EKSPERIMEN 7
EMULSIFIKASI DAN FENOMENA KETIDAKSTABILAN EMULSI
Teori Singkat
Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang tidak stabil secara termodinamik yang terdiri dari dua fase
cair yang tidak saling bercampur dan distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi.
Perhatikan kembali persamaan energi bebas di bawah ini:
𝑊 = ∆𝐺 = 𝛾𝐿𝐿∆𝐴 … Persamaan (G.1)
Fase terdispersi dalam sistem emulsi berada dalam bentuk tetesan yang terbagi halus, akibatnya
luas permukaan yang kontak dengan medium pendispersi menjadi sangat besar. Suatu sistem
dikatakan stabil secara termodinamik apabila energi bebasnya 0 atau mendekati 0. Agar mencapai
kestabilan, partikel emulsi akan berusaha menurunkan luas permukaannya dengan cara
berkoalesensi kembali. Hal inilah yang kemudian memicu berbagai fenomena ketidakstabilan
emulsi. Emulsi dapat dibagi berdasarkan jenis fase internal dan bagaiamana fase tersebut
terdispersi di dalam medium. Ada dua tipe emulsi yang dikenal dan digunakan secara luas di bidang
farmasi yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Emulsi tipe air
dalam minyak dalam air (w/o/w) dan minyak dalam air dalam minyak (o/w/o) disebut emulsi ganda.
Pembentukan emulsi dapat dijelaskan menggunakan beberapa teori yaitu “surface tension theory”,
“oriented wedge theory” dan “interfacial film theory”.
117
- Surface Tension Theory. Teori ini didasarkan atas kecenderungan suatu fase cair untuk
mengambil bentuk dengan energi bebas terendah dan adanya tegangan atarmuka diantara
dua fase cair yang tidak saling bercampur. Penggunaan bahan sebagai pengemulsi dan
penstabil menurunkan tegangan permukaan dua cairan yang tidak saling bercampur,
menurunkan kekuatan gaya tolak antar cairan dan mengurangi setiap gaya tarik untuk molekul
masing-masing
- Oriented Wedge Teory. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa pengemulsi tertentu
menyesuaikan diri di sekitar dan dalam cairan dengan cara merefleksikan kelarutan mereka
dalam cairan tersebut. Dalam sistem dengan dua cairan yang tidak saling bercampur (misalkan
air dan minyak), suatu molekul emulgator dengan bagian hidrofilik dan lipofilik akan
menempati atau berorientasi pada setiap fase.
- Interfacial Film Theory. Menurut teori ini, bahan pengemulsi akan teradsopbsi pada
permukaan tetesan fase dalam dan mengelilinginya sebagai lapisan film tipis. Film tersebut
mencegah kontak dan koalesensi fase internal. Semakin kuat dan lentur lapisan film yang
terbentuk, semakin stabil emulsi tersebut.
Emulsi terdiri atas dua fase cair yang tidak saling bercampur sehingga untuk membuat kedua bahan
tersebut “tercampur” dibutuhkan suatu bahan pembantu yang disebut emulgator. Emulgator
(yang banyak digunakan di bidang farmasi) dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
- Bahan aktif permukaan, bahan ini teradsorbsi ke permukaan tetes terdispersi dan membentuk
lapisan monomolekuler serta menurunkan tegangan permukaan.
- Koloid Hidrofilik, bahan ini membentuk lapisan multimolekuler pada permukaan tetes
terdispesi emulsi minyak dalam air.
- Partikel padat yang terbagi halus, bahan ini teradsorbsi pada permukaan tetes terdispersi dan
membentuk lapisan partikulat disekitarnya.
Menurut literatur, beberapa sifat emulgator yang ideal adalah:
- Bersifat aktif pada permukaan dan mampu menurunkan tegangan permukaan hingga dibawah
10 dyne/cm
- Dapat teradsobrsi dengan cepat pada antarmuka tetes terdispersi membentuk lapisan yang
tidak saling tertarik sehingga dapat mencegah koalesensi
- Memberikan pengaruh elektrik yang cukup pada tetes terdispersi yang terbentuk sehingga
penolakan karena muatan sejenis dapat terjadi
- Dapat meningkatkan viskositas medium
- Efektif pada konsentrasi yang relative rendah
Dalam proses emulsifikasi, emulgator bekerja berdasarkan mekanisme tertentu, yaitu:
- Pembentukan Lapisan Monomolekuler. Berdasarkan teori Gibbs, adanya penambahan
antarmuka (luas permukaan) tetes terdispersi mengharuskan adanya penurunan tegangan
antarmuka untuk menjaga sistem tetap stabil. Dalam hal emulsi, penurunan tegangan
permukaan ini bukan satu-satunya yang berkontribusi dalam stabilisasi emulsi, tetapi juga
karena emulgator membentuk lapisan molekuler tunggal disekitar tetesan dan mencegah
koalesensi partikel yang berdekatan. Ketika emulgator yang membentuk lapisan terionisasi,
emulsinya menjadi lebih stabil karena adanya penolakan ion sejenis. Emulgator nonionik tetap
membawa muatan karena adsorbsi ion spesifik dipermukaanya.
118
- Pembentukan Lapisan Multimolekuler. Koloid hidrofilik yang didispersikan di dalam air akan
teradsobsi pada permukaan tetesan minyak. Meskipun teradsobsi pada permukaan, bahan ini
tidak menurunkan tegangan antarmuka cairan dengan cukup signifikan untuk mempengaruhi
stabilitas emulsi. Emulgator ini membentuk lapisan multimolekuler yang kuat dipermukaan
tetes terdispersi dan bertindak sebagai “penyalut” tetes terdispersi dan menimbulkan
resistensi yang tinggi terhadap koalesensi yang mungkin terjadi. Selain itu, molekul yang tidak
teradsbosi akan terdisersi di fase air dan meningkatkan viskositas air sebagai fase luar, yang
juga kemudian meningkatkan stabilitas emulsi.
- Pembentukan Lapisan Partikulat. Partikel halus yang terbasahi oleh baik fase air dan fase
minyak dapat bertindak sebagai emulgator. Jika parikel terlalu hidrofilik maka mereka akan
terdispersi didalam medium air dan jika terlalu hidrofobik, partikel akan sepenuhnya
terdispersi di dalam fase minyak. Agar dapat berfungsi sebagai emulgator, partikel ini
ukurannya harus lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tetes terdispersi fase dalam.
Proses emulsifikasi dapat dijelaskan oleh gambar G.1 di bawah ini. Pembentukan emulsi
merupakan kompetisi antara dua proses, yaitu pembentukan tetes terdispersi suatu cairan di
dalam cairan lain dan penggabungan tetes terdispersi untuk membentuk bulk fase luar. Proses
pertama meningkatkan energi bebas sistem sedangkan proses kedua terjadi untuk menurunkan
energi bebasnya. Proses kedua bersifat spontan dan terus berlanjut hingga bulk fase luar terbentuk.
Saat akan mendispersikan fase dalam, antarmuka kedua cairan harus di ganggu hingga pada
derajad terbentuknya “jari-jari” atau “benang-benang” dari salah satu fase cair ke dalam fase cair
lainnya, vice versa. Benang-benang ini tidak stabil dan selanjutnya akan mengalami proses varikosis
atau pempentukan butiran-butiran. Butiran ini kemudian terpisah membentuk tetesan tunggal.
Pada tahap ini pula tetesan besar pecah menjadi tetesan kecil. Ukuran tetesan rata-rata akan
menurun dengana cepat pada beberapa detik awal pengadukan dan ukuran optimumnya akan
tercapai setelah satu hingga lima menit. Pengadukan lebih lama tidak lagi optimal untuk
menurunkan ukuran tetes terdispersi
Emulsi yang terbentuk dapat diprediksi tipenya. Aturan umum dan empiris untuk memprediksi
tipe emulsi adalah sebagai berikut.
1. Jika ampifil pada dasarnya larut air, maka ampifil tersebut akan cenderung menghasilkan
emulsi dengan tipe minyak dalam air. Vice versa.
2. Emulsi o/w dapat dibentuk dengan volume fase dalam yang besar. Emulsi w/o dapat
dibentuk jika jumlah air <40% (pada kasus-kasus tertentu)
3. Urutan pencampuran dapat mempengaruhi tipe emulsi. Fase dalam umumnya ditambahkan
ke fase luar. Jika dicampur bersamaan, umumnya akan terbentuk emulsi tipe o/w.
4. Cairan yang lebih kental cenderung akan menjadi fase luar
Sedangkan untuk penentuan tipe, metodenya dirangkum dalam tabel 7.1.
Tabel 7.1. Jenis-Jenis Pengujian Penentuan Tipe Emulsi
Uji Pengenceran Emulsi dapat diencerkaan hanya dengan Hanya berguna untuk
fase luarnya emulsi cairan
Uji Pewarnaan Zat warna padat yang larut dalam air Bisa gagal jika ada
hanya mewarnai emulsi o/w dan pengemulsi ionik
sebaliknya. Pengamatan mikroskopis bisa
membantu.
Uji Kobalt Klordia Kertas saring dijenuhkan dengan CoCl2 Bisa gagal jika emulsi tidak
dan dikeringkan (biru) berubah menjadi stabil atau pecah dengan
merah muda bila emulsi o/w adanya elektrolit
ditambahkan
Flourosensi Karena minyak berflourosensii dibawah Tidak selalu dapat
sinar UV, emulsi o/w menunjukkan pola diterapkan
titik-titik emulsi w/o berflourosensi
seluruhnya
Daya Hantar Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi o/w, Gagal dalam emulsi m/a
karena adanya zat ionik dalam air nonionik
Terdapat empat fenomena yang berhubungan dengan stabilitas fisik emulsi, yaitu:
1. Creaming (bergeraknya fase terdispersi ke atas) atau sedimentasi (bergeraknya fase terdispersi
ke bawah). Terjadinya creaming atau sedimentasi bergantung pada kerapatan fase terdispersi
dan fenomena ini dapat dijelaskan dengan hukum Stoke. Fenomena ini tidak langsung
menyebabkan pecahnya emulsi karena tetesan yang mengalami creaming/sedimentasi tetap
mempertahankan bentuk dan ukurannya.
2. Agregasi/flokulasi dan Koalesensi, yaitu berbisahnya fase terdispersi membentuk agregat dan
bergabungnya agregat tersebut membentuk fase yang terpisah. Agregasi bisa memicu
terjadinya koalesensi meskipun koalesensi tidak selalu didahului oleh agregasi. Agregasi dapat
mempercepat proses creaming/sedimentasi karena agregat yang terbentuk bertindak sebagai
tetesan tunggal. Agregasi dipengaruhi oleh sifat elektrik tetesan sedangkan koalesensi lebih
dipengaruhi oleh karakteristik struktur film yang berinteraksi. Koalesensi selanjutnya dapat
menyebabkan pecahnya emulsi (breaking/phase separation)
120
3. Inversi fase, yaitu berubahnya emulsi tipe o/w menjadi w/o. Vice versa. Inversi fase dapat
terjadi karena pengaruh elektrolit dan perubahan rasio fase terdispersi dan pendispersi.
4. Ostwald ripening atau pematangan ostwald adalah bertambahnya ukuran globul menjadi lebih
besar akibat deposisi tetesan cairan yang ukuranya lebih kecil. Fenomena ini disebabkan oleh
ketidak seragaman ukuran tetesan terdispersi yang terlalu besar.
Total 35 - - 10,46
Misalkan emulsi tersebut akan diemulsikan dengan Tween® 60 (HLB Surfaktan 14,9)dan Span® 60
(HLB Surfaktan 4,7). Dengan menganggap fraksi Span® 60 dalam campuran adalah “x”, maka fraksi
Tween® 60 adalah (1-x). Untuk menghitung perbandingan Tween dan Span dalam formula maka
digunakan rumus:
𝐻𝐿𝐵𝐵𝑢𝑡𝑢� = 𝐻𝐿𝐵𝑆𝑝𝑎𝑛 ∙ 𝑥 + 𝐻𝐿𝐵𝑇𝑤𝑒𝑒𝑛 ∙ (1 − 𝑥) … Persamaan (G.2)
Pra-Praktikum
Bahan pre-reading:
Buku Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (2011) Bab 18 hal. 641-654
Bahan respon untuk percobaan ini adalah:
1. Termodinamika Emulsi
2. Tipe-Tipe Emulsi, Cara Memprediksi dan Cara Menentukannya
3. Teori-Teori Emulsifikasi
4. Jenis-Jenis dan Sifat-Sifat Emulfator
5. Mekanisme Kerja Emulgator
6. Pembentukan Tetes Terdispersi
7. Bentuk-Bentuk Ketidakstabilan Emulsi
8. HLB dan Perhitungan HLB
Sebelum praktikum, mahasiswa harus melengkapi data pada lembar “Prerequisite Data”
Sebelum praktikum, mahasiswa harus menyelesaikan perhitungan HLB
Safety Check
Safety Level: Level 1
Check
No. Nama APD Keterangan
()
Gunakan sebelum masuk dan selama berada di dalam
1 Jas Praktikum □
laboratorium
Sepatu Gunakan sebelum masuk dan selama berada di
2 □
Tertutup laboratorium
Eksperimental
Alokasi Waktu : 180 menit
Jumlah Sampel : 1 formula emulsi (per kelompok) yang terdiri dari tiga fase minyak dan sepasang
emulgator.
Tempat : Lab Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pengaturan : Setiap kelompok mengerjakan satu formula emulsi dengan kombinasi emulgator
dan konsentrasi emulgator tertentu. Tiga kelompok mengerjakan formula
dengan kombinasi emulgator yang sama tetapi berbeda konsentrasi.
123
PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi
Nama Surfaktan 1
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB Butuh
Nama Surfaktan 2
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB Butuh
Referensi:
125
PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi
Nama Fase
Minyak 1
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB Butuh
Nama Fase
Minyak 2
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB Butuh
Nama Fase
Minyak 2
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB Butuh
Referensi:
126
PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi
Nama Emulgator 1
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB
Nama Emulgator 2
RM BM RB
Pemerian
Kelarutan
HLB Butuh
Referensi:
127
PREREQUISITE DATA
EKSP0701 Sistem HLB dan Proses Emulsifikasi
EKSP0702 Gejala Ketidakstabilan Emulsi
PERHITUNGAN HLB
Total - -
Jumlah Surfaktan = %
Jumlah Surfaktan 1 ( )= %
Jumlah Surfaktan 2 ( )= %
128
LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa
NIM/Kelompok
Golongan
4%
10%
20%
6%
Keterangan isian Tabel:
* (W) = Terencerkan oleh air; (O) = terencerkan oleh minyak
$
(MB) = Terwarnai oleh larutan Metilen Biru; (SD) = Terwarnai oleh larutan Sudan III
#
(+) = Kertas berubah warna; (-) = Kertas tidak berubah warna
&
(+) = Lampu menyala; (-) = Lampu tidak menyala
LEMBAR OBSERVASI
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
Nama Mahasiswa
NIM/Kelompok
Golongan