Disusun Oleh :
NIM : 228114055
Golongan / Meja : A2 / 4
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2023
A. Tujuan
- Mampu menetapkan kadar riboflavin dalam sampel serbuk dengan metode spektrofluorometri.
B. Dasar Teori
Riboflavin adalah vitamin larut air, tubuh manusia tidak dapat memproduksi vitamin oleh
karena itu harus diperoleh dari luar baik dari makanan maupun minuman (Pagama,dkk. 2018).
Riboflavin merupakan serbuk hablur; kuning hingga kuning jingga; bau lemah. Melebur pada
suhu lebih kurang 280 drajat. Larutan jernihnya netral terhadap lakmus. Jika kering tidak
begitu dipengaruhi oleh cahaya terdifusi, tetapi dalam larutan cahaya sangat cepat
menyebabkan peruraian, terutama jika ada alkali (Kemenkes, 2020). Riboflavin penting untuk
aktifasi vitamin B6 dan konversi triptofan ke niasin. Selain itu riboflavin juga bertidak sebagai
koenzim dehidrogenasene dan esensial bagi metabolisme glukosa sertaasam lemak. Pada
Panjang gelombang emisi riboflavin lebih kurang 530 nm dan panjang gelombang eksitasi
lebih kurang 440 nm (Pagama, dkk. 2018).
Struktur Riboflavin
(Kemenkes, 2020)
Teknik analisis spektroskopi didasarkan pada antar aksi radiasi elektromagnetik dengan
komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena sebagai paramaternya. Salah satu
teknik yang termasuk dalam spektroskopi, yaitu spektrofluorometri (Cahyani, 2020).
Spektrofluorometri merupakan bagian dari metode fisiko-kimia fotoluminesensi yaitu suatu
metode kolektif dari tiga macam metode analisis meliputi fluoresensi (pendar fluor),
fosforesensi (pendar fosfor), dan luminesensi kimia. Fluorosensi adalah cahaya yang
dipancarkan oleh senyawa pada tingkat eksitasi yang telah dicapai setelah adanya absorpsi
energi radiasi. Suatus enyawa dikatakan fluoresen jika senyawa tersebut dapat menghasilkan
fluoresensi. Intensitas fluoresensi sebanding dengan banyaknya molekul yang mengemisikan
radiasi, dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa fluoresen (Cahyani, 2020).
Instrumen spektrofluorometer pada umumnya terdiri atas sumber radiasi, monokromator untuk
menyeleksi radiasi eksitasi dan emisi,wadah sampel berupa kuvet, dan detektor yang berfungsi
mengubah sinyal radiasi yang diterimamenjadi sinyal elektronik (Skoog, 1998).
Metode spektrofluorometri memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: lebih cepat karena
lebih sederhana dan mudah digunakan, lebih selektif karena hanya dapat menganalisis
senyawa yang berfluoresensi, dan lebih sensitif karena memiliki nilai batas deteksi yang
rendah (Wulandari, 2018).
C. Alat dan Bahan
Alat:
1) Labu takar 10 mL 7) Gelas beker 100 mL
2) Erlenmeyer 8) Spektrofluorometer + kuvet Corong gelas
3) Timbangan analitik 9) Labu takar 25 mL
4) Labu takar 1000 mL 10) kertas saring
5) Pipet volume 11) pH meter
6) Labu takar 10 mL 12) Coromg gelas
Bahan:
1) Baku Riboflavin
2) Asam Sulfat 0,1 N
3) Sampel Riboflavin
4) Piridina
D. Prosedur Kerja
1) Pembuatan Larutan Baku
ditimbang saksama lebih kurang 35 mg Riboflavin BPFI dan dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 mL
↓
ditambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air, kocok sampai larut
↓
dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL, encerkan dengan air sampai tanda.
↓
dipipet 10 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 1000- mL kedua, tambahkan lebih kurang
4 mL asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan antara 5,9 dan 6,1
↓
diencerkan dengan air sampai tanda hingga kadar lebih kurang 0,35 µg per mL.
3) Pembuatan Blanko
dilakukan seperti yang tertera pada Larutan uji tanpa zat uji
4) Prosedur
Catatan:
IU dan IS berturut-turut adalah intensitas fluoresensi dari Larutan uji dan Larutan baku; CS
adalah kadar Riboflavin BPFI dalam µg per mL Larutan baku dan CU adalah kadar
riboflavin 5’-natrium fosfat dalam µg per mL Larutan uji berdasarkan bobot yang
ditimbang.
E. Data Perhitungan
A. Data Penimbangan
1. Sampel
Wadah : 0,2370 g
Isi + Wadah : 0,2619 g
Sisa + Wadah : 0,237 g _
Isi : 0,0249 g
Timbang seksama :
0,1 % x 25 mg = 0,025 mg
(25 – 0,025) – (25 + 0,025)
24,075 mg – 25,025 mg
Range: 0,024075 g – 0,025025 g
2. Baku
Wadah : 0,2235 g
Isi + Wadah : 0,2410 g
Sisa + Wadah : 0,2236 g _
Isi : 0,0174 g
Timbang Seksama :
0,1 % x 17,5 mg = 0,0175 mg
(17,5 – 0,0175) – (17,5 + 0,0175)
17,4825 mg – 17,5175 mg
Range: 0,0174825 g – 0,0175175 g
B. Data Pengenceran
1. Sampel
C1 x V1 = C2 x V2
50 ppm x 5 ml = C2 x 500 ml
250 = C2 x 500
250
C2 =
500
C2 = 0,5%
2. Baku
C1 x V1 = C2 x V2
35 ppm x 5 ml = C2 x 500 ml
125 = C2 x 500 ml
175
C2 =
500
C2 = 0,35 %
C. Hasil Data Spektrofluoro
Emisi -> 510 nm
Sampel 1 = 668,429
Sampel 2 = 669,058
Sampel 3 = 669,140
Baku 1 = 668,492
Baku 2 = 667,781
Baku 3 = 668,343
Diketahui =
mg
1 ⁄ml = 1000 ppm
volume dibuat
FP =
volume diambil
500 ml
=
5 ml
= 100 ml
C= 22,29 % riboflavin/talkum
= 5,55021 mg
5,55021 mg
Cstock =
500 ml
= 0,01110042 mg/mL
= 11,10042 ppm
11,10042 x 5
= C2
500
Cu = 0,1110042 ppm
Cu = 0,000111 mg/L
a. Replikasi 1
Iu Cs
( Is ) (Cu ) x 100%
668,429 0,35
=( ) (0,111) x 100%
668,492
= 3,152 %
C x FP x V
Bobot : 𝑥 100 %
%
mg
0,000111 x 100 x 0,5L
L
= 𝑥 100 %
3,152 %
= 0,001760 mg
Hasil−Teoritis
% Kesalahan :[ ] 𝑥 100 %
Teoritis
0,001760 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg
= 99,968 %
b. Replikasi 2
Iu Cs
( Is ) (Cu ) x 100%
669,058 0,35
=( ) (0,111) x 100%
667,781
= 3,159 %
Bobot :
C x FP x V
𝑥 100 %
%
mg
0,000111 x 100 x 0,5L
L
= 𝑥 100 %
3,159 %
= 0,001756 mg
Hasil−Teoritis
% Kesalahan :[ ] 𝑥 100 %
Teoritis
0,001756 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg
= 99,968 %
c. Replikasi 3
Iu Cs
( Is ) (Cu ) x 100%
669,140 0,35
=( ) (0,111) x 100%
668,343
= 3,156%
Bobot :
C x FP x V
𝑥 100 %
%
mg
0,000111 x 100 x 0,5L
L
= 𝑥 100 %
3,156 %
= 0,001758 mg
Hasil−Teoritis
% Kesalahan : [ ] 𝑥 100 %
Teoritis
0,001758 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg
= 99,968 %
SD = 2 × 10-6
SD
CV = ̅
x 100 %
X
0,000002
= x 100 %
0,001758
= 0,113766 %
% Kesalahan
Hasil−Teoritis
=[ ] 𝑥 100 %
Teoritis
0,001758 mg−5,55021mg
=[ ] 𝑥 100 %
5,55021 mg
= 99,968 %
F. Pembahasan
Poin Pembahasan:
1. Prinsip Kerja beserta bagian-bagiannya Spektrofluorometri
Pada fluorometri, larutan zat disinari dengan sinar panjang gelombangnya disekitar
panjang gelombang maksimum penyerapan maksimum yang berasal dari lampu raksa atau
lampu pijar yang telah disekat dengan filter. Intensitas diukur atau dibandingkan dengan
inensitas larutan baku. Sinar fluoresensi dibebaskan dari sinar hamburan dengan
melewatkan sinar melalui filter atau monokromator. Cara pengukuran pada dasarnya sama
dengan cara spektrofotometri, karena zat organic yang berfluorosensi mungkin terurai
secara fotokimia, penyinaran harus dilakukan sesingkat munkin. Oleh karena daerah
dimana intensitas fluorosensi sebanding dengan kadar umumnya sangat sempit, maka
perbandingan (c - d) / (a - b) tidak boleh kurang dari 0,40 dan tidak boleh lebih dari 2,50.
Keterangan :
a = pembacaan intensitas fluoresensi larutan baku
b = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat baku
c = pembacaan intensitas fluoresensi larutan uji
d = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat uji
(Arianto., 2015)
• Laju emisi fluoresensi beberapa tingkat lebih cepat daripada fosforesensi (karena
perubahan arah spin perlu waktu) .
(Arianto., 2015)
Bagian-Bagiannya Spektrofluorometer
Jawab:
c) Detector
Pada umumnya fluorometer menggunakan tabung-tabung fotomultiplier sebagai
detektor, banyak tipe dari jenis tersebut yang tersedia dan masing-masing mempunyai ciri
khusus yang berkenaan dengan daerah spektral dengan kepekaan maksimum,
menguntungkan dan derau secara elektrik. Arus foto diperbesar dan dibaca pada sebuah
meter atau perekam.
Seperti pada spektrofotometri, detektor yang biasa digunakan adalah ‘fotomultiplier
tube’ atau ‘thermocouple’. Pada umumnya, detektor ditempatkan di atas sebuah poros yang
membuat sudut 900 dengan berkas eksitasi. Geometri sudut siku ini memungkinkan radiasi
eksitasi menembus spesimen uji tanpa mengkontaminasi sinyal luaran yang diterima oleh
detektor fluoresensi. Akan tetapi tidak dapat dihindarkan detektor menerima sejumlah
radiasi eksitasi sebagai akibat sifat menghamburkan yang ada pada larutan itu sendiri atau
jika adanya debu atau padatan lainnya. Untuk menghindari hamburan ini maka digunakan
instrument yang bernama filter.
d) Monokromator
1) Fluorometer
Filter pertama hanya meneruskan cahaya ultraviolet dari sumber cahaya yaitu
radiasi dengan panjang gelombang yang cocok untuk eksitasi specimen uji.
Filter kedua meloloskan hanya panjang gelombang yang sesuai dengan fluoresensi
maksimum dari zat yang diperiksa dan menahan setiap cahaya eksitasi yang terhambur.
Jenis filter kedua ini biasanya yang menahan panjang gelombang pendek. Persoalan
yang dihadapi pada pemilihan filter yaitu panjang gelombang yang lebih panjang yang
diteruskan oleh filter pertama juga lolos pada daerah panjang gelombang yang lebih
pendek dari filter kedua, sehingga menghasilkan blangko yang tinggi. Disamping itu
sukar untuk mendapatkan filter dengan panjang gelombang yang cocok dengan radiasi
eksitasi karakteristik untuk sample.
2) Spektrofluorimeter
Ini menggunakan sepasang monokromator (grating) untuk menyeleksi radiasi
eksitasi dan emisi yang lebih akurat (memberikan kepekaan yang tinggi) sehingga
kesulitan-kesulitan tersebut diatas dapat diatasi. Monokromator pertama
mendispersikan cahaya dari sumber cahaya sehingga menghasilkan radiasi eksitasi
yang monokromatis. Sample yang tereksitasi kemudian berfluoresensi sehingga
merupakan sumber cahaya bagi monokromator kedua. Dengan alat ini dapat dibuat
(Arianto., 2015)
Kekurangan:
Eksitasi adalah proses penyerapan energi cahaya oleh molekul pada panjang gelombang
tertentu, yang menyebabkan molekul tersebut berpindah ke keadaan eksitasi. Proses ini
dapat menghasilkan fluoresensi atau emisi cahaya pada panjang gelombang yang lebih
panjang dari cahaya yang digunakan untuk eksitasi.
(Lubis, 2016)
6. Pengertian Blanko dan Tujuannya
Blanko adalah adalah suatu larutan tidak berisi analit atau larutan tanpa sampel. Tujuan
adanya blanko biasanya untuk kalibrasi sebagai larutan pembanding/ pembanding.
(Parhan., 2018)
Dari praktikum yang kami dapatkan bahwa persen kesalahan pada replikasi 1 menunjukan
hasil 99,968% dan replikasi 2 menghasilkan 99,968 % dan pada replikasi 3 menjukan
99,968 % dengan rata rata persentase kesalahan dari ke3 replikasi tersebut adalah 99,968
%, jadi dapat dikatakan bahwa hasil praktikum ini cukup buruk dimana memiliki persentase
kesalahan yang tinggi dan tidak mendekati 1% menurut (Byju`s, 2023), dan juga (saryanti,
dkk, 2021).
Dan jika di lihat dari CV menurut (Siswanto,dkk, 2017) mengataka bahwa CV yang
baik adalah kecil dari 5%. Dan hasil praktikum yang kami lakukan menunjukan rata rata
replikasi miliki CV 0,113766 % berarti ini cukup baik menurut (Siswanto,dkk, 2017)
dimana CV nya kurang dari 5%. Tetapi data ini cukup membingungkan dimana jika dilihat
dari persen kesalahan hasil yang kami dapatkan buruk tetapi pada rata rata CV yang kami
dapatkan baik yaitu kurang dari 5%. Kesalahan dari hasil yang kami dapat mungkin
dikarenakan kesalahan praktikan dalam melakukan uji termasuk dalam pengenceran,juga
pemipetan, penimbangan dan tekniik Teknik yang kami lakukan.
G. Kesimpulan
Dari praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa praktikum yang kami lakukan
mendapatkan hasil rata rata persen kesalahan pada ke3 replikasi adalah 99,968 % dimana tidak
sesuai dengan teori. Dan pada CV sendiri kami mendapatkan hasil 0,113766 % berarti ini
cukup baik menurut (Siswanto,dkk, 2017). Jadi pada praktikum ini kami telah melakukan
dengan sebaik mungkin dan dengan praktikum ini kami mengetahui bahwa riboflavin dapat
dianalisi dengan metode spektofluorometri dan kami juga telah memahami teknik dalam
melakukan metode spekrofluorometri.
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, Y., 2015. Spektrofluorometri Kimia Instrumen. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Byj`us., 2023. `persen kesalahan- definisi, rumus, dan contoh soal`. Byj`us, URL:
https://byjus.com/maths/percent-error/ (diakses pada tanggal 6/10/2023).
Cahyani., dan Dwi, E. 2020. Validasi Metode Analisis Spektrofluorometri Untuk Penetapan Kadar
Spirofloksasin Generik Dalam Sampel Urin Manusia. Widya Warta, 1: 111-121.
Fenti., Widodo, A., dan Jamaluddin., 2018. Analisis Kandungan Vitamin B Pada Ikan Sidat
(Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) Fase Elver Asal Danau Poso. Ghid za: Jurnal Gizi
dan Kesehatan, 2: 50.
Kemenkes, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Direktorat Jendral Ilmu Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Jakarta.
Lubis, A.M., 2016. Studi Tentang Pengamatan Fluoresensi Berdasarkan Domain Panjang
Gelombang Pada Spektroskopi Flouresensi Untuk Identifikasi Bahan. AGRIUM:
Jurnal Ilmu Pertanian, 20: 304.
Pagma, N., Rifai, Y., dan Aswad, M., 2018. Penetapan Kadar Riboflavin, Piridoksin HCL, dan
AsamFolat dalam Susu Formula Bayi dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). MajalahFarmasi dan Farmakologi, 22: 40-43.
Parhan., 2018. Penetapan Kadar Na-Siklamat Pada Minuman Serbuk Instan Dan Minuman
Kemasan Kaleng Yang Diperdagangkan Di Delitua Dengan Metode Alkalimetri.
Jurnal Farmasimed (JFM), 1: 13.
Siswanto, A., Fudholi, A., Nugroho, A. K., Martono, S., 2016. Validasi Metode HPLC untuk
Penetapan Aspirin dan Asam Salisilat dalam Plasma Kelinci (Lepus curpaeums) secara
Simultan. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 6(2), 76.
Skoog. 1998. Principles of Instrumental Analysis, Ed. 5th. Florida: Harcourt Brace & Company.
Sourav, B., 2023. Spektrofotometri Fluoresensi – Definisi, Prinsip, Bagian, Keuntungan,
Kegunaan. URL: https://microbiologynote.com/id/prinsip-definisi-
spektrofotometrifluoresensi-bagian-keuntungan-menggunakan/, (diakses
tanggal 5/10/2023).
Suryani, M., Jufri, L.H., dan Firdaus., 2021. Kesalahan Peserta Didik Menyelesaikan Soal Cerita
Pada Materi Matriks Berdasarkan Kriteria Watson. Inovasi Matematika (Inomatika),
2:130
Tehta, D.A., & Sugiarso, D., 2016. Pebandingan Metode Analisa Kadar Besi antara Serimetri dan
Spektrofotometer UV-Vis dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin. Jurnal Akta Kimia
Indonesia, 1: 12
Wulandari, Linar, 2018. Validari Metode Analisis Asam Mefenamat dan Penetapan Kadar
dalamTablet dengan Metode Spektrofluorometri. Universias Muhammadiyah,
Purwokerto.
LAMPIRAN
1) Dokumentasi Hasil
2) Hasil Perhitungan