Anda di halaman 1dari 3

BAB VII

PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini, dilakukan percobaan titrasi asam basa alkalimetri dengan dua
cara. Yang pertama menggunakan cara konvensional dan yang ke dua dengan cara potensiometri.
Titrasi alkalimetri adalah penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan baku
basa. Dalam titrasi asam basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik
ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi. Pada
praktikum kai ini sampel larutan asam yang ditentukan kemurniannya adalah asam sitrat
monohidrat dan larutan baku sebagai pentiternya adalah NaOH.

Titrasi dengan cara konvensional adalah ketika titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna pada larutan titer yang telah ditambahkan indikator. Penggunaan indikator
fenolftalein pada titrasi alkalimetri karena perubahan warnanya yang jelas, karena titrasi
alkalimetri yang tadinya tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Perubahan pada titrasi
alkalimetri yang berubah menjadi merah muda dapat dinyatakan bahwa titrasi tersebut sudah
selesai. pH pada fenolftalein adalah 8,3- 10,0. Faktor utama dalam menentukan pengukuran
adalah [H+] dan [OH-] dalam larutan, baik sebagai pentiter maupun sebagai titer. Karena itulah
maka dalam mempersiapkan larutan pemeriksaan harus menggunakan air suling bebas CO2
sebagai bahan pelarut sampel, sebab untuk mencegah bereaksinya air suling bebas CO2 dengan
pentiter yaitu NaOH dan membentuk NaCO2 . Dari hasil pembakuan NaOH diperoleh kadar rata-
rata normalitas sebesar 0,1095 N dengan % kemurnian rata-rata asam sitrat 97,617%.

Sedangkan, untuk penentuan kemurnian dari titrasi secara potensiometri adalah


penentuan konsentrasi zat melalui pengukuran nilai potensial. Nilai potensial yang diukur setiap
penambahan volume titran tertentu akan diplotkan menjadi kurva titrasi dan akan didapatkan titik
ekuivalen titrasinya. Volume pada titik ekuivalen titrasi tersebut adalah volume titran yang akan
digunakan dalam perhitungan selanjutnya. Titik akhir titrasi diharapkan mendekati titik ekivalen
sehingga data yang dihasilkan dianggap memiliki kesalahan yang kecil. Pada titrasi
potensiometri ini, digunakan NaOH sebagai titran dan sitrat mono hidrat sebagai titratnya. Asam
sitrat dilarutkan dalam air suling bebas aquadest seperti titrasi konvensional namun pada titrasi
potensiometri tidak menggunakan indikator. tidak digunakan indikator karena dengan
pengukuran potensial larutan sudah bisa didapatkan titik ekuivalennya. Titrasi kemudian dimulai
dengan menambahkan sejumlah volume NaOH sesuai petunjuk praktikum, dengan alat stire yang
terus berputar saat titrasi dilakukan. Setiap penambahan sejumlah larutan titran, pH larutan
kemudian diukur menggunakan potensiometer, yang di dalamnya terdapat elektrode membran
gelas yang sangat sensitif terhadap perubahan jumlah H+.

Saat elektrode membrane gelas dicelupkan ke dalam campuran asam sitrat dan air
suling bebas CO2 , terjadi kesetimbangan antara ion-ion hidrogen yang terdapat di bagian tipis
bola gelas dan ion hidrogen yang terletak dalam larutan yang diuji. Elektrode gelas akan
membiarkan ion H+ untuk menembusnya, tetapi menahan ion yang lain. Semakin besar
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan asam sitrat, semakin banyak ion hidrogen yang masuk ke
dalam lapisan gelas tadi. Hal ini menyebabkan pada saat awal-awal titrasi, nilai pH kecil.
Semakin banyak pentiter yang ditambahkan, semakin sedikit ion hidrogen yang terdapat dalam
larutan asam sitrat, Hal ini akan menyebabkan ion hidrogen yang memasuki lapisan gelas juga
semakin sedikit sehingga muatan elektrode gelas berkurang, maka nilai pH pun meningkat.
semakin banyak volume larutan pentiter (NaOH) yang ditambahkan ke dalam larutan
titrat, pH larutan menjadi semakin turun (basa). Lonjakan pH secara drastis terjadi yaitu dari pH
7,5 menjadi 10,9 yaitu saat volume titran 13 ml dari hasil percobaan pertama. Lonjakan pH yang
terjadi secara drastis dengan penambahan sedikit volume titran ini menunjukkan titik akhir titrasi
telah terjadi. Lonjakan pH terjadi disebabkan terjadinya titik akhir titrasi dimana ion hidrogen
(H+) dari asam sitrat telah habis bereaksi dengan ion hidronium (OH-) dari NaOH.
Sebelum titrasi dilakukan, larutan titrat bersifat asam yang mengandung banyak ion
hidrogen dalam larutan tersebut. Namun setelah titrasi dilakukan, jumlah ion hidrogen perlahan-
lahan berkurang karena telah bereaksi dengan ion hidronium membentuk air, dan saat terjadi
lonjakan pH secara drastis tersebut ion hidrogen (H+) dari asam sitrat telah habis bereaksi dengan
ion hidronium (OH-) dari NaOH. Dengan demikian, tidak terdapat lagi ion hidrogen dalam
bentuk bebas dalam larutan titrat. Penambahan larutan titrat setelah titik akhir titrasi terjadi
menyebabkan jumlah ion hidronium akan semakin meningkat dan menyebabkan naiknya pH
larutan (pH larutan basa). Tidak adanya ion hidrogen di dalam elektrode gelas secara tiba-tiba
akan membuat arus yang dihasilkan oleh elektrode gelas menjadi meningkat secara tiba-tiba dan
kemudian turun secara tiba-tiba pula. Hal inilah yang memberi sinyal pada pH meter mengenai
adanya peningkatan harga pH secara tiba-tiba dari larutan asam sitrat yang dititrasi oleh pentiter
(larutan NaOH).
Berdasarkan hasil praktikum titik akhir titrasi pada percobaan ini adalah saat volume
pentiter 12,43 ml , 12,34 ml 12,48 ml karna dilakukan triplo. Hal ini berarti bahwa volume
NaOH yang diperlukan untuk menetralkan larutan sampel asam sitrat tersebut. Setelah diperoleh
titik akhir titrasi kemudian dilakukan perhitungan % kemurnian rata-rata adalah 101,52%.
Dapat dikatakan dari kedua cara konvensional dan potensiometri lebih mudah
menggunakan cara potensiometri karena % kemurnian hampir mendekati 100,5% dari 101,52%
sedangkan konvensional 97,617%. Karena, cara potensiometri dapat diperkirakan volume untuk
menghasilkan lonjakan pH.

Anda mungkin juga menyukai