Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf
otonom. Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak.
Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi
gastrointestinal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan banyak
aktivitas lainnya.
Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi
viseral tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang
terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian korteks
serebri khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat
yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatik
dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik
selalu berlawanan (antagonis). Dua perangkat neuron dalam komponen otonom
pada sistem saraf perifer adalah neuron aferen atau sensorik dan neuron eferen
atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistem saraf pusat, dimana
impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima impuls (informasi) dari
otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor.
Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf
simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada
organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar
tercapainya homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau
menekan.
Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya
dengan farmakologi dan toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme
kerja obat yang akan mempengaruhi sistem saraf otonom itu sendiri.

1
Mengingat pentingnya mempelajari sistem saraf otonom, maka kami
melakukan percobaan untuk menguji efektivitas obat yang diberikan pada hewan
uji mencit (Mus musculus).
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud Percobaan
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami efektivitas farmakologi
yang ditimbulkan dari obat-obat sistem saraf otonom pada hewan uji.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui efek farmakologi dari obat-obat sistem saraf otonom
yaitu propanolol, pilokarpin HCl dan atropine pada hewan uji yaitu mencit jantan
(Mus musculus).
1.3 Prinsip Percobaan
Penentuan efektivitas pemberian obat yakni propranolol HCl, pilokarpin
HCl, atropine sulfat pada hewan coba mencit jantan (Mus musculus) secara oral
dengan melihat efek yang ditimbulkan seperti pupil mata, diare, grooming, dan
tremor setelah pemberian obat-obat tersebut selama 15 menit.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hewan Coba
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah
objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau &
Hoosier Jr., 2003).
2.2 Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke
susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan
(Feriyawati, 2006). Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian
terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks.
Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan
pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf)
(Bahrudin, 2013). Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis
menjadi tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai organ-
organ sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke arah
susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses pengolahan yang
komplek pada SSP (proses pengolahan informasi) dan sebagai hasil pengolahan,
SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah perifer (impuls efferent) dan
mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus (Bahrudin,2013).
2.2.1 Susunan Sistem Saraf
Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat
(otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara
fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).
1. Sistem Saraf Pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional

3
pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi
elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara
mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
a) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin, 2012). Otak besar merupakan
pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar ini dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut
terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal.
Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak belakang/
kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan mielensefalon.
Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan
7 mielensefalon akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013). Otak
tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan amigdala
(Khafinuddin, 2012).
b) Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang
pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis
yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna
kelabu (grey area) (Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut
saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang
belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung.
Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta
sebagai pusat pengatur gerak refleks (Khafinuddin, 2012).
2. Sistem Saraf Tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari semua

4
saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013). Berdasarkan
fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu: A. Sistem Saraf Somatik (SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
a) Saraf kranial 1
2 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi
sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan motorik. Kedua belas saraf
tersebut dijelaskan pada.
b) Saraf kranial 1
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan
motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen
dan meninggalkan melalui eferen.
2.3 Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari.
Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh
darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik.
2.3.1 Susunan Saraf Otonom
Saraf yang mempersarafi alat-alat dalam tubuh seperti kelenjar, pembuluh
darah, paru, lambung, usus dan ginjal. Ada dua jenis saraf otonom yang fungsinya
saling bertentangan, kedua susunan saraf ini disebut saraf simpatis dan saraf
parasimpatis.
1. Saraf Simpatis
Saraf simpatis terletak di dalam kornu lateralis medula spinalis servikal VIII
sampai lumbal I. Sistem saraf simpatis berfungsi membantu proses kedaruratan.
Stres fisik maupun emosional akan menyebabkan peningkatan impuls simpatis.
Tubuh siap untuk berespon fight or flight jika ada ancaman. Pelepasan simpatis
yang meningkat sama seperti ketika tubuh disuntikkan adrenalin. Oleh karena itu,
stadium sistem saraf adrenergik kadang-kadang dipakai jika menunjukkan kondisi
seperti pada sistem saraf simpatis (Batticaca, 2008).

5
2. Saraf Parasimpatis
Saraf parasimpatis adalah sebagai pengontrol dominan untuk kebanyakan
efektor visceral dalam waktu lama. Selama keadaan diam, kondisi tanpa stres,
impuls dari serabut-serabut parasimpatis (kolenergik) menonjol. Serabut-serabut
sistem parasimpatis terletak di dua area, yaitu batang otak dan segmen spinal di
bawah L2. Karena lokasi serabut-serabut tersebut, saraf parasimpatis
menghubungkan area Universitas Sumatera Utara 16 kraniosakral, sedangkan
saraf simpatis menghubungkan area torakalumbal dari sistem saraf autonom.
Parasimpatis kranial muncul dari mesenfalon dan medula oblongata. Serabut dari
sel-sel pada mesenfalon berjalan dengan saraf okulomotorius ketiga menuju
ganglia siliaris, yang memiliki serabut postganglion yang berhubungan dengan
sistem simpatis lain yang mengontrol bagian posisi yang berlawanan dengan
mempertahankan kesimbangan antara keduanya pada satu waktu (Batticaca,
2008).
2.4 Uraian Bahan
2.4.1 Alkohol
Alkohol mempunyai nama resmi AETHANOLUM dan nama lain Etanol,
alkohol dan Ethyl alkohol. Rumus molekul alkohol adalah C2H6O dengan berat
molekul 46,07 g/mol. Pemerian alkohol yaitu cairan tidak berwarna,mudah
menguap, bau khas. Alcohol dapat bercampur dengan air, praktis tidak bercampur
dengan pelarut organik. Alkohol digunakan sebagai antiseptik untuk menghambat
mikroorganisme pada jaringan hidup dan desinfektan (mencegah pertumbuhan
dan pencemaran jasad renik) pada benda mati. Alkohol disimpan pada wadah
yang tertutup rapat. (Depkes, 1979 ; Rowe et al, 2009 ; Pratiwi, 2008)
2.4.2 Aquadest (Depkes RI, 1979) (Pratiwi, 2008)
Aquadest mempunyai nama resmi AQUA DESTILATA dan nama lain air
suling. Rumus molekul air adalah H2O dengan berat molekul 18,02 g/mol.
Aquadest merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau tidak mempunyai
rasa dan larut dengan semua jenis larutan. Aquadest digunakan sebagai pelarut
dengan penyimpanan dalam wadah tertutup baik. (Depkes RI, 1979 ; Pratiwi,
2008)

6
2.4.3 Propanolol
Propanolol mempunyai nama resmi PROPANOLOLI
HYDROCHLORIDUM dan nama lain propanolol hidrokloridum. Rumus molekul
propanolol adalah C16H21NO2.HCl dan berat molekulnya 295,81 g/mol. Pemerian
propanolol yaitu serbuk hablur, putih atau hamper putih, tidak berbau dan rasa
pahit. Propanolol larut dalam air dan dalam etanol, sukar larut dalam kloroform
dan praktis tidak larut dalam eter. Penyimpanan propanolol yaitu dalam wadah
yang tertutup baik. ( Dirjen POM, 1995)
Propanolol bekerja di Beta bloker adrenergik non selektif (anti aritmia II),
memblok secara kompetitif respon terhadap stimulasi alfa bloker dan beta bloker.
Adrenergik yang akan menghasilkan penurunan denyut jantung, kontraksi
jantung. Tekanan darah dan kebutuhan oksigen pada jantung. (Katzung, B.G.,
2002)
2.4.4 Atropin
Atropin mempunyai nama resmi ATRIPINI SULFAS dan nama lain
Atropin sulfat dengan rumus molekul (C17H23NO3)2H2SO4.H2O dan berat molekul
694,84 g/mol. Pemerian atropin yaitu hablur tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, tidak berbau, mengembang di udara kering, perlahan-lahan terpengaruh
oleh cahaya. Atropin sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
terlebih dalam etanol mendidih, mudah larut dalam glisern dan atropine disimpan
dalam wadah tertutup rapat. (Dirjen POM, 1995)
Mekanisme kerja atropin memblok aksi kolinomimetik pada reseptor
muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh
atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik
yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukkan adanya kompetisi untuk
memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah
mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang
diakibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya. (Tjay dan Kirana,
2002)
2.4.5 Pilokarpin (Dirjen Pom, 1979)
Pilokarpin mempunyai nama resmi PILOCARPINI
HYDROCHLORIDUM dan nama lain Pilokarpin Hidroklorida dengan rumus

7
molekul C11H16N2O2.HCl dan berat molekul 244,72 g/mol. Pemerian pilokarpin
yaitu Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa agak
pahit, higroskopik. Pilokarpin digunakan sebagai Parasimpatmimetikum,
miotikum dan disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
(Dirjen Pom, 1979)
Mekanisme kerja pilokarpin yaitu meningkatkan aliran keluar akuos
karena adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan penarikan tapis
sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut tertutup, efek miotik
dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris menjauh dari sudut bilik
mata depan. 4bat ini meningkatkan aliran keluar melalui trabekula. Indikasi:
Glaukoma sudut terbuka kronis. (Katzung, B.G. 1997)
2.5 Uraian Hewan Coba
2.5.1 Definisi Mencit
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalamkingdom
animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang
dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas
mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaanmengerat (ordo rodentia),
dan merupakan famili muridae, dengan nama genus
Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna putih
atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ;faktor eksternal seperti
makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998). Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-407 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa.Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka.
Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0, dan
molar 3/3 (Setijono,1985).Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan

8
dapat juga mencapai umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur
untuk siap dikawinkan 8 minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit
betina mengalami estrus.Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith
dan Mangkoewidjojo,1988).
Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan
dilaboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi
(Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang
tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)
2.5.2 Klasifikasi Mencit (mus musculus) (Adnan, 1992)
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Bangsa : Muridae
Mencit
Marga : Mus
(Mus Musculus)
Jenis : Mus musculus L.
2.5.3 Mofologi dan anatomi mencit
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan
hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku
mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor internal seperti seks,
perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ; faktor eksternal seperti
makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi, Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 7 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3

9
tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.
Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988)

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan tempat

10
Praktikum mengenai sistem syaraf otonom dilaksanakn di laboratorium
farmakologi, Fakultas Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
pada hari senin, tanggal 11 November 2019 pukul 15.00-18.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Kanula, pot salep, batang pengaduk, gelas beaker, gelas ukur, enlemeyer,
wadah.
3.2.2 Bahan
Alkohol 70%, aquadest, pilokaprin tetes mata, atropin tetes mata,
propanolol tablet, Na-CMC.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Na CMC
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang Na CMC sebanyak 2 gr
4. Dimasukkan ke dalam gelas kimia
5. Dipanaskan aquades hingga mendidih
6. Diukur 200 ml aquades panas
7. Dilarutkan dalam Na CMC 2 gr
8. Diaduk hingga homogen
3.3.2 Pemberian pilokaprin tetes mata
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol
3. Ditimbang berat mencit yang dipakai untuk diberikan pilokaprin
4. Diambil pilokaprin sebabyak 0,26 ml
5. Dilakukan secara oral semua pemberian dengan volume pemberian max
1 ml/20g Bb mencit.
6. Diamati dan dicatat perilaku yang terjadi pada mencit
3.3.3 Pemberian Atropin tetes mata
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang berat mencit yang dipakai untuk diberikan Atropin
4. Diambil Atropin sebanyak 0,312 ml

11
5. Dilakukan secara oral semua pemberian dengan volume pemberian max
1 ml/20g Bb mencit.
6. Diamati dan dicatat perilaku yang terjadi pada mencit
3.3.4 Pemberian propanolol tablet
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan menggunakan alkohol 70%
3. Dilarutkan propanolol dalam 20 ml Na-CMC
4. Diambil propanolol sebanyak 0,005210 gram
5. Dilakukan secara oral pemberian propanolol kepada mencit dengan volume
pemberian 1ml/20 g Bb mencit
6. Diamati dan dicatat perilaku yang terjadi kepada mencit

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No Perlakuan Pupl mata Diare Grooming Tremor
1. Mencit 1 + - + +

12
(Pilokarpin)
Mencit 2
2. + - + +
(Atropin)
Mencit 3
3. + + + +
(propanolol)
4.2 Pembahasan
Sistem saraf otonom adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf dan tidak dapat
dikendalikan oleh oleh kemauan kita melalui otak (Djamhuri, 2001).
Sistem saraf otonom adalah system saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh
kemauan kita melalui otak. System saraf otonom mengendalikan beberapa organ
tubuh seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung dan usus.
System saraf ini dapat dipicu (induksi) atau dihambat (Inhibisi) oleh senyawa obat
(Sulistia, 2009).
Pada praktikum kali akan dilakukan percobaan system saraf otonom dengan
tujuan untuk mengetahui efek farmakologi dari obat-obat system saraf otonom
yaitu pilokarpin, atropine, dan propanolol terhadap hewan uji mencit (mus
muscullus). Menurut Depkes RI (2007), tujuan digunakannya mencit karena
mencit mempunyai proses metabolisme dalam tubuh yang berlangsung cepat,
sehingga cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Sebelum melakukan
praktikum, semua alat yang akan digunakan dibersihkan dengan alkohol 70%. Hal
ini bertujuan untuk membebaskan mikroba dan benda-benda asing lainnya (Dirjen
POM, 1995).
Pada mencit 1 dengan berat badan maencit 20 gr diberikan obat pilokarpin
secara oral dengan volume pemberian sebanyak 0,3 ml. kemudian diamati selama
15 menit – 30 menit didapatkan hasil bahwa pada menit ke 12 mencit memberikan
efek grooming dan tremor tetapu tidaka mengalami diare dan pembesaran pupil
mata. Hal ini sesuai dengan mekanisme kerja dari obat pilokarpin yang bekerja
pada reseptor muskarinik (m3) yang terdapat pada otot spinger iris, yang
menyebabkan otot berkontraksi dan menyebabkan pupil mata mengalami miosis

13
(Katzung, 2001). Pilokarpin digunakan sebagai salah satu obat pada praktikum ini
karena pilokarpin merupakan salah satu obat golongan agonis kolinergik
(parasimpatomimetik), yaitu obat yang mendukung efek parasimpatis (Ganiswara,
2007) .
Pada mencit 2 dengan berat badan 21 gr diberikan obat atropin dengan
volume pemberian sebanyak 0,3 ml. Kemudian diamati selama 15 menit – 30
menit, didapatkan hasil bahwa pada menit ke 15 mencit memberikan efek
grooming, tremor, dan pembesaran pupil mata tetapi tidak mengalami diare.
Mekanisme kerja dari obat ini yaitu memblok aksi kolinomimetik pada reseptor
muskarinik secara reversibel (tergantung jumlahnya) yaitu hambatan oleh atropine
dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara
dalam dosis besar (Katzung, 2001). Pada pemberian atropin mencit tidak
mengalami diare, karena atropin pada pencernaan sebagai antipasmodik yaitu
menghambat peristaltic usus dan lambung sedangkan pada mata, atropine
menyebabkan midriasis dan siklopegia. Sedangkan efek grooming dari mencit,
disebabkan oleh atropin yang akan menghalangi neurotransmitter berikatan
dengan reseptor muskarinik, sehingga efek parasimpatis dihambat (Jay danKirana,
2002).
Pada mencit 3 dengan berat badan 20 gr diberikan obat propanolol secara
oral dengan volume pemberian sebanyak 1 ml. Diamati selama 15 menit – 30
menit, didapatkan hasil bahwa pada menit ke 15 mencit memberikan efek tremor,
grooming, diare, dan pembesaran pupil mata. Mekanisme kerja dari propanolol
yaitu dengan cara menghambat kerja dari enzim efinefrin atau adrenalin yaitu zat
didalam tubuh yang dapat menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan tekanan
darah, dan meningkatkan denyut jantung (Katzung, 2001). Penggunaan
propanolon pada praktikum ini karena merupakan salah satu obat golongan
antagonis adrenergik (simpatolitik) yaitu obat yang menghambat saraf simpatis.
Obat golongan ini mempunyai efek yang sama dengan agonis kolinergik. Oleh
karena itu propanolol dapat memberikan efek-efek tersebut yaitu efek yang
didukung oleh saraf parasimpatis (parasimpatomimetik) (Sweetman, 2008).

14
Dari hasil praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa obat yang memiliki
efektifitas kuat pada sistem saraf otonom adalah propanolol, karena obat
propanolol dapat menyebabkan efek tremor, diare, grooming, dan pembesaran
pupil mata yaitu efek yang didukung oleh saraf parasimpatis
(parasimpatomimetik) (Sweetman, 2008).
Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada praktikum ini terjadi pada saat
perhitungan dosis, penimbangan bahan, dan pada proses pemberian. Sehingga
hasil yang diinginkan tidak sesuai.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa obat yang
memiliki efektivitas yang paling tinggi yaitu obat propanolol yang ditandai

15
dengan adanya pupil mata yang membesar, timbulnya diare, grooming dan tremor.
Sedangkan pada obat pilokarpin dan atropine tidak menunjukkan adanya diare.
5.2 ` Saran
5.2.1 Untuk Jurusan
Untuk kelancaraan praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas dan penuntun
praktikan yang digunakan dalam praktek lebih dilengkapi agar hasil yang
diperoleh dalam pengambilan data lebih maksimal dan kesalahan dalam
pengambilan data berkurang.
5.2.2 Untuk Jurusan
Sebaiknya alat-alat yang ada dilboratorium lebih diperhatikan dan dirawat
lagi agar saat praktikum bisa dipergunakan dengan baik maksimal tanpa ada
kekurangan.
5.2.3 Untuk Asisten
1. Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan lebih ditingkatkan
dan asisten juga harus banyak memberi wawasan praktikan.
2. Hubungan antara asisten dengan praktikan diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerja sama yang baik.
5.2.4 Untuk Praktikan
1. Untuk praktikan diharapkan banyak menguasai materi mengenai objek
yang digunakan untuk praktikum.
2. Praktikan diharapkan dapat tepat waktu.
3. Praktikan diharapkan dapat bekerja sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.

16

Anda mungkin juga menyukai