Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KOLEKSI SPESIMEN TUMBUHAN DAN

PEMBUATAN HERBARIUM KERING

OLEH:

BRESCHIA P. H. SIMATUPANG

N011211002

KELOMPOK VII

GOLONGAN RABU SIANG

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Tingkat keanekaragaman vegetasi di Indonesia sangat tinggi dan

kekayaan alam tersebut harus didokumentasikan, salah satu cara

mendokumentasikan tumbuhan-tumbuhan tersebut adalah dengan

melakukan pengawetan terhadap tumbuhan dengan dibuat menjadi

spesimen ataupun herbarium (Rizki & Des, 2018). Suatu spesimen yang

digunakan dapat berupa tubuh dari suatu tumbuhan yang terdiri dari

bagian vegetatif tumbuhan tersebut seperti akar, batang, cabang dan

daun dan bisa juga bagian generatif dari tumbuhan seperti buah dan

bijinya. Spesimen yang digunakan untuk studi morfologi serta taksonomi

dapat berbentuk tumbuhan segar (Syamswisna, 2011). Teknik yang benar

dalam melakukan pengawetan sangat berpengaruh dalam mendapatkan

awetan tumbuhan yang bermutu dan memiliki kualitas yang baik, jika

proses dari pengawetan tidak berjalan dengan baik ataupun tidak tepat,

maka hal tersebut akan mempengaruhi tanaman tersebut, seperti

berkerut/keriting, mudah berjamur, dan rapuh yang mengakibatkan

spesimen tidak dapat bertahan lama. Sedangkan jika penyiapan koleksi

atau Teknik yang dilakukan benar dan tepat maka akan menghasilkan

spesimen tumbuhan yang baik pula.

Spesimen tumbuhan merupakan proses pengambilan bahan yang

ada pada tanaman yang berupa batang, daun, akar bunga, buah dan biji
yang nantinya akan melewati proses pengeringan. Sedangkan, herbarium

merupakan kumpulan dari spesimen tumbuhan yang sudah diawetkan dan

nantinya data terkait tumbuhan tersebut dapat digunakan untuk

melakukan studi ilmiah (Ramadhanil, 2003). Herbarium yang dibuat harus

merupakan spesimen yang telah dewasa, dimana tidak terserang

penyakit, hama, dan kerusakan fisik lainnya. Herbarium kering yang

digunakan untuk dijadikan spesimen merupakan bagian tumbuhan yang

mudah dikeringkan seperti daun, batang, bunga dan akar (Setyawan dkk,

2005).

Adapun manfaatnya, sebagai spesimen yang nantinnya akan

menjadi acuan untuk mempublikasikan spesimen baru, sebagai bahan

untuk melihat adanya variasi dari morfologi suatu tumbuhan, sebagai alat

bantu dalam melakukan identifikasi suatu tumbuhan, sebagai media yang

dilakukan untuk penelitian, dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran,

dan dapat dijadikan sebagai pertukaran spesimen antar negara (Des,

Rizki & Hidayati, 2018).

I. 2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dan manfaat dari koleksi spesimen tumbuhan kering

dan pembuatan herbarium adalah untuk dapat mendokumentasikan

kekayaan flora yang ada, dapat mengetahui bentuk-bentuk morfologi

tumbuhan tingkat tinggi seperti daun, batang, bunga, buah, dan biji yang

menjadi ciri khas suatu tumbuhan, dapat menggambarkan karakteristik

spesies tumbuhan yang diawetkan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Cabai Rawit (Capsicum frutescens)

II. 1.1 Klasifikasi Cabai Rawit (Capsicum frustencens)

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionita

Divisi : Magnoliophyta

Sub divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Asteridae

Ordo : Solanes Gambar 1. Cabai (Syukur dkk, 2012).

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frustencens (Alif, 2017).

II. 1.2 Anatomi Cabai Rawit (Capsicum frustencens)

Daun tanaman cabai memiliki banyak variasi menurut spesies dan

varietasnya. Ada daun yang berbentuk lonjong, oval, dan lanset. Warna

permukaan daun bagian atasnya biasa berwarna hijau muda, hijau biasa,

hijau tua, bahkan ada yang berwarna hijau kebiruan. Sedangkan

permukaannya berwarna hijau yang pudar atau pucat. Permukaan

daunnya ada yang halus maupun berkerut. Ukuran dari panjangnya antara

3-11cm dengan lebar 1-5 cm (Warisno & Dahana, 2018). Batang tanaman
cabai adalah perdu dengan batang yang tidak berkayu. Batangnya

tumbuh dengan ketinggian tertentu dan membentuk banyak percabangan.

Batang tanaman berwarna hijau, hijau tua, maupun hijau muda dengan

batang yang sudah tua muncul warna kecoklatan seperti kayu yang biasa

dinamakan kayu semu akibat pengerasan jaringan parenkim (Warisno &

Dahana, 2018). Akar dari tanaman cabai adalah akar serabut yang

biasanya terdapat bintil-bintil dari hasil symbiosis dengan mikroorganisme.

Akarnya tumbuh kearah bawah yang berfungsi sebagai akar tungga yang

semu (Warisno & Dahana, 2018). Bunga pada tanaman cabai memiliki

bentuk yang sama yaitu berbentuk bintang dimana ini menunjukkan

tanaman cabai termasuk dalam kelas sub Ateridae atau tumbuhan

berbunga bintang. Bunganya tumbuh secara bergerombolan ataupun

tunggal dalam tandan pada ketiak daun yang dimana dalam 1 tandan

terdapat 2-3 bunga. Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna

karena dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan betina.

Penyerbukan dibantu angin dan lebah dengan kecepatan angin yang

dibutuhkan 10-20 km/jam atau angin sepoi-sepoi karena jika angin terlalu

kencang akan menyebabkan kerusakan pada tumbuhan (Warisno &

Dahana, 2018). Buah cabai memiliki bentuk yang bervariasi. Dimana

bentuknya adalah serrano, cubanelle, cayenne, pimento, Anaheim chile,

cherry, jalapeno, elongate bell, ancho, banana, dan blocky bell. Dimana

pada saat muda buah cabai berwarna hijau, hijau muda, maupun hijau
kekuning-kuningan dan saat telah masak warnanya menjadi merah atau

keorens-an (Warisno & Dahana, 2018).

II. 1.3 Kandungan Tanaman Cabai (Capsicum frustencens)

Didalam cabai mengandung vitamin C sebesar 0,2% dan kapsaisin

0,02%. Vitamin C termasuk vitamin yang mudah larut dalam air dan

sangat mudah teroksidasi dan proses oksidasi dipercepat oleh panas,

sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Vitamin

C berkhasiat sebagai antiskorbut (Jubahar dkk, 2016).

II. 1.4 Manfaat Tanaman Cabai (Capsicum frustencens)

Cabai memiliki khasiat untuk melegakan rasa hidung tersumbat

pada sinusitis, menambah nafsu makan, menormalkan kembali kaki dan

tangan yang lemas, batuk berdahak, migrain. Selain itu, cabai juga

digunakan sebagai antikoagulan, diaforetik dan diuretic (Jubahar dkk,

2016).

II. 2. Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

II. 2.1 Klasifikasi Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionita

Divisi : Magnoliophyta

Sub divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida
Gambar 2. Daun Ungu
Sub kelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae

Genus : Graptophylum

Spesies : Graptophylum pictum Griff (Rudiyanto, 2015).

II. 2.2 Anatomi Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

Daun Ungu termasuk dalam tumbuhan perdu dimana memiliki

batang yang tegak, ukurannya kecil dan tingginya hanya mencapai 3 m.

daun ungu biasanya tumbuh secara liar atau ditanam sebagai tanaman

hias maupun tanaman obat. Batang pada daun ungu memiliki warna ungu,

adapun penam[pang dari batangnya berbentuk mendekati segi tiga

tumpul. Daun ungu memiliki struktur posisi dauun dimana letaknya

berhadapan dan sementara bunganya bersusun dalam rangkaian 1

tandan yang berwarna merah tua (LPPM IPB, 2014).

II. 2.3 Kandungan Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

Pada daun ungu terkandung senyawa steroid, alkaloid, dan tannin.

Tumbuhan ini juga mengandung alkaloid yang tidak beracun, glikosida,

steroid, saponin, tannin, klorofil, dan lendir. Serta pada batangnya

mengandung kalsium oksalat, asam formic dan lemak (Rudiyanto, 2015).

II. 2.4 Manfaat Daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

Adapun manfaat dari daun ungu adalah dapat berkhasiat dalam

mengatasi penyakit hemoroid atau istilah yang dikenal adalah wasir dan

sembelit atau kontipasi, dapat juga mengatasi datang bulan yang tidak

lancer dan kandungan kimiawi dari tanaman ini bermanfaat dalam

antiinflamasi, antiplak gigi, mencegah sakit Ketika menopause,


diuretik/peluruh kencing, sebagai pencahar ringan/laksatif, pelembut

kulit/emoliens dan dapat mempercepat pemasakan bisul (Rudiyanto,

2015).

BAB III

METODE KERJA

III. 1 Alat dan Bahan

III. 1. 1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum koleksi spesimen

tumbuhan dan herbarium kering adalah cutter/pisau, etiket gantung, GPS

atau Kompas, gunting, handscoon, kantong plastic, kertas merang, lakban

coklat, meteran/penggaris, paspor tumbuhan, pensil, plastic ziplock 2kg

&n10x20 cm, spidol permanen, dan spiritus.

III. 1. 2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum koleksi spesimen

tumbuhan dan herbarium kering adalah tumbuhan Cabai rawit (Capsicum

frustencens ) dan daun ungu (Graptophylum pictum Griff).

III. 2. Cara Kerja

Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Carilah

sampel yang akan dijadikan sebagai koleksi spesimen. Lalu masukkan ke

dalam kantong plastik. Setelah itu, spesimen dibersihkan dari segala

kotoran yang mengganggu menggunakan air yang mengalir, lalu tanaman


dikeringkan atau dilap. Semprot tanaman yang telah dicuci menggunakan

alkohol. Kemudian tanaman yang akan dijadikan herbarium diberi etiket

dan diletakkan pada kertas merang, kemudian dilapisi tisu pada bagian

tertentu dan direkatkan menggunakan selotip. Sampel lau dibungkus

dengan kertas merang kemdian dipress, menggunakan sasak dan

dimasukkan pada kantong/folder species dan folder genus.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Hasil

Hasil praktikum koleksi spesimen tumbuhan dan herbarium kering

belum ada dikarenakan sampel masih dalam tahap pengeringan.

IV. 2. Pembahasan

Terdapat dua cara untuk mengawetkan suatu spesimen dimana

dengan cara herbarium basah dan herbarium kering. Herbarium basah

dilakukan dengan cara disemprotkan dengan alcohol atau formalin yang

diencerkan dengan tujuan agar spesimen dapat bertahan lama dari jamur

dan mikroorganisme lain. Sedangkan, herbarium kering dilakukan dengan

cara alamiah yaitu spesimen dikeringkan dibawah sinar matahari dan

dengan cara pengeringan buatan yaitu dengan menggunakan oven.

Herbarium yang dibuat harus merupakan spesimen yang telah dewasa,

dimana tidak terserang penyakit, hama, dan kerusakan fisik lainnya.

Herbarium kering yang digunakan untuk dijadikan spesimen merupakan

bagian tumbuhan yang mudah dikeringkan seperti daun, batang, bunga

dan akar (Setyawan dkk, 2005).

Terdapat beberapa faktor yang nantinya akan mempengaruhi baik

atau tidaknya suatu spesimen yang akan digunakan adalah faktor

panen/tumbuhan dipetik, faktor lingkungan/habitat tumbuhan itu

ditemukan, faktor waktu pengambilan spesimen dimana waktu yang baik


dalam pengambilan sampel yaitu pada pukul 09.00-11.00, dimana pada

saat pukul 09.00-11.00, sinar matahari belum terlalu terik sehingga

tumbuhan tidak akan cepat layu jika diambil (Pujiati, 2018). Setelah

sampel diambil, sampel difoto menggunakan camera atau aplikasi yang

memuat data-data dari tempat sampel tersebut diambil, seperti ketinggian

maupun bentuk wujud asli dari tanaman itu, dimana wujud tanaman

tersebut masih segar (Pujiati, 2018).


BAB V

PENUTUP

V. 1. Kesimpulan

Dari praktikum koleksi spesimen tumbuhan dan pembuatan

herbarium kering dapat disimpulkan bahwa setiap tumbuhan memiliki

bagian-bagian dan bentuk yang berbeda-beda, dimana kita bisa amati

melalui praktikum ini. Terdapat berbagai faktor yang akan mempengaruhi

bagaimana bentuk fisik maupun organ dalam pada tumbuhan, seperti

lingkungan/habitat tempat tumbuhan tinggal, jenis tanah tempat tumbuhan

tersebut tumbuh, kelembapan udara di area tumbuhan tumbuh, ketinggian

tempat tanaman tersebut tumbuh dan masih banyak lainnya.

Proses pengawetan tumbuhaan terdiri dari beberapa macam seperti

herbarium kering dan herbarium basah. Dimana nanti herbarium kering

dikeringkan dengan cara alami maupun menggunakan alat tambahan.

V. 2. Kritik dan Saran

Kurangnya waktu dan pacuan pemahaman praktikan yang belum

maksimal, menyebabkan kurang optimal dari berjalannya praktikum,

sehingga terdapat beberapa kendala. Adapun sarannya, mungkin

sebelum praktik sekiranya diberi contoh sedikit saja agar membuka

gambaran kepada praktikan.


DAFTAR PUSTAKA

Alif. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Rawit. Yogyakarta: Bio Genesis.
Jubahar, J., Astuti & Suharti. 2016.’Penetapan Kadar Vitamin C dari buah
cabai dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi’. Jurnal
Farmasi Higea, 7(2): 3.
Pujiati, M.A. 2018. Seni Membuat Herbarium. Solo: Tiga Ananda.
Ramadhanil. 2003. Herbarium Celebense (CEB) dan Perannya dalam
Menunjang Penelitian Taksonomi Tumbuhan di Sulawesi.
Rizki, Des M & Hidayati. 2018. Teknik Pengumpulan Data Sampel
Tumbuhan Untuk Pembuatan Spesimen Pembuatan Herbarium.
Padang: Hortikultura-Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
Rudiyanto, A. 2015. Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff).
Yogyakarta: Yayasan Kanopi Indonesia.
Setyawan, A.D, Indrowuryatno, Wiryanto, Winannrno, K dan Susilowati, A.
2005. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah. Surakarta:
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.
Syamsina. 2011. ‘Penggunaan Spesimen Herbarium Tumbuhan Tingkat
Tinggi (Spermatophyta) Sebagai Media Praktikum Morfologi
Tumbuhan’. Jurnal guru membangun, 26 (2): 1-8.
Syukur, M., Yunianti, R., dan Dermawan, R. 2012. Sukses Panen Cabai
Tiap Hari. Depok: Penebar Swadaya.
Warisno & Dahana, K. 2018. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai