Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PENETAPAN KADAR RIBOFLAVIN DENGAN METODE


SPEKTROFLUOROMETRI

Disusun Oleh :

Nama : Trianita Silaen

NIM : 228114038

Golongan / Meja : A2 / 2

Pendamping Meja : Andrian Delva Putra

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2023
A. Tujuan
Mampu menetapkan kadar riboflavin dalam sampel serbuk dengan metode
spektrofluorometri.

B. Dasar Teori

Riboflavin merupakan sebuah vitamin B2 yang digunakan sebagai Nutrisi, terapi, dan
juga sebagai pakan tambahan hewan ternak,. Riboflavin dapat berperan penting pada transfer
elektron serta sebagai prekursor dari koenzim flavin adenine dinucleotide (FAD) dan flavin
mononucleotide (FMN) yang sangat dibutuhkan untuk reaksi oksidasi-reduksi enzimatis
(Idrus, 2017). Ditinjau dari organoleptisnya riboflavin memiliki bentuk serbuk hablur
berwarna kuning hingga kuning jingga dan memiliki bau yang lemah. Jika serbuk riboflavin
kering tidak begitu dipengaruhi oleh cahaya terdifusi, tetapi dalam larutan cahaya sangat cepat
menyebabkan peruraian, terutama jika ada alkali. Kadar riboflavin yang baik yaitu tidak
kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% (Kemenkes, 2020). Salah satu metode yang
dapat menetapkan kadar dari riboflavin yaitu metode spektrofluorometri.

Spektrofluorometri merupakan salah satu metode analisis senyawa obat yang


berdasarkan pada penyerapan radiasi suatu molekul yang berfluoresensi. Siprofloksasin dapat
membentuk kelat dengan logam sehingga menghasilkan molekul yang meningkat intensitas
fluoresensinya. Fluoresensi merupakan proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi
setelah tereksitasi oleh berkas cahaya yang memiliki energi tinggi (Cahyani, 2020). Salah satu
metoede yang dapat menetapkan kadar dari riboflavin yaitu metode spektrofluorometri.

Spektrofluorometri termasuk salah satu dari beberapa tenik analisis instrumental yang
memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinarx,
ultraviolet, cahaya tampak, dan inframerah. Fenomena interaksi bersifat spesifik baik
absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai
alat analisis kualitatif dan kuantitatif (Lubis dkk, 2016). Energi cahaya akan diserap oleh
atom dan digunakan oleh atom tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi
dapat disebut sebagai eksitasi (Anggoro dkk, 2018). Dengan menggunakan Panjang
gelombang untuk mengeksitasi sampel diperkirakan adalah panjang gelombang maksimum
yang dapat diserap oleh sampel yang didapatkan. Sedangkan, emisi fluorosensi merupakan
suatu proses eksitasi elektron yang disebabkan oleh berkas cahaya berenergi tinggi maka akan
terjadi pemancaran radiasi cahaya (Salahuddin dkk, 2013).
C. Alat dan Bahan
Alat : Bahan :
1) Labu takar 10 mL 1) Baku riboflavin
2) Labu takar 1000 mL 2) Sampel riboflavin
3) Labu takar 10 mL 3) Asam sulfat 0,1 N
4) Corong gelas 4) Piridina
5) kertas saring
6) Erlenmeyer
7) Pipet volume
8) Gelas beker 100 mL
9) Labu takar 25 mL
10) Timbangan analitik
11) pH meter
12) Spektrofluorometer + kuvet

D. Proedur Kerja
❖ Pembuatan Larutan Baku
Timbang seksama lebih kurang 35 mg Riboflavin BPFI dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer 250 mL, tambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air,
dikocok sampai larut, dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL,
encerkan dengan air sampai tanda

Pipet 10 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 1000- mL kedua,


tambahkan lebih kurang 4 mL asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan
antara 5,9 dan 6,1, lalu diencerkan dengan air sampai tanda hingga kadar lebih
kurang 0,35 µg per mL.

❖ Pembuatan Larutan Sampel

Timbang saksama lebih kurang 50 mg, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer


250 mL, tambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air, kocok sampai larut.
Masukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL, encerkan dengan air
sampai tanda.
Pipet 10 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 1000-mL kedua, tambahkan
lebih kurang 4 mL asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan antara 5,9
dan 6,1, encerkan dengan air sampai tanda

❖ Pembuatan Blanko

Piridina P sebanyak 20 mL dan 75 mL air dimasukkan ke dalam labu


Erlenmeyer 250 mL dan kocok sampai larut, Larutan dimasukkan ke dalam
labu tentukur 1000 mL dan di encerkan dengan air

Larutan diambil menggunakan pipet 10 mL lalu dimasukkan ke dalam


labu tentukur 1000 mL kedua, sam sulfat 0,1 N ditambahkan lebih
kurang 4 mL agar diperoleh pH larutan antara
5,9 dan 6,1 lalu diencerkan dengan air sampai tanda

❖ Prosedur pengukuran intensitas fluoresensi maksimum

Intensitas fluoresensi maksimum diukur, Larutan baku, Larutan uji,

dan Blangko pada panjang gelombang emisi lebih kurang 530 nm

dan panjang gelombang eksitasi lebih kurang 440 nm dilihat

Persentase riboflavin dihitung, C17H20N4O6, dalam zat yang digunakan dengan


rumus:
Dengan keterangan :
(IU dan IS berturut-turut adalah intensitas fluoresensi dari Larutan uji dan
Larutan baku; CS adalah kadar Riboflavin BPFI dalam µg per mL Larutan baku
dan CU adalah kadar riboflavin 5’-natrium fosfat dalam µg per mL Larutan uji
berdasarkan bobot yang ditimbang).

E. Hasil dan Pembahasan


Pengambilan bahan

❖ Pembuatan Larutan baku


17,5 mg riboflavin

Timbang saksama :

0,1% x 17,5 mg = 0,0175 mg

(-) : 17,5 mg-0,0175 mg =17,4825 mg => 0,0174 g

(+) : 17,5 mg +0,0175 mg = 17,5175 mg => 0,0175 g

Range : 0,01748 g-0,01751 g

Wadah : 0,2382 g

Isi + wadah : 0,2557 g –

Isi : 0,0175 g

Wadah+sisa : 0,2383 g

Wadah kosong : 0,2382 g –

Sisa : 0,0001 g

Jadi bobot riboflavin yang digunakan untuk pembuatan larutan baku = 0,0175 g – 0,0001
g = 0,0174 g = 17,4 mg

• Pembuatan larutan sampel


25 mg riboflavin

Timbang saksama :

0,1% x 25 mg = 0,025 mg
(-) : 25,0 mg-0,025 mg =24,975 mg => 0,02497 g
(+) : 25,0 mg +0,025 mg = 25,025 mg => 0,02502 g
Range : 0,02497 g – 0,02502 g
Wadah : 0,2318 g
Isi + wadah : 0,2570 g –
Isi : 0,0252 g => 25,2 mg
Wadah+sisa : 0,2318 g
Wadah kosong : 0,2321 g –
Sisa : 0,0003 g

Jadi bobot riboflavin yang digunakan untuk pembuatan larrutan baku = 0,0252 g -
0,0003 g = 0,0249 g =. 24,9 mg.

Perhitungan Konsentrasi
1 ppm = 1 mg/1000mL

• Sampel
25 mg /500mL = 50 ppm

C1.V1=C2.V2

50 ppm. 5 mL = C2. 500 mL

C2 = 0,5 ppm

• Larutan baku
17,5 mg/500 mL = 35 ppm

C1.V1=C2.V2

35 ppm. 5 mL = C2. 500mL

C2 = 0,35 ppm

Hasil
• Panjang emisi dan eksitasi pada larutan baku kelompok kami mendapatkan data sebagai
berikut :
Emisi ➔ 583
Eksitasi ➔ 455
• Selanjutnya dilakukan pengukuran intesitas emisi larutan baku dan larutan sampel

Sampel 1 872,430
Sampel 2 871,790
Sampel 3 871,349
Baku 1 871,260
Baku 2 870,972
Baku 3 870,506

1 ppm = 1 mg/1000 mL
Diketahui bobot teoritis ribofllavin 33,33% b/b
33,33 % x 24,9 mg = 8,29917mg
8,29917 mg / 500 mL = 0,0166mg/ mL ➔ 16,6ppm
C1.V1 = C2.V2
16,6 ppm. 5 mL = C2. 500 mL
Cu=C2 = 0,166 ppm
1% = 10.000 ppm

Replikasi 1
𝐼𝑢 𝐶𝑠
= ( 𝐼𝑠 ) (𝐶𝑢) 𝑥 100 %
872,430 0,35
= (871,260) (0,166) 𝑥 100 %

= ( 1.00134).(2.108) x 100%
= 211, 082 % ➔ 2110820 ppm
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛−𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
% Kesalahan =│ │x 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
2123840 𝑝𝑝𝑚−0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan =│ │x 100%
0,166 𝑝𝑝𝑚

% kesalahan = 1.271.587.213 %

Replikasi 2
𝐼𝑢 𝐶𝑠
= ( 𝐼𝑠 ) (𝐶𝑢) 𝑥 100 %
871,790 0,35
= (870,972) (0,166) 𝑥 100 %

= ( 1,00093).(2.121) x 100%
= 212,297 % ➔ 2122970 ppm
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛−𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
% Kesalahan =│ │x 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
2122970𝑝𝑝𝑚−0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan =│ │x 100%
0,166 𝑝𝑝𝑚

% kesalahan = 1.278.897.490 %

Replikasi 3
𝐼𝑢 𝐶𝑠
= ( 𝐼𝑠 ) (𝐶𝑢) 𝑥 100 %
871,349 0,35
= (870,506) (0,166) 𝑥 100 %

= ( 1,00097) x (2.108) x 100%


= 211,004 % ➔ 2110040 ppm
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛−𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
% Kesalahan =│ │x 100%
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
2123050𝑝𝑝𝑚−0,166 𝑝𝑝𝑚
% kesalahan =│ │x 100%
0,166 𝑝𝑝𝑚

% kesalahan =1.271.108.334 %

211,082% + 210,996 % +211,004 %


Rata-rata kadar = =211,027 %
3

SD = 0,0475
𝑆𝐷
CV = x 100%
𝑋
0,0475
CV = 212,027 x 100% = 0,0225%

❖ Pembahasan Hasil Pratikum


Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofluorometri.
Spektrofluorometri bekerja dengan prinsip penyerapan radiasi suatu molekul yang
berfluorosensi sehingga dapat dikatakan bahwa spektrofluorometri hanya dapat digunakan
untuk sampel yang berfluorosensi. Fluorosensi adalah cahaya yang dipancarkan oleh
senyawa pada tingkat eksitasi yang telah dicapai setelah adanya absorpsi energi radiasi atau
fenomena yang terjadi saat suatu senyawa menyerap sinar UV atau visibel, kemudian
mengemisikannya pada panjang gelombang yang lebih besar (Rohman, 2020).

Spektrofluorometri merupakan suatu metode uji yang menggunakan pengukuran


intensitas cahaya fluoresensi (sinar monokromatis), dimana intensitas cahaya fluoresensi
yang dipancarkan oleh senyawa uji dibandingkan dengan yang dipancarkan oleh suatu baku
tertentu (Fitriyaningsih, 2018). Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
Kelebihan :
a. Fluorometri bersifat lebih peka, dimana pengukuran dilakukan secara langsung terhadap
intensitas sinar fluoresen. Pengukuran langsung ini tanpa dilakukan perbandingan
intensitas sinar semula. Hal ini dapat tercapai karena detektor pada fluorometri
ditempatkan pada arah yang tegak lurus terhadap sinar pengeksitasi.
b. Fluorometri lebih sensitif. Hal tersebut disebabkan oleh adanya sedikit senyawa yang
dapat memancarkan kembali sinar fluoresen atau fosforesen. Sementara itu pada proses
absorbsi dapat dikatakan bahwa hampir semua senyawa organik mampu melakukannya.
Kekurangan :
a. Ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak ada acuan pasti senyawa apa yang
akan berfluoresensi.

b. Penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai sinar fluoresensi
terserap oleh moleku lain atau sebaliknya bahan-bahan diluar sampel seperti bahan
pencuci (detergent), minyak pelumas, kertas saring atau kertas lap dapat mempengaruhi
pengukuran fluorometer karena dapat melepas sinar fluoresensi sendiri.
(Gandjar dan Rohman, 2019).
Syarat senyawa yang dapat dianalisis dengan spektrofluorometer yaitu harus
senyawa yang memiliki gugus kromofor (penangkap cahaya), dan memiliki ingkatan
rangkap terkonjugasi serta bentuk strukturnya yang rigid dan planar (Tetha & Sugiarso,
2016). Selain itu syarat khusus suatu larutan agar dapat dibaca dengan spektrofluorometri
yaitu larutan harus jernih agar kadarnya dapat terbaca pada spektrofluorometer (Sumarno,
1983).
Pada metode spektrofotometri ini memiliki istilah emisi dan eksitasi. Emisi
merupakan suatu proses eksitasi elektron yang disebabkan oleh berkas cahaya berenergi
tinggi yang menghasilkan pemancaran radiasi cahaya (Salahuddin dkk., 2013). Sedangkan,
eksitasi sendiri merupakan energi cahaya akan diserap oleh atom dan digunakan oleh atom
tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Anggoro dkk., 2018)
Larutan blanko merupakan larutan yang tidak berisi analit. Larutan blanko biasanya
digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri
(Trisnawati, 2018).
Hasil data praktikum yang dilakukan didapatkan data absorbansi pada larutan baku
yaitu didapatkan hasil emisi 583 nm dan eksitasi 455 nm. Hasil kadar yang didapat pada
replikasi I sebesar 212,384 % dengan persen kesalahan sebesar 1.279.421.587%, replikasi II
sebesar 212,297% dengan persen kesalahan sebesar 1.278.897.490% dan hasil replikasi III
sebesar 212,305 % dengan persen kesalahan sebesar. Dari data tersebut didapatkan rata-rata
212,328% dengan standar deviasi sebesar 0,0481 dan koefisien variasi sebesar 0,0226 %.
Dari hasil perhitungan koefisien variansi, hasil yang didapatkan sebesar 0,0226% hal
ini menunjukkan bahwa koefisien variansi yang didapatkan sudah sesuai degan literatur,
Dimana menurut literatur koefisien variansi yang baik yaitu yang kurang dari 5% karena
semakin kecil koefisien variansi maka data tersebut semakin seragam sedangkan semakin
besar koefisien variansi, data semakin tidak seragam (Maulana, 2016),
Dari perhitungan persen kesalahan setiap replikasi, rata-rataa hasil persen kesalahan
yang didapatkan lebih dari 100%, dimana menurut Suryani dkk (2021) apabila persen
kesalahan lebih dari 55% maka termasuk dalam kategori sangat tinggi. Persen kesalahan
yang tinggi dapat disebabkan karena beberapa hal, berupa kegagalan dalam melakukan
pemindahan analit dan baku yang tidak sesuai, penggunaan alat ukur (pipet dan labu takar)
yang kurang tepat, dan kesalahan dari praktikan yang kemungkinan menyebabkan kerusakan
pada analit. Sebelum dilakukan pengukuran dengan spektrofluorometri, labu takar tidak
ditutup dengan aluminium foil sehingga cahaya yang berasal dari luar memiliki
kemungkinan besar dapat mempengaruhi pengukuran karena pengukuran juga dilakukan
dengan cahaya serta zat yang digunakan bersifat fotosensitif (Rohman, 2022).

A. Kesimpulan
Percobaan penetapan kadar riboflavin yang dilakukan telah berlangsung sesuai
dengan panduan praktikum. Praktikan dapat menetapkan kadar riboflavin dalam sampel
serbuk dengan metode spektrofluorometri. Data yang telah diperoleh pada percobaan
koefisien variansi yang telah sesuai dengan literatur tetapi didapatkan persentase kesalahan
yang sangat besar. Adanya hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kegagalan dalam pemindahan analit dan baku yang tidak sesuai, penggunaan alat ukur (pipet
dan labu takar) yang kurang tepat, dan kesalahan dari praktikan yang kemungkinan
menyebabkan kerusakan pada analit (Rohman, 2022). Hal-hal tersebut menjadi evaluasi bagi
praktikan dalam percobaan selanjutnya sehingga praktikan lebih teliti, berhati-hati, dan
meningkatkan pemahaman terkait materi yang akan digunakan sebagai percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, D., Yuniasari, R., Sunarno, H., dan Faridawati. 2018. Pengaruh Konsentrasi Doping
terhadap Intensitas Emisi Material Luminisensi ZnO:Zn. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 14: 22.

Anggoro, D., Yuniasari, R., Sunarno, H., dan Faridawati. 2018. Pengaruh Konsentrasi Doping
terhadap Intensitas Emisi Material Luminisensi ZnO:Zn. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, 14: 22.
Cahyani, E, D., 2020. Validasu Metode Analisis Spektrofluorometri Untuk Kadar
Sirprofluksasin Generic Dalam Sampel Urin Manusia. Widya Warnta Press, 22.
Cahyani, E, D., 2020. Validasu Metode Analisis Spektrofluorometri Untuk Kadar
Sirprofluksasin Generic Dalam Sampel Urin Manusia. Widya Warnta Press, 22.
Idrus, S., 2017. Optimasi Produksi Riboflavin (Vitamin B2) dengan Substrat Ikan
Menggunakan Eremothecium gossypii. Majalah Biam, 13: 1
Idrus, S., 2017. Optimasi Produksi Riboflavin (Vitamin B2) dengan Substrat Ikan
Menggunakan Eremothecium gossypii. Majalah Biam, 13: 1
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Lubis, A.M., Perangin-angin, B., dan Nasruddin, 2016. Study Tentang Pengamatan
Fluoresensi Berdasarkan Domain Panjang Gelombang pada Spektroskopi Fluoresensi
Untuk Identifikasi Bahan. Agrium, 20: 303-305.
Lubis, A.M., Perangin-angin, B., dan Nasruddin, 2016. Study Tentang Pengamatan
Fluoresensi Berdasarkan Domain Panjang Gelombang pada Spektroskopi Fluoresensi
Untuk Identifikasi Bahan. Agrium, 20: 303-305.

Salahuddin, M., Suryajaya, Putra, E.G.R., dan Sari, N., 2013. Penentuan Panjang Gelombang
Emisi pada Nanopartikel CdS dan ZnS Berdasarkan Variasi Konsentrasi Mercapto
Ethanol. Jurnal Fisika FLUX, 10: 39-41.

Salahuddin, M., Suryajaya, Putra, E.G.R., dan Sari, N., 2013. Penentuan Panjang Gelombang
Emisi pada Nanopartikel CdS dan ZnS Berdasarkan Variasi Konsentrasi Mercapto
Ethanol. Jurnal Fisika FLUX, 10: 39-41.

Anda mungkin juga menyukai