Anda di halaman 1dari 19

Dosen pegampu : JASMIADI, M.Si, Apt.

Tugas makalah
Komunikasi, informasi dan edukasi obat

“ ZAT AKTIF OBAT KETOKENAZOLE”

NAMA : YUSHARUMI

NIM : 15031014042

KELAS : VII A

PROGRAM STUDY FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum. Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “ZAT AKTIF OBAT KETOKENAZOLE”.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi dan pembelajaran kepada kita
semua. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
Wassalamuallaikum. Wr. Wb.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan munculnya berbagai obat jadi dari industri farmasi, perluasan peran asisten

apoteker, dan konsep asuhan kefarmasian (pharmaceutical care), sisi teknis farmasi dari

peran apoteker komunitas telah berkurang, dan aspek yang lebih sosial yang menjadi

semakin penting. Meskipun apoteker sekarang telah menerima konseling pasien sebagai

salah satu bagian dari apoteker, apoteker tidak selalu terlibat aktif dalam proses ini,

sebagaimana seharusnya. Apoteker saat ini menyadari bahwa praktik apotek telah

berkembang selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya mencakup penyiapan,

peracikan, dan penyerahan obat kepada pasien, tetapi juga interaksi dengan pasien dan

penyedia layanan kesehatan lain di seluruh penyediaan asuhan kefarmasian.

Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien

mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayan

kefarmasian yang semula berfokus pada pegelolaan obat sebagai komoditi menjadi

pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari

pasien (Depkes RI, 2004). Untuk mejamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat,

telah dikeluarkan standar pelayanan farmasi komunitas (apotek) yang meliputi antara lain

sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pelayanan resep, konseling, monitoring,

penggunaan obat, edukasi promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap pengobatan.


BAB II

PEMBAHASAN

Ketoconazole adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi jamur pada kulit.

Misalnya kurap pada kaki, badan, atau lipat paha, panu, dermatitis seboroik, serta ketombe.

Obat antijamur ini mampu membunuh jamur penyebab infeksi, sekaligus mencegahnya

tumbuh kembali. Merek dagang yaitu Nizoral®, Formyco, Funet , Fungasol, Interzol,

Muzoral, Mycoral, Mycozid, Profungal, Thicazol, Wizol, Zoloral, Zorali dan untuk generic

yaitu Ketoconazole.

A. KETOKENAZOLE

1. KETOCONAZOLE

Farmakologi

Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolan sintetis yang memiliki

aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit, ragi, misalnya Tricophyton sp.,

Epidermophyton floccosum, Pityrosporum sp., Candida sp. Ketoconazole bekerja dengan

menghambat sitokrom P450 jamur, dengan mengganggu sintesis ergosterol yang

merupakan komponen penting dari membran sel jamur.


Indikasi:

Ketoconazole krim diindikasikan untuk pengobatan topikal pada pengobatan infeksi

dermatofita pada kulit seperti :

 Tinea korporis

 Tinea kruris

 Tinea manus

 Tinea pedis

Yang disebabkan oleh Trichopyton mentagrophytes, Microsporum canis dan Epidermophyton

floccosum. Juga untuk pengobatan kandidosis kutis dan tinea (pitiriasis) versikolor.

Dosis dan cara pemberian

Dioleskan sekali sehari pada daerah yang terinfeksi dan sekitarnya pada penderita

kandidosis kutis, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus, tinea pedis dan tinea (pitiriasis)

versikolor. Pada penderita dermatitis seboroik : pengobatan sekali atau dua kali sehari.

Pengobatan harus dilanjutkan untuk beberapa waktu, sedikitnya sampai beberapa hari setelah

gejala-gejala hilang. Diagnosa harus dipertimbangkan kembali jika tidak ada perbaikan klinis

setelah 4 minggu pengobatan. Lama pengobatan biasanya sebagai berikut:

 Tinea versikolor : 2-3 minggu

 Infeksi ragi : 2-3 minggu

 Tinea kruris : 2-4 minggu

 Tinea korporis : 3-4 minggu

 Tinea pedis : 4-6 minggu

 Dermatitis seboroik : 2-4 minggu

 Terapi penunjang dermatitis seboroik: oleskan 1 atau 2 kali seminggu.


Efek Samping

Pada pemberian topikal : iritasi, rasa terbakar dan pruritus.

Peringatan:

 Bagi wanita yang merencanakan kehamilan dan sedang hamil, berkonsultasilah dengan

dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan ketoconazole. Sedangkan ibu menyusui

dilarang menggunakan obat ini.

 Penting bagi pasien untuk menggunakan obat ini sesuai jangka waktu yang disarankan

oleh dokter guna memastikan jamur penyebab infeksi musnah seluruhnya, serta

mencegahnya tumbuh kembali.

 Ketoconazole oles hanya boleh digunakan sebagai obat luar. Jangan mengoleskannya

pada kulit yang luka, tergores, atau terbakar.

 Harap berhati-hati jika menderita detak jantung yang tidak teratur (aritmia), alergi

terhadap obat antijamur lain, gangguan hati, kadar tertosteron yang rendah, gangguan

kelenjar adrenal, serta asam lambung yang rendah.

 Hindari konsumsi minuman keras selama menggunakan ketoconazole oral karena

dapat meningkatkan risiko gangguan hati.

 Selama menggunakan ketoconazole, beri tahu dokter sebelum menjalani pengobatan

medis apa pun.

 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Penyimpanan Ketoconazole

Oral

tablet

Wadah tertutup baik. Simpan pada suhu 15-25 ° C; terlindungi dari kelembapan.
Dosis:

Takaran ketoconazole tergantung pada jenis infeksi, tingkat keparahannya, serta

bentuk obat yang diberikan. Krim dan sampo ketoconazole yang disarankan adalah dengan

kandungan 2%. Krim ketoconazole umumnya dioleskan sebanyak 1-2 kali sehari pada

bagian yang terinfeksi dan sampo ketoconazole dapat digunakan sebanyak 1 kali sehari

selama maksimal 5 hari. sedangkan ketoconazole dalam bentuk tablet, diminum dengan

dosis 200 mg per hari. Dosis ini bisa ditingkatkan oleh dokter hingga 400 mg apabila

dibutuhkan. Khusus untuk anak-anak, takaran ketoconazole oral akan disesuaikan dengan

berat badan pasien.

Menggunakan Ketoconazole dengan Benar

Gunakanlah ketoconazole sesuai anjuran dokter dan jangan lupa untuk membaca

keterangan pada kemasan. Jangan berhenti menggunakan obat ini sebelum jangka waktu

yang ditentukan oleh dokter. Walau infeksi terlihat sudah sembuh, jamur tetap berpotensi

tumbuh kembali. Sebelum mengoleskan krim ketoconazole, bersihkan dan keringkan

bagian yang terinfeksi terlebih dulu. Jangan lupa mencuci tangan setelah mengoleskan obat

ini untuk menghindari penyebaran infeksi ke bagian tubuh yang lain atau ke orang lain.

Untuk sampo ketoconazole, ratakan busa sampo hingga menutupi seluruh rambut dan kulit

kepala. Setelah itu, diamkan selama 5 menit sebelum dibilas hingga bersih. Jika mengenai

mata, segera basuh dengan air.

Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya

selama mengonsumsi ketocoazole oral. Usahakan untuk meminumnya pada jam yang sama

setiap harinya guna memaksimalkan efek obat.


Bagi pasien yang lupa mengonsumsi ketocoazole oral, disarankan segera melakukannya

jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan

dan jangan menggandakan dosis.

Interaksi Ketoconazole dan Obat Lain

Terdapat berbagai obat yang berpotensi menimbulkan reaksi tidak diinginkan jika

dikonsumsi bersamaan dengan ketoconazole. Beberapa di antaranya meliputi:

 Muscarinic receptor antagonist (MRA), antasida dengan kandungan magnesium

hidroksida, penghambat H2, proton-pump inhibitors (PPI) dan sukralfat; menurunkan

daya serap tubuh terhadap ketoconazole.

 Rifampicin, isoniazid, efavirenz, nevirapine, dan phenytoin; menurunkan kadar

ketoconazole dalam darah.

 Pil KB; keefektifannya dapat menurun akibat ketoconazole.

 Digoxin, antikoagulan oral, sildenafil, dan tacrolimus; dampaknya meningkatkan kadar

enzim untuk mempercepat pengeluaran obat dari dalam tubuh.

 Midazolam dan triazolam; efek sedatif dan hipnotik dari obat-obatan ini dapat

meningkat dengan penggunaan bersama ketokonazole.

 Astemizole, cisapride, dofetilide, pimozide, quinidine dan terfenadine; kadar obat-obatan

ini di dalam darah dapat meningkat akibat ketoconazole, juga berpotensi menyebabkan

gangguan irama jantung.

 Lovastatin dan simvastatin; peningkatan risiko gangguan pada otot.

 Nisoldipine; kadar obat ini dapat meningkat secara signifikan di dalam darah akibat

ketoconazole.

 Eplerenone; peningkatan risiko hiperkalemia and hipotensi.


 Ergotamine dan dihydroergotamine; peningkatan risiko penyempitan pembuluh darah

yang dapat mengakibatkan kurangnya asupan darah ke otak.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Ketoconazole

Tiap obat berpotensi menyebabkan efek samping, begitu juga dengan ketoconazole.

Sejumlah efek samping yang mungkin terjadi saat menggunakan antijamur ini meliputi:

 Mual.

 Diare.

 Sakit kepala.

 Sakit perut.

 Biduran.

 Trombositopenia.

 Demam.

 Mengigil.

 Ruam atau iritasi kulit.

 Sensitif terhadap cahaya.

 Sensasi terbakar atau perih pada kulit.

Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter jika Anda mengalami reaksi

alergi atauefek samping yang serius, seperti perut kembung, pembengkakan pada tangan,

kaki, atau pergelangan kaki, kebas, sakit dada, gangguan penglihatan, urine berwarna

gelap, lemas, lelah, pingsan, detak jantung tidak beraturan, serta timbul keinginan untuk

bunuh diri.
Lihat lebih lanjut mengenai:

 Infeksi Jamur

 Ketombe

SIFAT FISIKA KIMIA KETOCONAZOLE

Ketokonazol berupa serbuk putih hingga sedikit abu-abu dan praktis tidak larut

dalam air. Ketokonazol mempunyai pKa 2.9 hingga 6.5. Larut dalam DMSO atau kloroform.

FARMAKOLOGI / MEKANISME AKSI KETOCONAZOLE

Mengganggu sintesis ergosterol, diikuti peningkatan permeabilitas pada membrane

sel fungi (jamur) dan kebocoran komponen sel. Mempengaruhi permeabilitas dinding sel

melalui penghambatan sitokrom P450 jamur; menghambat biosintesa trigliserida dan

fosfolipid jamur; menghambat beberapa enzim pada jamur yang mengakibatkan

terbentuknya kadar toksik hidrogen peroksida; juga menghambat sintesis androgen.

PENGGUNAAN / INDIKASI / FUNGSI KETOCONAZOLE

a. Blastomikosis

Pengobatan blastomycosis disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis. Obat pilihan

adalah amfoterisin B IV (terutama untuk infeksi berat dan yang melibatkan SSP) atau

itrakonazol oral, flukonazol dan ketokonazol dianggap alternatif terapi.

Ketoconazole oral biasanya sudah efektif bila digunakan pada individu

imunokompeten dengan blastomycosis paru atau luar paru ringan sampai sedang.

Pertimbangkan bahwa kegagalan pengobatan telah dilaporkan ketika ketoconazole

digunakan untuk pengobatan blastomycosis kulit atau paru di individu yang memiliki

keterlibatan SSP asimtomatik atau subklinis pada saat diagnosis awal. (Lihat Meningitis

dan Infeksi SSP lain di bawah Perhatian.)


b. Infeksi Candida

Pengobatan kandidiasis, candiduria, candidiasis mukokutan kronis, atau orofaring

dan candidiasis esofagus.

Telah digunakan untuk pengobatan candidiasis vulvovaginal tanpa komplikasi.

Ketoconazole Bukan obat pilihan untuk pengobatan awal; dosis tunggal fluconazole adalah

satu-satunya rejimen oral yang termasuk dalam rekomendasi CDC saat ini untuk

pengobatan candidiasis vulvovaginal tanpa komplikasi, Direkomendasikan oleh CDC dan

lain-lain sebagai salah satu dari beberapa alternatif untuk pengobatan pemeliharaan

kandidiasis vulvovaginal berulang pada wanita dengan riwayat infeksi berulang.

c. Chromomycosis

Pengobatan chromomycosis (chromoblastomycosis) yang disebabkan oleh

Phialophora. Respon mungkin tidak dapat dicapai pada penderitan dengan penyakit yang

lebih luas.

Regimen optimum untuk chromomycosis belum diketahui. Flusitosin mungkin obat

pilihan digunakan tunggal atau bersama (kombinasi) dengan antijamur lain (misalnya, IV

amfoterisin B, itrakonazol oral, ketoconazole oral)

d. Coccidioidomycosis

Pengobatan ringan sampai sedang coccidioidomycosis disebabkan oleh Coccidioides

immitis. Obat pilihan adalah amfoterisin B IV (terutama untuk infeksi berat dan orang-

orang pada pasien immunocompromised termasuk orang yang terinfeksi HIV) atau Oral

fluconazole; itrakonazol dan ketokonazol digunakan sebagai terapi alternatif.


e. Dermatophytoses

Pengobatan dermatophytoses tertentu pada kulit, kulit kepala, dan kuku, termasuk

tinea capitis (tinea kapitis), tinea corporis (kurap tubuh), tinea cruris (gatal atlet, kurap

pangkal paha), tinea pedis (kaki atlet / athlete foot, kurap kaki), tinea manuum (kurap

tangan), dan tinea unguium (onikomikosis, paku kurap) yang disebabkan oleh

Epidermophyton, Microsporum, atau Trichophyton.

f. Histoplasmosis

Pengobatan histoplasmosis disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Obat pilihan

adalah amfoterisin B IV (terutama untuk infeksi yang mengancam jiwa termasuk pada

orang yang terinfeksi HIV) atau itrakonazol, ketokonazol dan flukonazol oral digunakan

sebagai terapi alternatif.

g. Paracoccidioidomycosis

Pengobatan paracoccidioidomycosis (blastomycosis Amerika Selatan) yang

disebabkan oleh Paracoccidioides brasiliensis. Obat pilihan untuk pengobatan awal infeksi

berat adalah IV amfoterisin B, antijamur azol oral (misalnya, ketoconazole, itraconazole)

dapat digunakan pada pasien dengan infeksi yang kurang parah.

h. Pityriasis (Tinea) Versicolor

Diketahui Telah efektif untuk pengobatan pitiriasis (tinea) versicolor, infeksi

superfisial (permukaan tubuh) karena Malassezia furfur (Pityrosporum ovale orbiculare

atau P.) Pityriasis (tinea) versikolor umumnya dapat diobati secara topikal dengan

antijamur imidazole antijamur derivat azole (misalnya, clotrimazole, ekonazol,

ketoconazole, miconazole, oxiconazole, sulconazole), antijamur allylamine (misalnya,

terbinafine), ciclopirox Olamine, atau terapi topikal lain (misalnya, selenium sulfida 2,5%).
Antijamur oral (misalnya, itraconazole, ketoconazole) dapat diindikasikan, dengan atau

tanpa agen topikal, pada pasien yang mengalami infeksi yang luas atau berat atau yang

gagal untuk merespon atau sering kambuh dengan terapi topikal.

i. Infeksi Acanthamoeba

Telah digunakan dalam hubungannya dengan anti infeksi topikal (misalnya,

miconazole, neomycin, metronidazol, propamidine isetionat) dalam pengobatan

Acanthamoeba keratitis. Terapi optimum untuk Acanthamoeba keratitis masih harus

ditetapkan dengan jelas, Tetapi terapi lokal dan sistemik yang jangkapanjang dengan

beberapa anti-infeksi dan yang sering (misalnya, keratoplasty menembus) biasanya

dibutuhkan. Sebuah rejimen ketoconazole oral, rifampisin, dan kotrimoksazol telah

digunakan untuk pengobatan kronis. Meningitis Acanthamoeba di beberapa anak anak

imunokompeten.

Pengobatan Infeksi jamur

Oral:

Anak-anak> 2 tahun: 3,3-6,6 mg / kgbb sekali sehari.

Dewasa

Pengobatan Infeksi jamur

Oral:

200 mg sekali sehari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mg sekali sehari pada infeksi

berat atau jika respon klinis yang diharapkan tidak dicapai.


Blastomikosis

Oral:

Beberapa dokter menyarankan 400 mg sekali atau dua kali sehari. Pengobatan biasanya

berlangsung selama 6-12 bulan.

Kandidiasis

> Kandidiasis (Candidiasis) Orofaringeal dan esofagus

Oral:

200-400 mg sehari.

> Candidiasis Vulvovaginal

Oral:

Pengobatan kandidiasis vulvovaginal tidak komplikasi pada wanita hamil: 200-400 mg dua

kali sehari selama 5 hari.

Ketika digunakan sebagai rejimen perawatan untuk mengurangi frekuensi episode

berulang dari kandidiasis vulvovaginal pada wanita yang telah menerima rejimen

antijamur intensif awal (yaitu, 7-14 hari antijamur azol intravaginal atau 2 dosis rejimen

flukonazol), ketoconazole telah diberikan dalam dosis 100 mg sekali sehari hingga 6 bulan.

Chromomycosis

Oral:

200-400 mg sehari. Pengobatan biasanya berlangsung selama 6-12 bulan.


Coccidioidomycosis

Oral:

400 mg sekali atau dua kali sehari. Pengobatan biasanya berlangsung selama 6-12 bulan.

Dermatophytoses

Oral:

200-400 mg sehari telah diberikan selama 1-2 bulan. Infeksi melibatkan kulit berbulu

memerlukan pengobatan minimal 4 minggu; infeksi palmar dan plantar mungkin respon

terapi lebih lambat. Tinea unguium (onikomikosis) mungkin memerlukan terapi ≥ 6-12

bulan.

Histoplasmosis

Oral:

400 mg sekali atau dua kali sehari. Dosis 200 mg sekali atau dua kali sehari juga telah

digunakan.

Biasanya diperlukan Minimal 6 bulan terapi, tetapi 2-6 bulan terapi telah efektif dalam

beberapa pasien.

Paracocciodioidomycosis

Oral:

200-400 mg sehari.
Terapi biasanya memerlukan Minimal 6 bulan, tetapi terapi 2-6 bulan telah efektif dalam

beberapa pasien.

Leishmaniasis

> Cutaneous dan mukokutan Leishmaniasis

Oral:

400-600 mg sehari selama 4-8 minggu

> Visceral Leishmaniasis (Kala-Azar)

Oral:

400-600 mg sehari selama 4-8 minggu.

KEWASPADAAN UMUM

Efek Endokrin dan Metabolik

Ketoconazole dapat menghambat sintesis testosteron dan penurunan sementara

serum testosteron dapat terjadi, konsentrasi biasanya kembali ke nilai normal setelah obat

ini (ketoconazole) dihentikan. Konsentrasi testosteron lemah dengan penggunaan dosis

ketokonazol 800 mg per hari dan konsenterasi ketoconazole hilang pada penggunaan

ketoconazole dosis 1,6 g sehari.

Ketoconazole dapat menghambat sintesis kortisol, terutama pada pasien yang

menerima dosis harian atau dosis terbagi relatif tinggi. Adrenocortical menanggapi

kortikotropin (ACTH) mungkin setidaknya sementara berkurang dan penurunan urin dan

konsentrasi kortisol serum. insufisiensi adrenocortical telah dilaporkan hanya jarang

terjadi. Hipofungsi adrenokortikal umumnya reversibel (kembali) setelah penghentian

obat, tetapi jarang mungkin terjadi persistent.


Untuk meminimalkan risiko kemungkinan endokrin dan efek metabolik, tidak

menggunakan dosis melebihi rekomendasi.

Meningitis dan Infeksi SSP lain

Karena konsentrasi ketoconazole di CSF (Cerebro Spinal Fluid) tidak bisa ditebak setelah

pemberian oral, obat tidak boleh digunakan sendiri untuk mengobati infeksi jamur CNS

(SSP: Sistem saraf pusat), termasuk candida, coccidioidal, atau meningitis kriptokokus,

harus dengan kombinasi.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ketoconazole adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi jamur pada kulit.

Misalnya kurap pada kaki, badan, atau lipat paha, panu, dermatitis seboroik, serta ketombe.

Obat antijamur ini mampu membunuh jamur penyebab infeksi, sekaligus mencegahnya

tumbuh kembali. Tiap obat berpotensi menyebabkan efek samping, begitu juga dengan

ketoconazole. Sejumlah efek samping yang mungkin terjadi saat menggunakan antijamur

ini meliputi: Mual, Diare, Sakit kepala. Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter

jika Anda mengalami reaksi alergi atauefek samping yang serius, seperti perut kembung,

pembengkakan pada tangan, kaki, atau pergelangan kaki, kebas, sakit dada, gangguan

penglihatan, urine berwarna gelap, lemas, lelah, pingsan, detak jantung tidak beraturan,

serta timbul keinginan untuk bunuh diri.

B. SARAN

Agar setiap mahasiswa kebidanan memahami pengertian, macam – macam, kegunaan,

interaksi obat dan efek samping dari suatu jenis obat terutama pada obat antibiotic dan jamur ini,

serta dapat dimanfaat kan dalam kehidupan sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Wolff. K, Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology, fifth edition. E-book : The McGraw-Hill Companies.

Budimulja, U. 2003. Ilmu penyakit Kulit dan kelamin, edisi ketiga : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
Sue jordan . 2002 . Farmakologi kebidanan. Jakarta. EG

ISFI.2005.ISO Indonesia.PT Anem kosong. Jakarta

Sue jordan . 2002 . Farmakologi kebidanan. Jakarta. EGC

ISFI.2005.ISO Indonesia.PT Anem kosong. Jakarta

http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anti-jamur.html

http://www.slideshare.net/dwiagustini7982/farmakologi-antibiotik-dan-anti-jamur

http://www.slideshare.net/CahyaZTC64/farmakologi-50173320

http://www.scribd.com/doc/57215070/36154284-Uraian-Obat-Anti-Jamur

Sue jordan . 2002 . Farmakologi kebidanan. Jakarta. EGC

ISFI.2005.ISO Indonesia.PT Anem kosong. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai