Anda di halaman 1dari 14

TUGAS ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

SSO DAN SSP

DISUSUN OLEH
Breschia Pricilia Hotmaida Simatupang
(N011211002)
Kelas : Farmasi A

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021/2022
1. Jelaskan dengan Bahasa sendiri proses terjadinya potensial aksi pada sel
saraf!
Gerbang Na+ akan terbuka apabila serabut saraf cukup terstimulasi (stimulus
ambang untuk polarisasi membrane). Kemudian, ion natrium yang bermuatan
positif bergerak ke dalam sel untuk mengubah potensial istirahat atau polarisasi
menjadi potensial aksi(depolarisasi) diperlihatkan dengan pergeseran diferensial
dari -65 mV ke puncak listrik yang hampir mencapai +40 mV. Potensial yang
terjadi tidak berlangsung lama melainkan hanya bertahan sekitar kurang dari
seperseribu detik. Kemudian, gerbang natrium menutup lalu memnghentikan
aliran deras ion Na+. sehabis itu gerbang Kalium membuka lalu menyebabkan
ion K+ mengalir keluar sel dengan deras. Kemudian terjadi repolarisasi atau
polaritas balik dimana pemulihan daya potensial untuk kembali pada keadaan
istirahat. Dilakukan pompa natrium-kalium membantu pengembalian gradien
kosentrasi ion asal yang melewati membrane sel, dilakukan lagi pompa yang
dijalankan dengan energi ini akan menghancurkan kelebihan ion Na+ yang
memasuki sel dan mengembalikan ion K+ yang telah berdifusi keluar sel.
Kemudian terjadi respons all or none, stimulus ambang untuk depolarisasi
biasanya terjadi saat ada perubahan sekitar 15 mV sampai 20 mV dari keadaan
potensial istirahat. Begitu ambang depolarisasi tercapai, potensial aksi akan
terbentuk yang disebut respon all or none. Kemudian, terjadi periode refraktori
absolut, dimana waktu selama gerbang ion Na+ tertutup, dan gerbang K+ masih
terbuka dan serabut saraf sama sekali tidak responsif terhadap kekuatan stimulus
lain yang berlangsung selama 1 milidetik dan terjadi masa periode refraktori
relative dimana masa setelah refraktori absolut. Masa ini berlangsung selama
kurang dari 2 milidetik dan merupakan waktu dimana stimulus dengan kekuatan
yang lebih tinggi memicu potensial aksi yang kedua.
2. Deskripsikan dimana letak reseptor M1, M2, M3, M4, M5 serta α1, α2, β1,
β2 di dalam tubuh dan apa perannya masing-masing ketika teraktivasi?
 M1
Terletak di Cortex, hippocampus, ganglia simpatik, dan kelenjar saliva.
Berperan sebagai fungsi kognitif dan memori, untuk menstimulusi
sekresi dalam asam lambung.
 M2
Terletak di jantung, otot polos, dan CNS.
Berperan untuk mengatur denyut jantung, untuk mengontrol Gerakan,
untuk analgesia, dan untuk mengatur suhu tubuh.
 M3
Terletak di kelenjar eksokrin, otot polos, otak, mata, dan saluran cerna.
Berperan untuk mengatur motilitas GI, sekresi, kelenjar saliva, dan
konstriksi otot polos bronkus.
 M4
Terletak di Neostriatum (otak).
Berperan untuk mengatur analgesia dan mengatur pelepasan dopamine.
 M5
Terletak di mata dan substantianigra (otak).
Berperan dalam regulasi dilatasi pembuluh darah otak dan mengatur
pelepasan dopamine.
 α1
Terletak di otot jantung, otot polos, Sebagian besar kelenjar eksokrin dan
beberapa kelenjar endokrin.
Berperan sebagai kontraksi, untuk mengaktifkan berbagai jalur reseptor
dan bergandeng protein-G yang bergantung pada afektor.
 α2
Terletak di Sebagian besar jaringan sasaran simpatis.
Berperan untuk memgaktifkan jalur caraka kedua IP3-Ca2+
 β1
Terletak di organ pencernaan.
Berperan untuk menghambat cAMP
 β2
Terletak di jantung.
Berperan untuk mengaktifkan Camp.

3. Jelaskan secara skematik proses terjadinya:


a. Muntah
Muntah adalah refleks dari mekanisme pertahanan tubuh yang normal
dilakukan manusia pada umumnya untuk melindungi jalan nafas yang
berguna untuk mengeluarkan benda asing dari posterior oropharynx dan
saluran pencernaan bagian atas. Muntah terjadi jika terdapat stimulus
internal maupun eksternal yang menyebabkan kontraksi yang cepat pada
otot orofaringeal untuk melindungi jalan nafas. Pada saat muntah terjadi,
peristaltik menjadi spasmodik, arahnya terbaliik dan tidak terkoordinasi.
Ketika di intra oral terjadi stimulus muntah, serabut afferent dari nervus
trigeminal, glosofaringeal, dan vagus membawa stimulus tersebut ke
medulla oblongata, sedangkan impuls efferent dari medulla oblongata
mengakibatkan meningkatnya Gerakan otot yang spasmodik dan menjadi
tidak terkoordinasi yang menyebabkan muntah terjadi.
b. Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Proses
terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-
6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin.
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru
tersebut.
c. Nyeri
Adapun mekanisme timbulnya nyeri yaitu didasari oleh proses multipell
yaitu noisepsi, sensitisasi, perifer, perubahan fenotip, sensitasi sentral,
eksabitalitas, ektopik, reorganisasi structural, dan penurunan inhibisi.
Terdapat 4 proses antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman
subjektif nyeri yaitu pertama transduksi, dimana proses akhiran saraf
aferen menerjemahkan stimulus ke dalam impuls noiseptif. Yang kedua
yaitu, transmisi dimana proses disalurkan menuju kornu dorsalis medulla
spinalis, yang kemudian sepanjang tractus sensorik menuju otak. Neuron
aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif sinyal elektrik dan
kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medulla spinalis dan
selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal. Yang ketiga
adalah Modulasi, yaitu proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri.
Proses ini terjadi di kornus dorsalis medulla spinalis, keudian terjadi di
level selanjutnya. Hasil dari proses inhibisi desendens adalah penguatan
atau penghambatan sinyal noiseptif di kornu dorsalis. Yang keempat,
yaitu persepsi nyeri meruapakan kesadaran akan nyeri. Persepsi adalah
hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek,
psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Lalu terjadilah nyeri yang
diterima oleh reseptor nyeri.
4. Jelaskan etilogi, patofisiologi dan manifestasi klinik dari penyakit di bawah
ini:
a. Stroke
 Etiologi: Stroke disebabkan oleh adanya gumpalan yang menyumbat
pembuluh darah dan menyebabkan hilangnya suplai darah menuju
otak. Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau plak
aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Stroke hemoragik terjadi 6-
7 persen akibat adanya pendarahan subaraknoid (subarachnoid
hemorrhage), dimana perdarahan masuk ke ruang subaraknoid yang
biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM
(malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan
stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini. Perdarahan
subaraknoid bisa menyebabkan koma atau kematian. Pada aneurisma
otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital
atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan
tengah pada dinding arteri.
 Patofisiologi: Suplai darah yang menuju ke otak dapat berubah
karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan
jantung) dan gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler). Arterosklerosis menjadi faktor penting terhadap
otak. Thrombus bisa berasal dari flak arterosklerotik atau darah yang
dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau akan terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis yang diikuti
thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit 9 cerebrovaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat menyebabkan cerebral berkembang. Perubahan
tersebut disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel untuk
jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat menyebabkan
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebtal dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
 Manifestasi klinik: Stroke mengakibatkam bermacam-macam defisit
neurologik, tetapi bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak kuat, dan jumlah
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke
menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang,
defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan
defisit emosional. Adapun Defisit Lapang Pandangan yaitu antara
lain tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
penglihatan, kesulitan menilai jarak , Diplopia. Kedua, Defisit
Motorik antara lain Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki
pada sisi yang sama), Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki
pada sisi yang sama)., Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak
mampu menyatukan kaki, Disartria (Kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara, Disfagia (Kesulitan dalam menelan). Yang ketiga, Defisit
Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh. Yang keempat,
Defisit Verbal antara lain Afasia ekspresif (Tidak mampu
membentuk kata yang dapat dipahami), Afasia reseptif (Tidak
mampu memahami kata yang dibicarakan), Afasia global (kombinal
baik afasia reseptif dan ekspresif). Yang kelima Defisit Kognitif
antara lain, Kehilangan memori jangka pendek dan Panjang,
Penurunan lapang perhatian, Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi, Perubahan penilaian. Yang keenam, Defisit
Emosional antara lain Kehilangan kontrol diri, Labilitas emosional,
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, Depresi,
Menarik diri, Rasa takut, bermusuhan dan marah serta Perasaan
isolasi.
b. Meningitis
 Etilogi: pathogen utama penyebab meningitis pada individu dewasa
adalah imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningtidis
disebabkan karena kedua bakteri itu memiliki kemampuan kolonisasi
nasofaring dan menembus sawar darah otak (SDO). Basil gram
negative yaitu Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermis, dan Pseudomonas spp biasanya
merupakan penyebab meningitidis nosocomial yang lebih mudah
terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun
eksternal dan trauma kepala.
 Patofisiologi: Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional
otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah
ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi
merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam
darah atau dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis
serebral, aterosklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan
penyebab utama terjadinya thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi
di epidural, subdural dan intraserebral. Peningkatan tekanan darah
yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat
masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah
terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri
disekitar perdarahan. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan
larut dan mengecil karena terjadi penekanan maka daerah otak
disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis
karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair,
sehingga terbentuk suatu rongga.
 Manifestasi Klinik: Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut
Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit
motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit
emosional. Pertama, Defisit Lapang Pandangan, antara lain Tidak
menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan,
kesulitan menilai jarak, Diplopia. Yang kedua, Defisit Motorik antara
lain Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama), Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama), Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan
kaki), Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara, Disfagia (Kesulitan
dalam menelan). Yang ketiga, Defisit Sensorik : kebas dan
kesemutan pada bagian tubuh. Yang keempat, Defisit Verbal antara
lain Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami), Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan), Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan
ekspresif). Yang kelima, Defisit Kognitif antara lain Kehilangan
memori jangka pendek dan Panjang, Penurunan lapang perhatian,
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, Perubahan penilaian.
Yang keenam, Defisit Emosional, antara lain Kehilangan kontrol diri,
Labilitas emosional, Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, Depresi, Menarik diri, Rasa takut, bermusuhan
dan marah, serta Perasaan isolasi.
c. Dementia
 Etilogi: pertama, Proses degeneratif yang bisa menyebabkan
dementia meliputi penyakit Alzheimer, penyakit badan Lewy,
Parkinson, atrofi lobus frontotemporal,  penyakit Huntington's,
degenerasi spinocerebellar, dan supranuclear palsy progresif. Kedua,
Gangguan vaskular pada otak yang dapat menyebabkan dementia,
meliputi infark (tunggal atau multipel), perdarahan, hipoperfusi,
vaskulitis, dan penyakit Binswanger (dementia vaskular subkortikal).
Ketiga, Gangguan psikiatri dan neurologis yang bisa menyebabkan
dementia, misalnya delirium, depresi, sindrom amnestik, dan
hidrosefalus dengan tekanan intrakranial normal (normal pressure
hydrocephalus/NPH). Keempat, Berbagai neoplasma atau keganasan
pada otak dapat menyebabkan dementia. Kelima, berbagai gangguan
metabolik, endokrin, dan nutrisi dapat menyebabkan dementia,
misalnya defisiensi vitamin B6 atau B12, hipopituitarisme,
hipotiroidisme, hipertiroidisme, penyakit Cushing, uremia, dan
penyakit Wilson. Keenam, Trauma pada otak berhubungan dengan
akumulasi β-amiloid dan protein tau dalam jangka panjang, sehingga
juga dapat menyebabkan dementia. Ketujuh, Berbagai infeksi yang
melibatkan otak, misalnya neurosifilis, meningitis tuberkulosis,
dan penyakit Lyme, dan penyakit Creutzfeldt-Jakob, dapat
menyebabkan dementia sebagai gejala sisa. Kedelapan, Inflamasi,
misalnya pada penyakit demielinisasi, lupus eritematosa, sarkoidosis,
dan sindrom Sjorgen dapat menyebabkan dementia. Kesembilan, Zat
toksik, seperti alkohol, logam berat (arsen, merkuri, timbal), sianida,
dan karbon monoksida juga dapat menyebabkan dementia.
Kesepuluh, Dementia juga dapat disebabkan oleh iatrogenik.
Terdapat laporan bahwa dementia berhubungan dengan penggunaan
obat antihistamin dan antikolinergik. Dari etiologi yang telah
disebutkan di atas, penyakit Alzheimer merupakan penyebab utama,
yaitu 50–70% kasus. Etiologi tersering berikutnya adalah gangguan
vaskular (5–20%), penyakit badan Lewi (5%), dan atrofi lobus
frontotemporal (5%). Diperkirakan, 10–20% dementia disebabkan
oleh etiologi yang reversibel.
 Patofisiologi: Pada dementia, terbentuk protein abnormal di otak,
misalnya amiloid-β dan protein tau pada penyakit Alzheimer. Selain
itu, badan Lewy dapat ditemukan pada penyakit Badan Lewy dan
Parkinson, sedangkan prion ditemukan pada penyakit Creutzfeldt-
Jakob (“sapi gila”).
 Manifestasi Klinik: Individu dengan riwayat infeksi SSP rentan untuk
mengalami perkembangan penyakit menjadi demensia yang
progresif. Manifestasi klinis demensia terkait infeksi seringkali
bersifat stereotipik, berkembang dalam beberapa bulan, dan kadang-
kadang mengalami perjalanan yang lebih fulminan. Domain yang
dapat terkena pada demensia terkait infeksi adalah pada domain
fungsi eksekutif, kecepatan pemrosesan informasi, atensi/working
memory, kecepatan motorik, mempelajari informasi baru, dan
pemanggilan informasi baru (retrieval).11,29 Gejala awal dapat
ringan dan kadang-kadang tidak tampak dan seringkali pasien oleh
dokter didiagnosis depresi.9,30 Demensia terkait infeksi dapat
merupakan demensia kortikal maupun subkortikal. Demensia kortikal
memiliki perjalanan penyakit yang mirip dengan penyakit Alzheimer.
Kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya demensia kortikal
terkait infeksi diantaranya adalah virus herpes simpleks, prion protein
bentuk patogenik (PrPSc), Treponema pallidum, dan Borrelia
burgdoferi. 12,13,18 Kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
demensia subkortikal terkait infeksi adalah meningitis kriptokokal,
infeksi HIV-1, prion protein bentuk patogenik (PrPSc), dan
ensefalitis oleh infeksi CMV.
d. Alzheimer
 Etilogi: Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya
Alzheimer. Pasien yang memiliki 2 kopi alel apolipoprotein (APOE)
E4 memiliki risiko Alzheimer 2 kali lipat dibanding pasien lain yang
memiliki subtipe APOE lain. Beberapa faktor genetik lain yang
mempengaruhi adalah mutasi pada protein prekursor amiloid,
presenilin, dan TREM2 (triggering receptor on myeloid cells  2).
 Patofisiologi: yaitu Plak amiloid dan neurofibrillary
tangles merupakan penanda pada patologi penyakit Alzheimer.
Peningkatan produksi atau berkurangnya pembersihan amiloid β
(berasal dari protein prekursor amiloid β/ PPA) dianggap merupakan
salah satu proses utama yang terjadi pada penyakit Alzheimer.
Pembelahan PPA dapat terjadi secara normal/ nonamiloidogenik atau
secara abnormal/ amiloidogenik yang menghasilkan amiloid β. PPA
dipecah oleh sekretase α lalu oleh sekretase γ. Pada proses
pemecahan amiloidogenik, pemecahan oleh sekretase γ didahului
oleh sekretase β, yang menyebabkan pelepasan amiloid β ke
kompartemen ekstraseluler. Fragmen-fragmen amiloid β tersebut
akan bergabung dengan molekul dan sel lain (selain sel saraf)
membentuk plak padat yang tidak dapat larut di ekstraseluler dan
sekitar sel saraf. Plak amiloid β ini akan memicu hiperfosforilasi
protein tau, hilangnya sinaps, apoptosis sel saraf, kerusakan vaskuler
otak, dan aktivasi mikroglia. Pembentukan plak ini terjadi terutama
di daerah hipokampus, bagian otak yang mengatur fungsi memori,
dan juga pada korteks serebri lain yang mengatur fungsi berpikir dan
pengambilan keputusan.
 Manifestasi klinik: penyakit Alzheimer pada tahap awal sulit
dilakukan karena penyakit ini tidak menimbulkan gejala apapun.
Kelainan awal hanya dapat terdeteksi dari hasil pencitraan dan
pemeriksaan biomarker. Namun, pada tahap lanjut, akan terjadi
gangguan fungsi aktivitas sehari-hari dan dementia akibat Alzheimer.
Kedua aspek ini yang harus digali melalui anamnesis pasien untuk
menegakkan diagnosis klinis Alzheimer. Pemeriksaan fisik sendiri
lebih bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit
dengan manifestasi dementia lainnya.
e. Cerebral palsy
 Etilogi: perkembangan abnormal atau kerusakan pada otak infant
atau fetus. Cedera pada jaringan otak cerebral palsy bersifat
nonprogresif dan dapat timbul pada masa prenatal, perinatal, atau
post natal. Etiologi prenatal: malformasi otak kongenital, infeksi
intrauteri, stroke intrauteri, abnormalitas kromosom. Etiologi
perinatal: cedera hipoksik-iskemik, infeksi sistem saraf
seperti tetanus, stroke, kernicterus. Etiologi post natal: trauma,
infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, cedera anoksik
 Patofisiologi: Patofisiologi cerebral palsy, secara garis besar, diduga
melibatkan gangguan suplai oksigen pada fetus atau asfiksia otak.
Hal ini menyebabkan kematian sel dan kehilangan proses sel sebagai
respon terhadap sitokin proinflamasi, stres oksidatif, dan pelepasan
glutamat yang berlebihan, kemudian memicu kaskade eksitotoksik.
 Manifestasi klinik: Anamnesis perlu difokuskan pada identifikasi faktor
risiko dan kemungkinan etiologi. Anamnesis perlu mencakup detil riwayat
prenatal, persalinan, serta riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Riwayat perkembangan yang ditanyakan terutama adalah perkembangan
motorik, dimana pada cerebral palsy akan didapat keterlambatan
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M.2017. Patofisiologi Nyeri Vol.23 No. 1 hh. 2.


Hardita, A. dkk.2018. Gigi Tiruan lengkap kerangka logam sebagai alternatif
perawatan pasien dengan refleks muntah. Clinical Dental Journal Vol. 4
No. 1 hh.21.

Sukohar, A. 2014. Buku Ajar Farmakologi Asetikolin dan Nore Efinefrin.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung : Lampung.

Soeparto, P. Jupri L, S. Subijanto, M, S. Ranuh, R. 2016. Sindroma Gangguan

Motalitas Saluran Cerna. Airlangga University-Press : Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai