Anda di halaman 1dari 13

ACARA V

ANALISIS KUALITATIF SENYAWA FASE PADAT DAN CAIR DENGAN


MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER INFRA MERAH

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui teknik pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan
cair.
b. Untuk menganalisis secara kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair
menggunakan spektrofotometer infra merah.
2. Waktu Praktikum
Selasa, 5 November 2019
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah
sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan
pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar pemikiran
dari Spektrofotometer FTIR adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean
Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis. FTIR
dikembangkan dalam rangka untuk mengatasi keterbatasan yang dihadapi dengan
instrumen dispersif . Kesulitan utama adalah proses scanning lambat. Sebuah metode
untuk mengukur semua frekuensi infra merah secara bersamaan, bukan secara individual.
Sebuah solusi dikembangkan dengan menggunakan perangkat optik yang sangat
sederhana disebut interferometer. Interferometer menghasilkan jenis yang unik dari sinyal
yang memiliki semua frekuensi infra merah " dikodekan " ke dalamnya (Sembiring, dkk,
2019: 74-75).
Instrumen FTIR digunakan untuk mengetahui jenis gugus fungsi dalam material
yang didasarkan pada perubahan momen dipolnya. Setiap ikatan molekul mempunyai
gerak vibrasi yang berbeda. Oleh karena itu, karakterisasi menggunakan FTIR dapat
mengidentifikasi gugus fungsi senyawa dengan membandingkan antara spektrum material
hasil sintesis dengan spektrum material standar. Spektrum FTIR suatu material
ditampilkan dalam bentuk kurva dengan sumbu x adalah bilangan gelombang (cm-1 ) dan
sumbu y adalah transmitan (%) (Kurniawati dan Ediati, 2016).
Spektra infra merah menunjukkan serapan yang dihubungkan dengan sistem
vibrasi yang berinteraksi di dalam molekul. Sistem vibrasi setiap molekul mempunyai
karakteristik yang unik sehingga pada spektrum juga memberikan pita-pita serapan yang
karakteristik. Letak pita dalam spektrum infra merah disajikan sebagai bilangan
gelombang dengan satuan cm-1. Hal ini dikarenakan bilangan gelombang secara langsung
berbanding lurus dengan energi vibrasi. Daerah infra merah terletak antara spektrum
elektromagnetik cahaya visible dan spektrum radio, yakni antara 4000-400 cm-1
(Sastrohamidjojo, 2007: 73).
Prinsip kerja spektrofotometer infra merah adalah fotometri. Sinar darisumber
sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar
yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempatsampel. Sinar yang
ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahanintensitas sinar
menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang ini diubahmenjadi sinyal oleh
detektor, diperkuat oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyaldigital. Pada sistem optik
FTIR, radiasi laser diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi
inframerah diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik (Khopkar, 2008 : 111).
Fourier Transform Infrared Spectrometer (FTIR) merupakan karakterisasi yang
memberikan informasi ikatan antara unsur dalam sampel berdasarkan daerah panjang
gelombang inframerah. Wilayah panjang gelombang infra merah yang dihasilkan dari
instrumen FTIR dapat mengidentifkasi senyawa urea dan hidroksiapatit. Interaksi antara
urea dengan hidroksiapatit diperlihatkan pada hasil karakterisasi FTIR. Spektrum yang
dihasilkan dari sampel hidoksiapatit tunggal tanpa urea memperlihatkan spektrum yang
dihasilkan dari sampel Urea-hidoksiapatit pada berbedaan variasi Ca(OH)2. Spektrum
FTIR yang mengidentifikasikan ikatan urea yaitu C=O, N-H dan C-N sedangkan ikatan
hidroksiapatit yaitu OH- , CO3 2- dan PO4 3- . Setiap sampel memiliki ikatan yang cukup
baik antara urea dan hidroksiapatit. Urea-hidroksiapatit variasi Ca(OH)2 8 gram dan urea-
hidroksiapatit variasi Ca(OH)2 12 gram memperlihatkan ikatan urea yang baik dengan
adanya identifikasi C=O, N-H dan C-N. Kondisi sedikit berbeda terjadi pada urea-
hidroksiapatit variasi Ca(OH)2 10 gram yang identifikasi memiliki intensitas ikatan C-N
rendah. Intensitas pada hasil karakterisasi FTIR memberikan informasi banyaknya unsur
dengan ikatan yang sama. Semakin tajamnya spektrum intensitas FTIR memberikan
informasi semakin banyaknya unsur yang memiliki homogenitas ikatan tersebut (Hadi,
dkk, 2019).
Pengukuran FTIR dilakukan menggunakan spektrometer serapan FTIR (Model
TENSOR27, Bruker, Jerman). Sampel (1 ± 0,005 mg) ditumbuk dengan KBr (500mg)
selama 2 menit dan ditekan ke dalam pelet dalam cetakan yang dievakuasi di bawah
tekanan 10 MPa selama 2 menit. Spektra FTIR direkam dengan 120 pindaian pada
resolusi 4 cm − 1. Pelet dikeringkan di bawah vakum dengan P2O5 selama 48 jam untuk
meminimalkan air dalam spectrum (Wang, dkk, 2018).
Untuk pelet encer KBr, KBr dianggap transparan dengan sinar infra merah.
Faktanya, KBr tidak sepenuhnya transparan terhadap sinar infra merah, terutama ketika
terpapar di udara. Transparansi KBr akan berkurang setelah uap air teradsorpsi atau
karbon dioksida. KBr tidak sepenuhnya transparan untuk radiasi inframerah-dekat dan
inframerah-menengah dan akan dengan mudah menyerap uap air dan karbon dioksida dari
atmosfer. Transparansi praktis dari KBr dapat diungkapkan dengan konduksi yang
terpisah pada tes transmitansi FTIR (Zhang, dkk, 2018).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat-alat Praktikum
a. Cetakan pellet
b. Instrumen FT-IR
c. Mortar dari batuan onyx
d. Penggerus dari batuan onyx
e. Pompa press
f. Sel sampel cair
g. Sel sampel padat
h. Sendok
i. Syringe
j. Stopwatch
2. Bahan-bahanPraktikum
a. Sampel padat
b. Serbuk kalium bromida (KBr)
D. SKEMA KERJA
1. Untuk Zat Padat/Pembuatan Pellet
Padatan X

 Dimasukkan ke dalam mortar


 + KBr dengan perbandingan 1: 99
 Digerus
 Dimasukkan ke dalam cetakan pellet
 Dikompres dengan pompa press
sampai pellet terlihat transparan
 Pellet dianalisis dengan FTIR
Hasil

2. Untuk Zat Cair


Padatan Y

 Diinjeksikan ke dalam sel


 Dianalisis dengan FTIR

Hasil

D. HASIL PENGAMATAN
1. Gambar Alat FTIR
a. Alat FTIR
b. Kompresor (Handpress)

`
c. Sendok KBr

d. Sendok Sampel

e. Cetakan Pellet
f. Dudukan cetakan pellet

g. Mortar dan Penggerus dari Batuan Onyx

h. Serbuk KBr

i. Sampel
2. Untuk Zat Padat

F. ANALISIS DATA
1. Analisis Gugus Fungsi pada Sampel Padat
Keterangan :
 Panjang gelombang 3500-2500 cm-1menunjukan gugus O-H pada peak yang broad
(melebar) sebagai monomer asam karboksilat.
 Panjang gelombang 1600-1450cm-1menunjukan adanya ikatan C=C dengan
absorpsi medium sampai kuat.
 Panjang gelombang 1500 – 1000 menunjukan adanya ikatan C – H pada peak
yang tajam.
 Panjang gelombang 1600-1500 cm-1 menunjukan adanya ikatan C-C pada senyawa
Aromatik dengan absorpsi medium.
 Panjang gelombang di sebelah kiri 3000 cm-1 menunjukan adanya ikatan C-H pada
alkena yang tumpang tindih dengan peak ikatan O-H.
 Adanya spectrum pada panjang gelombang di bawah 1000 menunjukan adanya
finger print yaitu C-H.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, senyawa yang terdapat
dalam sampel yang digunakan adalah asam benzoat (C7H6O2) yang merupakan
senyawa dengan gugus fungsi asam karboksilat.

2. Tabel Serapan Khas Beberapa Gugus


Gugus Jenis Senyawa Daerah serapan (cm-1)
C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470
C-H Alkena 3020-3080, 675-1000
C-H Aromatik 3000-3100, 675-870
C-H Alkuna 3300
C=C Alkena 1640-1680
C≡C Alkuna 2100-2260
C-C Aromatik (cincin) 1500-1600
C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470
C-O Alkohol, eter, asam karboksilat, ester 1080-1300
C=O Aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760
O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640
O-H Alkohol, fenol (ikatan H) 200-3600 (lebar)
O-H Asam karboksilat 500-3000 (lebar)
N-H Amina 3300-3500
C-N Amina 1180-1360
C≡N Nitril 2210-2260
-NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385
G. PEMBAHASAN
Teknik spektroskopi merupakan metode sederhana dan cepat untuk
mendapatkan data tentang struktur gugus fungsi suatu molekul. Spektrum IR akan
menyumbangkan informasi yang sangat penting tentang berbagai gugus fungsi yang
dimiliki oleh molekul. Sebagai contoh suatu senyawa yang tidak mempunyai gugus fungsi
seperti alkana hanya menunjukkan C-H stretching dan C-H bending. Salah satu metode
spektroskopi yang sangat populer digunakan adalah metode spektroskopi FTIR (Fourier
Transform Infra Red), yaitu metode spektroskopi infra merah modern yang dilengkapi
dengan teknik transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Dalam
hal ini, metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu
metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi infra merah oleh
molekul suatu materi. Absorbsi infra merah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi
dua syarat, yaitu kesesuaian antara frekuensi radiasi infra merah dengan frekuensi
vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi. Spektroskopi
infra merah digunakan secara luas untuk analisis secara kualitatif dan analisis secara
kuantitatif. Penggunaan yang paling penting dari spektroskopi infra merah adalah untuk
identifikasi senyawa organik karena spektrumnya sangat kompleks, yaitu terdiri dari
banyak puncak-puncak serapan. Spektrum infra merah dari senyawa organik mempunyai
sifat-sifat fisik yang karakteristik, artinya kemungkinan bahwa dua senyawa mempunyai
spektrum yang sama adalah sangat kecil, kecuali senyawa isomer optik.
Dalam praktikum ini digunakan alat spektrofotometer FTIR (Fourier
Transformation Infra Red). FTIR lebih sensitif dan akurat, misalkan dapat membedakan
bentuk cis dan trans, ikatan rangkap terkonjugasi dan terisolasi dan lain-lain yang dalam
spektrofotometer IR tidak dapat dibedakan. FTIR juga dapat digunakan pada semua
frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat
daripada menggunakan cara sekuensial atau pemindaian. Dasar spektroskopi IR
dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau
diatom yang digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas. Jika pegas
direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari
sistim tersebut akan naik. Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga
macam gerak, yaitu : gerak translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain, gerak
rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan gerak vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.
Spektra inframerah menunjukkan serapan yang dihubungkan dengan sistem vibrasi yang
berinteraksi di dalam molekul. Sistem vibrasi setiap molekul mempunyai karakteristik
yang unik sehingga pada spektrum juga memberikan pita-pita serapan yang karakteristik.
Letak pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang dengan
satuan cm-1. Hal ini dikarenakan bilangan gelombang secara langsung berbanding lurus
dengan energi vibrasi.
Praktikum kali ini yaitu menganalisis sampel menggunakan Spektrofotometer
Infra Red (IR). Adapun tujuan praktikum ini antara lain untuk mengetahui teknik
pengukuran IR dalam menganalisis sampel padat dan cair dan untuk menganalisis secara
kualitatif senyawa dengan fase padat dan fase cair menggunakan spektrofotometer infra
merah. Pada praktikum ini dilakukan hanya satu percobaan yaitu analisis gugus fungsi
pada sampel padat, sedangkan percobaan analisis gugus fungsi pada sampel cair tidak
dilakukan. Pada analisis gugus fungsi pada sampel padat digunakan sampel dalam bentuk
serbuk. Sampel padat ditambahkan dengan KBr dengan komposisi KBr lebih banyak yaitu
sekitar 99:1 dengan sampel padat. KBr berfungsi untuk menghomogenkan sampel padatan
dan dapat juga sebagai standar karena KBr merupakan senyawa garam yang tidak
mengintervensi adsorbansi gelombang infra merah oleh senyawa yang diidentifikasi,
sehingga walaupun menyatu dengan sampel KBr tidak akan terdeteksi dalam spektrum
FTIR. Selain itu KBr digunakan dalam percobaan ini karena window (tempat meletakkan
pellet) juga terbuat dari KBr sehingga antara window dan campuran sampel (KBr) itu
macthed atau cocok. Campuran tersebut digerus dengan menggunakan penggerus/mortar.
Mortar yang digunakan adalah mortar yang terbuat dari bahan khusus yaitu sangat halus
dan wanti gores yang disebut mortar onyx. Digunakannya mortar onyx ini karena jika
sampel digerus didalamnya, maka batu onyx tersebut tidak akan tergores atau ikut bereaksi
dengan sampel. Tujuan digerusnya campuran tersebut adalah adalah supaya tercampur
secara merata dan homogen. Campuran sampel dan KBr dimasukan dalam cetakan pellet
yang dipress menggunakan kompresor (handpress) dengan tekanan ringan, sedang dan
kuat. Di dalam campuran tersebut terdapat 2 jenis kristal, yaitu kristal sampel dan kristal
KBr selama ± 30 detik, sehingga tiga jenis kekuatan tekanan tersebut dapat membuat
kedua kristal menyatu secara merata. Diharapkan setelah dipress diperoleh pelet yang tipis
dan transparan supaya sinar infra merah yang ditembakkan tidak terhambur dan optimal
sehingga puncak-puncak yang terbentuk pada spektra infra merah lebih akurat dan
menghasilkan peak yang bagus pada grafik analisis. Tekanan saat di press haruslah sesuai,
tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Jika tekanan terlalu rendah akan
diperoleh sampel yang kurang transparan, sedangkan jika terlalu tinggi dapat merusak
tempat sampel (cetakan pellet) tersebut. Analisis dalam FTIR dilakukan dengan
memasukkan pelet ke dalam sel. Tahap yang dilakukan dalam penentuan gugus fungsi
adalah dengan memperhatikan gugus fungsional utamanya, seperti gugus karbonil (C=O),
hidroksi (O-H), nitril (C-N) dan lain-lain.
Pada percobaan analisis sampel padat dengan FTIR, dihasilkan data berupa
spektrum dengan beberapa peak pada wave number (jumlah gelombang) tertentu yang
diwujudkan dengan satuan (cm-1) dan intensitas peak dalam (%). Spektrum inilah yang
kemudian dianalisis berdasarkan kriteria atau ciri khas dari suatu gugus fungsi, dimana
memiliki nilai wave number yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu. Berdasarkan hasil
pengamatan, diperoleh hasil spektrum infra merah pada sampel padat terdapat spectrum
yang menunjukkan finger print yaitu C-H panjang gelombang di bawah 1000. Pada
panjang gelombang 1600-1450cm-1 terdapat ikatan C=C dengan absorpsi medium sampai
kuat. Pada panjang gelombang 1600-1500 cm-1 terdapat ikatan C-C pada senyawa aromatik
dengan absorpsi medium. Pada panjang gelombang di sebelah kiri 3000 cm-1 menunjukan
adanya ikatan C-H pada alkena yang tumpang tindih dengan peak ikatan O-H. Pada daerah
panjang gelombang 3500-2500 cm-1 menunjukan gugus O-H pada peak yang broad
(melebar) sebagai monomer asam karboksilat. Berdasarkan keterangan di atas, dapat
disimpulkan bahwa, senyawa yang terdapat dalam sampel yang digunakan adalah asam
benzoate (C7H6O2) yang merupakan senyawa dengan gugus fungsi asam karboksilat.

H. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam pengukuran dengan instrument FTIR, teknik yang digunakan untuk
analisissampel tergantung pada bentuk sampel yang akan dianalisis. Jika sampel
berupa padatan, proses pengukuran melibatkan penggunaan pelet dari campuran KBr
dan sampel yang digerus dengan perbandingan 99:1. Kemudian campuran tersebut
dicetak dengan cara dipress dengan kompresor, sehingga membentuk pelet yang tepat
(tipis dan transparan sehingga sinar infra merah dapat dihamburkan secara optimal)
yang selanjutnya dianalisis dengan FTIR. Untuk sampel cair digunakan metode yang
lebih sederhana, yaitu dengan mengijeksikan sampel diantara dua plat KBr
menggunakan syringe.
2. Analisis kualitatif adalah suatu proses identifikasi keberadaan suatu senyawa kimia
dalam suatu sampel yang tidak diketahui. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh
hasil spektrum infra merah pada sampel padat terdapat spectrum yang menunjukkan
finger print yaitu C-H panjang gelombang di bawah 1000. Pada panjang gelombang
1600-1450cm-1 terdapat ikatan C=C dengan absorpsi medium sampai kuat. Pada
panjang gelombang 1600-1500 cm-1 terdapat ikatan C-C pada senyawa aromatik
dengan absorpsi medium. Pada panjang gelombang di sebelah kiri 3000 cm-1
menunjukan adanya ikatan C-H pada alkena yang tumpang tindih dengan peak ikatan
O-H. Pada daerah panjang gelombang 3500-2500 cm-1 menunjukan gugus O-H pada
peak yang broad (melebar) sebagai monomer asam karboksilat. Berdasarkan
keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa, senyawa yang terdapat dalam sampel
yang digunakan adalah asam benzoate (C7H6O2) yang merupakan senyawa dengan
gugus fungsi asam karboksilat.
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S., Suryajaya, Abdullah, Kissinger. 2019. Sintesis dan Karakterisasi Urea-
Hidroksiapatit dengan Variasi Ca(OH)2 Sebagai Kandidat Pupuk Lepas Lambat.
EnviroScienteae. 15 (1) : 112-120.

Khopkar, S. M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Kurniawati, F. W., dan R. Ediati. 2016. Penambahan Urea Pada Sintesis Zr-BDC (UiO-66)
melalui Metode Solvothermal. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5(1) : 2337-3520.

Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi Liberty. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sembiring, T., I. Dayana, M. Rianna. 2019. Alat Penguji Materia. Jakarta: Guepedia.

Wang, Q., J. Ye, H. Yang, Q. Liu. 2018. Chemical Composition and Structural Characteristics
of Oil Shales and Their Kerogens Using Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spectroscopy and Solid-State 13C Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Energy and
Fuels. 219(1) : 151-158.

Zhang, H., X. Wang, Y. Li. 2018. Measuring Radiative Properties of Silica Aerogel
Composite from FTIR Transmittance Test Using KBr as Diluents. Experimental
Thermal and Fluid Science. 91(1) : 144-154.

Anda mungkin juga menyukai