Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH SIFAT KIMIA DAN FISIKA OBAT SERTA EFEK

FARMAKOLOGI GUGUS SPESIFIK OBAT

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Farmasi
Dosen Pengampu :
Ratna Kumala Dewi, M.Pd.

Oleh Kelompok 11 :

1. Revika Dwi Ariyanti (12212183011)


2. Rizkhy Ananda C.P. (12212183014)
3. Dewi fitriyah Wulandari (12212183015)
4. Vida Amalia Fitriani (12212183024)

JURUSAN TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
JUNI 2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulisan makalah Kimia Industri dengan judul “Pengaruh Sifat Kimia
dan Fisika Obat serta Efek Farmakologi Gugus Spesifik Obat ” dapat terselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju sinar ilahi dengan perantara
agama islam.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis mengucapkan rasa
hormat dan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Matukhin, M.Ag, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengennyam pendidikan.
2. Dra. Umy Zahroh, M.Kes, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Tadris Kimia yang telah
memberikan kemudahan dalam menempuh perkuliahan.
3. Ratna Kumala Dewi, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Kimia Farmasi yang
telah memberikan materi pendukung, masukan serta bimbingan dalam menyelesaikan
makalah ini.
4. Teman-teman Tadris Kimia 6A dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis


miliki sangat terbatas sehingga penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 14 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................3
C. Tujuan Pembahasan Masalah .....................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika, dan Aktivitas Biologis Obat ....................... 4
B. Efek Farmakologi Gugus Spesifik .............................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................................................28
B. Saran .......................................................................................................................... 29

LATIHAN SOAL .................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan
produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Farmasi pada dasarnya merupakan sistem
pengetahaun (ilmu, teknologi dan sosial budaya) yang mengupayakan dan
menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam mendalami,
memperluas, menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam arti dan
dampak obat yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat pada manusia dan hewan.
Untuk menumbuhkan kompetensi dalam sistem pengetahuan seperti diuraikan di atas,
farmasi menyaring dan menyerap pengetahuan yang relevan dari ilmu biologi, kimia, fisika,
matematika, perilaku dan teknologi; pengetahuan ini dikaji, diuji, diorganisir,
ditransformasi dan diterapkan. Sebagian besar kompetensi farmasi ini diterjemahkan
menjadi produk yang dikelola dan didistribusikan secara profesional bagi yang
membutuhkannya.
Dalam dunia farmasi terdapat sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktivitas
biologis obat oleh karena dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses
interaksi obat-reseptor. Beberapa sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan
aktivitas biologis antara lain adalah ionisasi, pementukan kelat, potensial redoks dan
tegangan permukaan. Adanya gugus spesifik tidak berarti bahwa molekul akan mempunyai
aktivitas biologis karena aktivitas ini bergantung pada molekul secara keseluruhan. Guhus
kimia yang ada dalam obat adalah penting dikarenakan dapat menyatakan aksi biologis
tertentu disebabkan aktivitas kimia atau aspek stereokimianya. Selain itu dapat dengan
cepat mengubah intensitas aksi biologis tertentu sehingga akibat dari efek karakteristiknya.
Ionisasi dan aktivitas biologis sangat penting dalam hubungannya dengan proses
penembusan obat ke dalam membran biologis dan interaksi obat reseptor. Untuk dapat
menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi
ada pula yang aktif adalah bentuk onnya seperti obat yang aktif dalam bentuk tidak
terionisasi dan obat yang aktif dalam bentuk ion. Ligan mempunyai afinitas yang besar
terhadap ion logam, sehingga dapat menurunkan kadar ion logam yang toksik dalam
jaringan dengan membentuk kelat yang mudah larut dan kemudian diekskresikan melalui
ginjal. Ligan-ligan yang digunakan untuk antidotum keracunan logam berat atau untuk
pengobatan yang lain, dapat menimbulkan toksisitas cukup besar, karena meningkat logam

1
lain yang justru di perlukan untuk fungsi fisiologis normal. Reaksi redoks adalah
perpindahan elektron dari satu atom ke atom molekul yang lain. Tiap reaksi pada organisme
hidup terjadi pada potensi redoks optimum, dengan kisaran bevariasi, sehingga
diperkirakan bahwa potensi redoks senyawa tertentu berhubungan dengan aktivitas
biologisnya. Hubungan potensial redoks dengan aktivitas biologis secara umum hanya
terjadi pada senyawa dengan struktur dan sifat fisik yang hampir sama. Surfaktan adalah
suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan molekul pada permukaan larutan, dapa
menurunkan tegangan permukaan. Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian berbeda yaitu
bagian yang bersifat hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau non polar, sehingga
dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.
Karakter gugus spesifik tidak berarti bahwa molekul akan mempunyai aktivitas
biologis karena aktivitas ini bergantung pada molekul secara keseluruhan. Gugus kimia
yang ada dalam obat adalah penting dikarenakan dapat menyatakan aksi biologis tertentu
disebabkan aktivitas kimia atau aspek stereokimianya. Selain itu dapat dengan cepat
mengubah intensitas aksi biologis tertentu sehingga akibat dari efek karakteristiknya.
Kebanyakan zat kimia yang masuk ke dalam organisme mengalami proses metabolisme di
mana strukturnya dapat sangat berubah. Modifikasi ini dapat mengaktifkan atau
menonaktifkan obat. Agar bagian yang aktif ini dapat mencapai bagian atau sisi di mana
harus bereaksi diperlukan gugus pembawa yang sesuai yaitu melalui prinsip-prinsip
aplikasi latenisasi (pemantapan) obat yang sederhana. Latenisasi obat yang esensial
dilakukan dengan mengubah senyawa melalui modifikasi secara kimia ke dalam bentuk
pembawa yang inaktif dan setelah penyerangan secara enzimatis akan dilepaskan obat yang
aktif. Latenisasi obat jangan dikelirukan dengan formulasi struktur formulasi farmasetik
(tanpa mengubah struktur). Karena resistensi atau kepekaan gugus terhadap aksi enzimatis,
maka gugus-gugus tertentu yang ada akan dimasukkan atau disubstansi ke dalam obat dapat
memperpanjang atau menegatifkan suatu aksi obat tersebut tergantung apakah obat tersebut
menuju aktivasi/inaktivasi.
Sifat kimia dan fisika serta efek farmakologi gugus spesifik obat sangat menarik
untuk dipelajari agar wawasan kita mengenai dunia kesehatan semakin luas dan untuk
mengetahui bagaimana cara kerja obat dalam tubuh manusia serta peranannya bagi
kehidupan. Makalah berjudul “Pengaruh Sifat Kimia dan Fisika Obat serta Efek
Farmakologi Gugus Spesifik Obat ” ini disusun untuk menjelaskan tentang sifat dan
efeknya secara global.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek kimia dan fisika obat serta aktivitas obat ?
2. Bagaimana efek farmakologi gugus spesifik ?

C. Tujuan Pembahasan Masalah


1. Mengetahui aspek kimia dan fisika obat serta aktivitas obat.
2. Mengetahui efek farmakologi gugus spesifik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika dan Aktivitas Biologis Obat

Sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat oleh karena dapat
mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi obat-reseptor. Beberapa
sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan aktivitas biologis antara lain adalah
ionisasi, pementukan kelat, potensial redoks dan tegangan permukaan.

1. Ionisasi dan Aktivitas Biologis


Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke
dalam membran biologis dan interaksi obat reseptor. Untuk dapat menimbulkan
aktivitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula
yang aktif adalah bentuk ionnya.
a. Obat Yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi
Sebagian besar obat yang bersifat asam atau basa lemah, bentuk tidak
terionisasinya dapat memberikan efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila bekerja
obat terjadi di membran sel atau didalam sel. Contohnya fenobarbital, turunan asam
barbiturat yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat menembus
sawar darah otak dan menimbulkan efek penekan fungsi sitem saraf pusat dan
pernapasan.

Gambar 1. Fenobarbital
Sumber: http://kampuengkami.blogspot.com/2016/05/fenobarbital.html

Obat modern sebagian besar bersifat elektrolit lemah, yaitu asam atau basa
lemah, dan derajat ionisasi atau bentuk ionisasi dan tidak terionisasinya ditentukan
oleh nilai pKa dan suasana pH lingkungan. Hubungan antara pKa dengan fraksi

4
obat terionisasi dan yang tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam atau basa
lemah, dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hasselbech, sebagai berikut:
Untuk asam lemah: pKa = pH + log Cu/Ci
Untuk basa lemah : pKa = pH + log Ci/Cu
Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien
partisi obat. Garam dari asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya mudah
diabsorpsi oleh saluran cerna, dan aktivitas biologis sesuai dengan kadar obat bebas
yang terdapat dalam cairan tubuh.
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi
bertambah besar, bentuk tak terionisasi bertambah kecil, sehingga jumlah obat
yang menembus membran biologis semakin kecil. Akibatnya, kemungkinan obat
untuk berinteraksi dengan reseptor semakin renda aktivitas biologisnya semakin
menurun.
Pada obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi
bertambah kecil, bentuk tak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat
yang menembus membran biologis bertambah besar pula. Akibatya, kemungkinan
obat untuk beriteraksi dengan reseptor bertambah besar dan aktivitas biologisnya
semakin meningkat.
Perubahan pH juga berpengaruh terhadap kereaktifan gugus asam atau basa
pada permukaan sel atau dalam sel mikroorganisme. Pada titik isoelektrik, kation
dan anion potensial molekul protein sel, misal gugus amino dan karboksilat pada
alanin, selalu terdapat dalam bentuk ion Zwitter.
Dengan bertingkatnya pH atu bertambah basa media, kadar anion sel akn
bertambah besar sehingga meningkatkan aktivitas obat yang bersifat kation aktif.
Sebaliknya, dengan menurunnya pH atau ertambah asam media, kadaar kation sel
akan menjadi lebih besar, sehingga meningkatkan afinitas obat anion aktif.
b. Obat Yang Aktif dalam Bentuk Ion
Beberapa senyawa obat menunjukkan aktivitas biologis yang makin
meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk ion
senyawa obat umumnya sulit menenbus membran biologis, sehingga diduga
senyawa obat dengan tipe ini memberikan efek biologisnya diluar sel.
Bell dan Roblin (1942), memberikan postulat bahwa aktivitas antibakteri
sulfonamida mencapai maksimum bila mempunyai nilai pKa 6-8. Pada pKa
tersebut sulfonamida terionisasi kurang lebih 50%. Pada pKa 3-5, sulfonamida

5
terionisasi sempurna, dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membran
sehingga aktivitas antibakterinya rendah.
Bila kadar ion kurang lebih sma dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8) ,
aktivitas antibaterinya akan maksimal. Pada pKa 9-11, penurunan pKa meningkat
jumlah sulfonamida yang terionisasi, jumlah senyawa yang menembus membran
kecil, sehingga aktivitas antibakterinya rendah.
Menurut Cowles (1942), sulfonamida menembus membran sel bakteri dalam
bentuk tidak terionisasinya, dan sudah mencapai reseptor yang bekerja adalah
bentuk ion. Contoh obat yang aktif dalam bentuk ion antara lain adalah turunan
akridin dan turunan amonium kuarterner.

2. Pembentukan Kelat dan Aktvitas Biologis


Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang
mengandung gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu struktur
cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk kelat antara lain adalah gugus amin
primer, sekunder dan tersier, oksim, imin, imin tersubtitusi, tioeter, keto, tioketo,
hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfonat dan sulfonat.
Contoh kelat dalam sistem biologis:
a. Kelat yang mengandung logam Fe. Contohnya enzim forfirin, enzim non forfirin,
dan molekul transfer oksigen.
b. Kelat yang mengandung logam Cu. Contohnya enzim oksidasi.
c. Kelat yang mengandung logam Mg. Contohya beberapa enzim proteolitik,
fosfatase, dan karboksilase.
d. Kelat yang mengandung logam Mn. Contohnya oksaloasetat dekarboksilase,
arginase, dan prolidase.
e. Kelat yang mengandung logam Zn. Contohnya insulin, karbonik anhidrase dan
laktat dehidrogenase.
f. Kelat yang mengandung logam Co. Cotohnya vit. B12 dan enzim karboksi
peptidase.
Beberapa contoh kelat yang digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu,
contohnya:
a. Siplatin, cis-dikloroetilendiaminplatimum (II) merupakan senyawa kompleks
turunan Pt yang digunnakan ssebagai oabat antikanker. Isomer trans tidak
menunjukkan aktivitas. Mekanisme kerjanya dengan membentuk liga rekatif,

6
kemudian Pt membentuk crosslink diantara atom N dari dua guanosin ADN,
sehingga terjadi hambatan sintesis ADN sel kanker. Siplatin mempunyai kelarutan
dalam air sangat kecil, sehingga transportasi ke jaringan tumor relatif rendah, oleh
karena itu kemudian di kembangkan turunannya karboplatin yang menunjukkan
keefektifan sama dengan siplatin, dengan distribusi ke jaringan tumor yang lebih
baik.
b. Kompleks tembaga, dengan masa molekul yang rendah banyak digunakan untuk
pengobatan penyakit rematik artritis dan antiradang.
Ligan adalah senyawa yang dapat memebentuk struktur cincin dengan ion
logam karena mengandung atom yang bersifat elektron donor seperti N, S, dan O.
Struktur cincin yang umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin dengan
jumlah atom 5 dan 6.
Contoh ligan dalam sistem biologis:
a. Asam amino protein, seperti glisin, sistein, histidin, histamin, dan asam glutamat.
b. Vitamin, seperti riboflavin dan asam folat.
c. Basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin.
d. Asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat.
Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam, sehingga dapat
menurunkan kadar ion logam yang toksik dalam jaringan dengan membentuk kelat
yang mudah larut dan kemudian diekskresikan melalui ginjal. Punggunaan ligan dalam
bidang bidang farmakologi antara lain adalah:
a. Membunuh mikroorganisme parasit, dengan cara membentuk kelat dengan logam
esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel (aksi bakterisida, fungisida, dan
virisida).
b. Mnghilangkan logam yang tidak diinginkan atau yang membahayakan organisme
hidup (antidotum keracunan logam).
c. Studi fungsi logam dan metaloenzim pada media biologis.
Ligan-ligan yang digunakan untuk antidotum keracunan logam berat atau untuk
pengobatan yang lain, dapat menimbulkan toksisitas cukup besar, karena meningkat
logam lain yang justru di perlukan untuk fungsi fisiologis normal. Oleh karena itu
penggunaan ligan harus dipilih seselektif mugkin.

7
Contohnya seperti:
a. Tiasetazon, difenilditiokarbazon, oksin, dan aloksan dapat menimbulkan penyakit
diabetes melitus karena obat dapat membentuk kelat dengan Zn pada sel β-
pankreas sehingga menghambat produksi insulin.
b. Hidralazi ( Apresolin) oabt penurun tekana darah, menimbulkan efek samping
anemia karena dapat membentuk kelat dengan Fe darah.

Gambar 2. Hidralazi
Sumber: https://tajdearobpharma.com/product/hydralazine-25-mg-tablets/

Gambar 3. Apresolin
Sumber:https://prescriptiongiant.com/product/apresoline-generic-hydralazine/
c. Dimerkaprol dan isoniazid cenderung menimbulkan efek seperti antihistamin,
diduga karena membentuk kelat dengan logam cu yang befungsi sebagai
katalisator enzim perusak histamin ( histaminase).

8
Gambar 4. Dimerkaprol
Sumber: https://www.flickr.com/photos/157522141@N05/41430767761

Gambar 5. Isoniazid
Sumber: https://aladokter.com/obat/isoniazid/

3. Potensial Redoks dan Aktivitas Biologis


Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk
memberi dan menerima elektron. Hubungan kadar oksidator dan reduktor di tunjukkan
oleh persamaan Nernst sebagai berikut:
Eh = E0 – 0,06/n x log (Oksidator) / (reduktor)

Keterangan :

Eh = potensial redoks yang di ukur

E0 = potensial redoks baru

n = jumlah elektron yang berpindah

0,06 = tetapan termodinamika pemindahan 1 elektron (30℃).

9
Reaksi redoks adalah perpindahan elektron dari satu atom ke atom molekul yang
lain. Tiap reaksi pada organisme hidup terjadi pada potensi redoks optimum, dengan
kisaran bevariasi, sehingga diperkirakan bahwa potensi redoks senyawa tertentu
berhubungan dengan aktivitas biologisnya. Hubungan potensial redoks dengan
aktivitas biologis secara umum hanya terjadi pada senyawa dengan struktur dan sifat
fisik yang hampir sama.

4. Aktivitas permukaan dan aktivitas biologis


Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan molekul
pada permukaan larutan, dapa menurunkan tegangan permukaan. Struktur surfaktan
terdiri dari dua bagian berbeda yaitu bagian yang bersifat hidrofilik atau polar dan
bagian lipofilik atau non polar, sehingga dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.
Bila surfaktan dimasukkan ke air maka permukaan akan teratur sedemikian rupa
sehingga bagian non polar, misal rantai hidrokarbon, berorientasi ke fasa uap, sedang
bagian polar misal gugus-gugs COOH, OH, NH2 dan NO2berorientasi pada fasa air.
Bila surfaktan dimasukkan ke dalam campuran pelarut polar dan non polar,
maka pada batas cairan polar dan non polar, bagian non polar berorientasi ke pelarit
non polar , sedang gugus polar berorientasi ke pelarut polar. Pada orientasi ini terlibat
ikan Van der Waal’s, ikatan hidrogen dan ikatan ion-dipol.
Berdasarkan sifat gugus yang di kandungnya, surfaktan dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu:

a. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif, dan dapat
berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat, tau fosfat.
b. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan positif, dan dapat
berupa gugus amonium kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium, da
iodonium.
c. Surfaktan non ionik
Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus hidrofil dan lipofil
yang lemah sehingga larut atau dapat terdispersi dalam air, biasanya adalah gugus
polioksietileneter dan poliester alkohol.
d. Surfaktan amfoterik

10
Surfaktan amfoterik mengandung dua gugus hidrofil yang bermuatan positif
(kationik) dan negatif (anionik).

Aktivitas surfaktan terhadap absopsi obat tergantung pada:

a. Kadar surfaktan
b. Struktur kimia surfaktan
c. Efek surfaktan terhadap membran biologis
d. Efek farmakologis surfaktan
e. Adanya interaksi surfaktan dengan bahan-bahan pembawa atau bahan obat.

Surfaktan mempunyai aktivitas yang nyata terhadap permeabilitas membran sel


bakteri. Surfaktan denga aktivitas ringan diabsorpsi satu lapis pada permukaan membran
sel bakteri sehingga menghalangi absorpsi bahan-bahan yang dibutuhkan oleh mebran
sel.
Surfaktan dengan aktivitas kuat, dapat mengubah struktur dan fungsi membran,
menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel bakteri menjadi rusak
dan lisis. Surfaktan pada umumnya tidak berguna secara in vivo karena mudah absorpsi
oleh protein dan menyebabkan ketidakteraturan sel serta hemolisis sel darah merah.
Surfaktan hanya terbatas untuk pemakaian setempat yaitu untuk desinfektan kulit dan
sterilisasi alat-alat.

B. Efek Farmakologi Gugus-gugus Spesifik Obat


1. Karakter Gugus Spesifik
Adanya gugus spesifik tidak berarti bahwa molekul akan mempunyai aktivitas
biologis karena aktivitas ini bergantung pada molekul secara keseluruhan. Gugus kimia
yang ada dalam obat adalah penting dikarenakan dapat menyatakan aksi biologis
tertentu disebabkan aktivitas kimia atau aspek stereokimianya. Selain itu dapat dengan
cepat mengubah intensitas aksi biologis tertentu sehingga akibat dari efek
karakteristiknya.
Untuk mendapatkan aktivitas biologis yang maksimal, maka aktivitas kimia
harus berada dalam tingkat batas-batas tertentu. Di satu pihak, jika terlalu banyak gugus
yang aktif yaitu gugus-gugus yang mudah bereaksi dengan kostituen sel (bagian dari
sel) dapat mencegah obat mencapai sisi/bagian di mana dia harus bereaksi. Di lain pihak
gugus-gugus yang relatif tidak aktif, dapat memberi aktivitas biologis yang tak berarti

11
dari obat induknya (parent drug), seperti gugus sulfa, pada sulfanomida. Oleh karena
itu, aktivitas biologis menuntut aktivitas kimia yang cepat dan juga sifat-sifat fisika
kimia yang optimal juga. Dengan cara memilih modifikasi secara struktural dari
senyawa induk atau (parent drug) maka beberapa peneliti berusaha melakukan
pencarian obat-obat baru.
Ariens membedakan ada dua gugus spesifik yaitu kemofungsional (yaitu, gugus
yang menyatakan tugasnya dengan mengikat obat pada reseptor melalui berbagai
kekuatan ikatan) dan gugus-gugus biofungsional (gugus yang bertanggung jawab atas
aktivitas biologis). Dalam gugus fungsional, harus dibedakan antara bagian yang
esensial mendasar dan bagian non-esensial. Bagian yang esensial dituntut memiliki
spesifitas struktur yang tinggi karena menghasilkan farmakologis. Oleh karena itu,
bagian-bagian ini gugus esensial tidak terlibat dalam komples antara obat dan reseptor
sehingga variabilitas yang besar dalam struktur kimianya. Ariens (1996)
mengklasifikasikan gugus-gugus biofungsional yaitu:
a. Gugus Pembawa
Kebanyakan zat kimia yang masuk ke dalam organisme mengalami proses
metabolisme di mana strukturnya dapat sangat berubah. Modifikasi ini dapat
mengaktifkan atau menonaktifkan obat. Agar bagian yang aktif ini dapat mencapai
bagian atau sisi di mana harus bereaksi diperlukan gugus pembawa yang sesuai
yaitu melalui prinsip-prinsip aplikasi latenisasi (pemantapan) obat yang sederhana.
Latenisasi obat yang esensial dilakukan dengan mengubah senyawa melalui
modifikasi secara kimia ke dalam bentuk pembawa yang inaktif dan setelah
penyerangan secara enzimatis akan dilepaskan obat yang aktif. Latenisasi obat
jangan dikelirukan dengan formulasi struktur formulasi farmasetik (tanpa
mengubah struktur).
Contohnya, prontosil rubrum, walau menjadi sulfanilamid yang dikenal sebagai
pembawa antibakteri, senyawa ini adalah inaktif secara in vivo sebagai akibat efek
gugus pembawanya. Tapi in vivo melalui aksi enzimatis dari azoreduktase akan
dilepaskan sulfanilamid yang merupakan bagian yang aktif.

Gambar 6. Contoh Gugus Pembawa Pada Protonsil Rubrum

12
Berdasarkan hasil fungsi fisiologis gugus pembawa dibagi atas empat gugus yaitu:
1) Gugus Pembawa Terbatas
Gugus pembawa terbatas merupakan gugus yang besar dapat mencegah
diteruskannya obat melalui membran sel. Gugus yang terionisasi ialah
penembusan obat berkurang/dicegah melalui hambaran lipid (lipid barrier).
Gugus yang lipofilik yang kuat cenderung menyebabkan obat terakumulasi
dalam kompartemen yang bersifat lipofilik. Contoh suksinil- sulfathiazole
mempunyai gugus pembawa anionik dan sangat sukar diabsorpsi dan
aktivitasnya terbatas pada intestin.
2) Gugus Pembawa Terseleksi
Gugus pembawa terseleksi adalah gugus yang dapat membantu jalannya
spesifik untuk distribusi obat. Misalnya asam amino, gula, steroid, derivat purin,
yang ditransportasikan secara aktif dan karena itu senyawa-senyawa ini sering
digunakan terutama sebagai pembawa senyawa pengalkilasi
3) Gugus Pembawa Terikat
Gugus pembawa terikat adalah gugus yang dapat terikat pada sisa
molekul obat sedemikian kuatnya sehingga dapat melepas bagian aktifnya
setelah mengalami efek induksi. Contoh : urasil.
4) Gugus Pembawa Tersedia
Gugus pembawa tersedia adalah gugus yang telah memainkan peran
sebagai pembawa kemudian dibuang dengan membebaskan bagian aktif melalui
bioaktifvasi. Contoh : pada protonsil rubrum.
Gugus pembawa dipandang dari sudut farmasetika (Borchardt et al, 2012):
a) Untuk memodifikadi lamanya aksi obat.
b) Diharapakan dapat teriokalisasi dalam sel atau obat yang dituju agar
menyerang secara langsung pada sel yang diserang dengan senyawa aktif
terutama dengan senyawa klinis yang besar. Perbedaan antara bermacam
efek yang mungkin dari suatu senyawa hingga diperoleh spesifias klinis
yang besar.
c) Untuk mengatasi kesukaran yang dijumpai selama formulasi farmasetik.
d) Untuk memodifikasi transportasi dan distribusi obat dalam tubuh.
e) Untuk mengurangi/menurunkan toksisitas senyawa tertentu.
Karena adanya pengetahuan kimia dari enzim yang bertanggung jawab
atas aktivitas dan inaktivitas obat-obat tertentu, latenisasi biasanya diperoleh

13
secara empiris. Telah terbukti bahwa sifat gugus pembawa tidak hanya akan
mengurangi absorpsi dan distribusi bentuk inaktif saja, tetapi juga pelepasan
obat aktif melalui penyerapan secara enzimatis.
Berikut ini penampilan beberapa obat yang aktif secara skematis dan
bentuk transport yang dimungkinkan.
Tabel 1. Bentuk Aktif dan Inaktif Beberapa Gugus Fungsi

a) Modifikasi Lamanya Aksi Obat


Modifikasi obat berhubungan dengan aksi yang diperpanjang/
diperpendek. Biasanya diinginkan agar obat mempunyai aksi yang
diperpanjang seperti antibiotik dan sering diperlukan untuk memperoleh
konsentrasi yang tinggi dan harus dipertahankan dalam darah.
Ada beberapa cara yang diinginkan untuk memperpanjang aksi obat
yaitu sebagai berikut:
1) Esterifikasi
Terutama untuk golongan steroid, seperti androgen, estrogen, dan
glukokortikoid. Dan juga antibiotik tertentu seperti eritromisin,
eleanodimisin.
2) Pembentukan Kompleks
Misalnya kompleksasi protamine-insulin, vit B12-Asam zink-tannat,
amfetamintannat.

14
3) Pembentukan Garam
Banyak zat aktif yang dibentuk dalam bentuk garamnya untuk
meningkatkan kelarutan zat aktif tersebut sebagai sediaannya. Usaha para
penliti molekul nasional turunan kurkumin, telah meneliti bahwa garam
kalium dari pentagamavunon dapat meningkatkan ketersediaan hayatinya
dalam darah. Contoh lainnya garam penisilin, prokain-penisilin dan
Benzyl-Penicillin-Potassiium.
4) Perubahan Senyawa-senyawa Tak Jenuh Menjadi Senyawa-senyawa Jenuh
Misalnya pada prednison dan prednisolon. Sebaliknya, bila ingin
memperpendek lamanya kerja obat maka dapat menggantikan gugus kimia
yang stabil dengan yang labil. Contohnya Cl dari klorpropamida denga
gugus metil menjadi tulbutamid. Karena gugus metil yang labil, maka
gugus ini secara teroksidasi menjadi gugus karboksilat dan memberi suatu
produk inaktif.
b) Lokalisasi Obat
Lokalisasi obat dapat dilakukan di dalam senyawa dengan toksisitas
yang tinggi tetapi dengan efek terapeutik yang menguntungkan dalam sel-sel
yang sakit. Namun masalahnya adalah sulit memasukkan gugus pembawa ke
dalam obat yang akan mengantarkan obat tersebut ke sel-sel dan sebagai hasil
enzimatis akan melepaskannya dekat sisi-sisi reseptor, di mana akan
dilancarkannya efeknya ditempat itu, sebagai contoh senyawa sitoktosik
(antikanker) seperti pada siklofosfamid dan melfalan di mana sebagai pembawa
adalah siklofosfomida ester dan fenilalani alanin dan juga agen
pengkelat/senyawa pembentuk kelat, seperti pada derivate 8-hidroksi kinon di
mana sebagai pembawa adalah asam glukuronat.
c) Tambahan pada Formulasi Farmasetik
Modifikasi struktur dari obat-obat yang telah dikenal digunakan sebagai
tambahan formulasi farmasetika dengan tujuan memperoleh latenisasi obat.
Contohnya untuk menutupi rasa pahit dari kloramfenikol dan ditemukan bahan
kloramfenikol palmiat ya g tidak berasa, tetapi in vitro melepaskan gugus
aktifnya yaitu gugus kloramfenikol basa. Demikian juga untuk memperoleh
senyawa yang larut dalam air, digunakan ester kloramfenikol suksinat di mana
dalam tubuh derivate ini akan terokhidroksida menghasilkan monosuksinat dan
kloramfenikol basa yang bebas.

15
d) Regulasi Transportasi
Beberapa contoh dari latenisasi (pemantapan) obat di mana efisiensi
akan tinggi, karema gugus pembawa dimasukkan ke dalam regulasi transport
dan penembusan obat di dalam badan. Salah satu contoh adalah kondensasi dari
antituberkulosis INH oleh tiosemikarbazon tertentu dengan amilum atau
polisakarida yang telah dioksidasi oleh periksoda. Dengan cara pendekatan
yang sama, telah digunakan dalam pembuatan kompleks dekstron-besi,
kompleks molekuler-sennasida, kompleks peptida-vit B12, garam-garam
antibiotika, streptomisin, neomisin, viomisin, streptotrisin.
e) Pengurangan Toksisitas dan Efek Samping
Beberapa obat yang diperoleh melalui penggunaan gugus pembawa
yang sesuai pada senyawa-senyawa biologis aktif yang terlalu toksik atau
mempunyai efek samping yang terlalu serius. Sulfonasi dari 3-naftilamin yang
karsinogenik diubah ke bentuk produk yang tidak berbahaya.
Demikian juga untuk kloralhidrat, walaupun suatu hipnotik yang sangat
efektif,penggunaannya terbatas karena bau dan rasa yang tak enak, juga dapat
menyebabkan iritasi pada gastrointestinal, dengan cara membentuk kompleks
dari 2 molekul kloralhidrat menjadi diklorofenazon, maka sifat-sifat yang
merugikan tersebut dapat dihilangkan.
Asam para amino salisilat (PAS) digunakan sebagai obat TBC tapi
hasilnya kurang baik karena dapat mengiritasi saluran ekresi. Dengan membuat
kompleks PAS-paratolil ester, maka mempunyai aktivitas yang rendah dan
tidak berasa. Asetilisasi sebagai gugus pembawa juga dapat dilakukan guna
menurunkan toksisitas senyawa (Musfirohet al., 2015). Musfiroh et al. (2015)
memodifikasi asam asiatat dengan mensubstitusi gugus OH dengan asetil
dengan harapan toksisitas dari asam asiatat menurun.

b. Gugus yang Mudah Terusik


Karena resistensi atau kepekaan gugus terhadap aksi enzimatis, maka gugus-
gugus tertentu yang ada akan dimasukkan atau disubstansi ke dalam obat dapat
memperpanjang atau menegatifkan suatu aksi obat tersebut tergantung apakah obat
tersebut menuju aktivasi/inaktivasi. Gugus-gugus ini meliputi rangkaian ester,
rangkaian peptida tertentu dalam polipeptida dan rantai alkil dengan OH terminal
dan gugus NH2+. Eliminasi dan staniling gugus-gugus yang mudah terusik:

16
Gambar 7. Contoh Gugus Stabil Dan Tidak Stabil
Dengan tujuan menstabilkan gugus-gugus yang mudah terusik, ahli kimia
medisinal menstabilkan efek sterik dari gugus alkil, demikian pula pemasukan metil
berdekatan dengan ester dari asetilkolin dimasukkan senyawa-senyawa dengan
resistensi yang besar terhadap hidrolisis oleh asetilkolinesterase.
Dengan memasukkan gugus yang mudah terusik ke dalam lidokain seperti
gugus -COO- antara cincin aromatik dan salah satu dari gugus metil yang terikat
pada cincin, maka akan diperoleh suatu senyawa yang mempunyai aksi yang jauh
lebih besar pendek daripada lidokain.
c. Gugus Kritis dan Nonkritis
Gugus kritis adalah gugus yang terlibat dalam kompleks obat reseptor, gugus
nonkritis adalah gugus yang tidak berinteraksi dengan reseptor, akibatnya mereka
sangat peka terhadap struktur yang bervariasi dan memengaruhi sifat-sifat fisiko-
kimia dari obat maupun distribusinya di badan. Contoh: gugus yang bersifat asam
dari antikolinergik ester adalah gugus yang esensial, tetapi gugus kolin tidak karena
dieliminasi tanpa mengakibatkan hilangnya aktivasi dan antikolinergik esternya.
d. Gugus Bioisoterik
Gugus isoterik dan bioisosterik sangat penting di dalam farmakologi molekuler,
terutama dalam merancang obat baru melalui metode variasi atau modifikasi
molekuler. Lang Vis mendefinisikan bahwa isoterik sebagai senyawa-senyawa atau
gugus-gugus dari atom yang mempunyai jumlah dan susunan elektron yang sama,
contoh: N2, dan CO2, N20 dan CO2+ N3 dan NCO. Isoterik terkarateristik oleh sifat-
sifat fisika yang sama dengan mengenalkan titik perpindahan hidrida, dalam tahun
1925 Erimm memperluas konsep isoterik. Penambahan atom H dengan elektronnya

17
pada atom lain menghasilkan apa yang disebut pseudoatom yang mempunyai
beberapa sifat fisika yang sama. Kemudian di mana lapisan Elenmeyer
mendefinisikan kembali bahwa isosterik sebagai atom, sebagai ion, atau sebagai
mol, dimana lapisan elektron di permukaan dapat dianggapnidentik atau sama.

Tabel 2. Urutan Isoster pada Beberapa Gugus


Garam Hibrida Perpindahan isoster yang diperluas
Tabel e- 6 7 8 9 10 11
C N O F Ne Na
CO NH OH FH -
CH2 CH2 NH2 OH2 FH2+
CH3 NH2 CH3+
CH4 NH4+

Tabel 3. Atom dan Gugus dari Atom dengan Jumlah yang Sama dari
Elektron Permukaan
Elektron pada permukaan 4 5 6 7 8
N+ P S Cl ClH
P+ As Sb Br BrH
S+ Sb Te I IH
AS+ - PH SH SH2
Sb+ - - PH2 PH3

Gugus-gugus dengan kongigurasi sterik dan elektron yang sama dianggap sebagai
isoster di samping elektrin-elektron yang terlibat, contoh:
Karboksilat -COO-
Sulfanamida -SO2NR
Keton -CO-
Sulfon -SO2
Clor -Cl
triflorometil -CF3

18
Sebagai contoh adalah senyawa antihistamin mempunyai struktur umum,
sebagai berikut :

Dengan menerapkan konsep isosterisme yang luas dalam farmakologi


molekuler, Friedman memperkenalkan terminal “bioisoster", yaitu senyawa-
senyawa yang cocok dengan definisi yang paling luas dari isoster dan mempunyai
tipe aktivitas biologis yang sama dan kadang-kadang bersifat antagonis. Oleh
karena itu, dalam arti yang luas dari terminal isoster dapat diterapkan pada gugus
yang mempunyai kesamaan kulit yang sama di mana kerapatan elektronnya yang
tinggi atau yang rendah dalam molekul yang besar dan bentuk yang sama.
Ada dua tipe isoster, yaitu:
1) Isoster Klasik
Berdasarkan hukum dari Erlenmeyer bahwa pemindahan hidrida dari
setiap kelompok unsur-unsur pada tabel periodik adalah ekuivalen (sama).
Tabel 4. Isoster Klasik
Monovalentis Bivalents Trivalents Tetravelents Annular
atoms Equivalent
F,OH, NH2, -O- -Na= -C= -CH=C
CH3
Cl, SH, PH3 -S- -P= =N+= -S-
Br -Se- -As= =P+= -O-
I -Te- -Sb= =AS+= -NH-
-CH= =Sb+=
2) Isoster Nonklasik
Dalam molekul tertentu yang memberikan susunan sterik dan
konfigurasi elektronik yang mirip senyawa induknya, misalkan: pasangan
isoster H dan F, OCO dan –SO2, -SO2NH dan -PO (OH)NH walaupun tidak
mungkin untuk mencapai isoterisme murni, pada dasarnya isoterisme dan
bioisosterisme secara luas digunakan untuk modifikasi struktur dari senyawa
yang biologis aktif. Substansi menghasilkan tidak hanya produk yang aksinya
identik dengan senyawa yang diambil sebagai model, tapi dapat juga merupakan
suatu antagonis.

19
Contoh:
Aminopirin dan isosternya memberikan aktivitas antipiretik kurang lebih sama:

Gambar 8. Amonipirin dan isosternya

Asetil dan karbakol menjadi muskarinik:

Gambar 9. Asetil dan Karbakol

2-fenilalanin merupakan antagonis dari fenilalanin:

Gambar 10. 2-fenilalanin dan fenilalanin

5-bromourasil antagonis dari fenilalanin:

Gambar 11. 5-bromourasil

Contoh lain dari bioisoster adalah penggantian gugus metoksi dengan urutan
bioisoster

Gambar 12. Struktur Propanol

20
Contoh lain terdapat pada sultropide yang merupakan obat antipsikolitik

Gambar 13. Struktur Sultopride

e. Gugus Haptoforik dan Farmakoporik


Gugus haptotorik adalah gugus yang membantu obat ke reseptor, gugus
farmakoforik adalah gugus yang bertanggung jawab atas aksi biologis. Gugus
difenil metil dan disiklik adalah gugus hiptotonik dalam bermacam-macam obat,
misal pada CTM merupakan difenil. Diphenhydramin adalah difenil metil. Berbagai
aksi yang diberikan oleh beberapa obat disebabkan oleh adanya gugus haptotorik 2
gugus farmakoforik yang mampu membentuk kompleks dengan mekanisme dan
tipe reseptor yang berbeda. Hal ini terdapat pada beberapa derivat sulfonate yang
dapat memberikan aktivitas yang bermacam-macam.

Tabel 5. Aktivitas Farmaklogi Senyawa Turunan Sulfoniurea


Zat antidiabetes bakteriostatik Penghambat saluretic
anhidrasekarbonat
Tolbutamida +++ - - -

Carbutamida +++ ++ - -

Sulfadiazine - +++ - -

21
Sulfanilamida - ++ ++ -

Carzenida - - +++ -

Chlorothiazida - - ++ +++

2. Efek Elektronik dari Gugus-gugus Spesifik


Gugus gugus kimia tertentu mempunyai efek-efek elektronik yang penting yaitu
efek induktif dan efek konjugatif. Efek induktif/elektrostatik dihasilkan dari
pergeseran elektronik melalui ikatan sigma yang disebabkan penarikan elektron yang
dilakukan oleh gugus-gugus tertentu disebabkan adanya sifat elektronegativitas. Efek
konjugatif/efek resonansi adalah hasil delokalisasi yang lain yaitu efek halogenasi,
banyak digunakan untuk sistem obat/senyawa yang telah diketahui.
a. Efek Elektroklinik
Beberapa contoh efek ini yang memberikan aktivitas biologis dari senyawa-
senyawa tertentu ditemukan dalam beberapa seri senyawa aromatik karena efek ini
dengan mudah dipindahkan melalui sistem terkonjugasi. Senyawa alkilasi dapat
menurunkan persentase hidrolisis sebagai akibat efek induksi dari halogen dan akan
mengakibatkan penurunan aktivitas biologis senyawa yang dihasilkan.

22
Tabel 6. Efek Elektronik Dari Alkilasi Pada Aktivitas
Senyawa Hidrolisis (%) Aktivitas
Biologi
100 +

20 +

9 -

<1 -

b. Penghambatan oleh Halogen


Pada proses detoksifikasi cincin aromatik terjadi karena adanya hidroksilasi dan
kemudian atom terkonjugasi dengan asam glukuronat. Dengan adanya halogen pada
posisi para dari cincin aromatik pada beberapa obat akan mencegah proses ini
terjadi. Obat-obat antikonvulsan misalnya yang terdapat pada fenobarbital dan
mengandung Cl pada P- dari fenil mempunyai aksi penghalangan yang kurang
daripada senyawa induksinya. Pergantian gas CH3, oleh CI pada tolbutomid akan
menaikkan tanya dari 5-7 jam menjadi 33 jam.
c. Efek Khusus yang Disebabkan oleh Adanya F
Fluor adalah halogen yang paling elektronegatif. Oksigen kekuatan asam
triflouro asetat sama dengan asam mineral yang mudah terdisosiasi. Lebih-lebih
karena jam-jam atom hampir sama dengan H, maka F tidak jauh berbeda dengan H,
bila dibandingkan dengan halogen lainnya. Ini menjelaskan betapa mudahnya mol-
mol antimetabolit yang terflouronisasi dapat mengganti metabolit normal pada
tingkatan molekul. Tidak demikian halnya dengan senyawa yang terklorinasi,
terbrominasi, atau teriodinasi. Hal ini disebabkan oleh elektron pada kulit P dari

23
halogen kecuali F, akibat eksitasi elektron tersebut ke dalam orbital. Resonansi ini
terjadi karena ada elektron n yang melepaskan elektron. Hal ini terlihat pada
ortofenol dan para phenol, o-anilin dan p-anilin. Fluor tidak mempunyai sifat-sifat
ini karena tidak mempunyai d-orbital, di mana kongigurasi elektronnya sebagai
berikut:
1s1 2s2 2px2 2py2 2pz
Akibatnya P-fluorofenol keasamanya sedikit kurang dari fenol sendiri,
sedangkan p-halogenansi fenol lainnya jauh lebih besar keasamannya.

Tabel 7. Konstanta Disosiasi Dari P-Halogenasi Fenol


Fenol 0,32
p-fluorofenol 0,26
p-khlorofenol 1,32
p-bromofenol 1.52
p-iodofenol 2,19

Tabel 8. Ikatan antara C dengan F, lebih kuat dari pada ikatan


C-H, C-Cl, C-Br, C-I
Ikatan Jarak Kekuatan ikatan
(kkal/mol)
C-H 1,14 93
C-F 1.90 114
C-Cl 1.74 72
C-Br 1,90 59
C-I 1,12 45

Gugus C-F, banyak digunakan dalam obat, dengan adanya efek induksi negatif
yang besar, dan adanya hiperkonjugasi maka ikatan C-F sangat memengaruhi sifat-
sifat biokimia, terutama terhadap stabilitas yang besar pada proses metabolik.
Senyawa CI-CH-CH-SCH, -CH-CH,Cl adalah racun, sedangkan derivat
klorinasinya tidak berbahaya. Meskipun pada reaksi CF, tidak diserang, mol yang
tersisa dapat mengalami degradasi, volume yang kurang dari asam flour tidak
mengganggu interaksi dengan reseptor karena alasan ini, beberapa sint biokimia

24
menggunakan HF-asetat sebagai pengganti asam asetat. Dengan melihat stabilitas
dan F, volume yang kurang dari F dan adanya senyawa sifat elektronegativitas yang
besar, maka dimasukkannya halogen ini dalam senyawa farmakodin. Contoh obat
yang terfluorinasi adalah golongan anestetika, antibolik, golongan diuretik dan
saluretik, golongan konvulsan dan antikonvulsan, obat relaksasi otot, obat
psikoterapeutik dan anti-emetik, steroida, neuroeptik, antihistamin, antiviral, dan
antifungi. Efek substitusi gugus klorin pada senyawa kuersetin juga terlihat pada
peningkatan aktivitas anti-ulser dan anti-oksidan dari senyawa tersebut. Masuknya
gugus klorin pada posisi 6 dan 8 menjadi 6-klorokuersetin dan 6,8-diklorokuersetin
memiliki aktivitas anti-oksidan lebih tinggi dari senyawa induknya kuersetin.
d. Efek Gugus Alkil
Senyawa-senyawa organik yang memacu sifat-sifat fisika misalnya kelarutan,
difusi, tegangan permukaan yang pada umumnya gugus alkil. Memengaruhi
aktivitas biologis, misalnya pada antiseptik, fungisida, bakteriosida dari golongan
fenolik dan anestetika. Gugus CH, gugus ini adalah tipe utama sterik dan elektronik,
efek sterik ada dua yaitu yang berhubungan dengan larutan berair, yaitu punya
pengaruh terhadap solvabilitas, hidrokovalen, kompleksasi dan yang membutuhkan
permukaan yang komplementer dengan tujuan mengikat pa da reseptor dan enzim.

3. Pentingnya Persaingan Elekrostatik dan Sterik antara Obat dan Reseptor


Pemahaman tentang interaksi nonkovalen pada kompleks ligan-ligan reseptor
sangat penting untuk memahami mekanisme kerja obat serta untuk mendesain obat
secara rasional. Bagian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang faktor fisik
dan kimia yang berkontribusi paling signifikan terhadap kekuatan interaksi obat
reseptor. Bagian pertama terdiri dari deskripsi fisik pengaruh pertandingan elektrostatik
dan sterik pada berbagai jenis interaksi non ikatan obat reseptor. Bagian kedua
memberikan interpretasi ke arah kimia, berkonsentrasi pada kekuatan intrinsik dari
kontribusi gugus fungsional untuk afinitas obat reseptor.
Pada dasarnya, ikatan obat reseptor tergantung pada dua faktor, yang pertama
adalah persaingan elektrostatik antara obat dan reseptor, yang merupakan fungsi paling
utama dalam densitas elektron. Kedua adalah persaingan sterik antara obat dan reseptor,
terutama tergantung pada konfirmasi.
Ketika ligan dan reseptor yang cukup dekat, ligan dapat bergerak mendekati
hingga masuk ke sisi aktif reseptor. Ini mungkin pertama-tama dimediasi oleh interaksi

25
elektrostatik antara ligan dan reseptor yang berjarak jauh dan kemudian diperkuat
dengan ikatan hidrogen yang berjarak pendek dan interaksi Van Deer Waals. Ikatan
disertai dengan perubahan konformasi mulai dari pergeseran sederhana dari beberapa
atom untuk gerakan seluruh domain makromolekul. Saat ligan adalah obat, aktivitas
biologisnya secara langsung berkaitan dengan afinitas untuk reseptor yaitu stabilitas
kompleks obat reseptor.
a. Interaksi Elektrostatik
Interaksi elektrostatik merupakan jaringan yang menghasilkan bentuk unik antara
serangan inti positif dan serangan elektron negatif pada dua molekul. Interaksi unik
dari elektrostatik ini berperan pada tiga ikatan yang utama yaitu interaksi muatan-
muatan, muatan-dipol, dan dipol-dipol.
1. Interaksi Muatan-muatan Ikatan Ionik
Interaksi muatan-muatan antara sistem biologis dan obat terjadi jika terdapat
gugus-gugus fungsi yang bermuatan dalam biomakromolekul dan obat pada pH
fisiologis. Lingkungan kationik disediakan oleh protonasi gugus fungsi seperti
asam amino rantai samping lisin, arginin, dan histidin yang memiliki gugus
kationik. Di sisi lain, gugus asam seperti rantai samping asam karboksilat dari
asam glutamat dan asam aspartat, yang terdeprotonasinya untuk memberikan
gugus anionik.
2. Muatan Dipol dan Interaksi Dipol-dipol
Perbedaan yang pokok antara interaksi ion dan dipol berhubungan dengan
ketergantungan mereka pada perbedaan dan orientasi. Untuk interaksi muatan
dipol, kekuatan muatan tergantung pada perbandingan besarnya jarak
sedangkan untuk interaksi dipol-dipol mengurangi jarak yang memisahkan
dipol.
b. Interaksi Induktif
Bentuk kompleks reseptor obat sering kali disertai oleh interaksi intramolekul dan/
atau redistribusi intramolekul dari muatan. Intramolekul menyebabkan redistribusi
ini berpolarisasi, sedangkan redistribusi dari muatan antara dua molekul diuraikan
sebagai interaksi transfer muatan.
Kekuatan interaksi bergantung pada momen dipol molekul pertama dan
polarisabilitas kedua. Itu berarti ketika molekul elektron menyumbangkan (atau
gugus) datang ke dalam kontak dengan molekul penarik elektron (atau kelompok),
donor dapat mentransfer beberapa muatan untuk akseptor, membentuk suatu

26
charger-transfer secara kompleks. Dalam kasus redistribusi intramolekul muatan-
muatan, ini akan disebut sebagai polarisasi terinduksi, sedangkan redistribusi
muatan antara dua molekul digambarkan sebagai interaksi muatan-transfer.

4. Peran Entropi
a. Interaksi Hidrofobik
Pada kekuatan Van Der Waals, interaksi hidrofobik merupakan kelemahan
tersendiri (0,1 sampai 1,2 kj mol-1 untuk setiap kuadrat angstrom yang diperoleh
dari permukaan karbon), tetapi total ikatan hidrofobik pada interaksi obat reseptor
merupakan hal yang sangat pokok. Demikian juga halnya, seluruh kekuatan
interaksi hidrofobik antara dua molekul sangat bergantung pada kualitas efek sterik
antara dua molekul. Hal ini tidak cukup untuk menghilangkan semua gangguan dari
solven antarfase, ancaman yang besar bila entropi harus berperan pada setiap yang
terjebak pada molekul air.
b. Perputaran dan Translasi Entropi
Di sini juga terdapat entropi yang digabungkan dengan tiga rotasi dan tiga tingkat
translasi yang dibebaskan dari molekul obat dengan reseptor. Ketika ini digantikan
oleh enam tingkat vibrasi dari kompleks yang dibebaskan, perubahan entropi yang
dihasilkan akan tergantung pada interaksi ikatan pada senyawa kompleks. Untuk
interaksi ligan protein yang khas diperkirakan adanya perubahan dalam energi
bebas yang melibatkan berkurangnya entropi pada ikatan yang berjarak 12 kj mol-1
untuk interaksi yang lemah sampai 60 kj mol-1 untuk ikatan kompleks yang sangat
rapat.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat oleh karena dapat
mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi obat-reseptor.
Beberapa sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan aktivitas biologis antara
lain adalah ionisasi, pementukan kelat, potensial redoks dan tegangan permukaan
seperti: 1) Ionisasi dan aktivitas biologis dimana ionisasi sangat penting dalam
hubungannya dengan proses penembusan obat ke dalam membran biologis dan
interaksi obat reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis, pada umumnya
obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
2) Pembentukan kelat dan aktivitas biologis, kelat yang merupakan senyawa yang
dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang mengandung gugus elektron donor dengan
ion logam, membentuk suatu struktur cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat
membentuk kelat antara lain adalah gugus amin primer, sekunder dan tersier, oksim,
imin, imin tersubtitusi, tioeter, keto, tioketo, hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfonat
dan sulfonat. 3) Potensial Redoks dan aktivitas biologis, potensial redoks merupakan
ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk memberi dan menerima elektron. 4)
Aktivitas permukaan dan aktivitas biologis, surfaktan adalah suatu senyawa yang
karena orientasi dan pengaturan molekul pada permukaan larutan, dapa menurunkan
tegangan permukaan. Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian berbeda yaitu bagian
yang bersifat hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau non polar, sehingga
dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.
2. Efek farmakologi gugus spesifik terdiri dari beberapa aspek yaitu: 1) Karakteristik
gugus spesifik, adanya gugus spesifik tidak berarti bahwa molekul akan mempunyai
aktivitas biologis karena aktivitas ini bergantung pada molekul secara keseluruhan.
Guhus kimia yang ada dalam obat adalah penting dikarenakan dapat menyatakan aksi
biologis tertentu disebabkan aktivitas kimia atau aspek stereokimianya. Selain itu
dapat dengan cepat mengubah intensitas aksi biologis tertentu sehingga akibat dari efek
karakteristiknya. 2) Efek elektronik dari gugus-gugus spesifik, gugus kimia tertentu
mempunyai efek-efek elektronik yang penting yaitu efek induktif dan efek konjugatif.
Efek induktif/elektrostatik dihasilkan dari pergeseran elektronik melalui ikatan sigma
yang disebabkan penarikan elektron yang dilakukan oleh gugus-gugus tertentu

28
disebabkan adanya sifat elektronegativitas. Efek konjugatif/efek resonansi adalah hasil
delokalisasi yang lain yaitu efek halogenasi, banyak digunakan untuk sistem
obat/senyawa yang telah diketahui. 3) Pentingnya persaingan elekrostatik dan Sterik,
pada dasarnya, ikatan obat reseptor tergantung pada dua faktor, yang pertama adalah
persaingan elektrostatik antara obat dan reseptor, yang merupakan fungsi paling utama
dalam densitas elektron. Kedua adalah persaingan sterik antara obat dan reseptor,
terutama tergantung pada konfirmasi. 4) Peran Entropi yaitu Interaksi hidrofobik
merupakan kelemahan tersendiri (0,1 sampai 1,2 kj mol-1 untuk setiap kuadrat
angstrom yang diperoleh dari permukaan karbon), tetapi total ikatan hidrofobik pada
interaksi obat reseptor merupakan hal yang sangat pokok, serta perputaran dan translasi
entropi di sini juga terdapat entropi yang digabungkan dengan tiga rotasi dan tiga
tingkat translasi yang dibebaskan dari molekul obat dengan reseptor.

B. Saran
Dari penjelasan di atas mengenai pengaruh sifat kimia dan fisika obat serta efek
farmakologi gugus spesifik, diharapkan :
1. Mengetahui interaksi yang sering terjadi antara suatu molekul obat dengan reseptor
biologisnya, sehingga dapat mengetahui obat yang harus dikonsumsi tanpa
menimbulkan efek samping bagi tubuh.
2. Dapat merancang suatu obat untuk memperoleh suatu obat baru dengan aktivitas yang
lebih besar, toksisitas dan efek samping lebih kecil, lebih selektif, lebih nyaman
digunakan, serta lebih ekonomis yang memperhatikan sifat kimia dan fisika dan
aktivitas dari obat yang dibuat.
3. Meskipun bukan merupakan materi kajian yang baru, hendaknya kita terutama orang-
orang ataupun mahasiswa dalam bidang kimia ikut berperan aktif dalam
pengembangan obat dengan efek farmakologi gugus spesifik.

29
LATIHAN SOAL
1. Apa yang kalian ketahui tentang obat yang aktif dalam bentuk terionisasi dan obat yang
aktif dalam bentuk ion?
2. Sebutkan dan jelaskan empat kelompok surfaktan!
3. Bagaimana karakter gugus spesifik?
4. Bagaimana cara untuk memperpanjang aksi obat?
5. Jelaskan pentingnya persaingan elektrostatik dan sterik antara obat dan reseptor!

30
DAFTAR PUSTAKA

Apotekers. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktivitas Biologis Obat.
http://www.apotekers.com/2016/12/hubungan-aktivitas-obat.html. diakses pada
tanggal 11 juni 2021, pukul 20.35 WIB
Aznam, Nurfina. (2011). Diktat Kuliah Kimia Farmasi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Cantika, Harpolia. (2016). Kimia Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Indijah, Sujati Woro dan Purnama Fajri. (2016). Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Lemke, Thomas L. (2012). Review of Organic Functional Groups: Introduction to Medicinal
Organic Chemistry Fifth Edition. China: Lippincott Williams & Wilkins
Muctaridi. (2018). Kimia Medisinal: Dasar-dasar Dalam Perencanaan Obat Edisi Pertama.
Jakarta: Prenadamedia Grup
Nuryati. (2017). Rekam Medis dan Informasi Kesehatan: Farmakologi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Rolland. (2017). Pengantar Kimia Medisinal. Malang: CV. Seribu Bintang
Siswodiharjo, Siswandono. (2016) . Kimia Medisinal 1 Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press. Hal. 207-221.

Thomas, Gareth. (2007). Medicinal Chemistry: An Introduction. England: John Wiley & Sons
Ltd

31

Anda mungkin juga menyukai