BAB I
PENDAHULUAN
4. Menentukan kadar dari fruktosa berdasarkan reaksi oksidasi reduksi berdasarkan metode
iodimetri-iodometri.
5. Menentukan kadar dari ampisilin berdasarkan reaksi oksidasi reduksi berdasarkan metode
iodimetri-iodometri.
6.
Metode Iodometri
Penentuan kadar Vitamin C secara volumetri dengan metode iodimetri berdasarkan reaksi
oksidasi reduksi antara sampel sebagai reduktor dengan larutan baku I2 0,1 N sebagai oksidator
dalam suasana asam dengan menggunakan indikator larutan kanji dengan titik akhir ditandai
dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi biru..
Metode Iodimetri
Penentuan kadar CuSO4 secara volumetri dengan metode iodometri berdasarkan reaksi oksidasi
reduksi dimana sampel yang bersifat oksidator yang direduksi dahulu dengan KI, lalu I2 yang
dibebaskan ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi menggunakan larutan baku Na2S2O3 0,1 N
dalam suasana asam, dengan menggunakan indikator larutan kanji dimana titik akhir titrasi titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi bening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Singkat
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan
menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zatzat reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan
kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi
reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator
ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah
oksidator) ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. (1)
Bagan reaksi :
Ox + 2 I
I2 + red
I2 + 2 S2O3=
2 I + S4O6=
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang berwarna khas dapat
hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan
lebih mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan
membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus
pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2 yang
menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang, sehingga
titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. (2)
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang
digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh
bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan
sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium
(II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya
temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol. (3)
Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25oC), namun sangat mudah
larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida dengan
iodida, dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk menurunkan
keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 % dalam larutan 0,1 N dan kemudian
wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan botol yang berwarna gelap untuk menghindari
penguraian HIO oleh cahaya
matahari. (3)
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang dapat dianalisis
dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat
pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim
digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI
untuk menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara :
4 H+ + 4 I + O2
2 I2 + 2 H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan dipercepat
dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat
pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena akan
terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. (4)
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal karena dalam keadaan
alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula
antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O 2
HI + IO
3 IO
IO3 + 2 I
dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat
sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari
konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan
pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :
S2O3= + 2 H+
H2S2O3
8 H2S2O3
8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akan masuk ke
dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3=, SO4= dan
belerang koloidal. (3)
Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga endapan mirip susu.
Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium
yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat menjadi ion
tetraionat
I2 + 2 S2O3=
2 I + S4O6=
Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping. Dalam
larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke sulfat tidak terjadi terutama jika digunakan
iodium sebagai titran. (4)
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. Titrasi iod bebas.
2. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida.
3. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.
4. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau subsitusi.
II.2 Uraian Bahan
1. Vitamin C (5, 47)
Nama resmi
: Acidum ascorbicum
Sinonim
RM/BM
: C6H8O6 / 176,13
Rumus struktur
CH2OH
CHOH
O
=O
OH OH
Pemerian
: Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau rasa asam. Oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam
larutan cepat teroksidasi.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, agak sukar laut dalam etanol 95 % P, praktis tidak
larut dalam kloroform P dan eter P dan dalam benzen P.
Khasiat
: Antiskorbut
Kegunaan
: Sebagai sampel
Penyimpanan
: Cuprii sulfas
Sinonim
RM/BM
: CuSO4 / 249,68
Pemerian
Kelarutan
: Larut dalam 3 bagian air dan dalam 3 bagian gliserol P, sangat sukar larut
dalam etanol 95 % P
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai sampel
Penyimpanan
Persyaratan Kadar : Mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari1001,0 % CuSo4.
5H2O.
1. Iodium (5,316)
Nama resmi
: Iodum
Sinonim
: Iodium
RM/BM
: I2 / 126,91
Pemerian
: Keping atau butir, mengkilat seperti logam hitam kelabu, bau khas.
Kelarutan
etanol 95% P.
: Sukar larut dalam air, mudah larut dalam garam iodida, mudah larut dalam
Khasiat
Kegunaan
Penyimpanan
: Kalii iodidum
Sinonim
: Kalium iodida
RM/BM
: KI / 166,00
Pemerian
: Hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna, opak dan putih, atau
serbuk butiran putih. Higroskopik.
Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air, lanih mudah larut dalam air mendidih, larut
dalam etanol 95 % P, mudah larut dalam gliserol P.
Khasiat
: Anti jamur
Kegunaan
Penyimpanan
: Amylum manihot
Sinonim
: Pati singkong
Pemerian
tidak berasa.
Kelarutan
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai indikator
Penyimpanan
: Acidum sulfuricum
Sinonim
: Asam sulfat
RM/BM
: H2SO4 /98,07
Pemerian
: Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan ke
dalam air menimbulkan panas.
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai katalisator
Penyimpanan
: Acidum aceticum
Sinonim
: Asam asetat
RM/BM
: CH3COOH
Pemerian
Kelarutan
: Dapat campur dengan air, dengan etanol 95% P dan dengan gliserol P
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai katalisator
Penyimpanan
: Aqua destillata
Sinonim
RM/BM
: H2O /18,02
Pemerian
Khasiat
: Zat tambahan
Kegunaan
: Sebagai pelarut
Penyimpanan
3. Erlemeyer 250 ml
4. Gelas arloji
5. Gelas piala 250 ml
6. Gelas ukur 25 ml dan 10 ml
7. Kain putih
8. Neraca Analitik
9. Neraca Ohaus
10. Pipet skala
11. Sendok tanduk
12. Statif + klem
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
1. Air suling
2. Aluminium foil
3. Kertas timbang
4. Larutan asam asetat encer (CH3COOH)
5. Larutan asam sulfat (H2SO4) 10 %
6. Larutan baku Iodum (I2) 0,1 N
7. Larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
8. Larutan kanji
9. Serbuk asam askorbat (C6H8O6)
10. Serbuk KI
11. Serbuk tembaga (II) sulfat (CuSO4)
12. Penentuan kadar vitamin C
No
Sampel
Berat Sampel
Volume I2 0,1189 N
1.
0,0895 gram
8,3 ml
2.
II
0,0720 gram
8,1 ml
No
Sampel
Berat Sampel
Volume I2 0,0929 N
1.
0,2398 gram
9,1 ml
2.
II
0,2627 gram
9,8 ml
IV.2 Perhitungan
1. Penetapan kadar Vitamin C
Berdasarkan reaksi didapatkan bahwa
I mol Vitamin C setara dengan 1 mol I2
BE Vitamin C = BM Vitamin C
mgrek Vitamin C = mgrek I2
mg/BM = N x V
mg Vitamin C = N I2 x V I2 x BE Vitamin C
1. mg Vitamin C = 0,1189 x 8,3 x 176,13/2
mg = 86,909 mg
86,909 mg
Jadi, kadar kemurnian Vitamin C =
x 100 % = 97 %
89,5 mg
1. mg Vitamin C = 0,1189 x 8,1 x 176,13/2
mg = 84,81 mg
84,81 mg
Jadi, kadar kemurnian Vitamin C =
x 100 % = 117,79 %
72 mg
97 % + 117,79 %
Kadar rata-rata =
= 107,395 %
2
Menurut pustaka kadar Vitamin C adalah tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%
sehingga serbuk yang digunakan tidak memenuhi syarat kemurnian sebagai obat.
2. Penetapan kadar kristal tembaga (II) sulfat
Berdasarkan reaksi didapatkan bahwa
2 mol tembaga (II) sulfat setara dengan 1 mol I2
BE tembaga (II) sulfat = BM tembaga (II) sulfat
mgrek tembaga (II) sulfat = mgrek Na2S2O3
mg/BM = N x V
mg tembaga (II) sulfat = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 x BM CuSO4
mg = 315,60 mg
315,60 mg
Jadi, kadar kemurnian Vitamin C =
x 100 % = 131,61 %
239,8 mg
2
mg = 339,87 mg
339,87 mg
Jadi, kadar kemurnian Vitamin C =
x 100 % = 129,38 %
262,7 mg
131,61 % + 129,38 %
Kadar rata-rata =
= 130,5 %
2
Menurut pustaka kadar CuSO4 adalah tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%
sehingga serbuk yang digunakan tidak memenuhi syarat kemurnian sebagai obat.
IV.3 Reaksi
1. Penentuan kadar asam askorbat
Asam askorbat
Setengah reaksi
I2 + 2e
CH2OH
2 I
CH2OH
CHOH
CHOH
=O
=O
+ 2 H+ + 2e
OH OH
CH2OH
O
CH2OH
CHOH
O
CHOH
+ I2
+ 2 H+ + 2I
=O
=O
OH OH
Reaksi Indikator
CH2OH
H
CH2OH
O
H
O
H
H
OH
+ I2
OH
OH
H
H O
OH
Amilum
Iod
Larutan bening
CH2OH
H
CH2OH
O
H
O
H
H
OH
OH
O
I
OH
H
OH
H O
n
Setengah reaksi
2 Cu2+ + 2e
2 Cu+
2 I
I2 + 2 e
2 Cu2+ + 2 I
2 Cu+ + I2
2 S2O3=
S4O6= + 2e
I2 + 2 e
2 I
2 S2O3= + I2
S4O6= + 2 I
2 CuSO4 + 4 KI
2 CuI + I2
+ 2 K2SO4
putih
I2 + 2 Na2S2O3
2 NaI + Na2S4O6
Reaksi Indikator
CH2OH
H
CH2OH
O
H
O
H
H
OH
+ I2
OH
OH
H
H O
OH
Amilum
Iod
Larutan bening
CH2OH
H
CH2OH
O
H
O
H
OH
OH
H O
OH
OH
HI + IO
IO3 + 2 I
Dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat
sehingga titik kesetaraannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu dihindari
konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan
pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :
S2O3= + 2 H+
H2S2O3
8 H2S2O3
8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang
digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh
bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan
sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.
Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa kadar Vitamin C adalah 107,395 %. Sedangkan kadar
kristal tembaga (II) sulfat adalah 130,5 %. Berdasarkan hasil perhitungan ini maka dapat
disimpulkan bahwa serbuk Vitamin C tidak memenuhi syarat kemurnian sebagai bahan obat,
sebagaimana yang tertulis dalam literatur (FI III). Sedangkan untuk kristal tembaga (II) sulfat
juga tidak memenuhi persyaratan kemurnian sebagaimana yang tertulis dalam Farmakope
Indonesia.
Adapun faktor-faktor yang dapat salah pengamatan dalam melakukan percobaan ini adalah :
1. Larutan I2 yang digunakan sudah banyak yang menguap atau tereduksi menjadi I.
2. Larutan kanji yang digunakan sudah tidak bagus lagi, karena endapan yang terlihat agak
kehitaman.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah
1. Kadar kemurnian Vitamin C adalah 107,395 %, tidak memenuhi persyaratan kadar yang
terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi III.
2. Kadar kemurnian tembaga (II) sulfat adalah 130,5 %, tidak memenuhi persyaratan kadar
yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi III.
V.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penetapan kadar sampel tablet vitamin C
DAFTAR PUSTAKA
1. Rivai, H., (1995), Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
2. Wunas, J., Said, S., (1986), Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif< UNHAS, Makassar,
122-123
3. Underwood, A.L., day, RA., (1993), Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi V, Alih Bahasa :
R. Soedonro, Erlangga, Surabaya, 302-304
4. Roth, J., Blaschke, G., (1988), Analisa Farmasi, UGM Press, Yogyakarta, 271-279.
5. Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan RI.,
Jakarta, 143, 581, 587, 714
6. Dirjen POM, (1994), Farmakope Indonesia, edisi IV, Depatemen Kesehatan RI.,
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kesetimbangan asam-basa merupakan topik yang luar biasa pentingnya dalam
seluruh ilmu kimia dan bidang lain, yang mamanfaatkan kimia. Contohnya Titrasi
asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi
dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk
dipelajari. Metode analisis dengan volumetri ataupun titrimetri menggunakan
prinsip asam basa adalah asidi alkalimetri. Proses ini digunakan dalam perhitungan
untuk menentukan kadar suatu zat berdasarkan perhitungan volume dengan
larutan standar yang telah diketahui kadarnya dengan tepat. Dalam percobaan ini
yang dilakukan adalah titrasi asam yaitu menentukan konsentrasi asam cuka
dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH).
1.2Perumusan Masalah
Bagaimana cara menstandarisasi suatu larutan, dan menentukan kadar asam asetat
Bagaimana tahapan tahapan yang terjadi pada proses titrasi.
1.3 Tujuan Percobaan
Mempelajari dan Menentukan kadar asam cuka (CH3COOH) dengan cara titrasi
asidi-alkalimetri.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari percobaan Asidi Alkalimetri ini antara lain :
1.Dapat mengetahui dan memahami prinsip titrasi Asidi Alkalimetri.
2.Dapat melaksanakan percobaan Asidi Alkalimetri dengan tepat dan benar.
3.Dapat menentukan kadar sampel larutan asam maupun basa sesuai dengan
prinsip titrasi Asidi Alkalimetri.
4.Serta nantinya dapat diaplikasikan kebidang lain, dalam kehidupan sehari - hari
1.5 Ruang Lingkup Percobaan
Praktikum Kimia Analisa Kuantitatif (Kelompok II) dengan modul percobaan
Penentuan Asam Asetat dengan Titrasi Asidi-Alkalimetri ini dilakukan di
Laboratorium Kimia Analisa, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas
Sumatera Utara. Dengan kondisi ruangan :
1.Temperatur : 30oC.
2.Tekanan udara : 760 mmHg
Dilakukan dalam ruangan dengan menggunakan bahanbahan antara lain sampel
asam cuka, natrium hidroksida (NaOH) dan indikator phenolphtalein. Sedangkan
untuk peralatan digunakan alat-alat seperti statif dan klem, buret, erlenmeyer,
beaker glass, pipet tetes, corong dan batang pengaduk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Prinsip Dasar Titrasi
Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa.
Reaksi ini menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral. Secara umum metode
titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut
produkaA + tT
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk
menghasilkan produk yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu
larutan (larutan standar) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen
mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula mol equivalennya juga berlaku
sama.
ntitran = nanalit
neq titran = neq analit
dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua.
(anonim, 2009)
Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan
sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:
1. reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak
adanya reaksi sampingan
2. reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi.
Dengan kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat
besar besar. Maka dari itu dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi
analit (atau titran) pada titik ekivalensi.
3. diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen
tercapai. Dan diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar
analis dapat menghentikan penambahan titran
4. diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya
beberapa menit. (anonim, 2009)
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya (Day, dkk, 1986).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran
ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang
dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran
biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi
dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut
dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik
ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar
kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting
agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik
ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
Syarat zat yang bisa dijadikan standar primer:
1.Zat harus 100% murni.
2.Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan
pemanasan, standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum
ditimbang.
3.Mudah diperoleh.
4.Biasanya zat standar primer memiliki massa molar (Mr) yang besar hal ini untuk
memperkecil kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam
jumlah besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan
menimbang zat dalam jumlah yang kecil.
5.Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi (Anonim, 2009).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi.
Titik dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir
teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih
lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai
indikator (Anonim, 2009).
2.2Asidi alkalimetri
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
H+ + OH- H2O
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya
alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa.
Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam
bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua
macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk
satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu.
Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH
larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di
sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator
agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.
Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan
air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang
disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil
reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama
dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau
penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah
basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan
dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk
menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asambasa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam
menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil
reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam
atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi
asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume
tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila
titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri.
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar
(asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari
basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya
ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksireaksi tersebut.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen
( artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini
disebut sebagai titik ekivalen.
Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran.
Cara Mengetahui Titik Ekivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator
disebut sebagai titik akhir titrasi (Anonim, 2009).
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna
yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau
basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada
indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan
dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH
larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan
warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator
0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1%
dengan berat formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan
konsentrasi 0,1 M.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak
terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator
phenolphthalein ( pp ) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam
larutan asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan berwarna merah
keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ).
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator
dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini
bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati
untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil merah.
Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila indikator metil
merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna yang teramati adalah
campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange (Anonim, 2009).
2.3Asam Cuka
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka
memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Asam cuka merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam
format. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam cuka merupakan
pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam
asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer
juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan
asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton per tahun diperoleh dari
hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber
hayati.(anonim, 2009)
2.4Aplikasi
Pembuatan Asam Nitrat (HNO3) dalam Industri
Pembuatan asam nitrat skala industri memakai proses yang dinamakan proses
tekanan tunggal. Dalam proses ini sebuah kompresor putar bertahap banyak, yang
mempunyai pendingin di antara tahap-tahapnya, digerakkan oleh turbin uap dan
turbin pemulih tenaga yang disebutkan alat ekspansi gas sisa (tail gas expander).
Pendingin antara tahap diatur sedemikian rupa agar suhu keluar adalah sekitar
230oC pada 1MPa.
Udara keluar dibelah, 85% masuk ke dalam konverter dan 15% ke dalam penukar
kalor dan kolom putih. Udara tekan yang panas itu dicampur dengan amonia lewat
panas dan dikirim ke konverter yang beroperasi pada tekanan 800 sampai 950 kPa.
Campuran udara dan amonia yang mengandung kira-kira 10% amonia, dilewatkan
melalui 30 lapisan kaca 80 mesh yang terbuat dari platina kurang lebih 10%
rhodium. Pembakaran berlangsung cepat dengan suhu keluar mencapai 940oC.
Konversi menjadi NO adalah 94-95% dan diperlukan 62 gram paduan platina per ton
metrik kapasitas harian asam. Suhu gas dan konsentrasi amonia yang masuk
reaktor merupakan dua parameter yang sangat menentukan.
Pada konsentrasi amonia 11,5% sampai 12% bisa terjadi ledakan. Gas masuk harus
mempunyai suhu sedikitnya 205oC dan sebaiknya 230oC agar lapisan pertama kaca
itu tetap berada pada suhu reaksi. Pada konsentrasi amonia 10% kenaikan suhu
adiabatik adalah 710oC, sehingga konsentrasi amonia dibatasi pada 10%. Umur
katalis biasanya 6-10 minggu; hal ini terutama adalah akibat erosi. Dengan
demikian, biaya katalis mencapai $5 per ton metrik HNO3 100% yang dihasilkan.
Pelet yang mengandung Kobalt Trioksida juga digunakan sebagai katalis, tetapi
konversinya agak rendah.
Gas keluar dari konverter dilewatkan melalui pemanas, lanjut uap, ketel uap kalor
limbah dan pemanas gas sisa dan keluar pada suhu 2000C. Gas itu kemudian
dilewatkan melalui pendingin kondensor yang menghasilkan HNO3 40% sampai
45% sebagai produk yang mengandung 40% nitrogen terikat. Baik gas keluar yang
sudah diinginkan maupun asam nitrat encer, keduanya dilewatkan melalui
absorber, masih pada tekanan penuh sebesar 980 kPa. Absorber-absorber itu
adalah suatu kolom piring tudung-gelembung atau piring tapis dengan gelungan
pendingin diatas setiap 20-50 piring. Gas masuk dari bawah asam nitrat encer agak
ke atas pada kolom dan air dingin masuk dari atas. Suhu gas yang keluar bersuhu
sekitar 10oC. Pada kolom ini terdapat dua titik cekik (pinch point) yang diakibatkan
oleh masalah kinetiknya. Di dekat dasar, laju reoksidasi NO cukup lambat karena
asam pekat yang terdapat disitu menghalangi absorbsi NO2 sehingga tidak dapat
berlangsung lambat. Di dekat puncak kolom, konsentrasi NOx dan oksigen menjadi
sangat rendah, sehingga gaya dorong untuk absorbsi itu kecil saja.
Asam yang keluar dari dasar kolom mengandung sedikit NOx terutama N2O4 (tak
berwarna) tetapi ada juga NO2 yang berwarna merah. Gas ini diputihkan (bleach)
dengan melewatkannya melalui kolom, berlawanan arah dengan udara primer
sebanyak 15% (yang diperlukan untuk oksidasi NO menjadi NO2) yang dibocorkan
dari kompresor udara. Beberapa pabrik ada yang mempunyai bagian pemutih
Gambar 3.1 Beaker Glass + Batang pengaduk untuk tempat melarutkan pentiter
yaitu NaOH
Gambar 3.2 Pipet tetes + corong + Erlenmeyer sebagai tempat sampel dan
pencampurn indikator
Gambar 3.3 Statif dan klem + Buret + Erlen meyer yaitu peralatan untuk
melakukan titirasi
BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN
4.1Prosedur
4.1.1 Penyiapan Larutan NaOH 0.6 N
Cuci dan bilas botol 500 ml
Bila larutan ini akan disimpan dalam waktu yang lama, sediakan botol plastik, sebab
larutan NaOH pasti akan bereaksi dengan wadah kaca, walaupun perlahan.
Timbang 2,0 gram NaOH, larutkan kedalam beaker glass 500 ml yang berisi
aquades, kocok sampai larut.
4.1.2 Menentukan Kadar Asam Asetat dalam Cuka
Sampel dimasukkan sebanyak 25 ml kedalam Erlenmeyer
Tambahkan 4 tetes Phenolpthalein kedalam sampel tersebut
Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH, sampai terjadi perubahan warna
indikator menjadi Merah Rosa yang stabil.
Catat volume NaOH yang terpakai.
Lakukan prosedur diatas secara duplo, hitung kadar asam asetat yang diperoleh.
Lakukan prosedur diatas terhadap sampel I dan sampel II
4.2Flowchart
4.2.1 Flowchart Penyiapan Larutan NaOH 0,6 N
Tidak
Ya
Rata-rata
25 ml
53 ml
1,27 M
7,2 %
9,17
No
V sampel II
V NaOH
Konsentrasi sampel II
Kadar sampel II
pH
1
25 ml
56,3 ml
1,36M
7,7%
9,18
2
25 ml
57,2 ml
Rata-rata
25 ml
53 ml
1,36M
7,7%
9,18
4.2 Pembahasan
Prinsip titrasi asidi alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan suatu larutan baku yang
sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat. Dalam percobaan ini, sampel yang
dianalisis adalah asam cuka CH3COOH yang kadarnya dapat ditentukan melalui
metode titrasi dengan larutan baku NaOH. Cuka dapur yang digunakan sebagai
sampel dengan merek: Cap bintang
Kurva perubahan pH asam Asetat terhadap tiap penambahan 10 ml larutan NaOh
Volume NaOH
Gambar 4.1 Grafik perubahan pH asam Asetat
Kurva perubahan pH asam asetat terhadap tiap penambahan 10 ml larutan NaOH
Volume NaOH
Gambar 4.2 Kurva Titrasi NaOH 0,6N terhadap sampel I
Kurva perubahan pH asam asetat terhadap tiap penambahan 10 ml larutan NaOH
Volume NaOH
BAB V
KESIMPULAN
5.1Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan Penentuan Asam Asetat dengan Titrasi AsidiAlkalimetri maka praktikan dapat menarik kesimpulan yaitu :
1. Dari percobaan didapat kadar asam cuka sebesar 7,2 %, 6,8 % dan 7,7 %.
Sedangkan dalam teori kadar asam cuka sebesar 5 %.
2. Reaksi yang ada pada titrasi ini adalah reaksi netralisasi yaitu reaksi antara asam
dengan basa untuk mencapai titik ekivalen.
3. Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat indikator yang sesuai adalah
phenolphthalein.
4. Metode titrasi asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar zat
yang bersifat asam ataupun basa dalam sampel.
5. Larutan baku yang digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah asam kuat
ataupun basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat.
6. Pada titrasi asam lemah dan basa kuat, pH larutan akan terus meningkat seiring
dengan bertambahnya volume larutan dari basa kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2009 a. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org
26 agustus 2009
Anonim.2009 b. Air. http://id.wikipedia.org
26 agustus 2009
Anonim.2009 c. Titrasi Asam Basa. http://belajarkimia.com
26 agustus 2009
Anonim.2009d. Analisis Volumetri atau Titrimetri. http://belajarkimia.com
26 agustus 2009
Anonim.2009 e. Kumpulan laporan praktikum. http://sulae.blogspot.com
26 agustus 2009
Day, RA dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif. Edisi Kelima: Erlangga.
Jakarta
HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia . Edisi Pertama. Bumi Aksara : Jakarta
LAMPIRAN
A
LAMPIRAN A
DATA PERCOBAAN
LA. 1 Penyiapan Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,6 N
Berat kristal NaOH
9,6 gr
Volume pelarut
400 ml
Konsentrasi As. Oksalat
0.6 N
52,5 ml
Rata-rata
25 ml
53 ml
1,27 M
7,2 %
9,17
LAMPIRAN
B
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
LB. 1 . Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH 0,6 N
M=
M=
9600= 1000. massa
Massa = 9,6 gram
pH = -log [H+]
= -log [4,78 x 10-3]
= 3 log 4,78
= 2,32
b.Pada penambahan 10 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,27 = 31,8 mmol
mol NaOH = 10 ml x 0,6 = 6 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 6 31.8 r:666
s : 0 25.8 6
[H+] =
=
= 7,74 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [7,74 x 10-5]
= 5 log 7,74
= 4,11
c.Pada penambahan 20 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,27 = 31,8 mmol
mol NaOH = 20 ml x 0,6 = 12 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 12 31.8 r : 12 12 12
s : 0 19,8 12
[H+] =
=
= 2,97 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [2,97 x 10-5]
= 5 log 2,97
= 4,53
m : 30 31.8 r : 30 30 30
s : 0 1,8 30
[H+] =
=
= 0,108 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [0,108 x 10-3]
= 3 log 0,108
= 5,97
g.Pada penambahan 53 ml NaOH
mol CH3COOHNa = M CH3COOH x VCH3COOH
31,8 mol = M CH3COOH x 78 ml
M CH3COOH = 0,4 M
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 31,8 31.8 r : 31,8 31,8 31,8
s : 0 0 31,8
[OH-] =
=
= 1,48 x 10-5
pOH = -log [OH+]
= -log [1,48 x 10-3]
= 5 log 1,48
= 4,83
pH = 14 pOH
= 14 4,83
= 9,17
Volume astetat : 25 ml
Volume NaOH rataan : 44,75 ml
M NaOH : 0,6 N
M asetat x V asetat = M NaOH x V NaOH
M asetat x 25 ml = 0.6 N x 44,75 ml
M asetat =
M asetat = 1.074 M
Kadar Asam Asetat =
=
= 6,08 %
= 6,25 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [6,25 x 10-5]
= 5 log 6,25
= 4,21
c.Pada penambahan 20 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,074 = 26,85 mmol
mol NaOH = 20 ml x 0,6 = 12 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 12 26,85 r : 12 12 12
s : 0 14.85 12
[H+] =
=
= 2,23 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [2,23 x 10-5]
= 5 log 2,23
= 4,65
d.Pada penambahan 30 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,074 = 26,85 mmol
mol NaOH = 30 ml x 0,6 = 18 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 18 26,85 r : 18 18 18
s : 0 8.85 18
[H+] =
=
= 0,88 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [0,88 x 10-5]
= 5 log 0,88
= 5,05
e.Pada penambahan 40 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,074 = 26,85 mmol
mol NaOH = 40 ml x 0,6 = 24 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 24 26,85 r : 24 24 24
s : 0 2.85 24
[H+] =
=
= 0,216 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [0,216 x 10-5]
= 5 log 0,216
= 5,66
f.Pada penambahan 44,75 ml NaOH
mol CH3COOHNa = M CH3COOH x VCH3COOH
26,85 mol = M CH3COOH x 69,75 ml
M CH3COOH = 0,38 M
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 26,85 26,85 r : 26,85 26,85 26,85
s : 0 0 26,85
[OH-] =
=
= 1,45 x 10-5
pOH = -log [OH+]
= -log [1,45 x 10-3]
= 5 log 1,45
= 4,84
pH = 14 pOH
= 14 4,84
= 9,16
LB. 6. Perhitungan kadar Asam Asetat (sample II)
Volume astetat : 25 ml
Volume NaOH rataan : 56,75 ml
M NaOH : 0,6 N
M asetat x V asetat = M NaOH x V NaOH
M asetat x 25 ml = 0.6 N x 56,75 ml
M asetat =
M asetat = 1.362 M
Kadar Asam Asetat =
=
= 7,7 %
LB. 7. Perhitungan pH Larutan untuk reaksi 25 ml CH3COOH dengan NaOH
a.Pada penambahan 0 ml NaOH
[H+] =
[H+] =
= 4,74 x 10-3
pH = -log [H+]
= -log [4,74 x 10-3]
= 3 log 4,74
= 2,33
b.Pada penambahan 10 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,362 = 34,05mmol
mol NaOH = 10 ml x 0,6 = 6 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 6 34,05 r:666
s : 0 28,05 6
[H+] =
=
= 8,4 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [8,4 x 10-5]
= 5 log 8,4
= 4,08
c.Pada penambahan 20 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,362 = 34,05mmol
mol NaOH = 10 ml x 0,6 = 6 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 12 34.05 r : 12 12 12
s : 0 22,05 12
[H+] =
=
= 3,3 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [3,3 x 10-5]
= 5 log 3,3
= 4,48
d.Pada penambahan 30 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,362 = 34,05mmol
mol NaOH = 10 ml x 0,6 = 6 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 18 34,05 r : 18 18 18
s : 0 16,05 18
[H+] =
=
= 1,6 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [1,6 x 10-5]
= 5 log 1,6
= 4,8
e.Pada penambahan 40 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,362 = 34,05mmol
mol NaOH = 10 ml x 0,6 = 6 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 24 34,05 r : 24 24 24
s : 0 10,05 24
[H+] =
=
= 0,756 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [0,756 x 10-3]
= 3 log 0,756
= 5,12
f.Pada penambahan 50 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 1,362 = 34,05mmol
mol NaOH = 10 ml x 0,6 = 6 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 30 34.05 r : 30 30 30
s : 0 4,05 30
[H+] =
=
= 0,243 x 10-5
pH = -log [H+]
= -log [0,243 x 10-3]
= 3 log 0,243
= 5,61
g.Pada penambahan 53 ml NaOH
mol CH3COOHNa = M CH3COOH x VCH3COOH
34,05 mol = M CH3COOH x 81,75 ml
M CH3COOH = 0,42 M
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
m : 34,05 34,05 r : 34,05 34,05 34,05
s : 0 0 34,05
[OH-] =
=
= 1,51 x 10-5
pOH = -log [OH+]
= -log [1,51 x 10-3]
= 5 log 1,51
= 4,82
pH = 14 pOH
= 14 4,82
= 9,18