Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

FITOKIMIA LANJUTAN
ISOLASI SENYAWA PEKTIN PADA EKSTRAK KULIT PISANG RAJA
(Musa paradisiaca L. Var sapientum)

OLEH:
KELOMOK VII
TRANSFER 2014
CICILIA NINDY KRISWANTY
(14.01.238)
JAMES BUDHIANTO MUNTU
(14.01.250)
NENI A. MAU
(14.01.256)
MULIANI
(14.01.262)
AYU ANDHIKA
(14.01.268)
FRANSISKUS OKTAVIANUS
(14.01.283)
DEBBY N. GIRI
(14.01.288)
RIZA ROSYITA Y.
(14.01.293)
EVI YULIASTRI
(14.01.322)
SRI RESKI ANANDA
(14.01.332)
ASISTEN : ASRIL BURHAN, S.Farm., Apt.
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2015
I.

Latar Belakang
Pisang adalah buah-buahan tropis yang paling banyak dihasilkan
dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Sudah lama buah pisang
menjadi komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Hal ini
dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah
(Mendro, 1999). Produksi buah pisang menduduki peringkat pertama hasil
pertanian di Indonesia. Pemanfaatan buah pisang yang besar untuk
berbagai jenis makanan, akan menghasilkan limbah berupa kulit pisang.

Bobot kulit pisang mencapai 40% dari buahnya, dengan demikian kulit
pisang menghasilkan limbah dengan volume yang besar (Irwan, Sofia,
2008). Santoso (1995) berpendapat bahwa kulit pisang mengandung gizi
yang cukup, sehingga sangat potensial untuk diolah menjadi bahan
makanan

atau minuman. Kandungan

utama

kulit pisang adalah

karbohidrat.
Salah satu jenis buah pisang yang sering dikonsumsi adalah pisang
raja

(Musa

paradisiaca

L.).

Masyarakat

kurang

berminat

untuk

memproduksi pisang raja (Musa paradisiaca L.) dikarenakan keterbatasan


manfaatnya. Kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) merupakan bahan
baku yang murah dan berpotensi menunjang industri fermentasi, sehingga
meningkatkan aktivitas industri pengolahan kulit pisang raja (Musa
paradisiaca L.) (Santoso,1995).
Menurut hasil penelitian dari balai penelitian dan pengembangan
industri, tanaman pisang ini mengandung berbagai macam senyawa
seperti air, gula pereduksi, sukrosa, pati, protein kasar, pektin, protopektin,
lemak kasar, serat kasar, abu. Sedangkan di dalam kulit pisang berkisar
antara 0,9% dari berat kering. Pektin merupakan polimer dari asam Dgalakturonat yang dihubungkan oleh ikatan -1,4 glikosidik. Pektin yang di
ekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang (Satria, Adha, 2008).
Pisang raja menghasilkan kadar pektin yang lebih tinggi daripada
pisang kapok. Hal ini dikarenakan dari bentuk fisiknya, pisang raja
memiliki bentuk yang lebih besar daripada pisang kapok sehingga,
kandungan karbohidrat yang terdapat pada kulit pisang raja menjadi lebih
banyak dari pada karbohidrat yang terdapat dalam kulit pisang kapok.
Oleh karena banyaknya kandungan karbohidrat yang terdapat pada
pisang raja, maka semakin banyak pula protopektin yang terhidrolisis
menjadi pektin. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan ekstraksi
pektin dari kulit pisang telah dilakukan. Kaban, dkk (2012) menyatakan
ekstraksi pektin dari kulit pisang raja mengandung pektin sebanyak
4,43%, dan pada penelitian ekstraksi pisang kapok oleh tarigan, dkk
(2012) dihasilkan pektin sebanyak 3,72%.

Pektin dapat dimanfaatkan dalam beberapa bidang industri,


misalnya pada industri pangan dan industri farmasi. Dalam industri
pangan, pektin berperan sebagai bahan pokok pembuatan jelly, selai, dan
marmalade (Herbstreith dan Fox, 2005). Pektin dalam industri farmasi
sebagai agen pembentuk gel, pengental, penstabil dan pengemulsi
(Commite On Food Chemical Codex, 1996). Pektin juga dapat digunakan
sebagai bahan terapi diare, sembelit, dan obesitas (Rowe, et al., 2006).
Pektin sebagi hasil industri mempunyai banyak manfaat
diantaranya bahan dasar industri makanan dan minuman, industri farmasi.
Selama ini pektin sebagai bahan baku industri di Indonesia masih
mengimpor dari luar negeri. Oleh karena itu untuk menghemat devisa
negara dan melakukan pengusahaan mengurangi limbah kulit pisang
dikawasan industri, maka bisnis industri pektin ini menjadi salah satu
peluang positif. Selain itu didukung oleh wilayah Indonesia yang hampir
wilayahnya ditanami pisang yang merupakan bahan baku pembuatan
pektin (Yusuf,2008)

II. Maksud Percobaan


Untuk membuktikan adanya kandungan pektin di dalam ekstrak kulit
pisang raja (Musa paradisiaca L.)
III. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara isolasi pektin dan menentukan kadar pektin
dalam ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.).
IV.Prinsip Percobaan
Sampel kulit pisang raja dibersihkan dari kotoran, dipotong kecilkecil, kemudian dihaluskan. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 80-95 oC
selama 1-2 jam dalam asam encer pada pH 2-4,5 dengan asam klorida.

Pektin dalam filtrat diendapkan dengan menggunakan alkohol 96%. Pektin


yang diperoleh lalu dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif

V. Tinjauan Pustaka
A. Pisang
Pisang merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara termasuk
Indonesia, nama latinnya adalah Musa paradisiaca. Nama ini diberikan
sejak sebelum Masehi, diambil dari nama dokter kaisar Romawi
Octavianus Augustus (63 SM14 M) yang bernama Antonius Musa
(Munadjim, 1988 dalam Dewati, 2008). Tanaman pisang ini oleh
masyarakat dapat dimanfaatkan mulai dari bunga, buah, daun, batang
sampai bonggolpun dapat dibuat sayur. Pisang merupakan tanaman
hortikultura yang penting karena potensi produksinya yang cukup besar
dan produksi pisang berlangsung tanpa mengenal musim (Dewati, 2008).
Dalam proses pengolahan buah pisang tentunya terdapat limbah
kulit pisang. Masyarakat pedesaan memanfaatkan kulit pisang sebagai
pakan ternak. Padahal kulit pisang mengandung 18,90 g karbohidrat pada
setiap 100 g bahan (Susanto dan Saneto,1994 dalam Dewati, 2008).
Secara umum pisang mempunyai kandungan gizi yang baik. Buah
ini kaya karbohidrat, mineral, dan vitamin. Mengacu dari Wikipedia, 100 gr
pisang memasok 136 kalori. Ini berarti kandungannya 2 kali lipat

dibandingkan apel. Kandungan energi pisang merupakan energi instan,


yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam
menyediakan kebutuhan kalori sesaat.
Sedangkan kandungan protein dan lemak pisang sangat rendah,
yaitu hanya 2,3 % dan 0,13 %. Karena itu, tidak perlu takut kegemukan
walau mengonsumsi pisang dalam jumlah banyak (Rumpis, 2011).
Menurut hasil penelitian dari Balai Penelitian dan Pengembangan
Industri, tanaman pisang mengandung berbagai macam senyawa seperti
air, gula pereduksi, sukrosa, pati, protein kasar, pektin, lemak kasar, serat
kasar, dan abu. Sedangkan di dalam kulit pisang terkandung senyawa
pektin yang cukup besar (Ahda dan Berry, 2008). Kandungan berbagai
senyawa dalam pisang dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 1. Kandungan Senyawa Dalam Pisang
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Hasil Tes
Kimiawi
Laboratorium
Air
Protein
Lemak
Gula
Pereduksi
Pati
Serat Kasar
Abu
Vitamin
Vitamin C
mg/100 g
Mineral
Ca, mg/100 g
Fe, mg/100 g
P, mg/100 g

B. Uraian Sampel Pisang Raja


a. Klasifikasi
Divisio
Subdivisio
Classis
Ordo
Famili
Genus

: Spermatophyta
: Angiospermae
: Monocotyledoneae
: Zingiberales
: Musaceae
: Musa

Kadar
73,60 %
2,15 %
1,34 %
7,62 %
11,48 %
1,52 %
1,03 %
36
31
26
63

Spesies
: Musa paradisiaca L.
(Steenis, 2003).
Pisang termasuk dalam famili Musaceae. Tanaman ini berasal
dari Malaysia kemudian disebarkan ke India, Filipina, dan New
Guinea. Pisang terdiri dari berbagai varietas sehingga warna, bentuk,
dan ukurannya pun berlainan (Fang dan Jun, 2002).
b. Morfologi
Morfologi dari buah pisang raja adalah buahnya berbentuk
silinder agak bengkok dan memiliki tiga garis menuju kebawah yang
membentuk sudut. Ujung bawah yang bengkok agak keras. Panjang
buah sekitar 140-200 mm dan diameternya 30-40 mm. Permukaan
luarnya halus dan berwarna hijau atau hijau kekuningan. Warnanya
berubah menjadi kuning bila buah ini matang dan masak pada musim
panas dan gugur. Bagian yang masak pada buah ini memperlihatkan
noda warna coklat gelap. Warna kematangan tergantung pada jenis
varietasnya tetapi secara umum pisang yang matang buahnya akan
menjadi empuk. Pisang yang kulitnya telah menghitam hanya tahan 35 hari. Pisang yang belum matang dapat diperam dalam suhu kamar
(Fang dan Jun, 2002).
c. Kandungan Pisang Raja
Kandungan mineral yang menonjol pada pisang adalah kalium.
Sebuah pisang kira-kira dapat menyumbang kalium sebesar 440 mg.
Kalium berfungsi antara lain untuk menjaga keseimbangan air dalam
tubuh, kesehatan jantung, menurunkan tekanan darah, dan membantu
pengiriman oksigen ke dalam otak. Pisang kaya akan glukosa,
fruktosa, sukrosa, kanji dan protein, lemak, minyak volatil, vitamin A,
B, C, E, kalsium, fosfor dan besi maupun berbagai enzim, dan
sebagainya (Ahda dan Berry, 2008).
d. Khasiat
Khasiat dari buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) adalah
dapat mendinginkan demam, melancarkan kencing, bersifat laksatif,
membantu menurunkan hipertensi, dan bisa menenangkan janin
(Fang dan Jun, 2002).
e. Kulit Pisang Raja

Produk utama tanaman pisang adalah buah pisang. Sementara


itu, batang pisang termasuk bonggol (bagian batang paling dalam,
setelah pisang dipanen) dianggap limbah. Fase pembungaan dan
pembuahan setelah pembentukan sisi pisang yang terakhir, biasanya
dilakukan pemotongan bunga, dan bunga pisang yang akrab disebut
jantung biasanya langsung dibuang. Selain bonggol dan jantung, kulit
pisang pada umumnya juga dibuang dianggap sebagai limbah.
Padahal, kulit, bonggol, dan jantung pisang mengandung gizi yang
cukup, sehingga sangat potensial diolah menjadi bahan makanan dan
minuman (contoh: cuka kulit pisang, dendeng jantung pisang, dan
keripik bonggol pisang) (Santosa, 1995).
C. Karbohidrat
Karbohidrat tersususun dari 3 jenis unsur, yakni karbon,
hidrogen, dan oksigen. Rumus umum karbohidrat adalah (CH 2O)n.
Contoh senyawa karbohidrat adalah gula, pati dan selulosa satuan
unit terkecil penyusun karbohidrat adalah monosakarida, atau disebut
dengan gula sederhana yang hanya mengandung 3 sampai 7 atom
hidrogen (Lakitan, 1994).
Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat
mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari
senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga
senyawa yang mempunyai berat molekul 500.000 bahkan lebih.
Berbagai senyawa itu dibagi dalam tiga golongan, yaitu (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2009)
1. Monosakarida. Monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana,
dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon
saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi
lunak menjadi karbohidrat lain. Beberapa contoh monosakarida
ialah glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
Monosakarida dapat diklasifikasikan menjadi dua:
a) Menurut banyaknya atom karbon yang menyusun molekul
monosakarida.

Monosakarida yang mengandung 3 atom karbon disebut

triosa
Monosakarida yang mengandung 4 atom karbon disebut

tetrosa
Monosakarida yang mengandung 5 atom karbon disebut

pentose
Monosakarida yang mengandung 6 atom karbon disebut
heksosa

(Poedjiadi dan Supriyanti, 2009)


b) Menurut kandungan gugus aldehida dan keton.
Dikatakan aldehida jika ikatan rangkap dua antara atom C
dengan O nya (C=O) berada di ujung rantai. Sedangkan keton
jika ikatan rangkap antara atom C dan O nya berada selain dari
pada diujung.
Monosakarida yang mengandung gugus aldehida disebut

aldose
Monosakarida yang mengandung gugus keton disebut
ketosa

(Poedjiadi dan Supriyanti, 2009)


2. Disakarida. Disakarida terdiri atas dua monosakarida yang terikat
satu sama lain dengan ikatan glikosidik. Ikatan glikosidik biasanya
terjadi antara atom C no. 1 dengan atom C no. 4 dengan
melepaskan 1 mol air. Ikatan glikosidik terdapat pada gugus fungsi
dalam karbohidrat, yaitu gugus aldehid pada glukosa dan gugus
keton pada fruktosa. Disakarida dapat terbentuk dari hasil antara
proses hidrolisis oligosakarida dan poli sakarida. Disakarida
biasanya larut dalam air (hidrofilik). Beberapa contoh disakarida
yakni:
a) Sukrosa.
Sukrosa terdapat dalam batang tebu, bit, sorgum, nanas dan
wortel. Hidrolisis dengan enzim sukrase menghasilkan glukosa
dan fruktosa (fruktosa + glukosa = sukrosa).

b) Laktosa.
Laktosa (gula susu) terdapat dalam air susu hewan mamalia.
Pada proses hidrolisis menggunakan asam atau enzim lactase,
dihasilkan glukosa dan galaktosa (galaktosa+glukosa= laktosa).
c) Maltosa.
Maltose termasuk gula pereduksi yang dapat diperoleh dari
amilum, glikogen, dan biji gandum yang sedang berkecambah.
Hidrolisis

maltose

menghasilkan

dua

molekul

glukosa

(glukosa+ glukosa = maltose) (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009)


3. Polisakarida. Pada umumnya, polisakarida mempunyai molekul
besar

dan

lebih

kompleks

daripada

monosakarida

dan

oligosakarida. Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul


monosakarida.

Polisakarida

yang

terdiri

atas

satu

macam

monosakarida saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang


mengandung senyawa lain disebut heteropolisakarida. Umumnya,
polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk
kristal, tidak mempunyai rasa manis, dan tidak mempunyai sifat
mereduksi. Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa
ribu hingga lebih dari satu juta. Polisakarida yang dapat larut
dalam air akan membentuk larutan koloid. Beberapa polisakarida
yang penting di antaranya ialah amilum, glikogen, dekstrin, dan
selulosa ( Roswieem, Anna P. dkk. 2006)
Polisakarida mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n dengan
harga n yang besar. Contoh golongan polisakarida yang penting
antara lain pati (amilum), glikogen, dan selulosa.
a)Pati (amilum atau zat tepung)
Pati merupakan cadangan makanan pada biji, akar, batang dan
umbi. Zat pati terdiri atas rantai-rantai tidak bercabang (amilosa)
dan rantai-rantai yang bercabang (amilopektin). Pati merupakan
homopolimer glukosa dengan ikatan alfa-glikosidik. Berbagai
macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai
C-nya serta apakah rantai molekulnya lurus atau bercabang.
Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.

Fraksi terlarut disebut amilosa sedangkan fraksi tidak terlarut


disebut amilopektin. Pati sedikit larut dala air dingin, tetapi jika
dipanaskan dengan air, butir-butir zat pati tersebut berkembang
menjadi sebuah gel (kanji) dan pada pemanasan selanjutnya
yang disertai cukup air akan menghasilkan koloid. Amilum dapat
dihidrolisis
menghasilkan

sempurna
glukosa.

menggunakan

asam

sehingga

Hidrolisis

dapat

dilakukan

juga

mengguakan enzim amilase. Amilase dikeluarkan oleh ludah


dan cairan yang dikeluarkan oleh pankreas (Roswieem, Anna P.
dkk., 2006)
b) Glikogen
Glikogen juga sering disebut gula otot, Karena jenis gula ini
banyak ditemukan dalam otot dan hati vertebrata, yang
berfungsi sebagai cadangan makanan. Glikogen menunjukkan
sifat kimia yang sama dengan zat tepung. Zat ini dapat larut
dalam air dingin, tetapi tidak membentuk gel-gel seperti pada
kanji. Larutan koloidal glikogen tidak menunjukkan daya reduksi
yang kuat terhadap larutan fehling. Hidrolisis dengan asamasam encer menghasilkan glukosa, sedangkan hidrolisis
dengan amilosa terutama menghasilkan maltose (Roswieem,
Anna P. dkk., 2006)
c) Selulosa
Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama
hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan
yang memperkuat dinding sel tanaman. Atau dapat dikatakan
selulosa merupakan penyusun utama dinding sel tumbuhan
(Roswieem, Anna P. dkk., 2006)
Selulosa tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat larut dalam
pelarut Schweitzer (larutan kuprioksida-amonia). Tidak seperti
amilum, selulosa tidak dapat dicerna oleh perut manusia atau
mamalia lainnya, tetapi dapat dicerna oleh sapi dan dan hewan
ruminansia lain dengan pertolongan bakteri ( Roswieem, Anna
P. dkk., 2006).

Turunan selulosa yang dikenal dengan carboxymethyl


cellulose (CMC) sering dipakai dalam industri makanan untuk
mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya pada pembuatan es
krim, pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal
laktosa yang terbentuk akan lebih halus (Roswieem, Anna P.
dkk., 2006)
d) Pektin
Pektin secara umum terdapat dalam dinding sel primer
tanaman,

khususnya

di

sela-sela

antara

selulosa

dan

hemiselulosa. Senyawa pektin berfungsi sebagai perekat antara


dinding sel satu dengan yang lain. Pada umumnya senyawa
pektin dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok senyawa yaitu
asam

pektat,

asam

pektinat

(pektin),

dan

protopektin.

Kandungan pektin dalam tanaman sangat bervariasi, baik


berdasarkan

jenis

tanamannya

maupun

bagian-bagian

jaringannya. Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan


asam pektat di dalam buah sangat bervariasi tergantung pada
derajat pematangan buah (Roswieem, Anna P. dkk., 2006)
Pada umumnya protopektin yang tidak dapat larut itu
terdapat dalam jaringan tanaman yang belum matang. Potensi
pembentukan jeli dari pektin menjadi berkurang dalam buah
yang terlalu matang. Di antara buah-buahan yang dapat
digunakan untuk membuat jeli adalah jambu biji, apel, lemon,
plum, jeruk, serta anggur (Roswieem, Anna P. dkk., 2006)
D. Pektin
Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian
besar tanaman pangan. Selain sebagai elemen struktural pada
pertumbuhan jaringan dan komponen utama dari lamella tengah pada
tanaman, pektin juga berperan sebagai perekat dan menjaga stabilitas
jaringan dan sel (Herbstreith dan Fox, 2005).
Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul
tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan
sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly,

marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi


digunakan untuk obat diare (National Research Development
Corporation, 2004).
Kata pektin berasal dari bahasa Latin pectos yang berarti
pengental atau yang membuat sesuatu menjadi keras/padat. Pektin
ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu.
Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali
digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan
penelitian yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot menyebut substansi
pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat (Herbstreith dan Fox,
2005).
Pektin yang dimanfaatkan untuk makanan merupakan suatu
polimer yang berisi unit asam galakturonat (sedikitnya 65%).
Kelompok asam tersebut bisa dalam bentuk asam bebas, metil ester,
garam sodium, kalium, kalsium atau ammonium, dan dalam beberapa
kelompok pektin amida (IPPA, 2002).
Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan asam pektat di
dalam buah sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan
buah. Pada umumnya, protopektin yang tidak larut itu lebih banyak
terdapat pada buah-buahan yang belum matang (Winarno, 1997).
Semua tanaman yang berfotosintesis tanpa kecuali
mengandung pektin. Kertesz (1951) menyatakan bahwa pektin
dijumpai pada buah-buahan dan sayur-sayuran serta dalam jumlah
kecil ditemukan pada serelia (Fitriani, 2003).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan ekstraksi pektin
dari kulit pisang telah dilakukan. Kaban, dkk (2012) menyatakan
ekstraksi pektin dari kulit pisang raja mengandung pektin sebanyak
4,43%, dan pada penelitian ekstraksi pisang kepok oleh Tarigan, dkk
(2012) dihasilkan pektin sebanyak 3,72%.
Tabel 2. Standar Mutu Pektin Berdasarkan Standar Mutu International
Pectin Producers Association
Faktor Mutu
Kekuatan Gel

Kandungan
Min 150 grade

Kandungan Metoksil
Pektin metoksil tinggi
Pektin metoksil rendah
Kadar Asam Galakturonat
Susut Pengeingan (Kadar air)
Kadar Abu
Kadar Air
Derajat Esterifikasi untuk::
Pektin ester tinggi
Pektin ester rendah
Bilangan Asetil
Berat Ekivalen

>7,12%
2,5 7,12%
Min 35 %
Maks 12 %
Maks 10 %
Maks 12 %
Min 50 %
Maks 50 %
0,15 - 0,45 %
600 800 mg

a. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin


Pada tahun 1924, Smolenski adalah yang pertama kali
berasumsi bahwa pektin merupakan polimer asam galakturonat. Pada
tahun 1930, Meyer dan Mark menemukan formasi rantai dari molekul
pektin, dan Schneider dan Bock pada tahun 1937 membentuk formula
tersebut (Herbstreith dan Fox, 2005). Pektin tersusun atas molekul
asam galakturonat yang berikatan dengan ikatan -(1-4)-glikosida
sehingga

membentuk

asam

poligalakturonat.

Gugus

karboksil

sebagian teresterifikasi dengan metanol dan sebagian gugus alkohol


sekunder terasetilasi (Herbstreith dan Fox, 2005 dalam Hariyati,
2006).
Menurut Hoejgaard (2004) dalam Hariyati (2006), pektin
merupakan asam poligalakturonat yang mengandung metil ester.
Masing-masing

cincin

merupakan

suatu

molekul

dari

asam

poligalakturonat, dan ada 3001000 cincin seperti itu dalam suatu


tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.

Gambar 1. Struktur senyawa pektin


Pada umumnya senyawa-senyawa pektin dapat diklasifikasi
menjadi tiga kelompok senyawa yaitu asam pektat, asam pektinat
(pektin), dan protopektin. Pada asam pektat, gugus karboksil asam
galakturonat dalam ikatan polimernya tidak teresterkan. Asam pektat
dapat membentuk garam seperti halnya asam-asam lain. Asam pektat
terdapat dalam jaringan tanaman sebagai kalsium atau magnesium
pektat (Winarno, 1997).
b. Sifat-Sifat Pektin
Commite on Food Chemical Codex (1996) menyatakan bahwa
pektin sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam
poligalakturonat

dan

sodium,

potasium,

kalsium

dan

garam

ammonium. Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga


halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan
banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang. Gliksman
(1969) dalam Hariyati (2006) menyatakan bahwa pektin kering yang
telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan
yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya (Hariyati,
2006).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat
kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin,
suhu, ion kalsium, dan gula (Chang dan Miyamoto, 1992 dalam
Hariyati, 2006). Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang
cukup lebar tergantung pada konsentrasi pektin, dan ukuran rantai
asam poligalakturonat (Rouse, 1977 dalam Hariyati, 2006).
c. Kegunaan Pektin
Dalam industri makanan dan minuman, pektin dapat digunakan
sebagai bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju, bahan
pengental dan stabilizer pada minuman sari buah. Selain itu pektin
juga berperan sebagai bahan pokok pembuatan jeli, jam, dan
marmalade (Herbstreith dan Fox, 2005).

Pektin memiliki potensi yang baik dalam bidang farmasi. Towle


dan Christensen (1973) dalam Hariyati (2006) menyatakan bahwa
sejak dahulu pektin digunakan dalam penyembuhan diare dan
menurunkan kandungan kolesterol darah. Pada industri farmasi,
pektin digunakan sebagai emulsifier bagi preparat cair dan sirup, obat
diare pada bayi dan anak-anak, obat penawar racun logam, dan
bahan penyusut kecepatan penyerapan bermacam-macam obat.
Selain itu, pektin juga berfungsi sebagai bahan kombinasi untuk
memperpanjang kerja hormon dan antibiotika, bahan pelapis perban
(pembalut luka) untuk menyerap kotoran dan jaringan rusak atau
hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh, serta bahan
injeksi untuk mencegah pendarahan (Hoejgaard, 2004 dalam Hariyati,
2006).
d. Ektraksi Pektin
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan dua atau
lebih komponen dengan menambahkan suatu pelarut yang tepat.
Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak
saling bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah air, dan pelarut
organik lain seperti kloroform, eter, dan alkohol(Sudjadi, 1988).
Dalam prosedur ekstraksi, zat-zat terlarut akan terdistribusi
diantara lapisan air dan lapisan organik sesuai dengan perbedaan
kelarutannya. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali
dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada bila jumlah pelarutnya
banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali. Pemisahan secara ekstraksi
ada dua macam yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair atau
dikenal sebagai ekstraksi pelarut (Sudjadi, 1988).
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa
gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat
molekul yang tinggi seperti pektin, pati, selulosa dan lignin. Selulosa
dan pektin banyak terdapat dalam buahbuahan. Cara yang lebih
mudah dan murah untuk mendapatkan karbohidrat adalah dengan

mengekstraknya

dari

bahan-bahan

nabati

sumber

karbohidrat

(Winarno, 1995).
Ekstraksi yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu
ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat-cair adalah suatu metode
pemisahan campuran terlarut yang terdapat dalam sampel padat
(misalnya bahan alam, daunrimpang, kayu, dan sebagainya) dengan
menggunakan pelarut organik (Winarni, 2007).
Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan
bahan, ekstraksi, penggumpalan, pencucian, dan pengeringan.
Metode yang digunakan untuk mengekstrak pektin dari jaringan
tanaman sangat beragam. Akan tetapi pada umumnya ekstraksi pektin
dilakukan dengan menggunakan ekstraksi asam, seperti asam
natrium heksametafosfat (Ranggana, 1977 dalam Fitriani, 2003),
asam sulfat (Cruess, 1958 dalam Fitriani, 2003), asam khlorida
(Suradi, 1984 dalam Fitriani, 2003), asam nitrat (Rouse dan Crandall,
1978, dalam Fitriani, 2003).
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi pektin telah dilakukan. Ahda dan Berry
(2008) menyatakan penggunaan pelarut asam klorida 0,05 N pada
proses ekstraksi kulit pisang kepok lebih banyak menghasilkan
rendemen

pektin

sebesar

11,93%

dibandingkan

dengan

menggunakan pelarut asam asetat 0,05 N yang menghasilkan


rendemen pektin sebesar 10,10% dengan suhu ekstraksi 80 oC untuk
waktu operasi selama 1,5 jam. Hal ini menunjukan bahwa pelarut
asam klorida lebih optimal dibandingkan pelarut asam asetat. Untuk
proses pemanasan Towle dan Christensen (1973) dalam Fitriani
(2003)

menyatakan

bahwa

pemanasan

dapat

menyebabkan

degradasi senyawa pektin. Rendemen pektin yang dihasilkan semakin


meningkat seiring dengan peningkatan suhu ekstraksi namun akan
semakin menurun seiring dengan waktu ekstraksi (Fitriani, 2003).
Handojo (1995) menyatakan bahwa ekstraksi adalah
pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan

dengan bantuan pelarut. Beberapa pelarut yang terpenting adalah air,


asam organik, hidrokarbon jenuh, toluene, karbon disulfit, ester,
aseton, hidrokarbon yang mengandung klor, isopropanol dan etanol.
Ekstraksi pektin merupakan suatu proses melarutkan pektin
dari suatu bahan yang kemudian diikuti dengan proses pengendapan
dan pengeringan. Ekstraksi pektin yang menggunakan air panas akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dikarenakan proses hidrollisa
protopektin menjadi komponen yang larut didalam air panas relatif
lebih sulit dibandingkan dengan ekstraksi menggunakan asam. Akan
tetapi semakin tinggi suhu yang digunakan maka proses ekstraksi
akan semakin cepat. Ekstraksi pektin yang terlalu lama akan
mengurangi

kekuatan

jeli

yang

dihasilkan

sehingga

akan

mempengaruhi tingkat mutu pektin yang dihasilkan (Meilina, 2003).


Darmawan (1972) di dalam Meilina (2003), melakukan
ekstraksi pektin dari papaya dengan menggunakan garam ammonium
dengan pH 3 4 pada suhu 87,5C selama 50 menit. Sedangkan
Rasyid (1986), melakukan ekstraksi pektin dari pulp kopi dengan
menggunakan asam klorida pH 2 pada suhu 80C dengan waktu
ekstraksi selama 45 menit. Waktu ekstraksi yang terlalu lama
mengakibatkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat.
Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin
cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat (Meilina,
2003). Beberapa pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstrak
pektin dapat dilihat pada dibawah ini:
Tabel 3. Beberapa senyawa untuk mengesktrak pektin
Jenis Bahan
Asama nitrat
Asam klorida
Asam sulfat
Asam sitrat
Garam ammonium
Polifosfat
Sumber: Meilina, 2003

Referensi
Towle dan Cgristensen, 1973
McCready, 1965; Suradi 1984
Cruess, 1958
Kirk dan Othmer, 1952
Kertesz, 1951
Baker, 1948

Gambar 2. Prose hidrolisis Pektin hingga menjadi senyawa turunannnya


VI. Metode Kerja
1. Alat
Peralatan penelitian yang digunakan antara lain hot plate, batang
pengaduk, termometer, gelas kimia, cawan porselen, tabung reaksi,
sendok tanduk, chamber, corong gelas, corong pisah, gelas ukur,
kertas saring, lempeng KLT, pipa kapiler, pipet tetes,

timbangan

analitik, dan timbangan kasar.


2. Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah kulit buah pisang raja (Musa
paradisiaca L.) dan bahan kimia berupa asam klorida (HCl) 2 N, air
(H2O), etanol (C2H5OH) 96% dan 70%.
3. Cara Kerja
1) Penyiapan Sampel
Kulit pisang raja dibersihkan dari kotoran dengan cara dikupas
kulit terluarnya, dipotong kecil-kecil, kemudian dicuci dengan air
mengalir. Setelah itu 200 g kulit pisang raja diblender hingga ukuran
sampel lebih kecil dari ukuran sebelumnya (tidak samai halus).

2) Ekstraksi Pektin
Sebanyak 200 gram sampel yang telah diblender kemudian
ditambahkan dengan HCl 2 N sebanyak 800 ml. Kemudian
dipanaskan pada suhu 80-95oC selama 120 menit. Selanjutnya
dilakukan penyaringan dan diambil filtratnya.
3) Pengendapan Pektin
Filtrat hasil penyaringan dituang ke dalam gelas beker dan
ditambahkan alkohol 96% dengan perbandingan volume 1 : 2 dan
diendapkan selama satu malam. Endapan dipisahkan dari larutan
dengan penyaringan yang menggunakan kertas saring. Endapan
lalu dicuci dengan alkohol 70% sebanyak 3 kali.
4) Pemurnian Pektin
Endapan dilarutkan

dalam

larutan

kaporit,

kemudian

dipanaskan pada suhu 40oC selama 1 jam. Endapan dipisahkan


dari air dengan cara disentrifugasi. Gel pektin basah yang
didapatkan dilanjutkan ke pengujian kualitatif dengan menggunakan
beberapa pereaksi.
5) Analisis Kualitatif
1. Uji Karbohidrat
1) Sampel 1 g dilarutkan dengan 10 ml air, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Ditambahkan sedikit reagen Benedict.
Panaskan dalam penangas air, biasanya selama 410 menit.
Uji positif ditandai dengan terbentuknya larutan hijau, merah,
orange atau merah bata serta adanya endapan.
2) Sampel 1 g dilarutkan dengan 10 ml air, ditambahkan
beberapa tetes I2. Uji positif ditandai dengan terbentunya
larutan biru
2. Uji Pektin
1) Sampel 1 g ditambah 100 ml air, dilarutkan, kemudian
ditambahkan etanol P hingga terbentuk endapan putih
seperti gelatin.
2) Sampel 5 ml larutan pektin (1 dalam 100) ditambah 1 ml
NaOH 2 N, diaduk hingga membentuk endapan gel.
6) KLT

1. Sampel 1 gram dilarutkan dengan sedikit air.


2. Diaktifkan lempeng yang akan digunakan dalam oven pada
suhu 115oC selama 15 menit.
3. Dibuat eluan BAA (Butanol : Acetat Acid : Aquadest) (4 : 1 : 5).
4. Dimasukkan eluen BAA ke dalam chamber, kemudian
dimasukkan kertas saring. Tutup chamber, biarkan chamber
jenuh, yang ditandai dengan kertas saring terbasahi semua.
5. Totolkan sampel pada lempeng yang telah diaktifkan,
dimasukkan ke dalam chamber, biarkan sampel terelusi hingga
batas akhir.
6. Hitung Rf pada noda yang nampak.
7. Lakukan hal yang sama dengan diatas untuk eluen Kloroform :
etil asetat (3 : 1)
VII.

Hasil Percobaan
a. Berat simplisia basah
: 200 gram
b. Berat ekstrak
: 2, 0094 gram
c. Jumlah pelarut yang digunakan : 800 ml HCl 2 N
NO
.
1.
2.
3.

Perlakuan
Uji Karbohidrat
a. Penambahan Benedict
b. penambahan larutan I2
Uji Pektin
a. Penambahan etanol 96 %
b. Penambahan NaOH 2 N
KLT
a. eluen kloroform - etil asetat (3 :1)
sebanyak 10 ml
b. eluen BAA sebanyak 10 m

VIII.

Hasil

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Pembahasan
Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot
molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin
digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan
jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi

digunakan untuk obat diare karena khasiat pektin yang dapat


menyerap racun pada makanan yang dikonsumsi.
Senyawa pektin banyak terkandung dalam buah-buahan yaitu
khususnya pada dinding sel buah. Dari hasil penelitian, kandungan
pektin lebih banyak terdapat pada kulit dari buah yang telah matang
daripada kulit buah yang masih mengkal. Menurut Winarno (1992)
tingkat kematangan akan mempengaruhi pektin yang dihasilkan
karena komposisi kandungan protopektin, pektin dan asam pektat di
dalam buah sangat bervariasi dan tergantung pada derajat
kematangan buah, karena selama proses ekstraksi protopektin akan
dihidrolisis menghasilkan pektin. Dugaan bahwa didalam kulit buah
pisang khususnya kulit buah pisang raja terdapat kandungan pektin
yang tinggi adalah karena kulit buah pisang raja lebih tebal
dibandingkan kulit buah pisang lainnya, hal ini juga didukung oleh
oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini
yang menjadi alasan dilakukannya pengujian/isolasi senyawa pektin
dari kulit buah pisang raja.
Adapun Faktor-faktor yang berpengaruh dalam ekstraksi
pektin antara lain :
(1) Derajat keasaman larutan ekstraksi (pH).
(2) Waktu kontak antara bahan yang diekstraksi dengan pelarut.
(3) Ukuran partikel yang diekstraksi.
(4) Suhu pelarutan.
(5) Rasio pelarut dan bahan ekstraksi.
(6) Jenis pelarut.
(7) Jenis bahan yang diekstraksi.
Proses pengolahan sampel kulit buah pisang raja yaitu dimulai
dari pemilihan bahan baku, penyiapan simplisia basah (kulit buah
pisang raja disortasi basah, dipotong kecil, dan diblender),
penimbangan sampel, ekstraksi dengan pelarut asam klorida 2 N
sebanyak 800 ml pada suhu 80-950 C dan waktu 120 menit.
Penggunaan

asam

dalam

ekstraksi

pektin

adalah

untuk

menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air


ataupun membebaskan pektin dari ikatan dengan senyawa lain,

misalnya selulosa. Meyer menyatakan bahwa protopektin menjadi


pektin merupakan makromolekul yang merupakan berat moleku
tinggi, terbentuk antara rantai molekul pektin satu sama lai atau
dengan polimer lain. Protopektin tidak larut karena dalam bentuk
garam kalsium-magneium pektinat. Proses pelarutan protopektin
menjadi pektin terjadi karena adanya penggantian ion kalsium dan
magnesium oleh ion hidrogen ataupun karena putusnya ikatan
antara pektin dan selulosa. Semakin tinggi konsentrasi ion hidrogen
(pH) makin rendah kemampuan menggantikan ion kalsium dan
magnesium ataupun memutus ikatan dengan selulosa akan semakin
tinggi pula dan pektin yang larut akan bertambah Selanjutnya
dilakukan pengendapan senyawa pektin, proses pencucian dengan
etanol 96%, proses pemurnian dan tahap pengujian kualitatif dengan
beberapa pereaksi dan uji kromatografi lapis tipis menggunakan
variasi

eluen

kloroform-etil

asetat

(3:1)

serta

eluen

BAA

(Butanol:Asam Asetat:Air). Penggunaan etanol bertujuan untuk


mendehidrasi pektin dan mengganggu stabilitas larutan koloidalnya
sehingga pektin akan terkoagulasi.
Hasil pengujian kualitatif untuk ekstrak HCl kulit buah pisang
raja memberikan hasil yang negatif baik dari pengujian dengan
pereaksi maupun dengan uji KLT. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kesalahan dalam proses pengolahan sampel maupun ekstraksi.
Dalam proses pengolahan sampel ada beberapa proses yang tidak
dilakukan seperti proses penghilangan getah pada kulit pisang dan
karakterisasi terlebih dahulu. Faktor kesalahan lainnya adalah
ekstrak kering yang didapatkan sangat sedikit jumlahnya sehingga
diperkirakan kandungan senyawa pektin pun sangat kecil jumlahnya,
akibatnya pada proses pengujian memberi hasil yang negatif.

IX.

Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam kulit


buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) tidak terdapat senyawa pektin /
dari hasil pengujian memberikan hasil yang negatif.
X.

Saran
Kepada praktikan agar mencari referensi yang jelas mengenai cara

isolasi metabolit primer dari tanaman lainnya serta melakukan proses


isolasi dari jenis buah-buahan lainnya sesuai literatur agar hasil yang
didapatkan lebih baik.

Daftar Pustaka
Ahda Yusuf dan Berry Satria H. 2008, Pengolahan Limbah Kulit Pisang
Menjadi Pektin Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal. Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Dewati, Retno. 2008, Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Etanol, Surabaya, UPN Press.
Firiani, Vina. 2003, Ekstraksi dan Karakteristik Pektin dari Kulit Jeruk
Lemon (Citrus medica var Lemon). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Food Chemical Codex. 1996. Pectin. http://arjournals.annualreviews.


org/doi/abs/ 10.1146/ annurev.bi.20.070 151.000435.
Hariyati, Mauliyah Nur. 2006, Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari
Limbah Proses Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var
microcarpa). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
IPPA (International Pectins Procedures Association). 2002. What is Pectin.
http://www.ippa.info/history of pectin. htm.
Kaban, dkk. 2012, Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Raja (Musa
sapientum). Jurnal Teknik Kimia USU, Volume 1 No. 2 2012.
Kertesz, Z.I. 1951, The Pectin Substances. Interscience Pub. Inc., New
York.
Tarigan, dkk. 2012, Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Kepok (Musa
paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia USU, Article in Press 2012.
Winarni. 2007, Dasar-dasar Pemisahan Analitik, Semarang, Universitas
Negeri Semarang.
Winarno, F. G. 1992, Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Utama,
Jakarta.

LAMPIRAN GAMBAR

Gbr 6. Proses penyaringan

Gbr 1. Proses penyiapan simplisia


(blender)

Gbr 2. Ekstrak kulit pisang raja

4. Uji
dengan
penambahan
GbrGbr
6. KLT
dengan
eluen
kloroform:
larutan
iodium
etil asetat (3:1)

Gbr 3. Hasil penguapan ekstrak kulit


pisang raja

5. Uji
dengan
penambahan
GbrGbr
7. KLT
dengan
eluen
BAA (4:1:5)
pereaksi benedict

Anda mungkin juga menyukai