Anda di halaman 1dari 5

Essay Ilmiah Farmasi

POLA KONSELING OBAT PADA APOTEK DISEKITAR KAMPUS UIN


SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

OLEH

AHMAD WILDANUL AKHYAR (1113102000072)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
APRIL/2016
Mendengar kata konseling pastinya hal yang terlintas pada benak masing-
masing orang adalah sebuah pola edukasi dan pemberian informasi mengenai
suatu hal. Dalam hal ini dalam farmasi konseling sendiri tidak bisa diremehkan
dan dikesampingkan, karena hal ini merupakan salah satu unsur penting dalam
pelaksanaan profesi apoteker di masyarakat nantinya. Selain farmasis harus
dituntut mempunyai skill laboratorium, serta daya analisis yang kuat, farmasis
juga harus dituntut mempunyai skill komunikasi yang bagus, dalam hal ini akan
dilakukan pada saat konseling kepada pasien sendiri.
Melihat peningkatan jumlah kebutuhan obat, inovasi produksi massal,
kompetisi dagang, inovasi obat baru dari berbagai penyakit yang ada memicu
industri untuk melakukan pengambilalihan dalam proses meracik dan pembuatan
obat, semua sudah dilakukan oleh mesin (drug oriented)dan dalam evaluasinya
menyebabkan banyak permasalahan mengenai produk yang dihasilkan saat dalam
tahap pemakaian terhadap pasien, hal ini yang menjadikan orientasi awal apoteker
pada drug oriented menjadi patient oriented yang mengarah pada menjamin
ketersediaan obat yang berkualitas, aman, tepat dengan harga terjangkau serta
informasi yang cukup untuk diberikan kepada pasien, serta evaluasi penggunaan
obat.
Di Indonesia pelaksanaan konseling apoteker terhadap pasien mengenai
informasi obat masih sangatlah kurang. Pola sosialisasi yang dibangun oleh pihak
pemerintah sendiri utamanya dari Kementrian Kesehatan dan IAI (Ikatan
Apoteker Indonesia) masih belum sampai pada setiap apoteker yang sudah
mempunyai apotek maupun yang bekerja di instalasi rumah sakit, puskesmas dan
tempat pelayanan kesehatan lainnya. Menurut Undang-undang RI No. 36 tahun
2009 tentang kesehatan, pemerintah bertanggung jawab terhadap ketersediaan
sumber daya kesehatan dan ketersediaan akses serta fasilitas pelayanan kesehatan
dan ketersediaan akses serta fasilitas pelayanan kesehatan untuk memelihara
derajat kesehatan setinggi-tingginya. Pelayanan di fasilitas kesehatan diberikan
oleh tenaga kesehatan yang kompeten serta perencanaan, pendayagunaan,
pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan diatur oleh pemerintah.
Pada praktik kefarmasian di apotek sekitar kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terdapat berbagai permasalahan yang muncul dalam proses
konseling, setelah di observasi dan diwawancarai di sekitar kampus UIN terdapat
lima apotek. Setelah dilihat dan digali informasinya dari 1 dari 5 apotek tersebut
menjalankan proses konseling sebagaimana mestinya tapi masih belum memenuhi
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam aturan WHO dan, namun dari apoteker
yang dikunjungi rata-rata masih minim praktek mengenai konseling obat. Menurut
WHO ada empat unsur utama praktek kefarmasian yang baik yang harus
dilaksanakan, meliputi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, pengadaan
dan penggunaan sediaan farmasi, swamedikasi serta faktor pengaruh preskripsi
dan penggunaan obat yang tiap unsur membutuhkan standar nasional yang
mencakup proses dan fasilitas
Kebanyakan yang terjadi di apotek disekitar lingkungan kampus masih
kurangnya dari kehadiran apoteker penanggung jawab, kebanyakan yang sering
dan teratur hadir di apotek adalah asisten apoteker, jika tidak ada pun yang
bertugas di apotek adalah petugas teknis kefarmasian yang dalam proses
konseling kemampuan mereka masih minim dibanding apoteker maupun asisten
apoteker. dalam prakteknya asisten apoteker pun mempunyai jam-jam tertentu
dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, dan masih ada waktu dimana adanya
kekosongan asisten apoteker di apotek. dan tugas asisten apoteker pun tidak
seleluasa atau sebesar apoteker utama, masih ada ketentuan-ketentuan pelayanan
yang tidak boleh dilakukan oleh seorang asisten apoteker, seperti pelayanan obat
narkotika. Fakta yang terjadi intensitas kehadiran apoteker penanggung jawab
jarang di apoteknya, dan di semua apotek yang dikunjungi belum ada ruangan
khusus mengenai konseling obat. Kehadiran apoteker utama atau apoteker
penanggung jawab dirasa penting karena apoteker penanggung jawab mempunyai
wawasan yang lebih luas tentang keilmuan farmasi, selain itu sebagai pengambil
keputusan pada terapi obat-obat tertentu dengan berbagai permasalahan yang
terjadi pada pasien yang ada.
Dalam salah satu kriteria sifat seorang apoteker adalah Decision maker,
sang pengambil keputusan, dalam pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan
dalam evaluasi, sintesa dan memutuskan tindakan-tindakan yang paling tepat, dan
harus punya sifat seorang leader yang memiliki sifat empati, memanage secara
efektif, kemampuan membuat keputusan yang tepat, dan seorang care giver yakni
memandang prakteknya merupakan sesuatu yang terintegrasi dan berkelanjutan
dengan sistem kesehatan dan farmasis lain dan harus dapat memberikan pelayanan
yang terbaik dengan nyaman berinteraksi dengan pasien atau tenaga kesehatan
yang lain.
Harapannya dari sekian kasus yang terjadi disekitar kampus UIN bisa
diambil kesimpulan bahwa dari apotek-apotek yang ada adalah suatu gambaran
dari bentuk pelayanan kefarmasian yang terjadi di Indonesia ini, meskipun diluar
sana masih banyak apotek yang dalam pelayanan kefarmasiaannya jauh lebih
baik, tidak menutup kemungkinan banyak pihak pun yang masih menyayangkan
hal ini masih terjadi, namun masih banyak juga pihak-pihak yang mendukung
untuk perubahan sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia yang jauh lebih baik
dari hari ini, dan generasi apoteker dan farmasis mendatang bisa lebih menghayati
perannya sebagai tenaga kesehatan yang mempunyai peran penting dalam proses
medikasi pasien, tentunya juga mempunyai tujuh sifat ideal seorang
farmasis/apoteker
Daftar Pustaka
Joseph Max, et al, 2010, Kajian Praktik Kefarmasian Apoteker pada Tatanan
Rumah Sakit, Jakarta, Kementrian Kesehatan RI
Wawancara dan Observasi ke Apotek

Anda mungkin juga menyukai