Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KROMATOGRAFI

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Disusun oleh:

Safitri Nur Anggraeni ( K100130142 )

Armetha Hanik Rosyidah ( K100130153 )

Fatika Araiz ( K100130159 )

Kelompok : M-4

Korektor : Ahmad Fauzi

Paraf Pengumpulan Laporan

Laboratorium Kromatografi

Fakultas Farmasi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014
MODUL 1

KROMATOGRAFI

(Pemisahan dan Identifikasi Senyawa Obat dalam Pengobatan Tradisional


Menggunakan KLT)

I. TUJUAN

Mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan dan me;lakukan


percobaan secara teori dan atau praktik :

a. Mendeskripsikan teori dan prinsip dasar KLT.


b. Memilih fase gerak yang tepat untuk pemisahan.
c. Melakukan analisa kualitatif untuk mengidentifikasi senyawa obat pada
obat tradisional.

II. REVIEW MATERI

Istilah kromatografi berasal dari bahasa Latin chroma berarti warna


dan graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh
Michael Tswest (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tswest dalam
percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain
dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat
(CaCO3) yang diisikan ke dalam kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses
pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan
atas kalsium karbonat (CaCO3), kemudian dialirkan pelarut petroleum eter.
Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil
pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan.

(Alimin, 2007)
Adsorben yang digunakan pada kromatografi lapis tipis biasanya
terdiri dari silika gel atau alumina dapat langsung atau dicampur dengan bahan
perekat misalnya kalsium sulfat untuk disalutkan pada pelat. Pada
pemisahannya, fase bergerak akan membawa komponen campuran sepanjang
fase diam pada pelat sehingga terbentuk kromatogram. Pemisahan yang terjadi
berdasarkan adsorbsi dan partisi. Teknik kerja KLT prinsipnya hampir sama
dengan komatografi lapis tipis (KLT).

(Yazid, 2005)

Untuk tujuan identifikasi, noda-noda sering dikarakterisasikan


berdasarkan nilai Rfnya. Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh suatu
zat terlarut terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama
waktu yang sama. Nilai Rf yang identik untuk suatu senyawa yang diketahui dan
yang tidak diketahui dengan menggunakan beberapa system pelarut berbeda
memberikan bukti yang kuat bah bahwa nilai untuk kedua senyawa tersebut
adalah identic, terutama jika senyawa tersebut dijalankan secara berdampingan

di sepanjang pita lapis tipis (KLT) yang sama.

(Underwood dan Day, 1999)

Beberapa kelebihan dari KLT yaitu sebagai berikut :

1. Waktu pemisahan lebih cepat.


2. Sensitif, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi.

3. Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna.

( Yazid, 2005)

Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh


prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk meneteskan sampel yang
akan dipisahkan digunakan suatu penyuntik berukuran mikro. Sampel harus
nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan
dengan mengorek lapisan vertikal searah gerakan pelarut. Resolusi KLT jauh
lebih tinggi daripada kromatografi lapis tipis (KLT) karena laju difusi yang luar
biasa kecilnya pada lapisan pengadsorbsi. Semua teknik yang dipakai
kromatografi lapis tipis (KLT) juga dapat digunakan untuk kromatografi lapis

tipis.

( khopkar, 2010)

Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia


karena kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran.Untuk
memperoleh materi murni dari suatu campuran maka harus melakukan
pemisahan.Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan

campuran.

( Hendayana, 2010)

III. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
Bejana KLT Sampel obat tradisional

Labu Takar 5mL Standar : Antalgin 0,1% dan


Fenilbutazon 0,1%
Kertas Saring
Fase diam : Silika Gel GF 254
Pipa Kapiler
Fase Gerak = kloroform : etanol ( 90:10 )
Pipet Tetes

Bekker Glass

Gelas Ukur

Plat KLT

Penggaris

Sinar UV
IV. CARA KERJA
A. Prinsip Dasar KLT

Disiapkan bejana kromatografi, dimasukkan fase gerak dalam chamber.

Dimasukkan kertas saring chamber dan ditutup rapat

Ditunggu sampe jenuh

Jenuh ( fase gerak membasahi atau telah mencapai ujung kertas saring

plat KLT deberi label dan ditandai

Ditotolkan pewarna pada Pelat KLT

Dimasukkan plot KLT pada chamber jenuh ditunggu hingga seluruh analit
terelusi.

Dihitung kepolaran dan kekuatan elusi dari fase gerak dengan memprediksi Rf.

Divisualisasikan dan ditandai kromatogram dibawah sinar UV.

Dihitung Rfnya.
B. Identifikasi senyawa obat pada obat tradisional
1. Preparasi Sampel

Ditimbang 100 mg sampel.

Dimasukkan kedalam labu takar 5 mL.

Dilarutkan dengan pelarut sampai tanda, dan disaring.

Ditotolkan larutan sampel menggunakan pipa kapiler.

Larutan sampel ditotolkan pada silika gel Gf254 untuk mengetahui kadar sampel
cukup untuk elusi dengan menotolkan 1x dilihat dibawah sinar UV sampe bercak
terlihat.

Sebelum ditotolkan silika Gel diberi batas bawah dan atas o,5 cm ditandai dengan
titik menggunkan pensil.

2. Penjenuhan

Disiapkan bejana kromatografi (Chamber).

Dimasukkan fase gerak kedalam chamber.

Dimasukkan kertas saring kedalam chamber dan ditutup rapat.

Ditunggu sampai jenuh (fase gerak telah mencapai ujung kertas


saring).
3. Identifikasi Senyawa Obat

Ditotolkan sampel pada silikan Gel GF254

Dimasukkan kedalam chamber yang sudah dijenuhkan

Dibiarkan analit di elusi oleh fase gerak sampai terjadi pemisahan warna

Divisualisasikan dan ditandai dibawah sinar UV

Dihitung Rf masing masing noda

Dibandingkan Rf sampel dan Rf standart untuk mengetahui senyawa obat


V. HASIL PERCOBAAN
Preparasi Sampel
Berat sampel : 0,102 gram
Pelarut : Etanol ad 5,0 ml
Pembanding
1. Antalgin (0,1%)
2. Fenilbutazon (0,1%)
Fase Diam : Silika gel GF 254 (ukuran 5x2 cm)

Fase Gerak : Kloroform : Metanol (90:10) (volume 2,0 ml)

Tabel Hasil Percobaan

No. Senyawa Rf UV 254 nm UV 366 nm

1. Antalgin 0,875 Berfluoresensi biru tua -

2. Fenilbutazon 0,95 Berfluoresensi biru tua -

3. Ibuprofen - - -

4. Parasetamol - - -

Hasil Elusi dengan KLT

0,5 cm

fenilbutazon

antalgin sampel

3,8 cm 4 cm

3,5 cm
Tabel Percobaan Semua Kelompok

Klmpk Fase Gerak Rf

Sampel Standart

A B ANT FN IBP PCT

1 MeOH : NH pekat 0,925 - 0,925 0,975 - -


(100:10)

2 CHCl : MeOH (90:10) 0,1 - 0,1 0,9 - -

3 CHCl : MeOH : Asam - 0,512 - - 0,712 0,525


Propionat (72:8:10)

4 CHCl : MeOH (90:10) 0,875 - 0,875 0,95 - -

5 MeOH : NH pekat - 0,925 - - 0,95 0,875


(100:10)

6 NaOH : n-butanol - 0,812 - - 0,80 0,825


(60:40)

7 CHCl : MeOH : Asam 0,3 - 0,325 - - -


Propionat (72:8:10)

8 NaOH : n-butanol - 0,9 - - - 0,86


(60:40)

Keterangan :

ANT : Antalgin FN : Fenilbutazon

IBP : Ibuprofen PCT : Paracetamol


VI. PERHITUNGAN

Perhitungan Volume Fase Gerak

- Kloroform - Metanol
90 10
Volume x 2 ml Volume x 2 ml
100 100
1,8 ml 0,2 ml
Perhitungan Rf pada KLT
- Antalgin - Fenilbutazon
Jarak bercak = 3,5 cm Jarak bercak = 3,8 cm
Jarak bercak
Rf
Jarak Elusi
3,5 cm

4 cm
0,875
Jarak bercak
Rf
Jarak Elusi
3,8 cm

4 cm
0,95

- Sampel
Jarak bercak = 3,5 cm
Jarak bercak
Rf
Jarak Elusi
3,5 cm

4 cm
0,875
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa apa
saja yang terkandung pada obat tradisional dan dapat memilih fase gerak yang
sesuai untuk pemisahan senyawa dengan menggunakan metode kromatografi
lapis tipis (KLT). Kromatografi merupakan metode yang digunakan untuk
memisahkan suatu senyawa menjadi beberapa komponen dengan
menggunakan dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Pada KLT, digunakan
fase diam berupa lapisan tipis yang berada pada permukaan datar diatas
pendukung yang sesuai, biasanya digunakan silika yang mana sifatnya polar,
sedangkan pada fase gerak berupa cairan yang mana akan menaiki fase diam.
Pada praktikum yang kami lakukan, kami menganilisis sampel A
dengan menggunakan pembanding berupa antalgin (0,1%) dan fenilbutazon
(0,1%). Fase gerak yang digunakan berupa campuran kloroform : metanol
(90:10), digunakan campuran dua pelarut organik karena campuran dari kedua
pelarut ini mempunyai daya elusi yang mudah diatur sehingga didapatkan
pemisahan yang optimal. Untuk mendapatkan harga Rf dengan rentang 0,2-0,8
maka harus dilakukan pengaturan terhadap daya elusi fase gerak sehingga
didapatkan pemisahan yang maksimal. Sedangkan fase diam yang digunakan
berupa silika gel GF 254 yang bersifat polar. Maksud dari GF 254 adalah silika
gel yang mengikat lapisan halus berupa gipsum yang berflluoresensi dengan
menggunakan panjang gelombang sebesar 254 nm. Digunakan fase gerak
kloroform dan metanol karena kloroform bersifat non polar sedangkan metanol
bersifat semi polar dan fase diam berupa silika gel GF 254 yang bersifat polar
sehingga sampel dan pembanding dapat dipisahkan karena adanya kelarutan
yang berbeda.
Sampel A ditimbang sebanyak 0,102 gram dan dilarutkan dengan
pelarut berupa etanol. Digunakan etanol, karena sampel A dapat larut dengan
baik dalam etanol. Setelah dilarutkan, sampel A disaring dengan menggunakan
kertas saring, tujuan penyaringan ini yaitu untuk mendapatkan larutan jernih
dari sampel A sehingga bisa ditotolkan pada fase diam. Sebelum dilakukan
pengembangan sampel, maka chamber terlebih dahulu dijenuhkan dengan fase
gerak. Tujuan penjenuhan ini agar sampel maupun pembanding dapat dipartisi
dengan mudah oleh eluen.
Setelah chamber dijenuhkan, dilakukan penotolan sampel pada fase
diam. Pemisahan yang optimal apabila penotolan sampel dilakukan sekecil dan
sesempit mungkin, karena jika terlalu banyak dan lebar maka resolusi akan
turun. Selain itu jika penotolan dilakukan pada tempat yang salah, maka akan
menimbulkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Pada praktikum yang
kami lakukan, sampel ditotolkan pada bagian tengah sedangkan pada bagian
kiri antalgin dan kanan fenilbutazon. Pada saat menotolkan fenilbutazon,
sebaiknya tidak lakukan hanya satu kali karena jika dilakukan satu kali
dikhawatirkan pada saat pengembangan sampel, fenilbutazon akan hilang
sehingga tidak akan tampak terlihat pada sinar UV.
Sampel yang telah ditotolkan pada fase diam kemudian dilakukan
pengembangan pada chamber yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan
fase gerak. Teknik pengembangan pada KLT dibagi menjadi dua yaitu
pengembangan menaik dan pengembangan menurun. Pada praktikum yang
dilakukan, teknik pengembangan yang kami lakukan adalah teknik
pengembangan menaik karena fase gerak akan menaiki fase diam. Pada saat
pengembangan, lempeng yang sudah ditotoli dicelupkan pada fase gerak pada
jarak 0,5 cm, jika fase gerak mencelupkan lempeng yang ditotoli dengan sampel
dan pembanding maka totolan itu akan hilang sehingga tidak akan terjadi
proses elusi dan tidak akan terjadi pemisahan.
Setelah proses pengembangan selesai, kemudian dilakukan deteksi
bercak. Pada KLT, bercak yang dihasilkan tidak berwarna, sehingga untuk
mengetahui berapa bercak yang dihasilkan maka dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu cara kimia, fisika maupun biologis. Pada praktikum yang
kami lakukan, cara yang dipakai adalah dengan cara fisika, yaitu mengetahui
bercak dengan menggunakan fluoresensi sinar ultraviolet. Digunakan
fluoresensi sinar ultraviolet karena lempeng yang digunakan mengandung silika
yang mana dapat berfluoresensi pada panjang gelombang emisi 254. Lempeng
diamati untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
seragam.
Dari hasil percobaan didapatkan dua bercak yang berfluoresensi biru
tua. Salah satu bercak memiliki Rf yang sama dengan bercak sampel, yaitu
antalgin dengan nilai Rf = 0,875 sedangkan pada bercak yang satunya lagi yaitu
fenilbutazon memiliki Rf = 0,95. Dapat disimpulkan bahwa senyawa sampel
tersebut mengandung senyawa obat yaitu antalgin karena Rf antara sampel
dengan antalgin sama yaitu sebesar 0,875. Antalgin memiliki sifat yang lebih
polar dibandingkan dengan fenilbutazon, karena fenilbutazon lebih mudah larut
dan terbawa oleh fase gerak (non polar), sedangkan antalgin dan senyawa
sampel(polar) lebih tertahan pada fase diam.
Rf merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan yang
ditempuh fase gerak. Nilai Rf merupakan derajat retensi suatu komponen
dalam fase diam. Nilai Rf yang besar menandakan bahwa senyawa tersebut
memiliki daya pisah zat terhadap solvent pada kondisi maksimum, sedangkan
nilai Rf yang kecil menandakan bahwa solvent memiliki daya pisah zat yang
minimum. Bila nilai Rf sama maka senyawa tersebut memiliki ciri yang sama,
sedangkan jika nilai Rf berbeda maka senyawa tersebut berbeda.
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa sampel jamu A
mengandung senyawa obat antalgin. Fase gerak yang cocok untuk pemisahan
sampel adalah campuran kloroform : metanol (90:10). Hal ini disebabkan karena
nilai Rf dari antalgin meaupun fenilbutazon memiliki jarak yang jauh, sehingga
digunakan fase gerak campuran kloroform : metanol (90:10).
VIII. KESIMPULAN
1. Cara pemisahan KLT berdasarkan fase diam (silika gel GF 254) dan fase gerak
(kloroform dan metanol).
2. Semakin tinggi polaritas senyawa, fase diam dari senyawa dengan afinitas
yang lebih besar akan mempunyai nilai Rf yang semakin kecil, sebaliknya
semakin rendah polaritas senyawa, semakin tinggi afinitas untuk pelarut dan
semakin besar nilai Rf. Nilai Rf yang didapat antalgin (polar) =0,875 dan
fenilbutazon (kurang polar) =0,95 dengan menggunakan fase gerak yang
cocok yaitu kloroform : metanol (90:10).
3. Sampel jamu A mengandung senyawa obat antalgin, yang berkhasiat sebagai
obat penghilang rasa sakit (analgetik) dan antipiretik.
DAFTAR PUSTAKA

Alimin, dkk. 2007. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press.

Hendayana, sumar. 2010. Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS.

Underwood dan Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai