengan sengaja ke
produk obat untuk berbagai peran fungsional, seperti untuk meningkatkan volume atau
ukuran bentuk sediaan, disintegrasi bentuk sediaan padat, pengikatan partikulat, pelumasan
selama pemrosesan, penyembunyian rasa, atau modifikasi pelepasan obat. Eksipien yang
diperoleh dari berbagai kelas kimia dapat diproduksi dengan berbagai proses manufaktur baik
dalam mode batch atau kontinyu, dan bisa bersumber secara sintetis atau dari produk alami.
Eksipien juga dapat memiliki banyak fungsi dalam bentuk sediaan. Fungsi-fungsi ini
didasarkan pada atribut fisik dan kimia dari eksipien yang memberikan fungsionalitas khusus
untuk bentuk sediaan dan aplikasi. inkompatibilitas dapat didefinisikan sebagai interaksi obat
yang tidak diinginkan dengan satu atau lebih komponen formulasi yang mengakibatkan
perubahan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, atau terapeutik dari dosis.
Menentukan FRC
Monograf kompendial dapat digunakan sebagai titik awal dalam mengembangkan
pemahaman tentang sifat eksipien yang mungkin relevan dari perspektif fungsionalitasnya,
tetapi bukan sebagai tes preskriptif yang menentukan kinerja eksipien dalam bentuk sediaan.
Dalam beberapa kasus, eksipien yang sama dapat mempengaruhi kinerja bentuk sediaan
dengan beberapa fungsi.

sebagai acuan (Tabel 6.3). Tercantum di sini adalah beberapa contoh ilustrasi:
 Reaksi gula pereduksi (misalnya, laktosa) dengan obat amina primer dan sekunder
melalui reaksi Maillard, diikuti oleh penataan ulang Amadori untuk menghasilkan
banyak produk berwarna, sudah dikenal luas.
 Bahkan gula non-pereduksi dapat mengandung sedikit gula pereduksi. Dalam kasus
pati, glukosa terminal dilaporkan telah bereaksi dengan hidralazin dalam formulasi
 Formaldehida dan aldehida lainnya dikenal sebagai pengotor dalam beberapa eksipien
dan komponen pengemasan, seperti dalam polietilen glikol (PEG)
 Spesies formil dapat bereaksi dengan amina untuk membentukN-formamida.
Misalnya, Waterman et al. melaporkan bahwa varenicline, amina sekunder dapat
menjalani N-metilasi dan N-formilasi oleh pengotor reaktif (formil dan asetil) yang
ditemukan dalam polimer yang digunakan untuk pembuatan tablet osmotik
 Degradasi natrium fosinopril55 dalam formulasi tablet yang mengandung MgSt
dikaitkan dengan khelasi oleh ion magnesium.
 Obat dengan gugus alkohol dapat membentuk ester dengan asam (misalnya, asam
format) atau mengalami trans-esterifikasi dengan ester (misalnya, paraben). Demikian
pula obat asam dapat diesterifikasi dengan eksipien yang mengandung gugus alkohol
seperti PEG.
 Tingkat jejak peroksida dan ion logam dalam formulasi diketahui mempercepat
oksidasi obat. Peroksida sisa juga ada di PVP, PVP cross-linked, dan HPC. Selain itu,
konten mereka menunjukkan variasi batch-to-batch dan pabrikanpabrikan
 Natrium glikolat adalah reaktan residu dalam pembuatan superdisintegrant natrium
pati glikolat, dan telah diketahui menyebabkan degradasi obat-obatan seperti
duloxetine.
 Silikon dioksida mungkin mengandung tingkat pengotor logam berat yang signifikan,
yang dapat bertindak sebagai katalis dalam reaksi degradasi oksidatif tertentu.

 Penstabil eksipien
Stabilisasi obat yang sensitif terhadap oksidasi dengan memasukkan antioksidan
dalam formulasi adalah strategi yang terkenal. Antioksidan yang dipilih dapat larut dalam air
(misalnya, propil galat dan asam askorbat) atau tidak larut dalam air (misalnya, butylated
hydroxy anisole (BHA), butylated hydroxy toluene (BHT), atau -tocopherol). Pemilihan
antioksidan tidak hanya didasarkan pada sifat kelarutannya, tetapi juga pada mekanisme
oksidasi. Dengan demikian, studi kompatibilitas sering melibatkan penyelidikan kemanjuran
relatif dari antioksidan yang berbeda dalam mengurangi degradasi obat.

TABEL 6.3 Metode Pembuatan Eksipien Farmasi Umum dan Pengotornya yang Berpotensi
Reaktif
Contoh dari Metode pembuatan Berpotensi reaktif Contoh diketahui
Eksipien kotoran ketidaksesuaian
Laktosa Laktosa adalah Laktosa mungkin Reaksi Maillard,
disakarida alami yang mengandung reaksi kondensasi
terdiri dari galaktosa glukosa, Claissen-Schmidt
dan glukosa dan furfuraldehida, dari pengotornya -
terdapat dalam susu format asam, asam hidroksimetil-2-
sebagian besar asetat, dan furfuraldehida,31
mamalia. Secara berpotensi lainnya dan katalisis
komersial, laktosa aldehida. hidrolisis
diproduksi dari whey
susu sapi, whey
menjadi cairan sisa
susu setelah produksi
keju dan kasein. Susu
sapi mengandung 4,4-
5,2% laktosa, dan
merupakan 38% dari
total kandungan padat
susu
Mikrokristalin Selulosa Kotoran dalam Penyerapan air
selulosa mikrokristalin dibuat mikrokristalin mengakibatkan
dengan hidrolisis selulosa adalah peningkatan
terkontrol, dengan glukosa, hidrolisis,17 Reaksi
larutan asam mineral formaldehida, nitrat, Maillard dengan sisa
encer dari -selulosa, dan nitrit glukosa,34 adsorpsi
diperoleh sebagai obat dasar,35 dan
pulp dari bahan inkompatibilitas
tanaman berserat. nonspesifik karena
Setelah hidrolisis, kemampuan ikatan
hidroselulosa hidrogen
dimurnikan dengan
penyaringan dan
bubur berair
disemprotkan untuk
membentuk partikel
berpori kering dengan
distribusi ukuran luas.
Povidone dan Pyrrolidone Povidone dan Oksidasi yang
Crospovidone diproduksi dengan crospovidone disebabkan oleh
mereaksikan mengandung tingkat peroksida,38 adisi
butyrolactone dengan signifikan dari nukleofilik pada
amonia. Ini diikuti peroksida. povidone asam amino dan
oleh reaksi vinylation mungkin juga peptida,39 dan
di mana pirolidon dan mengandung asam hidrolisis obat
asetilena bereaksi di format dan sensitif karena
bawah tekanan. formaldehida kelembaban
Hidroksipropil HPC adalah selulosa HPC mungkin Oksidasi obat
selulosa (HPC) eter yang larut dalam mengandung: sensitif karena sisa
air yang dihasilkan tingkat signifikan peroksida.
oleh reaksi selulosa dari peroksida.
dengan propilen
oksida
Natrium Untuk menghasilkan Monokloroasetat, Obat basa lemah
kroskarmelosa natrium nitril, dan nitrat. dapat bersaing
kroskarmelosa, Monokloroasetat dengan counterion
selulosa alkali dibuat dapat natrium, sehingga
dengan merendam bereaksi dengan teradsorpsi pada
selulosa, yang nukleofil permukaan
diperoleh dari pulp partikel
kayu atau serat kapas, penghancur.40,41
dalam larutan natrium Konversi
hidroksida. Selulosa bentuk garam obat
alkali kemudian juga telah
bereaksi dengan dilaporkan
natrium
monokloroasetat
untuk mendapatkan
natrium
karboksimetilselulosa.
Stabilisasi obat yang sensitif terhadap hidrolisis secara intuitif melarang pemilihan
eksipien dengan kadar air sisa yang tinggi dan kapasitas penyerapan air yang tinggi.
Meskipun demikian, eksipien dengan afinitas terhadap air dapat mengurangi sensitivitas
kelembaban formulasi dengan lebih memilih mengambil kelembaban yang meresap melalui
paket selama masa simpan dan penyimpanan yang dipercepat. Misalnya, gel silika yang dapat
dimakan, Syloid, digunakan untuk menstabilkan kalium klavulanat yang sangat sensitif
terhadap kelembaban dalam bentuk sediaan padat oral.
 Praktik saat ini

Studi kompatibilitas pada entitas molekul baru selalu dimulai dengan evaluasi
informasi yang ada dan kimia kertas obat kandidat untuk mengidentifikasi "titik lunak" dalam
molekul. Adanya gugus fungsi reaktif atau tidak stabil, pKa nilai, dan reaktivitas yang
diketahui dari senyawa serupa memberikan informasi yang berguna untuk pemilihan
eksipien. Desain studi kompatibilitas mungkin melibatkan: penggunaan campuran obat
dengan satu atau lebih eksipien. Campuran ini dapat diinkubasi pada suhu yang berbeda
kondisi stres sebagai campuran fisik sendiri atau setelah pemadatan. Seringkali air
ditambahkan dalam sistem ini untuk mengevaluasi perannya dalam mempercepat interaksi
obat-eksipien. Penambahan bahan lain, seperti hidrogen peroksida untuk menginduksi stres
oksidatif, didasarkan pada: informasi latar belakang sensitivitas molekul. Sampel studi
kompatibilitas biasanya disimpan pada suhu tinggi dan dianalisis untuk perubahan fisik dan
kimia obat pada interval waktu yang telah ditentukan. Selain itu, campuran biner dari obat
dan eksipien dianalisis dengan metode termal seperti kalorimetri pemindaian diferensial
(DSC) dan mikrokalorimetri isotermal (IMC) untuk penilaian cepat potensi inkompatibilitas

 Desain eksperimental
Studi kompatibilitas biasanya dilakukan oleh pengujian stres yang dipercepat dan
evaluasi pengaruhnya terhadap campuran obat-eksipien biner atau multikomponen. Desain
eksperimen (DoE) diatur oleh pilihan formulasi potensial dan preferensi eksipien. Keputusan
ini dibuat bersama dengan semua data praformulasi lain yang tersedia, karakteristik API, dan
preferensi pemasaran. Ini juga menentukan jenis eksipien farmasi yang dievaluasi. Misalnya,
studi kompatibilitas untuk formulasi cair dari senyawa yang tidak larut akan sangat berbeda
(misalnya, termasuk eksipien seperti surfaktan dan zat pensuspensi) dari penelitian dirancang
untuk senyawa yang sangat mudah larut
 Sistem dua komponen atau multikomponen
Studi kompatibilitas praformulasi proaktif secara tradisional dilakukan sebagai sistem
biner atau terner. Campuran biner obat dan farmasi umum eksipien seperti pengencer, atau
campuran terner obat, pengencer, dan eksipien digunakan dalam proporsi yang lebih rendah
seperti disintegran dan pelumas diinkubasi pada kondisi suhu dan kelembaban yang
dipercepat untuk waktu yang lama, menggunakan obat saja dan eksipien saja sebagai kontrol.
Gambar Pengaruh suhu dan kelembaban penyimpanan (dalam kondisi piring terbuka) pada
tingkat peroksida dalam povidone (tingkat awal 5 80ppm).

Modalitas khas pengujian kompatibilitas


a) pelaksanaan studi Berbagai tahap pengujian kompatibilitas disorot dalam bentuk
oval,dan keputusan serta variabel kunci yang terlibat dalam setiap tahap berada dalam
kotak persegi.

b) Berbagai tahap pengujian kompatibilitas disorot dalam bentuk oval,dan keputusan


serta variabel kunci yang terlibat dalam setiap tahap berada dalam kotak persegi.

kondisi suhu dan kelembaban yang dipercepat untuk waktu yang lama, menggunakan obat
saja dan eksipien saja sebagai kontrol. Kondisi yang memberatkan tambahan, seperti cahaya
dan peroksida, dimasukkan dalam desain penelitian tergantung pada karakteristik molekul
obat. Ketidakcocokan secara fisik diidentifikasi dengan pengamatan visual untuk warna atau
perubahan bentuk fisik dan metode spektroskopi dan kalorimetri, dan secara kimia diukur
dengan uji analitik untuk kandungan obat dan kotoran
6.3.2.1.2 desain n-21 dan formulasi mini
Studi kompatibilitas sering ditujukan untuk memecahkan masalah stabilitas formulasi. Dalam
kasus seperti itu, studi dilakukan dengan mengecualikan hanya satu komponen di setiap
sublot untuk mengidentifikasi sumber ketidakcocokan. Seringkali, formulasi mini dibuat
dengan mengesampingkan bahan-bahan yang tidak kritis, secara kuantitatif kecil, atau mudah
dipertukarkan (misalnya, warna dan rasa dari larutan dan suspensi). Studi kompatibilitas
untuk pengembangan formulasi cair selalu merupakan studi miniformulasi karena
memerlukan evaluasi kelarutan dan stabilitas pH sebelumnya untuk menggunakan sistem
buffer yang sesuai dalam pengujian kompatibilitas dan formulasi basa.
6.3.2.2 Persiapan dan penyimpanan sampel
Persiapan sampel untuk studi kompatibilitas tergantung pada sifat fisik bahan dan
konseptualisasi formulasi akhir. Pemilihan rasio obat-ke-eksipien yang tepat untuk studi
kompatibilitas biner sering dilakukan berdasarkan berat atau molar dari penggunaan yang
diharapkan dalam formulasi akhir. Dengan tidak adanya dosis obat yang ditentukan, seperti
yang sering terjadi pada molekul baru pada tahap awal pengembangan, skenario terburuk dari
rasio obat terhadap eksipien terendah diuji. Rasio obat terhadap eksipien terendah diharapkan
memberikan tingkat kemungkinan interaksi obat eksipien tertinggi
6.3.2.2.1 Persiapan sampel
Desain campuran biner untuk sampel padat seringkali hanya melibatkan pencampuran
fisik. Perhatian harus diberikan pada penggunaan partikel halus dari kedua obat dan eksipien,
serta deagglomeration dari salah satu komponen, jika diperlukan. Seringkali, coscreening
melalui mesh digunakan untuk mempengaruhi pencampuran yang intim. Pemadatan
campuran obat-eksipien dilakukan dalam pengujian kompatibilitas keadaan padat.
Penggilingan dan pemadatan kristal dapat menyebabkan pembentukan keadaan amorf.
Tekanan proses seperti pemadatan, penggilingan, dan pengeringan juga dapat menyebabkan
pelepasan air terikat dari bahan aktif dan eksipien. Misalnya, penggilingan ditunjukkan untuk
mengeringkan air kristal teofilin
Eksperimen studi kompatibilitas cenderung padat karyakarena desainnya yang
lengkap. Otomasi studi kompatibilitas sering dilakukan selama tahap pengembangan awal. .
Blok reaktor, yang terdiri dari susunan sampel, dapat disiapkan menggunakan penangan
cairan otomatis dan dispenser bubuk seperti Autodose dan penangan cairan Gilson. Blok
dapat disimpan dalam kondisi stres yang berbeda. Penggunaan sistem otomatis meningkatkan
efisiensi dan memperluas ruang eksperimen, memungkinkan pelaksanaan eksperimen yang
lengkap dan kuat secara statistik, serta menghasilkan pengetahuan.
6.3.2.3. Analisis Sampel dan Interpretasi Data
Tes yang diinginkan untuk serangkaian studi kompatibilitas tertentu dan ukuran hasil
utama tidak hanya bergantung pada bentuk sediaan akhir yang dibayangkan dan konfigurasi
produk, tetapi juga pada data latar belakang yang tersedia pada studi kimia dan praformulasi
pada kandidat obat. Sebagian besar studi kompatibilitas mencakup pengamatan visual untuk
setiap perubahan warna, integritas kompak/tablet, dan deliquescence; dan analisis kimia
kuantitatif untuk memantau degradasi obat. Selain itu, perubahan bentuk aktif dipantau dalam
sampel eksipien terpilih.
6.3.2.3.1. Pemantauan Degradasi Obat
Pengamatan fisik sampel kompatibilitas yang ditekankan meliputi pengamatan
perubahan warna, bau, deliquescence, karakteristik aliran serbuk/kompak, dan karakteristik
lainnya. Pengawatan terhadap perubahan warna dapat dilakukan dengan menggunakan
spektroskopi UV-Vis. Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu perubahan keil pada
absorbansi tidak tampak berbeda secara signifikan dan degradan dapat mempertahankan
kromofor obat. Namun ketika perbedaan yang signifikan terlihat, pengamatan ini merupakan
indikator yang baik dari ketidakcocokan antar komponen.
Beberapa obat menunjukkan bukti perubahan warna sebagai indikasi ketidakstabilan,
ketidakcocokan, atau keduanya, termasuk promethazine, phenylephrine, potassium
clavulanate, cefuroxime axetil, dan terbinafine. Contoh umum adalah perubahan warna
(seringkali pencoklatan) formulasi yang mengandung amina primer atau sekunder dengan
gula pereduksi seperti laktosa. Hal ini terkait dengan reaksi Maillard, yang produk akhirnya
dapat mengalami penataan ulang Amadori untuk membentuk beberapa zat antara dan produk
akhir berwarna.
HPLC dengan deteksi UV sejauh ini merupakan metode yang paling umum digunakan
untuk mengukur degradasi obat dengan mengukur potensi obat, pengotor total, atau
pertumbuhan pengotor yang dipilih dari waktu ke waktu dan sebagai fungsi dari kondisi
penyimpanan.
Ektraksi sampel sangat penting diikuti dengan metode analisis yang baik. Masalah
keseimbangan massa dapat timbul baik karena ekstraksi yang buruk atau retensi produk
degradasi pada kolom atau karena pengurangan faktor respons produk degradasi. Saat
masalah trjadi, pelarut alternatif dan teknik agitasi harus digunakan. Untuk memasatikan
retensi kolom tidak terjadi, dapat digunakan sistem HPLC. Jika masalah keseimbangan massa
parah, faktor respons relatif obat dan pengotor dapat dinilai dengan mengambil rasio
absorbansi sampel terdegradasi dengan sampel awal (referensi) yang diukur dengan UV saja.
Rasio ini harus identik dengan rasio jumlah area total untuk sampel terdegradasi dan sampel
awal sebagaimana ditentukan oleh HPLC-UV.
6.3.2.3.2. Metode Termal
Stabilitas metode analisis HPLC mungkin tidak layak digunakan selama tahap awal
pengembangan obat. Metode termal untuk pengujian kompatibilitas mengandalkan perubahan
energi eksotermik atau endotermik dalam sampel. Teknik termal yang paling umum
diterapkan untuk studi kompatibilitas adalah DSC (Differential Scanning Calorimetry). Ini
melibatkan pemanasan atau mendinginkan sampel dengan cara yang terkontrol dan mengukur
panas yang dilepaskan atau diserap oleh sampel sebagai: suhu sampel dan standar referensi
sama-sama berubah dari waktu ke waktu.
Analisis DSC untuk evaluasi kompatibilitas melibatkan pencatatan termogram dari
eksipien, obat, dan campuran fisiknya pada tingkat pemansan standar, biasnaya di bawah
atmosfer nitrogen. Diperlukan kehati-hatian dalam menafsirkan hasil DSC untuk menentukan
kompatibilitas eskipien dan harus dalam hubungannya dengan aplikasi simultan dari metode
lain seperti spektroskopi inframerah (IR) dan IST.
IMC dapat mengukur peristiwa termodinamika dalam campuran bubuk pada kondisi
penyimpanan waktu nyata, sehingga berpotensi menunjukkan reaksi degradasi yang relevan
dalam studi stabilitas jangka panjang dari produk obat.
6.3.2.3.3. Pemantauan Perubahan Bentuk
Pemantauan ini menajdi penting jika bentuk metastabil diambil untuk
pengembangan atau jika ada data tentang stabilitas API (Active Pharmaceutical Ingredients)
yang menjamin pemantauan untuk perubahan bentuk. Beberapa teknik analisis yang dapat
digunakan dalam karakterisasi bentuk obat dalam keadaan padat yaitu, PXRD (Powder X-
Ray Diffraction), difraksi sinar-X kristal tunggal, spekroskopi IR dan Inframerah dekat,
Spektroskopi Raman, spektroskopi padat.
6.4. VARIABILITAS EKSIPIEN
Interaksi obat-eksipien dan eksipien-eksipien dalam bentuk sediaan dapat
mempengaruhi stabilitas secara signifikan dan biovailabilitas bahan obat atau API.
Beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengatasi variablilitas eksipien selama
pengembangan produk obat yaitu sebagai berikut:
1. Identifikasi eksipien kritis dalam produk obat yang diberikan
2. Pemahaman tentang dasar mekanistik peran fungsional eksipien kritis.
3. Identifikasi CMA dari eksipien yang mempengaruhi kinerja produk obat
4. Mengembangkan pemahaman tentang kisaran QA (Quality Assurance) eksipien yang
atau mungkin secara rutin ditemui selama pengembangan produk obat.
5. Membangun ruang desain produk obat atau strategi QbD (Qulity by Design) yang
menggabungkan perbedaan yang dapat diamati dalam QA (Quality Assurance)
eksipien
6.4.1. Identifikasi Eksipien Kritis
Eksipien yang digunakan dalam produk obat untuk membantu biovailabilitas,
stabilitas, atau kemampuan manufaktur suatu bentuk sediaan. Pada saat yang sama,
kekritisan eksipien biasanya dinilai sehubungan dengan pengaruh variabilitas atribut
eksipien pada QA yang berpusat pada pasien.

6.4.2. Memahami Dasar Mekanistik Peran Fungsional


Dasar mekanistik dan peran fungsional dapat lebih dipahami dengan
menggunakan eksipien dalam bentuk kelas fungsional yang sama, tetapi dengan perbedaan
sifat material yang terkontrol dan terdefinisi dengan baik. Satu set komprehensif
pemodelan dan studi eksperimental menunjukkan bahwa relevansi pengikatan eksipien
obat dengan bioavailabilitas obat tergantung pada dosis obat dan afinitas pengikatan.
6.4.3 Memahami kisaran variabilitas atribut eksipien
Pabrikan DP memiliki kontrol yang sangat kecil atas variabilitas intrinsik dalam satu
tingkat dari setiap eksipien dalam formulasi yang diberikan, karena sumber variabilitas ini
ditentukan oleh tingkat kontrol proses yang diterapkan oleh setiap vendor eksipien. Beberapa
eksipien biasanya digunakan selama desain formulasi, formulasi dan pengembangan proses,
peningkatan proses, dan pembuatan DP klinis, yang mengambil sampel kisaran variabilitas
tipikal yang diharapkan dalam atribut eksipien.
6.4.4 Menghasilkan atau memperoleh lot eksipien dengan kisaran MA yang diketahui
Menguji dampak variabilitas properti bahan eksipien untuk tiga eksipien umum pada
kinerja dan kemampuan manufaktur dari bentuk sediaan oral padat, granulasi kering, dan
pelepasan segera, Kesimpulannya yaitu bahwa meskipun variasi dalam , MA memiliki
dampak yang signifikan secara statistik pada MA dalam proses selama pembuatan DP, itu
tidak mempengaruhi CQA dari DP yang sudah jadi. Dua pendekatan disarankan ketika
keterbatasan tersebut membuat verifikasi eksperimental dampak variabilitas eksipien pada
DP CQA menantang:
• Menggunakan kadar atau pemasok eksipien yang berbeda yang akan mewakili variasi
yang lebih besar dalam MA yang dipilih daripada di dalam kadar, sehingga memenuhi
syarat sebagai skenario terburuk untuk MA yang dipilih
• Spiking atau menggunakan kondisi penyimpanan yang mengakibatkan modifikasi MA
yang sedang diselidiki
6.4.4.1 Kelas atau pemasok eksipien yang berbeda sebagai skenario terburuk
Sebuah peringatan dari pendekatan ini adalah bahwa kisaran variasi dalam MA yang
diperiksa mungkin cukup lebar untuk secara signifikan mempengaruhi DP CQA atau
kemampuan manufaktur ketika kisaran variabilitas yang secara rutin diharapkan dalam
tingkat eksipien mungkin tidak mempengaruhi DP CQA atau kemampuan manufaktur.
Misalnya, Alvarez-Lorenzo dkk. menggambarkan variabilitas interlot (yaitu, dua lot) dan
intersource (yaitu, dua pemasok) dalam sifat-sifat HPC dan implikasinya pada pelepasan obat
dari tablet matriks teofilin yang dapat mengembang. Parameter ini terlihat mempengaruhi laju
pelepasan obat dari tablet, dengan dampak variabilitas interlot lebih rendah daripada
variabilitas antar sumber. Pendekatan ini (variabilitas antar sumber atau antar kelas sebagai
skenario terburuk untuk variabilitas antar lot) umumnya lebih berharga untuk
mengesampingkan MA potensial sebagai CMA daripada mengidentifikasi MA tertentu
sebagai CMA.
6.4.4.2 Campuran berbagai tingkat eksipien
Pendekatan ini digunakan oleh L'Hore-Gaston et al., yang menyiapkan campuran
fisik dari tingkat yang berbeda dari eksipien polietilen oksida untuk mensimulasikan
viskositas produk di seluruh kisaran spesifikasi produk standar dari bahan target yang penulis
rencanakan untuk digunakan yang memiliki viskositas antara dua nilai ini. Untuk penelitian
ini, penulis telah mengidentifikasi MA untuk dipelajari (viskositas polimer dan distribusi
ukuran partikel), DP yang diinginkan (sistem matriks pelepasan yang diperpanjang), dan QA
produk sebagai tanggapan (kekuatan mekanik tablet dan pelarutan obat).
6.4.4.3 Spiking atau menggunakan kondisi penyimpanan untuk memodifikasi MAs
Bagian ini menjelaskan metodologi potensial untuk menguji pengaruh variabilitas
dalam pengotor eksipien pada stabilitas DP ketika eksipien dengan konsentrasi pengotor
reaktif yang berbeda tidak tersedia dari vendor. Pendekatan ini terdiri dari penyimpanan
eksipien dalam kondisi tertentu atau spiking eksipien dengan pengotor reaktif yang diketahui.
Misalnya, reaktif pengotor formil dalam PEG meningkat pada penyimpanan pada suhu
tinggi. Kotoran peroksida reaktif dalam povidone meningkat pada penyimpanan di bawah
kondisi RH rendah dan suhu tinggi. Dengan demikian, penyimpanan eksipien dalam kondisi
yang mengarah pada peningkatan pengotor reaktif yang diselidiki dapat berguna untuk
mempelajari secara eksperimental pengaruh pengotor reaktif dalam eksipien pada stabilitas
DP dengan cara yang terkontrol, menggunakan banyak eksipien yang sama yang disimpan
dalam kondisi berbeda.
6.4.5 Eksperimen terkontrol dengan rentang MA yang diketahui
Setelah banyak eksipien yang berbeda diperoleh dengan perbedaan MA yang
diminati, eksperimen dilakukan untuk menyelidiki dampak dari perbedaan MA yang
diketahui pada QA produk yang dipilih.
6.4.5.1 Perbandingan MA pada formulasi target dan parameter
Dalam kebanyakan kasus, efek perubahan MA dipelajari pada titik pusat komposisi
formulasi target dan parameter proses. Eksperimen ini berusaha untuk membandingkan
tanggapan karena potensi variabilitas lot-to-lot eksipien, lainnya konstan. Sambil menjaga
semua formulasi dan parameter proses lainnya konstan. Keterbatasan percobaan tersebut
adalah kurangnya informasi tentang implikasi interaksi variabilitas di lebih dari satu eksipien
atau interaksi variabilitas eksipien dengan parameter proses.. Dalam kasus tertentu,
eksperimen terfokus dilakukan untuk mempelajari dampak dua atau tiga variabel secara
bersamaan. Misalnya, pengaruh luas permukaan atau ukuran partikel MgSt dalam dua lot
yang berbeda dapat dipelajari secara bersamaan dengan jumlah putaran selama operasi
pencampuran pelumasan dalam desain faktorial penuh untuk mengidentifikasi interaksi
antara faktor formulasi (variabilitas lot-to-lot) dan faktor proses.
6.4.5.2 Studi statistik DoE yang menggabungkan MA dengan formulasi dan/atau parameter
Studi ini dilakukan pada dua beban obat yang berbeda. Memanfaatkan 3-7 lot dari
masing- masing 10 bahan, penulis membuat dan mengkarakterisasi 50 batch DP dalam studi
karakterisasi multivariat pertama. Karakterisasi multivariat lainnya dilakukan pada 30 batch,
3 dari masing-masing 10 komponen formulasi. Hasil penelitian ini dilakukan analisis
komponen utama untuk menentukan sifat-sifat utama. Analisis regresi digunakan untuk
mempelajari hubungan antara faktor desain dan dua respon DP yang dipilih (waktu hancur
rata-rata dan kekuatan penghancuran rata- rata). Studi DoE yang mencakup formulasi dan
variabel proses bersama dengan perbedaan atribut eksipien bisa relatif besar dan menuntut
dalam hal bahan, waktu, dan persyaratan usaha.
Eksipien tidak hanya berasal dari sumber yang beragam dan merupakan jenis bahan
yang beragam (cairan, padatan, semipadat, dan gas), tetapi juga digunakan dalam berbagai
bentuk sediaan dan rute pemberian. Penggunaan yang bervariasi menciptakan ekspektasi
kinerja yang berbeda untuk setiap eksipien. Spesifikasi kompendial untuk eksipien
difokuskan pada keamanan dan kemurnian. Artikel ini menyoroti pertimbangan praktis yang
berperan dalam desain strategi kontrol eksipien dan pilihan yang tersedia bagi ilmuwan
farmasi dalam memahami dan menggabungkan variabilitas atribut eksipien dalam desain dan
pengembangan formulasi DP.
6.4.5 Eksperimen terkontrol dengan rentang MA yang diketahui
Setelah banyak eksipien yang berbeda diperoleh dengan perbedaan MA yang
diminati, eksperimen dilakukan untuk menyelidiki dampak dari perbedaan MA yang
diketahui pada QA produk yang dipilih.
6.4.5.1 Perbandingan MA pada formulasi target dan parameter proses
Investigasi efek MA—dari satu atau lebih komponen formulasi—biasanya dilakukan
tanpa mempelajari interaksi dengan komposisi formulasi atau parameter proses. Dalam
kebanyakan kasus, efek perubahan MA dipelajari pada titik pusat komposisi formulasi target
dan parameter proses. Eksperimen ini berusaha untuk membandingkan tanggapan karena
potensi variabilitas lot-to-lot eksipien, sambil menjaga semua formulasi dan parameter proses
lainnya konstan.
6.4.5.2 Studi statistik DoE yang menggabungkan MA dengan formulasi dan/atau parameter
proses
Hasil penelitian ini dilakukan analisis komponen utama untuk menentukan sifat-sifat
utama. Desain Plackett-Burman diterapkan pada properti utama. Analisis regresi digunakan
untuk mempelajari hubungan antara faktor desain dan dua respon DP yang dipilih (waktu
hancur rata-rata dan kekuatan penghancuran ratarata). Desain studi statistik jenuh yang relatif
ramping memungkinkan penggambaran hanya efek utama. Studi ini memungkinkan penulis
untuk menghasilkan model karakterisasi multivariat untuk masing-masing efek utama yang
dipelajari dalam desain.
Studi DoE yang mencakup formulasi dan variabel proses bersama dengan perbedaan
atribut eksipien bisa relatif besar dan menuntut dalam hal bahan, waktu, dan persyaratan
usaha. Pada saat yang sama, penelitian ini juga cenderung terbatas dalam hal variabel yang
dapat diselidiki. Peneliti perlu memilih formulasi dan variabel proses yang paling relevan
untuk studi, serta eksipien dalam formulasi dan jangkauan variabel yang dapat dipelajari.
6.5 PENILAIAN RISIKO INKOMPATIBILITAS OBAT-EKSIPIEN DAN STRATEGI
MITIGASI
Interaksi obat-eksipien dapat memperumit dan membahayakan program
pengembangan atau kelangsungan hidup produk komersial. Banyak dari interaksi ini dapat
memakan waktu lama untuk terwujud dan tidak selalu diprediksi oleh stres dan studi
preformulasi. Namun, adalah mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya skenario
yang tidak diinginkan dan mahal dengan penilaian risiko yang cermat. Ini harus didasarkan
pada pengetahuan yang baik tentang jalur degradasi obat. Kesadaran yang baik tentang
reaktivitas eksipien berdasarkan pengetahuan tentang pengotor reaktif yang
memperhitungkan sifat, variabilitas, dan nasib pengotor ini adalah penting. Sebuah studi
kompatibilitas eksipien obat yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik berdasarkan sifat
API seperti reaktivitas dan bentuk padat, faktor lingkungan pH dan kelembaban, formulasi,
dan desain proses sangat penting. Identifikasi awal inkompatibilitas eksipien obat diikuti
dengan merancang DP yang dapat mentolerir variabilitas eksipien adalah pendekatan terbaik
untuk menghindari kejutan yang tidak diinginkan di akhir pengembangan dan komersialisasi
produk.
Ada beberapa strategi mitigasi yang dapat diadopsi berdasarkan kasus per kasus untuk
mengatasi dampak inkompatibilitas eksipien obat. Pengotor reaktif dalam eksipien dapat
berupa residu dari proses pembuatan eksipien atau produk degradasi eksipien dan sangat
sering, proses pembuatan yang digunakan oleh vendor eksipien merupakan rahasia dagang.
Selain itu, industri farmasi relatif merupakan basis pelanggan yang lebih kecil untuk eksipien
ini dibandingkan dengan industri makanan dan kosmetik, di mana permintaan tinggi dan
persyaratan ketat relatif rendah. Jadi kemampuan untuk mempengaruhi vendor eksipien untuk
memodifikasi proses manufaktur agar sesuai dengan kebutuhan produsen produk farmasi
terbatas membutuhkan interaksi yang kuat. Mengubah sumber eksipien adalah pilihan lain,
tetapi sering kali menantang. Jika memungkinkan, menghindari eksipien adalah pilihan
terbaik. Banyak kali itu bukan pilihan yang layak. Dalam situasi seperti itu, seseorang dapat
mengambil tindakan lain seperti memodifikasi formulir API, formulasi, dan proses
pembuatan tergantung di mana masalahnya berada. Ini bisa melalui penggunaan stabilisator,
pengubah pH yang mempengaruhi pH lingkungan mikro, bentuk padat obat, atau proses
formulasi, hanya untuk menyebutkan beberapa. Memodifikasi kemasan dan kondisi
penyimpanan tanpa memodifikasi formulasi adalah pilihan lain. Misalnya, pengering seperti
silika gel dapat dikemas bersama dengan bentuk sediaan.
Ketika perubahan pada formulasi dan pengemasan tidak dapat dilakukan, menetapkan
kriteria penerimaan untuk bahan yang masuk adalah pendekatan lain karena tidak masuk akal
untuk mengharapkan batasan yang sesuai untuk memenuhi persyaratan spesifik produk. Hal
ini dapat dilakukan dengan memahami bagaimana perubahan tingkat pengotor reaktif
mempengaruhi stabilitas DP. Ada tantangan untuk ini juga — misalnya, mendapatkan sampel
eksipien dengan berbagai tingkat pengotor dari vendor tidaklah mudah. Metode analisis
pengotor tingkat jejak ini merupakan tantangan lain. Akhirnya, ada pertimbangan biaya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
 Eksipien adalah bahan inert farmakologis yang ditambahkan dengan sengaja ke
produk obat untuk berbagai peran fungsional, seperti untuk meningkatkan volume
atau ukuran bentuk sediaan, disintegrasi bentuk sediaan padat, pengikatan partikulat,
pelumasan selama pemrosesan, penyembunyian rasa, atau modifikasi pelepasan obat.
Eksipien yang diperoleh dari berbagai kelas kimia dapat diproduksi dengan berbagai
proses manufaktur baik dalam mode batch atau kontinyu, dan bisa bersumber secara
sintetis atau dari produk alami. Eksipien juga dapat memiliki banyak fungsi dalam
bentuk sediaan. Fungsi-fungsi ini didasarkan pada atribut fisik dan kimia dari eksipien
yang memberikan fungsionalitas khusus untuk bentuk sediaan dan aplikasi.
inkompatibilitas dapat didefinisikan sebagai interaksi obat yang tidak diinginkan
dengan satu atau lebih komponen formulasi yang mengakibatkan perubahan sifat
fisik, kimia, mikrobiologi, atau terapeutik dari dosis.
 Studi kompatibilitas eksipien dilakukan terutama untuk memprediksi potensi
inkompatibilitas fisikokimia obat dalam akhir. Studi-studi ini juga memberikan
pembenaran untuk pemilihan eksipien dan konsentrasinya dalam formulasi seperti
yang dipersyaratkan dalam pengajuan peraturan. Studi kompatibilitas eksipien sering
dianggap rutin dan rumit. Namun, studi ini penting dalam proses pengembangan
obat, karena pengetahuan yang diperoleh dari studi kompatibilitas eksipien
digunakan untuk memilih komponen bentuk sediaan
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.
Dwijayanti, Sharly, Sylvi Irawati dan Eko Setiawan. 2016. Profil Kompatibilitas Sediaan
Obat Intravena dengan Pelarut pada Pasien Intensive Care Unit. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia. Vol. 5 No. 2: 84-97.
Maharani, Vivin, et. al. 2013. Organizational Citizenship Behavior Role in Mediating the
Effect of Transformational Leadership, Job Satisfaction on Employee Performance:
Studies in PT Bank Syariah Mandiri Malang East Java. International Journal of
Business and Management; Vol. 8, No. 17; 2013.
Narang, A.S. (2017). Developing Solid Oral Dosage Forms || Excipient Compatibility and
Functionality. , (), 151–179. doi:10.1016/B978-0-12-802447-8.00006-6 
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan Oleh Soewandhi, S.N.,
Edisi V, 173, 179, 202-208, 577-578, 607-608, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai