Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KONSELING DAN VISITE

Dosen Pengampu :
Medi Andriani, M.Pharm, Sci

Mata Kuliah :
Farmasi Rumah Sakit (Elektif I)

Disusun Oleh :
Ellsa Lusiana Sihombing
1948201073

JURUSAN FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat membuat makalah Farmasi Klinik yang berjudul
“Konseling dan Visite”.

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dalam
beberapa kajian mengenai Farmasi Klinik, Penyusunan makalah ini kami tulis
berdasarkan studi kasus yang kami lakukan dan dikutip dari berbagai sumber literatur.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengajar yang telah meluangkan
waktu, tenaga, serta pikiran untuk membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempuma untuk itu diharapkan
masukan berupa saran maupun kritikan demi kesempurnaan makalahmakalah
selanjutnya,

Jambi, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

A. Konseling ........................................................................................................... 3

B. Tujuan Dan Manfaat Konseling ......................................................................... 4

C. Kegiatan Dan Sasaran Konseling ....................................................................... 5

D. Visite ................................................................................................................ 10

E. Tujuan Visite .................................................................................................... 11

F. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan ..................................................................... 11

G. Pelaksanaan Visite ........................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 19

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19

B. Saran ................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Pelayanan kefarmasian
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan
menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan
dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi
produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu
ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian,
para apoteker indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara
sendiri.
Dalam undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
dinyatakan bahwa rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan
kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan fammasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan sediaan farmasi di rumah sakit harus

1
mengikuti standar pelayanan kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk
diatur dengan peraturan menteri kesehatan.
Dalam peraturan pemerintah nomor S1 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar
pelayanan kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan peraturan
menteri kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa itu konseling, tujuan dilakukannya konseling dan apa saja manfaat dari
konseling?
2. Apa saja kegiatan yang dilakukan pada konseling dan siapa saja sasaran dari
konseling?
3. Apa itu visite dan apa tujuannya?
4. Apa saja hal-hal yang diperhatikan pada visited dan bagaimana pelaksanaan
visite?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu :
1. Mengetahui definisi konseling, tujuan dilakukannya konseling dan manfaat
dari konseling.
2. Mengetahui kegiatan yang dilakukan pada konseling serta sasaran dari
konseling.
3. Mengetahui definisi visite serta tujuannya.
4. Mengetahui hal-hal yang diperhatikan pada visite dan mengetahui cara
pelaksanaan visite

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konseling
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,
melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling Obat adalah suatu
aktivitas atau kegiatan pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari
Apoteker (konselor) kepada pasien dan atau keluarganya. Konseling untuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan
pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Konseling pasien merupakan bagian tidak terpisahkan dan elemen kunci
dari pelayanan kefarmasian, karena Apoteker sekarang ini tidak hanya
melakukan kegiatan compounding dan dispensing saja, tetapi juga harus
berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dimana dijelaskan
dalam konsep Pharmaceutical Care. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan
konseling pasien adalah suatu pelayanan farmasi yang mempunyai tanggung
jawab etikal serta medikasi legal untuk memberikan informasi dan edukasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat.
Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker
mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat dengan
cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang
sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Konseling
yang diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif.
Sciain konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk
berkonsultasi kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk konseling
seperti ini disebut konseling pasif.

3
B. Tujuan Dan Manfaat Konseling
a. Tujuan Konseling
Tujuan Umum:
1. Meningkatkan keberhasilan terapi yaitu memaksimalkan efek terapi dan
meminimalkan resiko efek samping.
2. Meningkatkan cost effectiveness.
3. Menghomnati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.

Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien.
2. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.
3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya.
4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan
penyakitnya.
5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem.
7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya
sendiri dalam hal terapi.
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.
9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan
pasien.
b. Manfaat Konseling
1. Bagi pasien
1) Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan.
2) Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya.
3) Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri.
4) Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu.
5) Menurunkan kesalahan penggunaan obat.

4
6) Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi.
7) Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan.
8) Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan.
2. Bagi Apoteker
a) Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.
b) Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai
tanggung jawab profesi apoteker.
c) Menghindarkan apoteker dari tunutan karena kesalahan penggunaan
obat ( Medication error )
d) Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga
menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.

C. Kegiatan Dan Sasaran Konseling


a. Kegiatan Konseling Proses Konseling
1. Penentuan Prioritas Pasien
Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian sehari-hari, pemberian
konseling tidak dapat diberikan pada semua pasien mengingat waktu
pemberian konseling yang cukup lama. Oleh sebab itu diperlukan
seleksi pasien yang perlu diberikan konseling. Seleksi pasien dilakukan
dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang dianggap perlu
mendapatkan konseling. Prioritas pasien yang perlu mendapat
konseling :
- Pasien dengan populasi khusus (pasien geriatri. pasien pediatri, dll).
- Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes.dll).
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(Penggunaan kortikosteroid dengan "tappering down” atau
"tappering off”).
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit
(digoxin, phenytoin, dil).

5
- Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi
rendah.
2. Persiapan Dalam Melakukan Konseling
Untuk menerapkan suatu konseling yang baik maka Apoteker harus
memiliki persiapan. Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam
medik pasien. Ini penting agar apoteker dapat mengetahui kemungkinan
masalah yang terjadi seperti interaksi obat maupun kemungkinanan
alergi pada obat-obatan tertentu. Selain itu apoteker juga harus
mempersiapkan diri dengan informasi-informasi terbaru yang
berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh pasien
3. Pertanyaan Dalam Konseling
Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor yang penting dalam
mewujudkan keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan
sebaiknya adalah open-ended guestions. Dengan pertanyaan model ini
memungkinkan apoteker memperoleh beberapa informasi yang
dibutuhkan dari satu pertanyaan saja. Pertanyaan dengan jawaban "ya”
atau "tidak", sebaiknya dihindari. Begitu juga dengan pertanyaan yang
berasal dari pendapat Apoteker. Open-ended guestions akan
menghasilkan respon yang memuaskan sebab pertanyaan ini akan
memberikan informasi yang maksimal. Kata tanya sebaiknya dimulai
dengan "bagaimana” atau "mengapa”.
4. Tahapan Konseling
a. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien
dapat menciptakan hubungan yang baik, sehingga pasien akan
merasa percaya untuk memberikan informasi kepada Apoteker.
Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum
memulai sesi konseling. Selain itu apoteker harus mengetahui

6
identitas pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa lebih
dihargai. Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat
menghasilkan pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku.
Apoteker dapat memberikan pendapat tentang cuaca hari ini
maupun bertanya tentang keluarga pasien. Apoteker harus
menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling serta
memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan
berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu
pembicaraan, maka apoteker dapat bertanya apakah konseling boleh
dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya alternatif waktu/hari
lain untuk melakukan konseling yang efektif.
b. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah
Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi
dari pasien tentang masalah potensial yang mungkin terjadi selama
pengobatan. Pasien bisa merupakan pasien baru ataupun pasien
yang meneruskan pengobatan.
 Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus
mengumpulkan informasi dasar tentang pasien dan tentang
sejarah pengobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
 Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
Pasien yang sudah pernah mendapatkan konseling
sebelumnya, sehingga Apoteker hanya bertugas untuk
memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun
pengobatan baru yang diterima oleh pasien baik yang diresepkan
maupun yang tidak diresepkan
 Mendiskusikan Resep yang baru diterima

7
Apoteker harus bertanya apakah pasien pemah
menerima pengobatan sebelumnya. Apoteker harus bertanya
pengobatan tersebut diterima pasien dari mana, apakah dari
Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain sebagainya. Jika
pasien pemah menerima pengobatan sebelumnya maka dapat di
tanyakan tentang isi topik konseling yang pemah diterima oleh
pasien tersebut.
Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang
penjelasan apa yang telah diterima oleh pasien . Ini penting
untuk mempersingkat waktu konseling dan untuk menghindari
pasien mendapatkan informasi yang sama yang bisa
membuatnya merasa bosan atau bahkan informasi yang
berlawanan yang membuat pasien bingung. Diskusi ini juga
harus dilakukan dengan kata-kata yang mudah diterima oleh
pasien sesuai dengan tingkat sosialekonomi pasien. Regimen
pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan
berapa lama pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini
Apoteker juga harus melihat kecocokan dosis yang diterima oleh
pasien sehingga pengobatan menjadi lebih optimal. Kesuksesan
pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan
yang akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui
dengan baik.
 Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan
Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan
memberikan penjelasan tentang guna pengobatan yang diterima
oleh pasien serta bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa yang
dihadapi oleh pasien selama menerima pengobatan. Efektifitas
pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas dari

8
pengobatan yang diterima oleh pasien. Apoteker harus bertanya
pada pasien apakah pengobatan yang diterima telah membantu
keadaan pasien menjadi lebih baik. Efek samping pengobatan,
Apoteker harus mengetahui dengan pasti efek samping
pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek samping kepada
pasien tersebut. Pasien sebaiknya diberitahukan kemungkinan
tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat melakukan
tindakan preventif terhadap keadaan tersebut.
 Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan
mempelajarinya
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus
didiskusikan dengan pasien. Apoteker juga harus mencatat
terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima oleh
pasien. Baik pasien yang menerima resep yang sama maupun
pasien yang menerima resep baru, keduanya harus diajak terlibat
untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan tercipta
masalah. Sehingga masalah pengobatan dapat diminimalisasi.
 Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh.
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang
diberikan terhadap selama konseling dapat dipahami dengan
baik oleh pasien dengan cara meminta kembali pasien untuk
mengulang informasi yang sudah diterima. Dengan cara ini pula
dapat diidentifikasi adanya penerimaan informasi yang salah
sehingga dapat dilakukan tindakan pembetulan.
 Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk
Apoteker bertanya kepada pasien apakah ada hal-hal yang masih
ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien.

9
Mengulang pernyataan dan mempertegasnya merupakan hal
yang sangat penting sebelum penutupkan sesi diskusi, pesan
yang diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya
akan diingat oleh pasien.
 Follow-up diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien
mendapatkan Apoteker yang berbeda pada sesi konseling
selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan konseling
perlu dilakukan agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.
b. Sasaran Konseling
1. Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat rendah.
2. Kadang-kadang dijumpai pasien yang masih dalam perawatan tidak
meminum obat yang disiapkan pada waktu yang sesuai atau bahkan
tidak diminum sama sekali.
3. Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi, perubahan
regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian.

D. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait
Obat, memantau terapi Obat dan reaksi Obat yang tidak dikehendaki,
meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit
baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang
biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan

10
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat
dari rekam medik atau sumber lain.

E. Tujuan Visite
1. meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif'
2. memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien,
3. memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi,
4. memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat
akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya.

F. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan


Visite membutuhkan persiapan dengan memperhatikan hal hal sebagai
berikut:

1. Seleksi pasien
Seharusnya layanan visite diberikan kepada semua pasien yang masuk
rumah sakit. Namun mengingat keterbatasan jumlah apoteker maka layanan
visite diprioritaskan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut:
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama),
b. Pasien dalam perawatan intensif:
c. Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat.
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama fungsi hati
dan ginjal.
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis,
misalnya ketidakseimbangan elektrolit, kekurangan kadar albumin.
f. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapeutik sempit,
berpotensi menimbulkan efek yang tidak diinginkan yang fatal.

11
2. Pengumpulan informasi penggunaan obat
Informasi penggunaan obat dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara
dengan pasien/keluarga, catatan pemberian obat. Informasi tersebut
meliputi:
 Data pasien : nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, berat
badan (BB), tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur,
sumber pembiayaan.
 Keluhan utama: keluhan/kondisi pasien yang menjadi alasan untuk
dirawat.
 Riwayat penyakit saat ini (history of present illness) merupakan riwayat
keluhan / keadaan pasien berkenaan dengan penyakit yang dideritanya
saat ini.
 Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang
berhubungan dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok,
minuman keras, perilaku seks bebas, pengguna narkoba, tingkat
pendidikan, penghasilan.
 Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah
diderita pasien, tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya yang
berhubungan dengan penyakit pasien saat ini.
 Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita penyakit
yang sama atau berhubungan dengan penyakit yang sedang dialami
pasien. Contoh: hipertensi, diabetes, jantung, kelainan darah, kanker.
 Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pemah digunakan pasien
sebelum dirawat (termasuk obat bebas, obat tradisional herbal
medicine) dan lama penggunaan obat.
 Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi
alergi atau ROTD.

12
 Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi,
kecepatan pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler, ginjal,
hati)
 Pemeriksaan laboratorium: Data hasil pemeriksaan laboratorium
diperlukan dengan tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat, (ii)
penyesuaian dosis, (iii) menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai adanya
ROTD, (v) mencegah terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan
hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya: akibat sampel sudah rusak,
kuantitas sampel tidak cukup, sampel diambil pada waktu yang tidak
tepat, prosedur tidak benar, reagensia yang digunakan tidak tepat,
kesalahan teknis oleh petugas, interaksi dengan makanan/obat.
Apoteker harus dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan
membandingkannya dengan nilai normal.
 Pemeriksaan diagnostik: foto roenigen, USG, CT Scan. Data hasil
pemeriksaan diagnostik diperlukan dengan tujuan:
a. menunjang penegakan diagnosis,
b. menilai hasil terapeutik pengobatan,
c. menilai adanya risiko pengobatan.
 Masalah medis meliputi gejala dan tanda klinis, diagnosis utama dan
penyerta.
 Catatan penggunaan obat saat ini adalah daftar obat yang sedang
digunakan oleh pasien.
3. Pengkajian masalah terkait obat
Pasien yang mendapatkan obat memiliki risiko mengalami masalah
terkait penggunaan obat baik yang bersifat aktual (yang nyata terjadi)
maupun potensial (yang mungkin terjadi). Masalah terkait penggunaan obat
antara lain: efektivitas terapi, efek samping obat, biaya. Penjelasan rinci
tentang klasifikasi masalah terkait obat.

13
4. Fasilitas
Fasilitas praktik visite antara lain:
a. Formulir Pemantauan Terapi Obat.
b. Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya: Formularium
Rumah Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika, Pedoman Diagnosis
dan Terapi, Daftar Obat Askes (DOA), Daftar Plafon Harga Obat
(DPHO), British National Formulary (BNF), Drug Information
Handbook (DIH), American Hospital Formulary Services (AHFS):
Drug Information, Pedoman Terapi, dll.
c. Kalkulator.

G. Pelaksanaan Visite
Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi.
Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang perlu
diperhatikan dalam melakukan kegiatan visite dan menetapkan rekomendasi.
a. Visite Mandiri
1. Memperkenalkan diri kepada pasien
Pada kegiatan visite mandiri, Apoteker harus memperkenalkan
diri kepada pasien dan keluarganya agar timbul kepercayaan mereka
terhadap profesi apoteker sehingga mereka dapat bersikap terbuka dan
kooperatif.
2. Mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan identifikasi
masalah
Setelah memberikan salam, apoteker berkomunikasi efektif
secara aktif untuk menggali permasalahan pasien terkait penggunaan
obat (lihat informasi penggunaan obat di atas). Respon dapat berupa
keluhan yang disampaikan oleh pasien, misalnya: rasa nyeri
menetap/bertambah, sulit buang air besar, atau adanya keluhan baru,

14
misalnya: gatal-gatal, mual, pusing. Apoteker harus melakukan kajian
untuk memastikan apakah keluhan tersebut terkait dengan penggunaan
obat yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya urin berwama
merah karena penggunaan rifampisin, mual karena penggunaan
siprofloksasin atau metformin.
Setelah bertemu dengan pasien berdasarkan informasi
penggunaan yang diperoleh, apoteker dapat :
- menetapkan status masalah (aktual atau potensial).
- mengidentifikasi adanya masalah baru.
3. Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah
terkait penggunaan obat.
Setelah pelaksanaan visite mandiri, Apoteker dapat
menyampaikan rekomendasi kepada perawat tentang jadwal dan cara
pemberian obat, misalnya: obat diberikan pada waktu yang telah
ditentukan (interval waktu pemberian yang sama), pemberian obat
sebelum sesudah makan, selang waktu pemberian obat untuk mencegah
terjadinya interaksi, kecepatan infus, jenis pelarut yang digunakan,
stabilitas dan ketercampuran obat suntik. Rekomendasi kepada perawat
yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan
pendampingan cara penyiapan obat.
Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan pada bukti
terbaik, terpercaya dan terkini agar diperoleh hasil terapi yang optimal.
Rekomendasi kepada apoteker lain dapat dilakukan dalam proses
penyiapan obat, misalnya: kalkulasi dan penyesuaian dosis, pengaturan
jalur dan laju infus. Rekomendasi kepada dokter yang merawat yang
dilakukan oleh apoteker dapat berupa diskusi pembahasan masalah dan
kesepakatan keputusan terapi.
4. Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi

15
Apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi kepada
pasien, perawat, atau dokter. Jika rekomendasi belum dilaksanakan
maka apoteker harus menelusuri penyebab tidak dilaksanakannya
rekomendasi dan mengupayakan penyelesaian masalah. Contoh: pasien
minum siprofloksasin bersama dengan antasida karena sudah terbiasa
minum semua obat setelah makan atau minum siprofloksasin bersama
dengan susu. Seharusnya siprofloksasin diminum dengan selang waktu
2 jam sebelum minum antasida/susu. Hal tersebut dapat diatasi dengan
memberi edukasi kepada perawat/pasien tentang adanya interaksi antara
siprofloksasin dan antasida.
5. Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan
obat.
Pemantauan efektivitas dan keamanan efek samping dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Subject-Object Assessment
Plan (SOAP). Subjektif adalah semua keluhan yang dirasakan pasien.
Objektif adalah hasil pemeriksaan yang dapat diukur, misalnya
temperatur, tekanan darah, kadar glukosa darah, kreatinin serum,
bersihan kreatinin, jumlah leukosit dalam darah, dll.
b. Visite tim
1. Memperkenalkan diri kepada pasien dan/atau tim Pada kegiatan visite
bersama dengan tenaga kesehatan lain, perkenalan anggota tim kepada
pasien dan keluarganya dilakukan oleh ketua tim visite.
2. Mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan Pada
saat mengunjungi pasien, dokter yang merawat akan memaparkan
perkembangan kondisi klinis pasien berdasarkan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan wawancara dengan pasien.
3. Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah
terkait penggunaan obat Sebelum memberikan rekomendasi, apoteker
berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling

16
mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi
penggunaan obat, Pada visite tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada
dokter yang merawat dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi,
khususnya dalam pemilihan terapi obat, misalnya pemilihan jenis dan
rejimen antibiotika untuk terapi demam tifoid, waktu penggantian
antibiotika injeksi menjadi antibiotika oral, lama penggunaan
antibiotika sesuai pedornan terapi yang berlaku.
Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan informasi dari
pasien, pengalaman klinis (kepakaran) dokter dan bukti terbaik yang
dapat diperoleh. Rekomendasi tersebut merupakan kesepakatan
penggunaan obat yang terbaik agar diperoleh hasil terapi yang optimal.
Pemberian rekomendasi kepada dokter yang merawat dikomunikasikan
secara efektif, misalnya: saran tertentu yang bersifat sensitif (dapat
menimbulkan kesalahpahaman) diberikan secara pribadi (tidak di depan
pasien/perawat).
4. Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi
Setelah rekomendasi disetujui dokter yang merawat untuk
diimplementasikan, apoteker harus memantau pelaksanaan
rekomendasi perubahan terapi pada rekam medik dan catatan pemberian
obat.
5. Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan
obat
Pemantauan efektivitas dan keamanan penggunaan obat berupa
keluhan pasien, manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang,
dapat dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. Contoh:
pemberian insulin harus dipantau secara ketat untuk penyesuaian dosis
(target kadar glukosa darah tercapai) dan menghindari terjadinya
hipoglikemia, pada penggunaan Kaptopril, apoteker memperhatikan

17
penurunan tekanan darah pasien sebagai indikator efektivitas terapi dan
menanyakan keluhan batuk kering sebagai indikator ROTD.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan konseling pasien adalah suatu
pelayanan farmasi yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal
untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan obat. Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung dari
apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-obat
dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka
panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat.
Adanya pedoman visite bagi apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan
diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi apoteker dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) secara
menyeluruh. Kegiatan visite yang dilakukan secara benar akan meningkatkan
peran dan citra tenaga farmasi di masyarakat luas dan dapat meningkatkan
derajat kesehatan.

B. Saran
Sebaiknya lebih mengembangkan kerjasama antar tenaga kesehatan
dengan membuat format yang harus diisi semua tenaga kesehatan untuk
memantau efektifitas terapi obat pasien yang nantinya bisa dibaca baik oleh
apoteker, dokter, dan perawat. Menyiapkan SDM untuk konseling secara
khusus untuk pasien dan lebih mengembangkan metode electronic prescribing
untuk mengurangi kesalahan pembacaan resep.

19
DAFTAR PUSTAKA

Rantucci Melanie J. Pharmacists Talking with Patients : A Guide to Patient


Counseling. William & Wilkins, Baltimore, Maryland.

Sigband, Norman B. Effective Communication for Phammacist. Counterpoint


Publications, California USA, 1995.

Tindal Willliam N, Beardsley Robert S, Kimberlin Carole L. Communication Skill


in Pharmacy Practice. 3rd ed. Lea and Febiger, Pennsylvania USA, 1994.

20

Anda mungkin juga menyukai