Anda di halaman 1dari 19

LABORATORIUM FARMASETIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAHAN DISKUSI TEORI

SUSPENSI

OLEH

KELOMPOK 4

GOLONGAN SELASA PAGI

ASISTEN : VERIEL CHRISTIAN YUNUS

MAKASSAR

2021
TEORI SUSPENSI

II. Suspensi

II.1. Pengertian Suspensi (2 pustaka (maksimal 1 jurnal))

a. Suspensi merupakan bentuk sediaan yang heterogen dimana terdiri

dari dua fase yang tidak saling bercampur, namun disatukan dengan

sebuah bahan yang disebut sebagai surfaktan [1]

b. Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel tidak

larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair [9]

c. Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase

yaitu fase luar atau fase kontinyu dan fase dalam atau fase

terdispersi [12]

Rangkuman : Suspensi merupakan suatu sediaan cair yang

heterogen dimana terdiri atas dua fase yang tidak saling bercampur

dan disatukan dengan bahan yang disebut dengan surfaktan.

II.2. Karakteristik Sediaan Suspensi (3 pustaka)

a. Pustaka 1 [1]

Kriteria suspensi yang baik sebagai berikut.

1. Zat yang tersuspensi tidak boleh cepat mengendap.

2. Bila mengendap, maka bila dikocok harus segera terdispersi.

3. Mudah dituang dari botol.


4. Mudah mengalir melewati jarum suntik, jadi tidak boleh terlalu

kental.

5. Dapat tersebar dengan baik di permukaan kulit.

6. Tidak boleh sedemikian mudah bergerak sehingga gampang

hilang.

7. Dapat kering dengan cepat dan membentuk lapisan pelindung

yang elastis.

b. Pustaka 2

sedian supensi baik secara estetika, memilki sifat alir yang baik

karena agar dapat mudah dikeluarkan dari wadahnya, pada fase dispesi

harus mudah untuk didipersikan kembali.

c. Pustaka 3

Rangkuman:

berdasarkan pustaka yang didapatkan suspensi yang baik memiliki

beberapa karakteristik yang harus dimiliki yang paling terutama

adalah memiliki estetika yang berarti bentuk sedian harus terlihat

baik dan memiliki aroma yang tidak bau maupun berasa pahit, tidak

mudah mengendap, dan mudah dikeluarkan dari wadahnya.

II.3. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Suspensi (2 pustaka)

a. Pustaka 1 [2]

Keuntungan
● Suspensi dapat digunakan untuk obat yang memiliki kelarutan

rendah di air

● Dapat menutupi rasa yang tidak enak

● Mempermudah pasien yang susah menelan sediaan padat seperti

tablet

Kekurangan

● Suspensi pada dasarnya tidak stabil sehingga diperlukan

keterampilan yang baik untuk memastikannya tetap stabil selama

disimpan

● Dapat menyebabkan sedimentasi, interaksi partikel-partikel, dan

caking karena tidak stabil sehingga terjadi ketidakseragaman dosis

● Wadah Suspensi mungkin besar karena itu sulit dibawa oleh pasien

b. Pustaka 2 [3]

Keuntungan

● Dapat digunakan untuk obat yang memiliki kelarutan rendah diair

yang tidak dapat diformulasikan sebagai larutan

● Dapat diberikan pada pasien yang kesulitan menelan

● Memperbaiki rasa yang tidak enak

● Suspensi mengalami pembubaran sebelum melintasi membrane

biologis, sehingga memberikan pelepasan obat yang cepat

Kerugian
● Harus memiliki partikel terdispersi yang halus sehingga tidak

mengendap dengan cepat di dalam wadah

● Jika terjadi sedimentasi, maka tidak boleh membentuk cake hard

atau sedimen yang keras

● Penggumpalan partikel saat terbentuk sedimen harus dicegah

● Harus Memiliki waktu redispersi yang sedikit atau waktu untuk

suspensi terdispersi kembali dari keadaan mengendap sehingga

mudah dituang

Rangkuman

keuntungan

● dapat digunakan untuk obat yang memiliki kelarutan rendah diair

● dapat menutupi rasa

● mudah ditelan

● pelepasan obat yang cepat

kerugian

● suspensi tidak stabil

● dapat menyebabkan sedimentasi sehingga terjadi

ketidakseragaman dosis

● susah dibawa karena bentuk sediaan yang besar

II.4. Komposisi (Jenis-Jenis Suspending Agent) (2 pustaka) ( cari lagi

dicovil)
1. Terdapat dua jenis agen pensuspensi, yaitu pensuspensi dari alam

dan pensuspensi buatan atau sintesis [8]

2. Bahan pensuspensi alam biasanya seperti gom dimana dapat

mengembang ataupun mengikat air sehingga membentuk

mucilago dan dengan terbentuknya mucilago maka viskositas

cairan tersebut akan meningkat. Contoh bahan pensuspensi alam

adalah gom arab/akasia/pulvis gummi arabicum (PGA), chondrus,

tragakan, alginat, bentonit, hectorite, dan veegum. Contoh bahan

pensuspensi sintetis adalah derivat selulosa (seperti metil selulosa

dan CMC) dan golongan organik polimer (seperti carbopol) [5:139-

141].

Rangkuman

Bahan pensuspensi terbagi menjadi dua yaitu bahan

pensuspensi alam (gom arab/akasia/pulvis gummi arabicum

(PGA), chondrus, tragakan, alginat, bentonit, hectorite, dan

veegum) dan bahan pensuspensi sintetis derivat selulosa (seperti

metilselulosa dan CMC)

II.5. Termodinamika Suspensi (2 pustaka)

1. Sediaan suspensi biasanya terdiri dari beberapa bahan yang

tambahan yang memiliki tujuan masing-masing semisal buffer

polimer dan salah satunya suspending agents, suspending agent

berfungsi untuk menjaga bentuk dari suspensi [13].


2. Keefektifan dari formulasi suspensi secara farmasetik biasanya

sulit untuk dicapai dibandingkan sediaan kapsul atau tablet obat

yang sama. Permasalahan yang mungkin dapat timbul dalam

pencampuran formulasi suspensi yang berhubungan dengan

kestabilan termodinamik [4].

3. Suspensi merupakan suatu sediaan yang tidak stabil secara

termodinamika. Suspensi merupakan sediaan yang terdiri dari dua

fase yang tidak saling bercampur yaitu bahan padatan sebagai fase

terdispersi dan pelarut sebagai fase pendispersi. Karena

ketidakcampuran ini, maka terdapat tegangan antarmuka antara

permukaan padatan (fase padat) dengan permukaan pelarut (fase

cair). Terdapat faktor luas permukaan partikel (∆A) dan tegangan

antarmuka (γSL) maka dari rumus di atas, akan terdapat juga nilai

dari ΔF (energi bebas permukaan). Jika ΔF = 0 maka sediaan ini

akan stabil secara termodinamika. Jika ΔF = Ø maka

termodinamika tidak stabil [1].

Rangkuman:

● Suspensi merupakan sediaan yang tidak stabil secara

termodinamika karena pada sediaan ini terdapat faktor

tegangan antarmuka dan luas permukaan dari partikel zat

padat.
II.6. Perbedaan Flokulasi dan Deflokulasi (2 pustaka)

1. Suspensi terflokulasi adalah suspensi dengan ukuran partikel yang

besar, sehingga bila mengendap, tidak terbentuk endapan yang

rapat, dan bila dikocok, akan segera terdispersi dalam

pembawanya). Suspensi flokulasi memiliki partikel agregat bebas

(ukurannya besar), laju pengendapan tinggi karena partikel

mengendap, endapan yang terbentuk cepat, partikel tidak mengikat

kuat dan keras satu sama lain, suspensi jadi keruh karena

pengendapan yang optimal dan supernatannya jernih. Sedangkan,

suspensi deflokulasi memiliki partikel dalam wujud memisah

(ukurannya kecil), laju pengendapan lambat, endapan yang

terbentuk lambat, endapan menjadi sangat padat karena terjadi

tolak menolak antar partikel, penampilan suspensinya menarik

karena tersuspensi dalam waktu lama, supernatan keruh ketika

terjadi pengendapan [1].

2. Flokulasi merupakan proses dimana partikel berkumpul dengan

ikatan yang lemah atau longgar yang mempunyai struktur terbuka

sehingga mudah untuk terdispersi lagi. Sedangkan, deflokulasi

merupakan proses pembentukan partikel dengan ikatan yang lebih

kuat sehingga sulit untuk terdispersi kembali [5].

Rangkuman
Suspensi terdiri atas dua jenis yaitu suspensi flokulasi dan

suspensi deflokulasi. Perbedaaan kedua jenis ini terdapat pada

ukuran partikel, kecepatan pengendapan, dan penampakan

suspensinya.

II.7. Agregat Molekul Suspensi (2 pustaka)

1. Agregasi merupakan salah satu sifat dari sistem-sistem suspensi

yang diatur oleh ukuran partikel, interaksi partikel, kerapatan partikel

dan medium, serta viskositas dari fase kontinu. Kecenderungan

partikel-partikel untuk membentuk agregat tergantung pada gaya tarik-

menarik dan gaya tolak antar partikel tersebut. Jika gaya tolak cukup

kuat, maka partikel-partikel akan terdispersi. Adapun sebaliknya, jika

gaya tarik menarik cukup kuat maka partikel-partikel tersebut akan

mengalami agregasi [13]

2. Agregasi merupakan hasil dari proses kovalen atau nonkovalen yang

bisa bersifat fisika maupun kimia. Dimana ketika partikel primer

terbentuk dari molekul protein sebagai akibat dari gerakan brown yang

mengakibatkan pembentukan agregat [14]

Rangkuman : Agregasi merupakan hasil dari proses kovalen atau

nonkovalen yang bisa bersifat fisika maupun kimia. Dimana

kecenderungan partikel-partikel untuk membentuk agregat

tergantung pada gaya tarik-menarik dan gaya tolak antar partikel


tersebut. jika tolak menolak maka partikel akan terdispersi,

sebaliknya jika tarik menarik maka akan mengalami agregasi.

II.8. DLVO, Electrical Double Layer, Potensial Zeta dan Potensial Nernst (2

pustaka)

1. Teori Derjaguin, Landau, Verwey, dan Overbeek atau DLVO

merupakan teori yang memberikan wawasan tentang interaksi

antara partikel tersuspensi. Teori ini menghubungkan stabilitas

sistem dispersi dengan kandungan elektrolit dalam fase kontinu dan

memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang bertanggung jawab

untuk mengendalikan laju dimana partikel-partikel dalam sistem

dispersi bersentuhan atau agregat. Proses agregasi selanjutnya

mempercepat sedimentasi partikel dan mempengaruhi

redispersibilitas sistem dispersi. Secara umum, teori DLVO berlaku

untuk bentuk sediaan farmasi seperti koloid, suspensi, dan emulsi

o/w [5]

2. Electrical double layer merupakan lapisan pada Stern Layer yang

mengandung ion αN yang diperlukan untuk menetralkan muatan

pada misel kinetik. Ketebalan lapisan bergantung pada kekuatan

ionik larutan dan sangat tertekan dengan adanya elektrolit [5].

3. Potensial zeta merupakan parameter perbedaan potensial muatan

listrik antara partikel koloid. Jika nilai zeta potensial meningkat maka

proses pencegahan flokulasi semakin baik. Jika nilai zeta potensial

menurun maka partikel akan saling tarik-menarik dan menyebabkan


terjadinya flokulasi. Koloid dengan nilai zeta potensial yang tinggi

(negatif atau positif) cenderung elektrik stabil sementara koloid

dengan nilai zeta potensial rendah cenderung mengental atau

terflokulasi. Analisis gaya pada zat padat atau zat cair dapat

dilakukan baik dari segi muatan maupun potensial elektrostatis.

Untuk menghitung potensi rata-rata di permukaan geser; dapat

digunakan potensial elektrokinetik atau zeta, dan secara universal

diberi simbol Yunani, zeta (ζ) [6].

4. Potensial Nernst merupakan perbedaan potensial pada permukaan

membran dengan daerah elektronetral larutan [7].

Rangkuman :

DLVO, Electrical double layer, potensial zeta dan potensial nernst

sangat berhubungan dengan proses interaksi partikel suspensi

dalam flokulasi.

II.9. Parameter Sedimentasi, Mekanisme Pembasahan dan Sudut Kontak

(2 pustaka)

1. Sedimentasi adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengukur diameter partikel berdasarkan prinsip

ketergantungan laju sedimentasi partikel pada ukurannya [1].

Parameter sedimentasi yaitu penentuan nilai ''F'' atau rasio

flokulasi, nilai yang mewakili rasio volume sedimen dengan

volume suspensi pada waktu tertentu. Hal ini digunakan untuk

mengukur tingkat flokulasi dan stabilitas fisik suspensi. Hal yang


dapat mempengaruhi pengukuran yaitu, laju pengendapan dan

volume sedimen ekuilibrium dari suspensi terflokulasi [11].

2. Zat pembasah yang merupakan suatu surfaktan dapat

menurunkan sudut kontak dengan membantu memindahkan

fase udara pada permukaan dan menggantikannya dengan

suatu fase cair. Berikut adalah yaitu mekanisme pembasahan :

Mekanisme pembasahan [1] :

a – b : terjadi pembasahan adhesional dimana partikel yang

tadinya memiliki kontak dengan udara mulai terbasahi dan

terjadi kontak dengan cairan.

b – c : proses pencelupan dimana dengan tekanan partikel-

partikel tercelup dan terbasahi semuanya sehingga tidak ada

lagi kontak antara partikel dengan udara.

c – d : proses terjadinya pembasahan secara sempurna

sehingga cairan menyebar pada seluruh partikel.

Rangkuman :

● Parameter sedimentasi yaitu penentuan nilai ''F'' atau rasio

flokulasi, nilai yang mewakili rasio volume sedimen dengan

volume suspensi pada waktu tertentu.


● Mekanisme pembasahan terdiri dari tiga tahap yaitu tahap

pembasahan adhesional, tahap pencelupan dan tahap

pembasahan sempurna.

II.10. Metode-Metode Pembuatan Suspensi (2 pustaka)

1. Metode Pembuatan suspensi dibagi menjadi dua, yaitu metode dispersi

dan metode presipitasi.

a. Metode Presipitasi Metode yang dilakukan dengan mendispersikan

larutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang hendak di campur dengan

air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan diencerkan dengan pelarut

pensuspensi dalam air sehingga akan menjadi endapan yang halus dan

tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Contoh pelarut organik antaralain

yaitu etanol, propilen glikol dan polietilen glikol [9:143]

b. Metode Dispersi Metode ini dilakukan dengan menambahkan serbuk

pada selaput yang terbentuk kemudian mengencerkannya. Saat melakukan

metode ini, penting untuk dicatat bahwa terkadang sulit untuk memisahkan

bubuk pada pembawa. bubuk yang sangat halus. Mereka mengandung

udara dengan mudah, sulit untuk dilembabkan, dan tergantung pada sudut

kontak antara dispersan dan medium. [9:142-143]


2. Metode dalam pembuatan sediaan suspensi dapat dibagi menjadi dua

yaitu:

● Metode presipitasi dibuat dengan mendispersikan terlebih dahulu zat

yang sudah dilarutkan dalam pelarut organik yang dicampuri air. Setelah itu

dipastikan bahwa zat tersebut telah larut dalam pelarut organik tersebut,

kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air akibatnya

terjadi endapan halus yang tersuspensi dalam air sehingga akan terjadi

endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi [17].

● Metode dispersi dibuat dengan cara menambahkan serbuk obat kedalam

mucilago yang telah terbentuk dan setelah itu diencerkan. Serbuk yang

sangat halus sangat mudah kemasukan udara sehingga susah untuk

dibasahi. Hal ini dapat terjadi akibat besarnya sudut kontak antara zat

terdispersi dengan medium. Jika sudut kontaknya 90 derajat, maka serbuk

tersebut akan mengambang diatas cairan. Hal tersebut dinamakan sifat

hidrofobik. Oleh karena itu perlu untuk ditambahkan zat pembasah untuk

menurunkan tegangan antar muka antara partikel zat padat dengan cairan

[16].

Rangkuman

Secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu metode dispersi

dan metode presipitasi yang membedakan adalah merode

dispersi dibuat dengan menambahkan serbuk obat lalu

diencerkan dan nantinya akan terbentuk sifat gidrofobik,

sehingga nantinya akan ditambahkan zat pembasah untuk


menurunkan tegangan antar muka antar muka antara partikel

zat padat dan cairan. kemudian metode presipitasi terlebih

dahulu zat yang sudah dilarutkan dalam pelarut organik yang

dicampuri air lalu diencerkan dengan larutan pensuspensi

dalam air sehingga endapan halus yang tersuspensi dalam air

dan akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan

pensuspensi.

II.11. Evaluasi Sediaan Suspensi (2 pustaka)

1. Pada umumnya, evaluasi dilakukan untuk melihat apakah suatu

sediaan tersebut sudah sesuai dengan yang diharapkan atau

tidak, terdapat beberapa tes dalam evaluasi sediaan suspensi,

yaitu :

- Deskripsi

pada tes ini, merupakan deskripsi kualitatif dari suatu sediaan

cair farmasi, misalnya deskripsi pada spesifikasi dapat

membaca : sedikit bau rasa, warna merah, rasa ringan dll [3]

- Identifikasi

adapun tujuan dari identifikasi ini yaitu untuk memverifikasi

identitas bahan aktif obat dalam sediaan cair oral farmasi. tes

ini harus mampu membedakan antara senyawa struktur [3]

- Pengujian kadar logam


adapun tujuan dari uji ini yaitu untuk menentukan kekuatan

atau kandungan Bahan Aktif Obat / BAO dalam sediaan cair

oral farmasi [3]

- Impurities

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

komponen yang bukan BAO atau eksipien sediaan cair

farmasi. jenis pengotor yang paling umum diukur yaitu

pengotor proses dari sintesis zat obat baru, produk degradasi

API, atau keduanya [3]

2. Selanjutnya adalah analisis ukuran partikel. Metode ini di

terapkan untuk menekan suspensi dengan tujuan pengujian

kestabilan. Pengukuran dilakukan dari luas permukaan bubuk

yang akan digunakan karena mungkin akan berkorelasi dengan

jumlah permukaan yang tersedia untuk disolusi. Memungkinkan

akan menjadi penyebab perubahan setelah penyimpanan

dalam waktu yang lama. Pengukuran ini dapat memberikan

lebih banyak informasi dari suspense [10]

Rangkuman

Pada umumnya, evaluasi dilakukan untuk melihat apakah suatu

sediaan tersebut sudah sesuai dengan yang diharapkan atau

tidak, terdapat beberapa tes dalam evaluasi sediaan suspensi,

yaitu deskripsi, identifikasi, pengujian kadar logam dan

impurities dan juga ada analisis ukuran partikel


Daftar Pustaka (Contoh Penulisan Pustaka)

1. Sinala, S. 2016. Farmasi Fisik. Jakarta : Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

2. Jones, David. 2016. FASTtrack Pharmaceutics Dosage Form and

Design, 2nd Edition. London : Pharmaceutical Press.

3. Troy,D.B. and Beringer,P. 2005. Remington : The Science and

Practice Of Pharmacy Edisi 21. Philadelphina : Lippincont William.

4. Fatmawaty, Aisyah., Nisa, Michrun., Riski, Radhia. 2019. Teknologi

Sediaan Farmasi. Sleman : Deepublish Publisher.

5. Florence, A.T., Siepmann, J. 2009. Modern Pharmaceutics Fifth

Edition Volume 1. USA : Informa Healthcare.

6. Hunter, J. R. 1981. ZETA POTENTIAL IN COLLOID SCIENCE

Principles and Applications. Australia : Academic Press.

7. Sinko, P .J. 2006. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika.

Jakarta : EGC

8. Ditjen POM, (1995), “Farmakope Indonesia” Edisi IV, Depkes RI,

Jakarta.

9. Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC.

10. Kulshreshtha, A.K., Singh, O.N, dan Wall, G.M. Pharmaceutical

Suspensions: From Formulation Development to Manufacturing.

New York, Springer. 2010.


11. Swarbrick, James. 2007. Encyclopedia of Pharmaceutical

Technology Third Edition Volume 1. New York : Informa Healthcare.

12. Haward, Ansel C. 1989. “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,” UL

Press, Jakarta.

13. Lachman, L., et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta

: UI Press.

14. Allen and Ansel, HC. 2014. “Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms

and Drug Delivery Systems Tenth Edition”. Philadelphia : Lippincott

Williams and Wilkins.

15. Jones, D, (2008), “Pharmaceutical Dosage Form and Design”

Pharmaceutical Press, UK.

16. Tim MGMP Pati, (2019), “Ilmu Resep” Deepublish Publisher,

Yogyakarta.

17. Murtini, G, (2016), “Farmasetika Dasar” Kemenkes RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai