Anda di halaman 1dari 7

IDENTIFIKASI KHUSUS UNTUK ALKALOID

I. Hari/Tanggal : Jumat, 29 November 2019


II. Tujuan Percobaan : Dapat melakukan identifikasi khusus untuk beberapa jenis
senyawa alkaloida yang banyak digunakan
III. Waktu Pertemuan : 1 x 240 menit
IV. Pertemuan Ke- :
V. Dasar Teori :
Alkaloida adalah senyawa yang mempunyai gugus dengan atom nitrogen,
kebanyakan bersifat basa, biasanya terdapat dalam tumbuhan dan umumnya
mempunyai aksi farmakologis tertentu. Alkaloida hayna terdapat pada tumbuhan
dengan familia tertentu, diantaranya : Rubiaceae, Leguminoceae, Papaveraceae,
Ranunculaceae dan Solanaceae.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber
(1938). Merupakan bentuk kromatografi plalnar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya
diisikan atau dikemas didalamnya, pada KLT fase diam berupa lapisan yang
seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium atau pelat plastik. Fase gerak sebagai pelarut pengembang (eluen)
bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara
menurun (descending).
V. Alat dan Bahan ;
a. Alat :
- Tabung reaksi
- Beker glass
- Pipet tetes
- Gelas objek
- Mikroskop
- Corong
- Seperangkat alat KLT
b. Bahan :
- Asam sulfat encer
- Asam pikrat
- Arang penyerap
- Kloroform
- Amoniak
- Raksa (II) Klorida
- Asam klorida pekat
- Kadmium sulfat
c. Bahan Uji :
• Serbuk batang kina
• Serbuk daum tembakau
• Serbuk merica
• Serbuk akar ipeka
• Serbuk biji kopi
V. Cara Kerja
1. Identifikasi Mikrokimiawi untuk Kinina.
Maserasi sebanyak kurang lebih 200 mg serbuk Chinae Cortex dengan 20 ml
air dan 2 tetes asam sulfat encer selama 1 jam. Maserat berwarna coklat muda,
disaring. Pada filtrat ditambahkan 2 tetes asam sulfat encer, didihkan sebentar,
tambahkan 50 mg arang penyerap. Cairan akan menjadi bening dan aapabila
dilihat di bawah lampu UV akan terjadi fluoresensi biru jelas
2. Identifikasi Mikrokimiawi untuk Nikotin.
Sedikit serbuk daun Nicotiana tabacum (Tembakau), dimikrosublimasi.
Sublimat yang diperoleh yang berupa cairan kental, ditetesi dengan asam pikrat
LP dan diamati bentuk kristalnya.
3. Identifikasi Mikrokimiawi untuk Piperin.
Beberapa tetes sari kloroform dari serbuk Piper nigrum pada obyek glass
ditambahkan dengan 1 tetes asam klorida pekat dan kristal kadmium sulfat.
Akan terjadi kristal piperin cadmium sulfat yang dapat dilihat dengan jelas di
bawah mikroskop.
4. Identifikasi Mikrokimiawi untuk Emetin.
Hasil penyarian serbuk Ipecac radix dengan kloroform amonia alkalis pada
obyek glass ditetesi dengan asam pikrat 3% dalam asam klorida encer, maka
akan terjadi kristal atau masa amorf.
5. Identifikasi Mikrokimiawi untuk Kofein.
Sedikit serbuk kopi dimikrosublimasi. Sublimat yang diperoleh dilarutkan
dalam beberapa tetes air (bila perlu dipanaskan seupaya larut), kemudian
ditetesi dengan larutan Raksa (II) klorida, diamati bentuk kristalnya. Percobaan
juga dilakukan terhadapt serbuk daun teh.
6. Identifikasi alkaloda secara kromatografi lapis tipis.
Lakukan uji alakoloida piperin dalam serbuk merica secara kromatografi lapis
tipis sebagai berikut :
• Fase diam : Silika gel GF
• Fase gerak : Toluena : Etil asetat (70 : 30)
• Cuplikan : 1 g serbuk disari dengan 10 ml etanol selama 10 menit
(direfluks), lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dipekatkan sampai 3 ml.
• Deteksi, diamati di bawah sinar UV, atau jika ada disemprotkan
denngan pereaksi vanilin-asam sulfat pekat.

VI. Hasil Pengamatan


Gambar larutan alkaloid sebelum dan sesudah Deskripsi
reaksi
Nama sampel : Lada Hitam (Piper nigrum)
Sebelum reaksi :

Sesudah reaksi :

VII. Tugas
Hitung harga Rf tiap bercak yang terbentuk pada tiap percobaan

VIII. Rangkuman
Alkaloida merupakan senyawa yang banyak tersebar di alam.
Jumlahnya sangat sedikit dikandung pada tumbuhan. Alkaloida memberikan
efek farmakologis yang kuat terhadap tubuh dengan jumlah yang sangat kecil.
Identifikasi terhadap alkaloida dilakukan untuk mendeteksi
keberadaannya pada sampel. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara
mereaksikan dengan pereaksi tertentu maupun dengan uji KLT.

IX. Daftar Pustaka


Egon Stahl, 1998, Analisa Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Terjemahan
Kosasih & Iwang S, Penerbit ITB
Depkes R.I, 1977, Materia Medika, Jilid I, II, III, IV dan V, Jakarta
Hasil Pengamatan dengan Kromatografi
Fase Diam : Silica Gel GF 254
Fase Gerak : Toluena : Etil Asetat ( 70 : 30 )
Pembanding : Tidak menggunakan pembanding
Deteksi : UV 254 dan UV 366

Sebelum dilakukan identifikasi dengan KLT dilakukan


penjenuhan menggunakan fase gerak. Fase gerak yang
digunakan sebanyak 5 ml, dengan perbandingan 70 :30

Toluen = 70% X 5 ml
= 3,5 ml

Etil Asetat = 30% X 5 ml


= 1,5 ml

Ukuran plat yang digunakan tinggi = 10 Cm


Batas bawah = 1 cm
Batas atas = 1 cm
Jarak yang akan di tempuh eluan = 8 cm

Pengamatan sesudah reaksi :


Pengamatan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 µn
Pengamatan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 µn

Perhitungan :

Jarak yang di tempuh sample


Rf =
Jarak yang di tempuh eluen

• Pada UV 254 µn
Diketahui : Jarak spot 1 = 4,1 cm
Jarak yang di tempuh pelarut = 8 cm
Ditanya : Rf = …..?

Jarak yang di tempuh sample


Rf =
Jarak yang di tempuh eluen

4,1 cm
Rf spot 1 =
8 cm

= 0,5125

• Pada UV 366 µn
Diketahui : Jarak spot 1 = 4,1 cm
Jarak spot 2 = 6,7 cm
Jarak spot 3 = 7,3 cm
Jarak yang di tempuh pelarut = 8 cm
Ditanya : Rf masing- masing spot = …..?
Jawab :

Jarak yang di tempuh sample


Rf =
Jarak yang di tempuh eluen

4,1 cm
Rf spot 1 =
8 cm

= 0,5125

6,7 cm
Rf spot 2 =
8 cm

= 0,8375

7,3 cm
Rf spot 3 =
8 cm

= 0,9125

Kesimpulan :

Nilai Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase
gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila identifikasi nilai
Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf standart dari senyawa tersebut maka
senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karateristik yang sama atau mirip.
Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan
senyawa yang berbeda. Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan kromatografi
lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi.Nilai Rf
standart dari piperin adalan 0,42 ±0,03 (Vyas et all, 2011).

Dari hasil percobaan dengan menggunakan campuran eluen dengan perbandingan


toluene:etil asetat = 70:30 jarak totolan adalah 4,1 cm sehingga Rf 0,5125. Berdasarkan
literature diketahui bahwa nilai Rf Standart dari piperin adalah 0,42 ±0,03 (Vyas et all,
2011).
Oleh karena itu, dari hasil percobaan ini didapat Rf tersebut tidak mendekati nilai Rf
standart dari piperin.Di karenakan pada percobaan ini tidak menggunakan pembanding
agak sulit untuk menyatakan kalau sample tersebut merupakan senyawa yang berbeda.

Kesalahan yang terjadi pada praktikum ini bisa saja karena beberapa hal, perlakuan
sampel yang tidak sesuai prosedur, perhitungan dan pengukuran toluene dan etil asetat
yang digunakan sebagai eluen sehingga mempengaruhi polaritas. Saat memasukkan
campuran eluen, kemungkinan pelarut kurang homogen, serta saat memasukkan
pelarut ke dalam chamber kurang hati-hati sehingga sebelum chamber ditutup pelarut
ada yang menguap terlebih dahulu. Kontaminasi dapat pula terjadi akibat pembilasan
pipa kapiler dengan etanol yang kurang sempurna sehingga mengkontaminasi. Di
samping itu, saat mentotolkan tidak dalam kondisi yang benar-benar tegak sehingga
terjadilah hasil noda yang tidak bulat. Hal tersebut dapat mempengaruhi nilai Rf yang
didapat.

Anda mungkin juga menyukai