Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PENETAPAN KADAR RIBOFLAVIN DENGAN METODE SPEKTROFLUOROMETRI

Disusun Oleh :

Nama : Oktar Tri Ananda

NIM : 228114055

Golongan / Meja : A2 / 4

Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 3 Oktober 2023

PJ Praktikum : Andrian Delva Putra

LABORATORIUM KIMIA ANALISI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2023
A. Tujuan
- Mampu menetapkan kadar riboflavin dalam sampel serbuk dengan metode spektrofluorometri.
B. Dasar Teori
Riboflavin adalah vitamin larut air, tubuh manusia tidak dapat memproduksi vitamin oleh
karena itu harus diperoleh dari luar baik dari makanan maupun minuman (Pagama,dkk. 2018).
Riboflavin merupakan serbuk hablur; kuning hingga kuning jingga; bau lemah. Melebur pada
suhu lebih kurang 280 drajat. Larutan jernihnya netral terhadap lakmus. Jika kering tidak
begitu dipengaruhi oleh cahaya terdifusi, tetapi dalam larutan cahaya sangat cepat
menyebabkan peruraian, terutama jika ada alkali (Kemenkes, 2020). Riboflavin penting untuk
aktifasi vitamin B6 dan konversi triptofan ke niasin. Selain itu riboflavin juga bertidak sebagai
koenzim dehidrogenasene dan esensial bagi metabolisme glukosa sertaasam lemak. Pada
Panjang gelombang emisi riboflavin lebih kurang 530 nm dan panjang gelombang eksitasi
lebih kurang 440 nm (Pagama, dkk. 2018).

Struktur Riboflavin
(Kemenkes, 2020)
Teknik analisis spektroskopi didasarkan pada antar aksi radiasi elektromagnetik dengan
komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena sebagai paramaternya. Salah satu
teknik yang termasuk dalam spektroskopi, yaitu spektrofluorometri (Cahyani, 2020).
Spektrofluorometri merupakan bagian dari metode fisiko-kimia fotoluminesensi yaitu suatu
metode kolektif dari tiga macam metode analisis meliputi fluoresensi (pendar fluor),
fosforesensi (pendar fosfor), dan luminesensi kimia. Fluorosensi adalah cahaya yang
dipancarkan oleh senyawa pada tingkat eksitasi yang telah dicapai setelah adanya absorpsi
energi radiasi. Suatus enyawa dikatakan fluoresen jika senyawa tersebut dapat menghasilkan
fluoresensi. Intensitas fluoresensi sebanding dengan banyaknya molekul yang mengemisikan
radiasi, dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa fluoresen (Cahyani, 2020).
Instrumen spektrofluorometer pada umumnya terdiri atas sumber radiasi, monokromator untuk
menyeleksi radiasi eksitasi dan emisi,wadah sampel berupa kuvet, dan detektor yang berfungsi
mengubah sinyal radiasi yang diterimamenjadi sinyal elektronik (Skoog, 1998).
Metode spektrofluorometri memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: lebih cepat karena
lebih sederhana dan mudah digunakan, lebih selektif karena hanya dapat menganalisis
senyawa yang berfluoresensi, dan lebih sensitif karena memiliki nilai batas deteksi yang
rendah (Wulandari, 2018).
C. Alat dan Bahan
Alat:
1) Labu takar 10 mL 7) Gelas beker 100 mL
2) Erlenmeyer 8) Spektrofluorometer + kuvet Corong gelas
3) Timbangan analitik 9) Labu takar 25 mL
4) Labu takar 1000 mL 10) kertas saring
5) Pipet volume 11) pH meter
6) Labu takar 10 mL 12) Coromg gelas

Bahan:

1) Baku Riboflavin
2) Asam Sulfat 0,1 N
3) Sampel Riboflavin
4) Piridina

D. Prosedur Kerja
1) Pembuatan Larutan Baku

ditimbang saksama lebih kurang 35 mg Riboflavin BPFI dan dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 mL

ditambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air, kocok sampai larut

dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL, encerkan dengan air sampai tanda.

dipipet 10 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 1000- mL kedua, tambahkan lebih kurang
4 mL asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan antara 5,9 dan 6,1

diencerkan dengan air sampai tanda hingga kadar lebih kurang 0,35 µg per mL.

2) Pembuatan Larutan Sampel


ditimbang saksama lebih kurang 50 mg, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air, kocok sampai larut.

dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL, encerkan dengan air sampai tanda.

Pipet 10 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 1000-mL kedua, tambahkan lebih kurang 4
mL asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan antara 5,9 dan 6,1,
di↓
encerkan dengan air sampai tanda

3) Pembuatan Blanko
dilakukan seperti yang tertera pada Larutan uji tanpa zat uji

4) Prosedur

Ukur intensitas fluoresensi maksimum.



Larutan baku, Larutan uji dan Blangko pada Panjang gelombang emisi lebih kurang 530
nm, menggunakan panjang gelombang eksitasi lebih kurang 440 nm.

Hitung persentase riboflavin, C17H20N4O6, dalam zat yang digunakan dengan rumus:

Catatan:
IU dan IS berturut-turut adalah intensitas fluoresensi dari Larutan uji dan Larutan baku; CS
adalah kadar Riboflavin BPFI dalam µg per mL Larutan baku dan CU adalah kadar
riboflavin 5’-natrium fosfat dalam µg per mL Larutan uji berdasarkan bobot yang
ditimbang.

E. Data Perhitungan
A. Data Penimbangan
1. Sampel
Wadah : 0,2370 g
Isi + Wadah : 0,2619 g
Sisa + Wadah : 0,237 g _
Isi : 0,0249 g
Timbang seksama :
0,1 % x 25 mg = 0,025 mg
(25 – 0,025) – (25 + 0,025)
24,075 mg – 25,025 mg
Range: 0,024075 g – 0,025025 g

2. Baku
Wadah : 0,2235 g
Isi + Wadah : 0,2410 g
Sisa + Wadah : 0,2236 g _
Isi : 0,0174 g
Timbang Seksama :
0,1 % x 17,5 mg = 0,0175 mg
(17,5 – 0,0175) – (17,5 + 0,0175)
17,4825 mg – 17,5175 mg
Range: 0,0174825 g – 0,0175175 g

B. Data Pengenceran
1. Sampel
C1 x V1 = C2 x V2
50 ppm x 5 ml = C2 x 500 ml
250 = C2 x 500
250
C2 =
500

C2 = 0,5%

2. Baku
C1 x V1 = C2 x V2
35 ppm x 5 ml = C2 x 500 ml
125 = C2 x 500 ml
175
C2 =
500

C2 = 0,35 %
C. Hasil Data Spektrofluoro
Emisi -> 510 nm

Eksitasi -> 433 nm

Sampel 1 = 668,429

Sampel 2 = 669,058

Sampel 3 = 669,140

Baku 1 = 668,492

Baku 2 = 667,781

Baku 3 = 668,343

Diketahui =

mg
1 ⁄ml = 1000 ppm

volume dibuat
FP =
volume diambil

500 ml
=
5 ml

= 100 ml

C= 22,29 % riboflavin/talkum

Bobot teoritis riboflavin = 22,29 % x 24,9 mg

= 5,55021 mg

5,55021 mg
Cstock =
500 ml

= 0,01110042 mg/mL

= 11,10042 ppm

3. Konsentrasi Intermediet Sampel


C1 x V1 = C2 x V2

11,10042 ppm x 5 ml = C2 x 500 ml

11,10042 x 5
= C2
500

Cu = 0,1110042 ppm

Cu = 0,000111 mg/L

a. Replikasi 1
Iu Cs
( Is ) (Cu ) x 100%
668,429 0,35
=( ) (0,111) x 100%
668,492

= ( 0,999905758 ) ( 3,153 ) x 100 %

= 3,152 %

C x FP x V
Bobot : 𝑥 100 %
%

mg
0,000111 x 100 x 0,5L
L
= 𝑥 100 %
3,152 %

= 0,001760 mg

Hasil−Teoritis
% Kesalahan :[ ] 𝑥 100 %
Teoritis

0,001760 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg

= 99,968 %

b. Replikasi 2
Iu Cs
( Is ) (Cu ) x 100%
669,058 0,35
=( ) (0,111) x 100%
667,781

= ( 1,001912304 ) ( 3,153) x 100 %

= 3,159 %

Bobot :
C x FP x V
𝑥 100 %
%

mg
0,000111 x 100 x 0,5L
L
= 𝑥 100 %
3,159 %

= 0,001756 mg

Hasil−Teoritis
% Kesalahan :[ ] 𝑥 100 %
Teoritis

0,001756 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg

= 99,968 %

c. Replikasi 3
Iu Cs
( Is ) (Cu ) x 100%
669,140 0,35
=( ) (0,111) x 100%
668,343

= ( 1,001192501 ) ( 3,153) x 100 %

= 3,156%

Bobot :

C x FP x V
𝑥 100 %
%

mg
0,000111 x 100 x 0,5L
L
= 𝑥 100 %
3,156 %

= 0,001758 mg

Hasil−Teoritis
% Kesalahan : [ ] 𝑥 100 %
Teoritis

0,001758 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg

= 99,968 %

Rata-rata hasil replikasi :

0,001760 mg+0,001756 mg+0,001758 mg


̅=
X
3
̅ = 0,001758 mg
X

SD = 2 × 10-6

SD
CV = ̅
x 100 %
X

0,000002
= x 100 %
0,001758

= 0,113766 %

% Kesalahan

Hasil−Teoritis
=[ ] 𝑥 100 %
Teoritis

0,001758 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg

= 99,968 %

F. Pembahasan
Poin Pembahasan:
1. Prinsip Kerja beserta bagian-bagiannya Spektrofluorometri

Prinsip Prinsip Kerja Spektrofluorometri


Jawab:

Pada fluorometri, larutan zat disinari dengan sinar panjang gelombangnya disekitar
panjang gelombang maksimum penyerapan maksimum yang berasal dari lampu raksa atau
lampu pijar yang telah disekat dengan filter. Intensitas diukur atau dibandingkan dengan
inensitas larutan baku. Sinar fluoresensi dibebaskan dari sinar hamburan dengan
melewatkan sinar melalui filter atau monokromator. Cara pengukuran pada dasarnya sama
dengan cara spektrofotometri, karena zat organic yang berfluorosensi mungkin terurai
secara fotokimia, penyinaran harus dilakukan sesingkat munkin. Oleh karena daerah
dimana intensitas fluorosensi sebanding dengan kadar umumnya sangat sempit, maka
perbandingan (c - d) / (a - b) tidak boleh kurang dari 0,40 dan tidak boleh lebih dari 2,50.

Keterangan :
a = pembacaan intensitas fluoresensi larutan baku
b = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat baku
c = pembacaan intensitas fluoresensi larutan uji
d = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat uji

(Arianto., 2015)

Prinsip Dasar Fluoresensi


a) Keadaan singlet dan triplet states
• Keadaan dasar – dua elektron per orbital; elektron punya spin berlawanan dan
berpasangan
• Keadaan eksitasi singlen
Elektron pada orbital energi lebih tinggi memiliki arah pin berlawanan elative
terhadap elektron dalam orbital lebih rendah.

• Keadaan eksitasi triplet


Elektron valence tereksitasi secara spontan berbailk arah spinnya (spin flip). Proes
ini disebut intersystem crossing (perpindahan antar sistem). Electrons dlm kedua
orbital sekarang memiliki arah spin sama.
b) Jenis emisi

• Fluoresensi – kembali dari keadaan eksitasi singlet ke keadaan dasar; tidak


memerlukan perubahan arah spin (relaksasi yang lebih lazim, proses lebih cepat)

• Fosforesensi – Kembali dari keadaan eksitasi triplet ke keadaan dasar; elektron


perlu perubahan arah spin ----> proses lebih lama.

• Laju emisi fluoresensi beberapa tingkat lebih cepat daripada fosforesensi (karena
perubahan arah spin perlu waktu) .

(Arianto., 2015)

Bagian-Bagiannya Spektrofluorometer

Jawab:

a) Sumber energi eksitasi


Banyak terdapat sumber radiasi. Lampu merkuri relatif stabil dan memancarkan
energi terutama pada panjang gelombang diskret. Lampu tungsten memberikan energi
kontinyu di daerah tampak. Lampu pancar xenon bertekanan tinggi seringkali digunakan
pada spektrofluorometer karena alat tersebut merupakan sebuah sumber dengan intensitas
tinggi yang menghasilkan energi kontinyu dengan intensitas tinggi dari ultraviolet sampai
inframerah. Pada filter fluorometer (fluorimeter) digunakan lampu uap raksa sebagai
sumber cahaya dan energi eksitasi diseleksi dengan filter. Pada spektrofluorimeter biasanya
digunakan lampu Xenon (150 W) yang memancarkan spectrum kontinu dengan panjang
gelombang 200-800nm. Energi eksitasi diseleksi dengan monokromator eksitasi (grating).

b) Kuvet Untuk sampel


Sel spesimen yang digunakan dalam pengukuran fluoresensi dapat berupa tabung
bulat atau sel empat persegi panjang (kuvet), sama seperti yang digunakan pada
spektrofotometri resapan, terkecuali keempat sisi vertikalnya dipoles. Ukuran spesimen uji
yang sesuai adalah 2 ml sampai 3 ml, tetapi beberapa instrumen dapat disesuaikan dengan
sel-sel kecil yang memuat 100 μl hingga 300 μl atau dengan pipa kapiler yang hanya
memerlukan jumlah spesimen yang kecil. Spektrofotometer harus dioperasikan sesuai
dengan petunjuk pabrik pembuat.
Bila panjang gelombang untuk eksitasi di atas 320nm dapat digunakan kuvet dari
gelas, akan tetapi untuk eksitasi pada panjang gelombang yang lebih pendek digunakan
kuvet dari silika. Kuvet tidak boleh berfluoresensi dan tidak boleh tergores karena dapat
menghamburkan.

c) Detector
Pada umumnya fluorometer menggunakan tabung-tabung fotomultiplier sebagai
detektor, banyak tipe dari jenis tersebut yang tersedia dan masing-masing mempunyai ciri
khusus yang berkenaan dengan daerah spektral dengan kepekaan maksimum,
menguntungkan dan derau secara elektrik. Arus foto diperbesar dan dibaca pada sebuah
meter atau perekam.
Seperti pada spektrofotometri, detektor yang biasa digunakan adalah ‘fotomultiplier
tube’ atau ‘thermocouple’. Pada umumnya, detektor ditempatkan di atas sebuah poros yang
membuat sudut 900 dengan berkas eksitasi. Geometri sudut siku ini memungkinkan radiasi
eksitasi menembus spesimen uji tanpa mengkontaminasi sinyal luaran yang diterima oleh
detektor fluoresensi. Akan tetapi tidak dapat dihindarkan detektor menerima sejumlah
radiasi eksitasi sebagai akibat sifat menghamburkan yang ada pada larutan itu sendiri atau
jika adanya debu atau padatan lainnya. Untuk menghindari hamburan ini maka digunakan
instrument yang bernama filter.

d) Monokromator
1) Fluorometer
Filter pertama hanya meneruskan cahaya ultraviolet dari sumber cahaya yaitu
radiasi dengan panjang gelombang yang cocok untuk eksitasi specimen uji.
Filter kedua meloloskan hanya panjang gelombang yang sesuai dengan fluoresensi
maksimum dari zat yang diperiksa dan menahan setiap cahaya eksitasi yang terhambur.
Jenis filter kedua ini biasanya yang menahan panjang gelombang pendek. Persoalan
yang dihadapi pada pemilihan filter yaitu panjang gelombang yang lebih panjang yang
diteruskan oleh filter pertama juga lolos pada daerah panjang gelombang yang lebih
pendek dari filter kedua, sehingga menghasilkan blangko yang tinggi. Disamping itu
sukar untuk mendapatkan filter dengan panjang gelombang yang cocok dengan radiasi
eksitasi karakteristik untuk sample.
2) Spektrofluorimeter
Ini menggunakan sepasang monokromator (grating) untuk menyeleksi radiasi
eksitasi dan emisi yang lebih akurat (memberikan kepekaan yang tinggi) sehingga
kesulitan-kesulitan tersebut diatas dapat diatasi. Monokromator pertama
mendispersikan cahaya dari sumber cahaya sehingga menghasilkan radiasi eksitasi
yang monokromatis. Sample yang tereksitasi kemudian berfluoresensi sehingga
merupakan sumber cahaya bagi monokromator kedua. Dengan alat ini dapat dibuat

(Arianto., 2015)

2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Spektrofluorometri


Jawab:
Kelebihan:
• sensitivitasnya tinggi dimana dapat mendeteksi sampel dalam jumlah yang sangat
kecil
• lebih cepat dan biaya yang relative murah
• Dapat untuk mengukur konsentrasi sampel yang rendah (pikogram)
• Multiplexing artinya dapat mendeteksi banyak molekul secara bersamaan
(Sourav, 2023)

Kekurangan:

• Sinyal fluoresensi yang bergantung pada molekul fluoresen


• Ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak ada pegangan senyawa apa
yang akan berfluoresensi
• Terbatas pada senyawa tertentu
(Sourav, 2023)

3. Syarat Senyawa yang dapat dianalisis dengan metode spektrofluorometri


Jawab:
Menurut (Tetha & Sugiarso, 2016) mengatakan bahwa syarat dari suatu senyawa untuk
dianalisis dengan metode spektrofluorometri adalah memiliki gugus kromofor (gugus
penangkap cahaya), dan memiliki ikatan yang rangkap terkonjugasi dan memiliki struktur
yang rigid dan planar.

4. Ciri Senyawa Riboflavin mengapa bisa dibaca di spektrofluorometri


Jawab:
senyawa riboflavin dapat dibaca di spektrofluorometri karena memiliki sifat fluoresensi
intrinsik yang terkait dengan struktur molekulnya yang rigid, planar, dan ikatan rangkap
terkonjugasi. Struktur ini memungkinkan riboflavin untuk menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu dan menghasilkan fluoresensi ketika dikenai radiasi cahaya eksitasi
yang sesuai (Fenti., dkk, 2018)

5. Pengertian Emisi & Eksitasi


Emisi adalah proses pelepasan energi oleh molekul yang telah diexcite melalui penyerapan
cahaya pada panjang gelombang tertentu, yang menghasilkan cahaya dengan panjang
gelombang yang lebih panjang dari cahaya yang digunakan untuk eksitasi. Cahaya yang
dihasilkan ini dapat dideteksi dan diukur menggunakan spektrofluorometer.

Eksitasi adalah proses penyerapan energi cahaya oleh molekul pada panjang gelombang
tertentu, yang menyebabkan molekul tersebut berpindah ke keadaan eksitasi. Proses ini
dapat menghasilkan fluoresensi atau emisi cahaya pada panjang gelombang yang lebih
panjang dari cahaya yang digunakan untuk eksitasi.
(Lubis, 2016)
6. Pengertian Blanko dan Tujuannya
Blanko adalah adalah suatu larutan tidak berisi analit atau larutan tanpa sampel. Tujuan
adanya blanko biasanya untuk kalibrasi sebagai larutan pembanding/ pembanding.
(Parhan., 2018)

7. Pembahasan Hasil Data Praktikum Menurut Teori:


Menurut (Byju`s, 2023) mengatakan bahwa jika perentase semakin kecil maka
semakin baik dan dapat diterima artinya jika persen kesalahan 1% maka akan semakin
dekat dengan nilai terima, tetapi jika persen kesalahannya 45% dapat dikatakan itu jauh
dari nilai terima.
Berikut table persentase kesalahan:

(Suryani, dkk, 2021)

Dari praktikum yang kami dapatkan bahwa persen kesalahan pada replikasi 1 menunjukan
hasil 99,968% dan replikasi 2 menghasilkan 99,968 % dan pada replikasi 3 menjukan
99,968 % dengan rata rata persentase kesalahan dari ke3 replikasi tersebut adalah 99,968
%, jadi dapat dikatakan bahwa hasil praktikum ini cukup buruk dimana memiliki persentase
kesalahan yang tinggi dan tidak mendekati 1% menurut (Byju`s, 2023), dan juga (saryanti,
dkk, 2021).

Dan jika di lihat dari CV menurut (Siswanto,dkk, 2017) mengataka bahwa CV yang
baik adalah kecil dari 5%. Dan hasil praktikum yang kami lakukan menunjukan rata rata
replikasi miliki CV 0,113766 % berarti ini cukup baik menurut (Siswanto,dkk, 2017)
dimana CV nya kurang dari 5%. Tetapi data ini cukup membingungkan dimana jika dilihat
dari persen kesalahan hasil yang kami dapatkan buruk tetapi pada rata rata CV yang kami
dapatkan baik yaitu kurang dari 5%. Kesalahan dari hasil yang kami dapat mungkin
dikarenakan kesalahan praktikan dalam melakukan uji termasuk dalam pengenceran,juga
pemipetan, penimbangan dan tekniik Teknik yang kami lakukan.
G. Kesimpulan
Dari praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa praktikum yang kami lakukan
mendapatkan hasil rata rata persen kesalahan pada ke3 replikasi adalah 99,968 % dimana tidak
sesuai dengan teori. Dan pada CV sendiri kami mendapatkan hasil 0,113766 % berarti ini
cukup baik menurut (Siswanto,dkk, 2017). Jadi pada praktikum ini kami telah melakukan
dengan sebaik mungkin dan dengan praktikum ini kami mengetahui bahwa riboflavin dapat
dianalisi dengan metode spektofluorometri dan kami juga telah memahami teknik dalam
melakukan metode spekrofluorometri.
DAFTAR PUSTAKA

Arianto, Y., 2015. Spektrofluorometri Kimia Instrumen. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Byj`us., 2023. `persen kesalahan- definisi, rumus, dan contoh soal`. Byj`us, URL:
https://byjus.com/maths/percent-error/ (diakses pada tanggal 6/10/2023).
Cahyani., dan Dwi, E. 2020. Validasi Metode Analisis Spektrofluorometri Untuk Penetapan Kadar
Spirofloksasin Generik Dalam Sampel Urin Manusia. Widya Warta, 1: 111-121.
Fenti., Widodo, A., dan Jamaluddin., 2018. Analisis Kandungan Vitamin B Pada Ikan Sidat
(Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) Fase Elver Asal Danau Poso. Ghid za: Jurnal Gizi
dan Kesehatan, 2: 50.
Kemenkes, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Direktorat Jendral Ilmu Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Jakarta.
Lubis, A.M., 2016. Studi Tentang Pengamatan Fluoresensi Berdasarkan Domain Panjang
Gelombang Pada Spektroskopi Flouresensi Untuk Identifikasi Bahan. AGRIUM:
Jurnal Ilmu Pertanian, 20: 304.
Pagma, N., Rifai, Y., dan Aswad, M., 2018. Penetapan Kadar Riboflavin, Piridoksin HCL, dan
AsamFolat dalam Susu Formula Bayi dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). MajalahFarmasi dan Farmakologi, 22: 40-43.
Parhan., 2018. Penetapan Kadar Na-Siklamat Pada Minuman Serbuk Instan Dan Minuman
Kemasan Kaleng Yang Diperdagangkan Di Delitua Dengan Metode Alkalimetri.
Jurnal Farmasimed (JFM), 1: 13.
Siswanto, A., Fudholi, A., Nugroho, A. K., Martono, S., 2016. Validasi Metode HPLC untuk
Penetapan Aspirin dan Asam Salisilat dalam Plasma Kelinci (Lepus curpaeums) secara
Simultan. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 6(2), 76.
Skoog. 1998. Principles of Instrumental Analysis, Ed. 5th. Florida: Harcourt Brace & Company.
Sourav, B., 2023. Spektrofotometri Fluoresensi – Definisi, Prinsip, Bagian, Keuntungan,
Kegunaan. URL: https://microbiologynote.com/id/prinsip-definisi-
spektrofotometrifluoresensi-bagian-keuntungan-menggunakan/, (diakses
tanggal 5/10/2023).
Suryani, M., Jufri, L.H., dan Firdaus., 2021. Kesalahan Peserta Didik Menyelesaikan Soal Cerita
Pada Materi Matriks Berdasarkan Kriteria Watson. Inovasi Matematika (Inomatika),
2:130
Tehta, D.A., & Sugiarso, D., 2016. Pebandingan Metode Analisa Kadar Besi antara Serimetri dan
Spektrofotometer UV-Vis dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin. Jurnal Akta Kimia
Indonesia, 1: 12
Wulandari, Linar, 2018. Validari Metode Analisis Asam Mefenamat dan Penetapan Kadar
dalamTablet dengan Metode Spektrofluorometri. Universias Muhammadiyah,
Purwokerto.
LAMPIRAN

1) Dokumentasi Hasil
2) Hasil Perhitungan

Anda mungkin juga menyukai