I. PENDAHULUAN
Telah menjadi ketentuan umum bahwa yang disebut sebagai sediaan ‘emulsi’ adalah
menunjukkan pada sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan oral. Emulsi untuk
pengunaan eksternal biasanya langsung disebut sebagai cream (sediaan semisolid), lotion atau
liniment (sediaan liquid). (TPC, hal 82).
1.1 Definisi
a. FI IV, Hal 6:
Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil.
b. Ansel, Hal 376:
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fasa terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan
emulsi, fasa terdispersi dianggap sebagai fasa dalam dan medium pendispersi
dianggap sebagai fasa luar atau fasa kontinu.
c. Lachman, Hal 502:
Secara kimia fisika: emulsi adalah campuran yang secara termodinamika tidak stabil,
yang terdiri dari dua cairan yang tidak tercampurkan.
Secara teknologi farmasi: emulsi adalah campuran homogen yang terdiri dari dua
cairan yang tidak tercampurkan yang stabil pada sekitar suhu kamar.
d. Martin, Hal 486:
Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil dan mengandung paling
sedikit dua cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu cairan terdispersi (fase
terdispersi) dalam cairan lainnya (fase kontinu/pendispersi) dalam bentuk globul-
globul dan distabilkan oleh emulgator.
e. RPP
Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri dari tetesan-tetesan cairan yang
terdispersi dalam cairan lain.
f. RPS, Hal 1534:
Emulsi adalah sistem 2 fase yang merupakan gabungan 2 cairan yang tidak
tercampurkan, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk
globul-globul yang mempunyai ukuran sama atau lebih besar daripada partikel
koloidal tersebesar.
Emulsi adalah sistem 2 fase dimana satu cairan terdispersi dalam bentuk droplet-
droplet kecil dalam cairan lainnya lainnya. Cairan yang terdispersi disebut fase
internal/ diskontinu, sedang medium pendispersinya disebut fase eksternal/ kontinu.
Pemakaian pada kulit sebagai obat luar. Tipe emulsi yang digunakan adalah M/A
atau A/M tergantung pada berbagai faktor:
- Sifat terapeutik zat yang akan dimasukan dalam emulsi.
- Keinginan untuk mendapatkan efek pelembut (emolient).
- Keadaan permukaan kulit.
Catatan:
- Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya akan kurang mengiritasi kulit
jika pada fasa luar yang langsung kontak dengan kulit.
- Pada kulit yang tidak luka, emulsi A/M biasanya dapat dipakai lebih rata
karena kulit akan dilapisi oleh suatu lapisan sebum.
- Jika akan membuat preparat yang mudah tercuci air dipilih M/A.
- Absorpsi melalui kulit (perkutan) bila ditambah dengan mengurangi
ukuran partikel dari fasa dalam.
1.3 Tipe Emulsi
Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi (Art of Compounding, hal 315):
a. Emulsi minyak dlm air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air.
b. Emulsi air dlm minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak.
Multiple emultion adalah: jika sebagai emulgator digunakan surfaktan dapat terjadi emulsi
dengan sistem kompleks, dimana sistem tersebut mirip jenis emulsi A/M atau M/A/M.
Dual emulsian adalah: emulsi yang strukturnya tidak dapat dikenali karena fasa air dan
fasa minyak sangat homogen.
Mikroemulsion (emulsi miselar) adalah: umumnya dengan ukuran globul kurang dari 0,15
mikron dan berpenampilan transparan (umumnya berpenampilan seperti susu).
1.1.1 Ukuran Globul Emulsi
TPC, hal 82: 0,1 mikrometer - 100 mikrometer
Martin 487: 0,1 – 10 mikrometer;
meskipun demikian ukuran < 0,01 dan > 100 mikrometer juga
ada untuk sediaan tertentu.
Microemulsion
TPC, hal 82: 0,1 mikrometer
Martin, hal 495: 10-200 nm
1.1.2 Penentuan Tipe Emulsi (TPC, 89)
Ada 7 cara penentuan tipe emulsi :
1. Uji Kobal Klorida (CoCl)
Basahi kertas saring dengan larutan kobal klorida dan biarkan kering. Untuk
emulsi minyak dalam air akan terjadi perubahan dari biru ke merah muda. Uji ini
tidak dapat dipakai pada emulsi yang tidak stabil atau adanya elektrolit. (+
Lachman dysp, hal 201)
2. Uji Konduktivitas
Emulsi diuji terhadap penghantaran listrik. Emulsi M/A dapat menghantarkan arus
listrik, sedangkan emulsi A/M tidak dapat menghantarkan arus listrik. Uji ini
dapat memberikan hasil palsu pada emulsi M/A non ionik.
3. Uji Pengenceran
Hanya dapat digunakan untuk menguji emulsi cair saja. (Lachman dysp hal 201).
Emulsi M/A dapat diencerkan dengan pelarut aqueous (dapat terlarut dalam
pelarut aqueous), sedangkan emulsi A/M tidak dapat diencerkan dengan pelarut
aqueous. Pengujian ini harus dilakukan dengan hati-hati karena inversi fasa dapat
terjadi.
4. Uji Arah Creaming
Uji ini dapat dilakukan apabila densiti dari fasa air dan fasa minyak telah
diketahui. Emulsi A/M akan terjadi creaming pada arah ke bawah (karena
biasanya minyak mempunyai densitas yang lebih rendah dari air). Emulsi M/A
akan terjadi creaming pada arah ke atas.
5. Uji Pewarnaan
Emulsi M/A : jika dicampur dengan pewarna larut air (mis. Amaranth) lalu dilihat
di bawah mikroskop, maka akan fasa kontinunya (fasa pendispersinya) akan
terlihat berwarna. Emulsi A/M : jika dicampur dengan pewarna larut minyak (mis.
Sudan III) lalu dilihat di bawah mikroskop, maka fasa kontinu/fasa pendispersinya
akan terlihat berwarna. Pengujian ini dapat memberikan hasil palsu jika terdapat
emulgator ionik. (+ Lachman dysp, hal 201)
5. Uji Kertas Saring
M/A : akan menyebar dengan cepat ketika setitik emulsi M/A diletakkan dalam
kertas saring. Sebaiknya tidak digunakan untuk cream yang terlalu kental .
6. Uji Fluoresensi
Setitik sample emulsi yang akan diuji dipaparkan pada sinar UV dan dilihat di
bawah mikroskop. Karena kebanyakan minyak berfluoresensi di bawah lampu
UV, maka emulsi A/M menunjukkan fluoresensi pada fase kontinunya dan emulsi
M/A berfluoresensi hanya pada globulnya saja.
Emulsi steril
Pemakaian bentuk ini jarang, karena sangat sukar membuat sediaan emulsi parenteral
stabil dengan diameter < 1µm, agar tak terjadi emboli pada aliran darah.
Umumnya sediaan parenteral berbentuk emulsi ditujukan untuk:
a. Sediaan emulsi untuk mencegah alergi, berupa emulsi A/M diberikan secara
subkutan.
b. Sediaan emulsi lepas lambat, diberikan secara intramuskular, berupa emulsi M/A.
c. Sediaan emulsi untuk menambah makanan, berupa emulsi M/A, diberikan secara
intravena.
Keterbatasan sediaan parenteral bentuk emulsi yaitu:
a. Pemilihan stabilisator dan zat pengemulsi sangat terbatas.
b. Lebih besar kemungkinan terjadi reaksi pirogen dan hemolisa.
II. FORMULA
Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu:
a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat.
b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam).
c. Tipe emulsi (M/A atau A/M).
d. Konsistensi emulsi.
Formula umum sediaan emulsi:
a. Zat aktif
Harus memperhatikan:
- Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan).
- Sifat kimia (antaraksi kimia).
- Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air)
Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan:
- Jenis minyak: minyal alam/sintetik
- Konsistensi minyak: encer/padat
- Rasa
c. Emulgator
d. Zat pengawet
e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar,
anticaplocking, anti busa, dll.
2.1.1 Emulgator
Untuk mencegah penggabungan kembali globul-globul diperlukan suatu zat yang
dapat membentuk lapisan film diantara globul-globul tersebut sehingga proses penggabungan
menjadi terhalang, zat tersebut adalah zat pengemulsi (emulgator).
Emulgator yang dipilih harus memenuhi persyaratan:
a. Dapat tercampurkan dengan bahan formulatif lain.
b. Tidak mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapetik.
c. Harus stabil.
d. Harus tidak toksik pada penggunaan yang dimaksud jumlahnya.
e. Harus berbau, berasa, dan berwarna lemah.
Dasar pemilihan dalam menggunakan zat pengemulsi :
(Lachman, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 1970, hlm. 469)
a. Toksisitas yang mungkin timbul bila dipaparkan.
b. OTT kimia.
c. Harga
d. Tipe emulsi yang diinginkan
e. Stabilitas (shelf life yang diinginkan)
f. Tujuan penggunaan / rute pemberian.
Emulgator dapat dibedakan berdasarkan Mekanisme kerja dan sumbernya.
A. berdasarkan mekanisme kerja
B. berdasarkan sumber
Nilai HLB butuh beberapa minyak (Lachman hlm 516 tahun 1986)
Minyak O/W Emulsion W/O
(Fluid) Emulsion
(Fluid)
Cetyl alcohol 15 -
Stearyl alcohol 14 -
Stearic acid 15 -
Lanolin anhydrous 10 8
Mineral oil, light and heavy 12 -
Cotton seed oil 10 5
Pecidatum 12 5
Beeswax 12 4
Parafin wax 11 4
Nilai HLB beberapa emulgator: (Modul Praktikum Farmasi Fisika, hlm. 53-54)
Emulgator HLB
Parsial ester asam lemak dari sorbitan:
Sorbitan mono laurat (Span 20) 8,6
Sorbitan mono palmitat (Span 40) 6,7
Sorbitan mono stearat (Span 60) 4,7
Sorbitan tri stearat (Span 65) 2,1
Sorbitan mono oleat (Span 80) 4,3
Sorbitan tri oleat (Span 85) 1,8
Parsial ester asam lemak dari polioksi
etilensorbitan: 16,7
Polioksietilen sorbitan (20) mono laurat 13,3
(Tween 20) 15,6
Polioksietilen sorbitan (4) mono laurat 14,9
(Tween 21) 9,6
Polioksietilen sorbitan (20) mono palmitat 10,5
(Tween 40) 15,0
Polioksietilen sorbitan (20) mono stearat 10,0
(Tween 60) 11,0
Polioksietilen sorbitan (4) mono oleat 40,0
(Tween 61) 18,0
Polioksietilen sorbitan tri stearat (Tween 65) 1,0
Polioksietilen sorbitan (20) mono oleat 1,2
(Tween 80)
Polioksietilen sorbitan (5) mono oleat 9,7
(Tween 81) 16,9
Polioksietilen sorbitan (20) tri oleat (Tween 5,3
85) 12,9
Natrium lauril sulfat 15,7
Natrium oleat 4,9
Asam oleat 12,4
Setostearil alkohol 15,3
Eter alkohol lemak dari polioksietilen: 4,9
Polioksietilen eter laurat (Brij 30) 12,4
Polioksietilen eter laurat (Brij 35) 15,3
Polioksietilen eter setil (Brij 52) 3,7
Polioksietilen eter setil (Brij 56) 3,8
Polioksietilen eter setil (Brij 58)
Polioksietilen eter stearat (Brij 72) 11,1
Polioksietilen eter stearat (Brij 76) 15,0
Polioksietilen eter stearat (Brij 78) 16,0
Polioksietilen eter oleat (Brij 92) 16,9
Polioksietilen eter oleat (Brij 96) 17,9
Polioksietilen eter oleat (Brij 98) 18,8
Sorbitan seskui oleat (Arlacel 83) 11,6
Gliseril mono stearat 13,3
Ester asam lemak dari polioksietilen:
Polioksietilen eter stearat (Myrij 45)
Polioksietilen eter stearat (Myrij 49)
Polioksietilen eter stearat (Myrij 51)
Polioksietilen eter stearat (Myrij 52)
Polioksietilen eter stearat (Myrij 53)
Polioksietilen eter stearat (Myrij 59)
Polioksietilen eter -400-mono-stearat
(Cremophor AP padat)
Polioksietilen eter risinoleat (remophor EL)
B. Berdasarkan sumbernya:
a. Bahan alam (Natural Product)
- Polisakarida: acasia (gom arab), tragakan, Na-alginat, Starch/amilum, caragen,
pektin dan agar.
- Senyawa yang mengandung sterol: Beeswax, Wool-fat.
a. 1. Gom Arab
Keuntungan: Penampilan bagus, rasa enak, relatif stabil pada pH 2-11.
Kerugian: Mahal, pada penyimpanan musilago gom arab akan bersifat asam
karena adanya aktifitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan
menguraikan zat aktif yang sensitif terhadap oksidase.
Penggunaan: a. Bentuk serbuk
1 gr serbuk dalam 4 mL minyak biasa
1 gr serbuk dalam 2 mL minyak atsiri
Menghasilkan emulsi yang lebih stabil
b. Bentuk musilago
1 gr musilago dalam 2 mL (umum)
a.2. Tragakan
Jarang digunakan sendiri karena membentuk emulsi yang keruh karena globul
minyak akan besar.
Menyebabkan meningkatnya viskositas,sehingga menjadi lebih stabil
Digunakan perbandingan 1 : 50 dengan minyak (lebih murah dari gom arab).
Penambahan alkali, natrium borat, alkohol dan larutan garam alkali harus
ditambahkan secara hati-hati, untuk mencegah cracking.
Biasanya emulgator golongan karbohidrat membentuk emulsi minyak dalam
air.
Emulsi stabil dalam asam, netral dan tidak dalam alkali.
Penggunaan utama sebagai pengental dengan akasia dengan perbandingan 0,1
gr tragakan untuk 1 gr akasia.
a.3. Agar
Terkadang dipakai sebagai emulgator untuk minyak mineral
Sebagai pengental dan biasa digunakan bersama akasia untuk meningkatkan
stabilitas dan mencegah creaming
Agar musilago disiapkan dengan melarutkan agar pada air mendidih.
Caranya :
1. emulsi utama yang mengandung minyak mineral, akasia dibentuk dahulu
2. dengan stirring konstan, 2 % agar musilago ditambah untuk membentuk 30-50%
dari volume akhir.
a.4. Male Extract
Terutama untuk emulsi cod-liver oil
Minyak ditambah perlahan-lahan dengan triturasi konstan, untuk membentuk
ekstrak semisolid pada mortar hangat.
Akan menghasilkan emulsi bewarna coklat yang bisa terpisah menjadi lapisan
tapi tidak menjadi crack bila minyak telah diemulsikan secara baik.
Polisakarida Semisintetik
Contoh: Metyl selulosa, Na-Carboxymethylselulosa (CMC).
b.1. Metyl Selulosa
Terutama digunakan dan efektif untuk penstabil emulsi minyak dalam air.
pH optimum 3-11.
Bersifat nonionik.
Larut baik dalam air dingin.
Terkoagulasi oleh elektrolit dengan konsentrasi tinggi.
b.2. CMC
Viskositas sangat tinggi sehinggga digunakan untuk penstabil emulsi.
Konsentrasi yang digunakan 0,5-1%.
pH 5-10.
Stabil pada air dingin.
c. Emulgator sintetik : Surfaktan, sabun &alkali (kerugian : inkompatibel terhadap
asam), alkohol (cetyl alkohol, glyceril), carbowaxes (PEG), lesitin (fosfolipid)
2.1.2 Pengawet
Pengawet diperlukan dalam sediaan emulsi karena:
- Fasa air merupakan media tumbuh yang baik bagi bakteri/mikroorganisme
Pengawet terutama diperlukan pada saat sediaan M/A, karena air merupakan fasa yang
jumlahnya lebih besar (fasa eksternal).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme….(FI IV hal 7)
- Penggunaan emulgator alam yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
- Kontaminasi dari mikroba selama proses, baik dari udara, peralatan, maupun dari
personel.
- Menghindari perubahan yang tidak diinginkan dari sediaan emulsi yang disebabkan oleh
organisme (≈stabiltas) <Martin, hal 494>
Persyaratan pengawet:
- Larut dalam kedua fasa (terutama dalam fasa air).
- Tercampurkan dengan komponen lain dalam sediaan.
- Efektif dalam konsentrasi rendah.
- Tidak toksik dan tidak merangsang.
- Tidak menimbulkan rasa, warna, dan bau yang tidak enak/tidak sesuai.
Adanya kemungkinan antaraksi antar pengawet dan komponen lain, terutama surfaktan,
menyebabkan harus dilakukan pemilihan konsentrasi yang tepat. Keefektifan pengawet lebih
ditentukan dari konsentrasi pengawet yang tidak terikat/bebas yang terdapat dalam fasa air.
Contoh pengawet:
Menurut FI IV, hal 7, pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah: metil-,
etil-, propil-, dan butil paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium quartener.
a. Asam organik
Asam benzoat, digunakan pada pH 5, konsentrasi 0,1% digunakan CHCl 3 untuk
emulsi parafin cair.
Asam sorbat, digunakan pada pH 6,5, dapat mengiritasi kulit dan kurang efektif,
konsentrasi 0,1 – 0,2%.
b. Ester dari asama p-hidroksi benzoat
Stabil, inert, tidak toksik, tidak berasa, efektif pada pH 7 – 9, terdispersi pada kedua
fasa, konsentrasi 0,1 – 0,2%. Contoh metil paraben, etil paraben, propil paraben, butil
paraben, dan garam-garam natriumnya.
c. Senyawa amonium quarterner
Konsentrasi 0,002 – 0,01%. Contoh: benzal konium klorida, setilpiriinium klorida, dll.
d. Senyawa merkuri organik
Konsentrasi 0,004 – 0,01%
Catatan:
Untuk setiap penggunaan 1% emulgator non ionik sangat menguntungkan bila dilakukan
penambahan 0,01% nipagin (propil paraben) dan 0,05% nipasol (metil paraben).
2.1.3 Antioksidan
Antioksidan diperlukan terutama untuk mencegah terjadinya ketengikan dari fasa minyak
(konsentrasi 0,01-0,1%).
Syarat antioksidan:
Dapat segera terdispersi pada sediaan.
Syarat lain sama dengan pengawet.
Contoh: BHT (butil hidroksi toluat), BHA (butil hidroksi anisol), tokoferol/vit E.
2.1.4 Flavor/Pemanis
Pemanis perlu ditambahkan untuk menutup bau yang tidak enak, oleh karena itu dipilih bau
yang tahan lama tetapi tidak terlalu merubah fasa sediaan. Flavour ditambahklan pada fasa
luar setelah sediaan jadi. Contoh: sorbitol (pemanis fasa air), vanilin (fasa air).
3. 1 Menurut The art of Compounding, 1957, 9th ed., Hlm 327-329 & Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989
Ada 3 cara, yaitu:
3.1.1 Metode Kontinental (Gom kering) prosesnya cepat
1. Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan
perbandingan minyak : air : emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya sbb : Masukkan
emulgator/gom dalam mortir, tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik.
Tambahkan sekaligus air, aduk cepat hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil
dan mengeluarkan bunyi khas pada pergerakan alu.
2. Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll
dilarutkan dahulu dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama).
3. Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir
(misalnya elektrolit, garam logam, alkohol).
4. Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas
ukur dan sisa fase luar ditambah hingga volume yang diinginkan.
4.4 Penentuan Ukuran Globul (Martin hal 430431; Lachman Practice ed III, hal 531)
Metode ini cukup banyak digunakan untuk evaluasi emulsi. Yang ditetapkan adalah
ukuran droplet rata-rata berikut distribusinya pada selang waktu waktu tertentu. Diasumsikan
terjadi pembesaran ukuran droplet. Analisis ukuran droplet ini dapat dilakukan dengan
mikroskop (mengukur diameter) atau penghitung elektronik (electronic counter), yang
mengukur volume droplet.
Caranya: untuk mempermudah penentuan ukuran droplet, sediaannya diencerkan dulu
dengan gliserin. Dari sediaan yang telah diencerkan tadi, diambil 1-2 tetes, disimpan di atas
kaca objek, lalu diberi beberapa tetes larutan Sudan III, diaduk sampai rata. Setelah diberi
kaca penutup, dilihat di bawah mikroskop bermikrometer. Partikel yang diukur paling sedikit
berjumlah 300.
Studi menggunakan emulsi yang stabil menunjukkan bahwa pada awalnya akan terjadi
perubahan ukuran droplet yang sangat cepat, yang menunjukkan kekurangsempurnaan
pelapisan permukaan droplet oleh emulgator selama proses emulsifikasi. Selanjutnya
perubahan ukuran droplet yang lambat menunjukkan adanya koalesensi droplet sampai
tercapai kondisi yang relatif lebih stabil.
4.5 Penentuan Sifat Aliran dan Viskositas Sediaan
Pendekatan untuk mengetahui stabilitas sediaan yang banyak digunakan adalah
penetapan sifat aliran (rheologi) dan viskositas sediaan. Hal ini bermanfaat karena salah satu
faktor yang mempengaruhi stabilitas fisik sediaan emulsi adalah viskositas (sesuai hukum
Stokes). Emulsi yang baik memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar, tetapi
memiliki viskositas cukup tinggi untuk meningkatkan stabilitas fisiknya).
Hampir seluruh sistem dispersi (termasuk sediaan-sediaan farmasi yang berbentuk
emulsi, suspensi, dan sediaan semi solid) mempunyai sifat aliran yang tidak mengikuti hukum
newton (non-newtonion) (Modul praktikum Farmasi Fisika 2002, hal 6).
Shelf-life produk emulsi dapat diprediksi dengan cara mengukur viskositasnya pada
selang waktu tertentu (0,04-400 hari). Berkurangnya viskositas merupakan indikator
bertambahnya diameter partikel (terjadi koalesensi). Makin cepat terjadi perubahan viskositas
berarti makin pendek shelf-life produk tersebut.
Untuk mengetahui sifat aliran emulsi dapat dilakukan dengan pengukuran viskositas
pada berbagai rate of shear. Aspek flokulasi diamati pada rate of shear yang rendah,
sedangkan kehilangan viskositas dapat diamati pada rate of shear yang tinggi.
Metode yang dianjurkan untuk dipilih:
a. Viskometer Stormer. (Modul Praktikum Farmasi Fisika, 2002, hal 6)
b. Viskometer Brookefield. (Modul Praktikum Teknologi Sediaan Liquid dan Semi
Solid, revisi 2003, hal 38)
Aliran Newton : = Kv x
Aliran Plastik : = Kv x
Kv = konstanta
W = beban yang diberikan
Wf = beban pada yield value
RPM = jumlah putaran per menit
Untuk menghitung K biasanya digunakan cairan pembanding yang telah diketahui
viskositasnya. Untuk mengetahui sifat alirannya, digambarkan kurva antara RPM vs
beban yang diberikan.
Efek penyimpanan pada temperatur tinggi adalah percepatan laju koalesensi atau
creaming, yang lazimnya juga diikuti dengan berkurangnya viskositas. Kebanyakan emulsi
akan menjadi encer jika disimpan pada temperatur tinggi dan akan menjadi keras jika
dikembalikan pada temperatur kamar. Pengerasan ini akan lebih intensif jika pendinginan
tersebut tidak disertai dengan pengadukan.
Umumnya pendinginan akan lebih cepat merusak emulsi dibandingkan dengan
pemanasan, karena lazimnya kelarutan emulsi lebih sensitif terhadap pendinginan.
Beberapa emulsi diketahui sangat stabil pada temperatur 40-45 oC, tetapi tidak dapat
mentoleransi temperatur di atas 50 oC atau di atas 60 oC selama beberapa jam.
Perubahan temperatur dapat menimbulkan efek terhadap: viskositas, partisi emulgator, inversi
fasa dan kristalisasi jenis lipid tertentu.
V.2 Lachman
Emulsi Oral (Hal: 203)
R/ Cottonseed oil winterrized 460,0 g
Sulfadiazin 200,0 g
Sorbitan monostearat 84,0 g
Polyoxyetylene (20) sorbitan 36,0 g
Monostearat 2,0 g
Sweetener qs
Water potebel 1000g
Flavour oil qs
V.4 BP 2001
Liquid paraffin (2298)
Liquid paraffin and Magnesium hidroksida (22999)
Emulsi Peruvian II (balsam buah dada) (Hal: 234)
R/ Tiap 100 g mengandung :
Balsamun Peruvianum 2g
Oleum Arachidis 8g
Gummi Arabicum 6g
Acidum boricum 2g
Aq. Rosarum hingga 100g
Emulsi Parenteral
R/ Cotton seed oil 15,0 g
PEG 200 monopalmitat 1,2 g
Ester asam tartrat 0,3 g
Polyoxyetylene polyoxypropyllen
blok polimer 0,3 g
Isotonis glukosa 83,2 g