Anda di halaman 1dari 19

LABORATORIUM FARMASETIKA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

“TEORI EMULSI”

OLEH :

KELOMPOK

GOLONGAN C

ASISTEN : VERIEL CHRISTIAN YUNUS

MAKASSAR
2021

1. Definisi Emulsi (2 pustaka)

1
1. Pustaka 1

Emulsi adalah suatu disperse dimana fase terdispersi terdiri

dari butiran-butiran kecil zat cair yang didistribusikan ke seluruh

pembawa yang tidak bercampur. Dalam emulsi fase terdispersi

dianggap sebagai fase dalam dan medium disperse sebagai fase

luar atau fase kontinu (1)

2. Pustaka 2

Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara

termodinamika, yang terdiri atas paling sedikit 2 cairan yang tidak

bercampur, yang salah satunya fase terdispersi (fase internal)

terdispersi secara seragam dalam bentuk tetesan – tetesan kecil

pada medium pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan

dengan emulgator yang cocok (3)

Kesimpulan

Emulsi adalah sistem heterogen yang tidak stabil secara

termodinamika dan terdiri dari 2 zat cair yang tidak saling

bercampur. Fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam yang

terdisperi secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil dan

medium disperse sebagai fase luar atau fase kontinu yang

distabilkan dengan emulgator yang cocok

2. Keuntungan dan Kerugian Emulsi (2 Pustaka)

1. Pustaka 1 (3)

2
Keuntugan :

1. Banyak bahan obat yang mempunyai rasa dan susunan yang

tidak menyenangkan dan dapat dibuat lebih enak pada pemberian

oral bila diformulasikan menjadi emulsi.

2. Beberapa obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat

tersebut diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.

3. Formulator dapat mengontrol penampilan, viskositas, dan

kekasaran (greasiness) dari emulsi kosmetik maupun emulsi

dermal.

4. Emulsi telah digunakan untuk pemberian makanan berlemak

secara intravena akan lebih mudah jika dibuat dalam bentuk

emulsi.

5. Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih

besar daripada jika dibandingkan dengan sediaan lain

Kerugian :

emulsi kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan tehnik

pemprosesan dan keahlian khusus

2. Pustaka 2 (4)

keuntungan :

3
1. Untuk obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air bisa

dibuat dalam bentuk emulsi

2. Beberapa obat lebih mudah diserap bila diformulasikan dalam

emulsi daripada sediaan oral lain.

3. Emulsi dapat menutupi rasa yang tidak enak, rasa minyak

dapat ditutupi dengan pemanis dan perasa

4. Jika agen terapeutik dapat mengiritasi saat dioleskan, hal ini

dapat diatasi dengan emulsi

5. Dapat digunakan untuk pasien yang susah menelan

Kerugian :

1. Emulsi tidak stabil secara termodinamika

2. Emulsi sulit dibuat

Kesimpulan

Keuntungan :

1. Untuk obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air bisa

dibuat dalam bentuk emulsi

2. Bisa menutupi rasa dari obat, rasa minyak dapat ditutupi

dengan pemanis dan perasa

4
3. Lebih mudah diabsorbsi dibandingkan dengan sediaan padat

4. Dapat dikontrol penampilan, viskositas dan kekasaran dati

emulsi

5. Aksi emulsi dapat diperpanjang dan efek emollient yang lebih

besar daripada jika dibandingkan dengan sediaan lain

6. Dapat digunakan untuk pasien yang susah menelan

Kerugian :

1. Emulsi susah dibuat dan perlu keterampiran yang khusus

2. Tidak stabil secara termodinamika

3. Tipe-tipe Emulsi (2 pustaka)

1. Emulsi terdapat dua tipe berdasarkan fase terdispersi/fase

pendispersinya, yaitu Minyak sebagai fase yang terdispersi dalam

air biasa disebut minyak dalam air atau oil in water (o/w) dan Air

sebagai fase terdispersi dalam minyak atau air dalam

minyak/water in oil (w/o) [1]

2. terbagi 3 jenis, sistem emulsi minyak dalam air (M/A) atau oil in

water (O/W) adalah sistem emulsi dengan minyak sebagai fase

terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. Berkebalikan dengan

M/A, emulsi air dalam minyak (A/M) atau water in oil (W/O) adalah

5
emulsi dengan air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai

fase pendispersi. Terdapat 2 tipe emulsi ganda yaitu water-in-oil-in-

water (W/O/W) yang merupakan tipikal emulsi dimana air

terdispersi dalam minyak lalu minyak tersebut didispersikan

kembali dalam air sehingga disebut emulsi air-dalam-minyak-

dalam air, dan oil-in-water-in-oil (O/W/O) yang merupakan

kebalikannya dan disebut pula dengan emulsi minyak-dalam-air-

dalam-minyak [2]

Nanoemulsi adalah sistem partikel koloid dalam rentang


ukuran submikron bertindak sebagai pembawa molekul obat.
Ukurannya bervariasi dari 10 hingga 1.000 nm [11]
Mikroemulsi merupakan sistem dispersi yang
dikembangkan dari sediaan emulsi. Mikroemulsi adalah sistem
dispersi minyak dengan air yang distabilkan oleh lapisan
antarmuka dari molekul surfaktan. Mikroemulsi terdiri dari air,
minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Surfaktan yang digunakan
dapat tunggal atau campuran dengan surfaktan yang lain [12]

Kesimpulan

6
Terdapat tiga tipe emulsi yaitu Minyak sebagai fase yang

terdispersi dalam air biasa disebut minyak dalam air atau oil in

water (o/w) dan Air sebagai fase terdispersi dalam minyak atau air

dalam minyak/water in oil (w/o) dan jenis ganda

4. Cara Memprediksi Tipe Emulsi (1 pustaka)

Setiap surfaktan dialokasikan HLB angka biasanya pada skala 0–

20, berdasarkan proporsi hidrofilik dan hidrofobik bagian dari

sebuah molekul. Emulsi w/o terbentuk umumnya dari surfaktan

yang larut dalam minyak dengan HLB rendah dan emulsi o/w dari

lebih hidrofilik surfaktan dengan jumlah HLB tinggi. Metode dari

pemilihan didasarkan pada pengamatan bahwa setiap jenis minyak

akan membutuhkan agen pengemulsi dari HLB tertentu nomor

untuk menghasilkan emulsi yang stabil [Encyclopedia:1560].

Dalam sistem HLB, selain agen pengemulsi, nilai ditetapkan untuk

minyak dan zat seperti minyak. Seseorang memilih pengemulsi

agen yang memiliki kesamaan atau hampir nilai HLB yang sama

dengan fase oleaginous dari emulsi yang dimaksud. Misalnya

mineral minyak memiliki nilai HLB yang ditetapkan sebesar 4 jika

emulsi w/o yang diinginkan dan nilai 10,5 jika emulsi o/w harus

disiapkan. Untuk mempersiapkan emulsi yang stabil, zat

pengemulsi harus memiliki nilai HLB yang mirip dengan yang untuk

minyak mineral, tergantung pada jenis emulsi yang diinginkan. Bila

7
diperlukan, dua atau lebih pengemulsi dapat dikombinasikan untuk

mencapai nilai HLB yang tepat [Ansel:470]

Kesimpulan

Emulsi w/o terbentuk umumnya dari surfaktan yang larut dalam

minyak dengan HLB rendah dan emulsi o/w dari lebih hidrofilik

surfaktan dengan jumlah HLB tinggi.

5. Cara Menentukan Tipe Emulsi (2 pustaka)

1. Pustaka 1 [3]

Dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi, yaitu:

1. Dengan pengenceran fase, di mana setiap emulsi dapat


diencerkan dengan fase eksternalnya. Dengan prinsip tersebut,
emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air dan tipe w/o dapat
diencerkan dengan minyak.
2. Dengan pengecatan atau pewarnaan: Zat warna akan tersebar
merata dalam emulsi jika zat tersebut larut dalam fase eksternal
emulsi tersebut. Misalnya (dilihat di bawah mikroskop):
1. Emulsi + larutan Sudan III dapat memberi warna merah pada
emulsi tipe w/o, karena Sudan III larut dalam minyak.
2. Emulsi + larutan metilen biru dapat memberikan warna biru
pada emulsi tipe o/w, karena metilen biru larut dalam air. Selain
metilen biru, metilen merah dan amaranth juga dapat
digunakan untuk emulsi o/w karena memberikan warna merah.

3. Dengan kertas saring atau kertas tisu Jika emulsi diteteskan


pada kertas saring tersebut terjadi noda minyak, berarti emulsi

8
tersebut tipe w/o, tetapi jika terjadi basah merata berarti emulsi
tersebut tipe o/w.

4. Dengan konduktivitas listrik Alat yang dipakai adalah kawat dan


stop kontak, kawat dengan K ½ watt dan neon 4 watt, semua
dihubungkan secara seri. Lampu neon akan menyala jika
elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w, dan akan mati
jika dicelupkan pada emulsi tipe w/o.

2. Pustaka 2 [2]

Cara membedakan tipe emulsi :

1. Uji pengenceran

Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luar.

2. Uji warna

Zat warna padat yang larut dalam air hanya mewarnai emulsi
m/a dan sebaliknya. Pengamatan mikroskopis biasanya
membantu.
3. CoCl2 atau kertas saring

Kertas saring dijenuhkan dengan CoCl, dan dikeringkan (biru)


berubah menjadi merah muda bila emulsi m/a ditambahkan.
4. Fluorosensi

Karena minyak berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a


menunjukkan pola titik-titik, emulsi a/m berfluoresensi
seluruhnya.
5. Daya hantar

9
Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi m/a, karena adanya zat-
zat ionik dalam air.

Kesimpulan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan

tipe emulsi, antara lain dengan cara pewarnaan menggunakan

sudan III dan methylene blue, pengenceran dengan fase luarnya,

penyaringan daya hantar listrik, dan fluoresensi.

6. Emulgator dan Jenis-jenis Emulgator (2 pustaka)

1. Emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni emulgator


hidrofilik (bagian dari emulgator yang suka dengan air) dan lipofilik
(bagian dari emulgator yang suka dengan minyak) dimana tiap
kelompok akan bergabung dengan zat cair yang sesuai. Dengan
demikian emulgator akan menjadi pengikat antara air dan minyak
sehingga akan membentuk suatu keseimbangan [9]

2. Emulgator mempunyai dua kelompok yakni emulgator hidrofilik


dan lipofilik dimana setiap emulgator memiliki nilai HLB (Hydrophyl
Lipophyl Balance) yang besarnya tidak sama dimana semakin
besar nilai HLB maka semakin suka dengan air sehingga
emulgator lebih mudah larut dengan air, jika nilaii HLB semakin
kecil maka suka dengan minyak. Emulgator biasa digunakan
dalam memperoleh emulsi yang stabil dengan membentuk film
dikelilingi butir-butiran tetesan yang terdispersi untuk mencegah
terjadinya koalesen [10]

Kesimpulan : emulgator tebragi menjadi dua kelompok yakni


emulgator hidrofilik dan lipofilik, setiap emulgator memiliki nilai HLB

10
(Hydrophyl Lipophyl Balance) berfungsi dalam menentukan bahwa
emulgator tersebut masuk dalam kelompok hidrofilik atau lipofilik
dan emulgator biasanya digunakan dalam penstabil emulsi.

7. Teori Emulsifikasi (1 pustaka)

Menurut Murtini (2016), teori emulsifikasi yaitu :

1) Teori tegangan permukaan (Surface-tension)

Molekul memiliki daya tarik menarik yang disebut daya

kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik

antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya

adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada

permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan

karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan

yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan

permukaan.

Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi maka

kedua zat cair akan semakin sulit untuk bercampur. Oleh

karena itu, penambahan emulgator akan menurunkan dan

menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang

batas sehingga kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur

[5]

2) Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)

Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yaitu

11
a. Hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada

air.

b. Lipofilik, yakni bagian emulgator yang suka pada minyak

[5].

3. Teori Interparsial Film

Teori ini menyatakan bahwa emulgator akan diserap pada

batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film

yang akan membungkus partikel fase dispers. Dengan

terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel

yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata

lain fase dispersi menjadi stabil [5].

8. Fenomena Ketidakstabilan Emulsi (2 pustaka)

Pustaka 1 [6] :

Ketidakstablian emulsi yaitu :

1) Cracking yaitu pemisahan emulsi menjadi dua lapisan, dan

terjadi karena penghancuran film mono/multilayer pada

antarmuka antara tetesan dan fase eksternal. Jika emulsi telah

mengalami cracking maka tidak dapat dipulihkan.

2) Creaming yaitu proses yang terjadi karena perbedaan densitas

antara fase minyak dan air dan mengakibatkan sedimentasi,

menghasilkan lapisan emulsi pekat baik di bagian atas atau

bawah wadah. Creaming sebagian besar merupakan masalah

12
estetika karena emulsi yang dihasilkan agak tidak sedap

dipandang; namun, setelah dikocok, emulsi menjadi homogen.

3) Inversi fase mengacu pada peralihan emulsi m/a ke emulsi a/m

(atau sebaliknya). Hal ini sering terjadi ketika nilai kritis dari

rasio volume fasa telah terlampaui. Dalam emulsi m/a rasio

volume fase yang sering dikutip (m:a) adalah 74:26 dan untuk

emulsi a/m nilai ini adalah 40:60.

Pustaka 2 :

Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal sebagai

berikut [5]:

1) Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu

bagian mengandung fase dispersi lebih banyak daripada

lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible, artinya jika

dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.

2) Koalesensi dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi

karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak

berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang

memisah. Emulsi ini bersifat irreversible (tidak dapat diperbaiki

kembali). Hal ini terjadi karena:

❖ Peristiwa kimia: seperti penambahan alkohol, perubahan

pH, penambahan elektrolit CaO/CaCl2 eksikatus.

13
❖ Peristiwa fisika: seperti pemanasan, penyaringan,

pendinginan, pengadukan.

❖ Peristiwa biologis: seperti fermentasi bakteri, jamur, atau

ragi.

3) Inversi fase, adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w

secara tiba-tiba atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.

Kesimpulan: Fenomena ketidakstabilan emulsi bersifat reversible

dan irreversible, dapat dilihat ketika terjadi pembentukan krim,

penggumpalan (koalesen), cracking, flokulasi dan inversi fase.

9. Metode-metode Pembuatan Emulsi (2 pustaka)

1. Secara garis besar pembuatan emulsi dilakukan dengan


langkah berikut [7: 70]:
● Dua fase dicampurkan dibawah kondisi pencampuran
turbulen guna memastikan dispersi dua fase menjadi
tetesan
● komponen yang larut dalam minyak dipisahkan dalam
pembawa minyak dan akan terpisah dari yang larut
dalam air komponen dalam fase air

2. Dikenal tiga metode dalam pembuatan emulsi yaitu (8: 131),

● Metode gom kering (kontinental)

14
biasanya, zat pengemulsi (gom arab) dicampur dengan minyak
terlebih dahulu, kemudian ditambah air untuk membentuk
korpus emulsi, lalu diencerkan dengan air.

● Metode gom basah (inggris)

berbeda dengan gom kering yang dimana dicampur dengan


minyak terlebih dahulu, Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam
air (zat pengemulsi umumnya digunakan yang larut air) agar
membentuk suatu musilago, kemudian perlahan-lahan minyak
dicampurkan untuk membentuk emulsi, kemudian dicampurkan
dengan sisa air.

● Metode botol atau metode botol forbes

Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering ditambahkan 2


bagian air, botol ditutup, kemudian campuran tersebut dikocok
dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil
dikocok. Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang
bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang
kental).

Kesimpulan

terdapat tiga metode dalam pembuatan emulsi yaitu gom kering

atau kontinental, gom basah atau inggris, metode botol atau

forbes.

10. Mekanisme Kerja Emulgator dan cara menghitung nilai HLB (2

pustaka)

1. Emulgator bekerja dengan mekanisme sebagai berikut [3]:

● Penurunan tegangan antarmuka, peranan emulgator adalah

sebagai pemberi batas antarmuka masing-masing cairan dan

15
mencegah penggabungan antar partikel-partikel sehingga

dapat mencegah flokulasi.

● Pembentuk lapisan antarmuka, pengemulsi membentuk lapisan

tipis monomolekuler pada permukaan fase terdispersi. Hal ini

berdasarkan sifat amfifil (suka minyak dan air) dan pengemulsi

yang cenderung untuk menempatkan dirinya pada tempat yang

disukai. Bagian hidrofilik mengarah ke minyak sehingga dengan

adanya lapisan tipis kaku ini akan membentuk suatu

penghalang mekanik terhadap adhesi dan flokulasi, sehingga

dapat dibentuk emulsi stabil.

● Penolakan elektrik, lapisan antarmuka bertindak sebagai

pembatas sehingga menghalangi penggabungan. Disamping

itu, lapisan yang sama dapat menghasilkan gaya listrik tolak

antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh

suatu lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus –

gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola–

bola yang teremulsi m/a. Potensial yang dihasilkan oleh lapisan

rangkap tersebut menciptakan suatu pengaruh tolak menolak

antara tetesan minyak sehingga mencegah penggabungan.

2. Emulgator atau emulsifiying agent memiliki mekanisme

menurunkan tegangan permukaan. Menurut teori tegangan

permukaan emulsifikasi, penggunaan zat-zat ini sebagai

pengemulsi dan penstabil menurunkan tegangan antarmuka dari

16
dua cairan yang tidak dapat bercampur, mengurangi gaya tolak

antara cairan dan mengurangi daya tarik masing-masing cairan.

Dengan demikian, zat aktif permukaan memfasilitasi pemecahan

globul besar menjadi lebih kecil, yang kemudian memiliki

kecenderungan yang lebih kecil untuk bersatu kembali atau

menyatu [1].

3. Nilai HLB suatu emulsifier adalah angka yang menunjukkan

ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik (menyukai air

atau polar) dan gugus lipofilik, yang merupakan sistem dua fase

yang diemulsikan. Sistem HLB adalah metode untuk menentukan

HLB-butuh suatu bahan dengan menggunakan berbagai bahan

pengemulsi standar dengan nilai HLB tertentu sebagai alat bantu.

Perhitungan HLB campuran digunakan dalam menghitung berapa

bagian hidrofilik dan lipofilik yang tertimbang dalam suatu formula

[3].

Kesimpulan

1. Mekanisme emulgator yaitu menurunkan tegangan antarmuka,

membentuk lapisan tipis monomolekuler pada permukaan fase

terdispersi, dan dapat menghasilkan gaya listrik tolak-menolak

antara tetesan yang mendekat.

17
2. Perhitungan HLB adalah metode untuk menentukan HLB-butuh

suatu bahan dengan menggunakan berbagai bahan

pengemulsi standar dengan nilai HLB tertentu sebagai alat

bantu.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ansel, H.C., Popovich, N.G., Allen, L.V. Pharmaceutical Dosage


Form and Drug delivery System Ninth Edition, London. 2011.

2. Jones, David. FASTTrack: Pharmaceutics – Dosage Form and


Design. Pharmaceutical Press : London.2008.

3. Sinila, Santi. Farmasi Fisik. Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.


2016.

4. Jones,David.2008. Fast Track Pharmaceutics Dosage Form and


Design. London : Pharmaceutical Press.

5. Murtini, G. Farmasetika Dasar. Kemenkes RI: Jakarta. 2016.

6. Jones, D. Fasttrack Pharmaceutical Dosage Form. USA :


Pharmaceuticall Press. 2008.
7. Jones, D. Pharmaceutics Dosage Form and Design. London:
Pharmaceutical Press. 2008.

8. Syamsuni, H. A. Ilmu Resep. Jakarta: EGC. 2006

9. MGMP Korwil Pati. Ilmu Resep Teori Jilid II. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish. 2019.

10. Anief, M. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press. 2015

11. Jaiswal, M., Dudhe, R., & Sharma, P. K. Nanoemulsion: an


advanced mode of drug delivery system. 2014

12. Jufri, M. Djajadisastra, J, Maya, L. Pembuatan Mikroemulsi dari


minyak buah merah. Majalah ilmu kefarmasian, Vol 1. 2009

19

Anda mungkin juga menyukai