NIM : 1908551007
Kelompok : 2
Golongan : I
1. Apa yang akan dilakukan pada praktikum kali serta apa tujuan praktikum kali ini?
Jawab:
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar asam salisilat dengan metode asidi-
alkalimetri. Adapun tujuan praktikum kali ini adalah:
1. Mampu memahami prinsip penetapan kadar asam salisilat dengan metode asidi-alkalimetri.
2. Mampu melakukan standarisasi NaOH.
3. Mampu menetapkan normalitas rata-rata NaOH.
4. Mampu menetapkan kadar asam salisilat menggunakan metode titrasi asidi- alkalimetri.
4. Bagaimana prinsip titrasi asidi-alkalimetri, serta bagaimana prinsip titrasi pada praktikum
kali ini?
Jawab:
Titrasi asidi-alkalimetri didasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam
atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air (Gandjar dan
Rohman, 2007). Untuk menetapkan kadar asam salisilat pada praktikum ini, Farmakope
Indonesia menyatakan bahwa analisis kadar dilakukan secara volumetri menggunakan larutan
titer natrium hidroksida 0,1 N. Metode titrasi yang menggunakan larutan titer natrium
hidroksida dikenal sebagai metode alkalimetri, cara ini didasarkan pada reaksi netralisasi
antara zat uji asam dengan larutan baku basa sebagai larutan titer (Cartika, 2017). Prinsip
penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan titrasi langsung asam lemah yaitu titrasi asam
salisilat (asam lemah) dengan menggunakan NaOH (basa kuat) yang telah distandarisasi
sehingga akan menghasilkan garam yang terhidrolisis dalam larutan (Gandjar dan Rohman,
2007).
7. Mengapa dalam penetapan kadar asam salisilat, etanol encer harus dinetralkan terlebih
dahulu?
Jawab:
Berdasarkan kelarutan asam salisilat yang sukar larut dalam air tetapi lebih mudah larut dalam
etanol, maka dalam analisisnya asam salisilat dilarutkan dengan etanol agar terjadi reaksi yang
sempurna. Namun etanol bersifat asam lemah, maka pelarut tersebut harus dinetralkan terlebih
dahulu sehingga dalam proses titrasi larutan titer hanya menetralkan larutan sampel (Cartika,
2017).
8. Berapa kali dilakukan titrasi dalam praktikum ini dan mengapa dilakukan sebanyak itu?
Jawab:
Titrasi pada praktikum ini dilakukan sebanyak tiga kali, dimana titrasi pertama digunakan
sebagai kontrol, titrasi kedua sebagai pembanding, dan titrasi ketiga digunakan sebagai
pengoreksi. Titrasi dilakukan sebanyak tiga kali pada praktikum ini agar data yang dihasilkan
lebih akurat dengan dipertimbangkan menggunakan nilai presisi yang menunjukkan ketepatan
metode analisi yang digunakan. Semakin banyak dilakukan titrasi maka hasil yang didapatkan
lebih akurat dan dapat menghindari adanya kesalahan.
9. Jelaskan apa perbedaan titik ekivalen dan titik akhir titrasi! Serta yang mana yang dapat
diamati secara langsung pada praktikum ini?
Jawab:
Titik ekivalen merupakan titik yang menunjukkan kondisi atau keadaan jumlah larutan baku
atau larutan titer yang ditambahkan ekivalen dengan jumlah zat yang ditentukan di dalam
erlenmeyer, sedangkan titik akhir titrasi adalah titik yang menunjukkan bahwa indikator yang
digunakan sebagai penunjuk telah mengalami perubahan warna. Perbedaan volume titik
ekivalen dan titik akhir titrasi harus sekecil mungkin, umunya hanya sebanyak satu sampai dua
tetes larutan titer saja (Cartika, 2016). Maka dari itu, titik akhir titrasi dapat diamati secara
langsung, karena terdapat perubahan fisik seperti perubahan warna.
10. Jelaskan alasan pemilihan indikator fenolftalein sebagai indikator dalam praktikum ini!
Jawab:
Pemilihan indikator fenolftalein dalam menentukan kadar asam salisilat karena reaksi
netralisasi yang berlangsung yaitu antara asam salisilat yang merupakan asam lemah
direaksikan dengan NaOH yang merupakan basa kuat, sehingga akan menghasilkan garam
yang bersifat basa dengan pH> 7. Oleh karena itu, digunakan indikator fenolftalein yang
memiliki pKa 9,4 yang akan mengalami perubahan warna antara pH 8,4-10,4 (Watson,
2013). Stadarisasi NaOH dengan menggunakan larutan baku primer asam oksalat serta saat
pembuatan larutan etanol netral juga menggunakan indikator fenolftalein karena alasan
yang sama, yaitu reaksi netralisasi ini akan menghasilkan garam yang bersifat basa sehingga
indikator fenolftaleinlah yang cocok digunakan.
11. Jelaskan tata cara penggunaan buret yang baik dan benar!
Jawab:
a. Cara perangkaian alat
1) Langkah pertama adalah bagian tengah buret dijepit dengan klem agar buret dapat
berdiri tegak dan tidak bergoyang-goyang.
2) Langkah selanjutnya adalah kran buret dioleskan dengan vaselin yang bertujuan untuk
memudahkan memutar kran buret karena sifat vaselin yang licin, sehingga saat hendak
melakukan titrasi, kran buret tidak macet atau sulit diputar dan titrasi tidak akan
terhambat.
3) Langkah selanjutnya adalah tinggi buret diatur agar berada di atas erlenmeyer sekitar
1-2 cm.
(Enawati, 2020)
b. Cara membersihkan buret
Pembersihan buret dapat dilakukan dengan cara pembilasan buret dengan akuades dan
pembilasan buret dengan larutan baku NaOH. Pembilasan buret dengan akuades berfungsi
untuk meghilangkan kotoran/debu yang menempel pada buret. Sedangkan pembilasan
buret dengan larutan NaOH berfungsi untuk menghilangkan akuades dari buret yang bisa
mengencerkan konsentrasi larutan baku (Holly dkk., 2018).
c. Menuangkan larutan baku ke dalam buret
Kran buret dipastikan terlebih dahulu agar berada pada posisi tertutup, lalu larutan baku
dituangkan ke dalam buret menggunakan corong agar tidak tumpah. Dipastikan juga
tidak ada gelembung udara pada ujung buret. Apabila terdapat gelembung udara, itu akan
tercatat sebagai cairan yang diteteskan, jika gelembung itu lolos dari ujung buret selama
titrasi maka akan timbul kesalahan. Larutan baku dituang sampai tanda nol (dengan melihat
miniskus bawah) dan apabila kelebihan, dikeluarkan melalui kran buret (Enawati, 2020).
d. Proses titrasi
Saat proses titrasi kran buret dipegang menggunakan tangan kiri sementara tangan kanan
digunakan untuk menggoyang-goyangkan erlenmeyer. Titran diteteskan tetes demi tetes
dengan cara kran buret tidak dibuka terlalu besar. Jika keran buret dibuka terlalu besar,
akibatnya terlalu banyak larutan NaOH yang keluar sehingga warna analit menjadi pink
tua yang menandakan telah lewat dari ekuivalen (Enawati, 2020).
e. Pembacaan skala
Volume NaOH dalam buret setelah titrasi diamati dengan cara posisi mata sejajar dengan
permukaan larutan meniskus bawah (Enawati, 2020).
12. Sebutkan sifat fisika dan kimia dari sampel yang akan dianalisis!
Jawab:
Sifat fisika dan kimia dari zat yang akan dianalisis yaitu asam salisilat adalah sebagai
berikut: Asam Salisilat berbentuk hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus;
putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak
berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah muda
dan berbau lemah mirip mentol. Asam Salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzen,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam
kloroform. Titik lebur antara 158°C dan 161°C, berat molekul asam salisilat adalah 138,12
g/mol (Kemenkes RI, 2014).
14. Berapa rentang pH dari indikator fenolftalein sehingga dia dapat memberikan perubahan
warna?
Jawab:
Rentang pH dari suatu indikator adalah satu pH pada kedua sisi nilai pKa-nya. Fenolftalein
(PP) memiliki pKa 9,4 yang artinya warnanya akan berubah antara pH 8,4 dan 10,4 (Watson,
2013).
15. Jelaskan bagaimana mekanisme perubahan warna dari indikator fenolftalein secara lengkap!
Jawab:
18. Apa keuntungan dan kerugian metode titrasi yang dilakukan pada praktikum ini?
Jawab:
Metode titrasi memiliki keuntungan, yakni merupakan metode yang tahan, murah, dan
mampu memberikan ketepatan (presisi), namun metode ini memiliki keterbatasan, yakni
kurang spesifik (Gandjar dan Rohman, 2007).
20. Apa saja syarat suatu indikator dapat digunakan dalam penentuan titik akhir titrasi?
Jawab:
Berdasarkan buku Kimia Farmasi Analisis dikatakan bahwa syarat yang harus dimiliki
indikator adalah indikator mampu untuk memberikan perubahan warna yang tajam pada saat
titik akhir titrasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Syarat lainnya menurut Harjanti, 2008 adalah
pH yang diperoleh masih berada pada daerah curam yang perubahan warnanya terjadi secara
mendadak.
23. Kapan asam oksalat dapat digantikan dengan kalium biftalat, serta jelaskan kenapa perlu
diganti?
Jawab:
Asam oksalat merupakan senyawa dikarboksilat yang atom C nya masing-masing mengikat
satu gugus hidroksil. Asam ini mempunyai bentuk kristal rombis piramid, tidak berwarna dan
transparan, tidak berbau dan higroskopis. Asam oksalat mudah teroksidasi total oleh pengaruh
panas yang tinggi sehingga terurai menjadi CO2 dan asam formiat (Febriaty dkk., 2016).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan asam oksalat
sebagai baku primer perlu diganti karena tidak memenuhi salah satu syarat baku primer. Salah
satu syarat baku primer adalah tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2
dari udara (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain itu, pada Farmakope Indonesia Edisi V
menyatakan bahwa pembakuan NaOH menggunakan kalium biftalat P yang sebelumnya telah
dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120° selama 2 jam dan larutkan dalam 75 ml air bebas
karbondioksida P. Pada praktikum ini asam oksalat dapat digantikan menggunaka kalium
biftalat sesuai dengan ketersediaan bahan pada laboratorium.
24. Apa yang mendasari asam salisilat perlu ditetapkan kadarnya?
Jawab:
Asam salisilat perlu ditetapkan kadarnya menggunakan metode titrasi untuk mengetahui
tingkat kemurnian asam salisilat yang merupakan bahan suatu obat (Cartika, 2016). Penetapan
kadar dilakukan untuk quality control guna mengetahui jumlah asam salisilat yang
terkandung di dalam bahan baku asam salisilat dalam praktikum ini. Berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi V, Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 102,0% asam salisilat. Apabila persentasenya kurang atau lebih dari angka yang
sudah ditetapkan tersebut, kemungkinan sampel tersebut tidak murni atau terdapat zat
pengganggu. Apabila kadarnya terlalu tinggi maka mungkin saja menyebabkan toksisitas
sedangkan apabila kadarnya terlalu rendah maka tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
25. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan saat melakukan penimbangan bahan pada
praktikum ini?
Jawab:
Hal–hal yang harus diperhatikan saat melakukan penimbangan bahan adalah terlebih dahulu
harus diperiksa timbangan yang akan digunakan dilihat apakah timbangan dalam keadaan
normal, kemudian saat menimbang zat padat atau berupa serbuk terlebih dahulu diperiksa
apakah piringan (pan) pada timbangan sudah bersih, lalu disiapkan kertas perkamen sebagai
wadah dalam menimbang (Pertiwi dan Yanti, 2017). Selain itu, diperhatikan juga sifat dari
bahan itu sendiri. Misalnya, untuk NaOH ditimbang pada neraca analitik yang tertutup
karena sifatnya higroskopis dan menjadi lembab apabila bereaksi dengan udara.
26. Jelaskan tahapan penimbangan NaOH menggunakan neraca analitik yang baik dan benar!
Jawab:
Tahapan penimbangan NaOH menggunakan neraca analitik yaitu sebagai berikut:
1) Dipastikan neraca analitik ada pada posisi yang sesuai (datar), serta dipastikan water
pass sudah sesuai dengan keadaan setimbang.
2) Ditempatkan neraca diposisi yang jauh dari hal yang dapat mempengaruhi hasilnya,
seperti suhu yang tinggi dan hembusan angina.
3) Dinyalakan neraca dengan menekan tombol ‘power’ atau on, lalu ditunggu posisi sampai
stabil atau menunjukkan angka nol, selanjutnya dibuka pelindung atau kaca penutup
neraca sebelum NaOH ditempatkan pada piringan.
4) Diletakkan zat NaOH pada piringan menggunakan kertas perkamen.
5) Ditutup kaca pelindung saat menimbang NaOH agar tidak ada udara yang masuk, karena
NaOH bersifat Higroskopis.
6) Ditunggu hingga angkanya stabil, lalu dicatat massa zat NaOH yang ditimbang.
7) Dibersihkan neraca apabila sudah tidak lagi digunakan.
8) Dimatikan neraca apabila tidak digunakan untuk waktu yang lama.
Masaa NaOH
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝑔) 1000
MNaOH = x
𝐵𝑀 𝑣 (𝑚𝐿)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻 (𝑔) 1000
0,1M = x
40 𝑔/𝑚𝑜𝑙 1000 𝑚𝐿
M = 0,05M
Normalitas Asam Oksalat
N H2C2O4.2H2O = M H2C2O4.2H2O x Ek H2C2O4.2H2O
N H2C2O4.2H2O = 0,05M x 2 g.ek/mol
N H2C2O4.2H2O = 0,1N
Maka, Normalitas yang didapatkan untuk Asam Oksalat yang digunakan adalah 0,1N.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar. 120-122, 129-130, 137-138, 140.
Ulfa, A. M., A. Retnaningsih, dan R. Aufa. 2017. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada
Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Zaitun Kemasan secara Alkalimetri.
Jurnal Analis Farmasi. 2(4): 242-250.
Simanjuntak, R. 2018. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Sabun Mandi Cair Merek “LX”
Dengan Metode Titrasi Asidimetri. Jurnal Ilmiah Kohesi. 2(4): 59-70.
Sari, A. P., A. Suryatna, B. Dwiyanti, F.M. T. Supriyatun, dan Omay Sumarna. 2008. Praktikum
Kimia I. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 4, 24.
Cartika, H. 2017. Kimia Farmasi II. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 48, 50-
51.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 163-164, 1709, 1757.
Cartika, H. 2016. Kimia Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 28, 40.
Watson, D. 2013. Analisis Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 71.
Enawaty, E. 2020. Deskripsi Kemampuan Psikomotorik Mahasiswa Pendidikan Kimia pada
Titrasi Asam Basa. Ar-Razi Jurnal Ilmiah. 8(2): 91-101.
Holly, D. N., R. Sahputra, dan L. Hadi. 2018. Deskripsi Keterampilan Psikomotorik Siswa Kelas
XI IPA SMAN 8 Pontianak pada Praktikum Titrasi Asam Basa. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa. 7(9): 1-9.
Rahmawati, S. Nuryanti, dan Ratman. 2016. Indikator Asam-Basa dari Bunga Dadap Merah
(Erythrina crista-galli L.). Jurnal Akademika Kimia. 5(1): 29-36.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 412, 639, 1979.
Harjanti, R. S. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan
Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. 2(2): 49-54.
Febriaty, I. R., Harlia, dan A. H. Alimuddin. 2016. Perbandingan Metode Hidrolisis Asam dan
Basa Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pembuatan Asam Oksalat. JKK.
5(4): 22-28.
Pertiwi, R.D, dan A.R. Yanti. 2017. Penuntun Praktikum Farmasetika Sediaan Padat dan Semi
Padat. Jakarta: Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul Jakarta. 5-6.