Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

KECEPATAN DISOLUSI
Tanggal Praktikum : 18 Februari 2019

Tanggal Pengumpulan : 25 Februari 2019

Disusun oleh :

KELOMPOK S-1A

Almarini Paulis – 10717002

Viandita Shaquina Arlan – 10717006

Putri Fildzah – 10717010

Maduri Sagita Putri – 10717024

Rika Efnida Silaban – 10717102

Asisten : Stefani - 10716020

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

SEKOLAH FARMASI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019
1. Tujuan
1.1 Menentukan pengaruh pengadukan terhadap kecepatan disolusi asam benzoat
1.2 Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kecapatan disolusi asam benzoat

2. Teori Dasar
2.1 Disolusi

Disolusi adalah proses disperse zat terlarut pada tingkat molekuler di dalam
pelarutnya yang homogen secara fisika dan kimia. Disolusi terdiri dari dua jenis.
Disolusi tipe I adalah proses disolusi zat terlarut dalam pelarut membentuk larutan
yang masih bisa dihasilkan kembali ke bentuk awal zat. Contoh disolusi tipe I adalah
gula dalam air, larutan gula dapat diuapkan sehingga gula dapat diperoleh ketika
pelarut dihilangkan. Disolusi tipe II adalah proses disolusi zat terlarut dalam pelarut,
diikuti dengan reaksi kimia antara keduanya. Zat terlarut tidak dapat diperoleh secara
maksimal ketika pelarutnya dihilangkan. Ada kemungkinan terbentuk zat lain saat
terjadi disolusi. Contoh disolusi tipe II ini adalah asetilsalisilat yang dilarutkan dalam
air akan membentuk senyawa asetat dan asam salisilat akibat hidrolisis asetilsalisilat.

2.2 Kecepatan Disolusi

Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat
yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, yaitu :

 Suhu
 pH Pelarut
 Viskositas Pelarut
 Pengadukan
 Ukuran Partikel
 Polimorfisme
 Sifat Permukaan Zat

Kecepatan disolusi suatu zat dapat dihitung dengan persamaan yang


dikembangkan Noyes dan Whitney :

𝑑𝑀 𝐷𝑆
= (𝐶𝑠 − 𝐶)
𝑑𝑡 ℎ

𝑑𝑀
= 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖
𝑑𝑡

D = Koefisien difusi
S = Luas permukaan zat

Cs = Kelarutan zat padat

C = Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t

h = Tebal lapisan difusi

Kecepatan disolusi dapat dilakukan dengan metode suspensi dan metode


permukaan konstan. Alat uji disolusi ada 7, yaitu basket type, paddle type,
reciprocating cylinder, flow through cell, paddle over disc, rotating cylinder, dan
reciprocating disc. Alat yang umum digunakan pada uji disolusi di Farmakope
Indonesia adalah tipe basket dan tipe dayung.

Suatu obat dapat memberikan efek farmakologi setelah menjadi larutan dan di
absorpsi oleh tubuh. Oleh sebab itu, uji kecepatan disolusi dibutuhkan untuk
mengetahui apakah suatu obat mampu diabsorpsi di dalam tubuh secara maksimal
dan seberapa cepat proses absorpsi tersebut. Penentuan kecepatan disolusi suatu
zat aktif dapat dilakukan pada tahap pra formulasi untuk menentukan sumber
bahan baku, pada tahap formulasi untuk memilih formula sediaan, dan pada tahap
produksi untuk pengendalian mutu.

2.3 Asam Benzoat

Asam benzoat (C7H6O2) adalah senyawa kristal yang tak berwarna dan
merupakan senyawa asam karbosilat aromatik yang sederhana. Pada umumnya,
asam benzoat digunakan sebagai pengawet dan anti-fungal karena memiliki efek
fungistatik.

Asam benzoat sukar larut dalam air, sedikit berbau dan agak mudah menguap
pada suhu hangat. Titik didih dari asam benzoat adalah 249.2 °C. Larutan asam
benzoat 0.1% (w/v) stabil di kondisi suhu kamar dan menggunakan wadah botol
polyvinyl klorida.

3. Alat dan Bahan

Alat Bahan

 Gelas ukur  Aquades


 Gelas kimia  NaOH
 Pipet  Asam Benzoat
 Kertas saring  Kalium Biftalat
 Syringe  Fenolftalein
 Alat uji disolusi tipe II (dayung)
 Buret
4. Prosedur Kerja

Bejana diisi sebanyak 400mL dengan aquades, lalu dipanaskan hingga bersuhu 30°C

0.89 g asam salisilat dimasukkan ke dalam bejana, lalu motor penggerak dihidupkan
pada kecepatan 50rpm.

20mL air dari bejana diambil setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit
setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 20
mL aquades

Larutan NaOH disiapkan dan dibakukan dengan titrasi menggunakan Kalium Biftalat
dan larutan fenolftalein dibuat

20mL sampel dibagi 2, lalu lakukan titrasi asam-basa secara duplo dengan NaOH dan
indikator fenolftalein

Kadar asam benzoat dihitung jumlah dan koreksi perhitungannya

Percobaan yang sama dilakukan untuk kecepatan pengadukan 100 rpm dan 150 rpm

Tabel hasil yang diperoleh dan kurva antara konsentrasi asam benzoat yang diperoleh
dan waktu dibuat dan dianalisis apakah pengadukan dapat mempengaruhi kecepatan
disolusi asam benzoat

5. Perhitungan dan Pengolahan Data


5.1 Titrasi Asam Benzoat dengan NaOH

Grafik Konsentrasi terhadap Waktu


Pengadukan
0.01
0.008 y = 0.0002x + 0.0005
R² = 0.9269 150rpm
0.006
y = 0.0001x + 0.0002 100rpm
M

0.004
R² = 0.8514
0.002 y = 6E-05x + 0.0008
0 R² = 0.7053 50rpm
0 5 10 15 20 25 30 35
t (menit)

Grafik 5.1 : Konsentrasi Asam Benzoat terhadap Waktu Pengadukan


Tabel 5.1: Konsentrasi Asam benzoat yang terdisolusi pada waktu tertentu dengan
ke kecepatan 50,100, dan 150 rpm

No Lama Kecepatan Volume Volume NaOH Konsentrasi Konsentrasi


penga Pengaduk Asam Asam + Faktor
dukan an (rpm) benzoate Benzoat koreksi
V1 V2 V1 V2 𝑉̅ (M) (M)
(ml) (ml) (ml) (ml)
1 1' 50 10 10 0,3 0,2 0,25 0,001225 0,001225
100 10 10 0,2 0,1 0,15 0,000735 0,000735
150 10 10 0,1 0,1 0,1 0,00049 0,00049
2 5' 50 10 10 0,1 0,2 0,15 0,000735 0,0007963
100 10 10 0,1 0,2 0,15 0,000735 0,0007718
150 10 10 0,1 0,2 0,15 0,000735 0,0007595
3 10' 50 10 10 0,2 0,2 0,2 0,00098 0,001078
100 10 10 0,2 0,2 0,2 0,00098 0,0010535
150 10 10 0,8 0,7 0,75 0,003675 0,0037375
4 15' 50 10 10 0,4 0,3 0,35 0,001715 0,001862
100 10 10 0,4 0,6 0,5 0,00245 0,0025725
150 10 10 1 1,1 1,05 0,005145 0,00539
5 20' 50 10 10 0,5 0,5 0,5 0,00245 0,0026828
100 10 10 0,5 0,6 0,55 0,002695 0,00294
150 10 10 1,1 1 1,05 0,005145 0,0056473
6 25' 50 10 10 0,6 0,6 0,6 0,00294 0,0032953
100 10 10 0,3 0,7 0,5 0,00245 0,0028298
150 10 10 1,4 1,3 1,35 0,006615 0,0073745
7 30' 50 10 10 0,3 0,6 0,45 0,002205 0,0027073
100 10 10 0,9 1 0,95 0,004655 0,0051573
150 10 10 1,2 1,7 1,45 0,007105 0,0081952

5.2 Pembakuan NaOH dengan Kalium Biftalat secara duplo


Massa Kalium Biftalat = M x V x Mr
= 0,05 mol/L x 0,02 L x 204,22 g/mol
=204,22 mg

V1 NaOH = 10,6 ml

V2 NaOH = 10 ml
10,6 𝑚𝑙+10 𝑚𝑙
Maka Volume rata-rata = 2

= 10,3 ml
M Kalium Biftalat . V Kalium Biftalat = M NaOH . V NaOH
0,05 M. 10 ml = M NaOH. 10,3 ml
M NaOH = 0,049 M

5.3 Konsentrasi Asam Benzoat & Faktor Koreksi


Ket : M1 = MNaOH , M2 = M Asam Benzoat
V1 = V NaOH, V2 = V Asam Benzoat
 Konsentrasi Asam Benzoat (50 rpm, 1’ )
M1.V1 = M2. V2
0,049 M .0.25 ml = M2.10 ml
M2 = 0,001225 M

Faktor Koreksi = 0,001225 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (100 rpm, 1’ )


M1.V1 = M2. V2
0,049 M.0,15 ml = M2.10 ml
M2 = 0,000735 M
Faktor Koreksi = 0,000735 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (150 rpm, 1’ )


M1.V1 = M2. V2
0,049 M.0,1 ml=M2.10 ml
M2 =0,00049 M
Faktor Koreksi = 0,00049 M

 Konsentrasi Asam benzoat (50 rpm, 5’ )


M1.V1 = M2. V2
0,049 M.0,15 ml=M2.10 M
M2 =0,000735 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,000735 M + 400ml 𝑥 0,001225 𝑀

=0,0007963 M

 Konsentrasi Asam benzoat (100 rpm, 5’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,15 ml=M2.10 ml

M2 =0,000735 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,000735 M + 400 ml 𝑥 0,000735 𝑀

=0,0007718 M

 Konsentrasi Asam benzoat (150 rpm, 5’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,15 ml=M2.10 ml

M2 =0,000735 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,000735 M + 400 ml 𝑥 0,00049 𝑀

=0,0007595 M

 Konsentrasi Asam benzoat (50 rpm, 10’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,2 ml=M2.10 ml

M2 =0,00098 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,00098 M + 400 ml x (0,001225 M + 0,0007963 M)

=0,001078 M

 Konsentrasi Asam benzoat (100 rpm, 10’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,2 ml=M2.10 ml

M2 =0,00098 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,00098 M + 400 ml 𝑥 (0,000735 𝑀 + 0,0007718 𝑀)

=0,0010535 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (150 rpm, 10’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,75 ml = M2.10ml

M2 = 0,003675 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,003675 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 𝑀 + 0,0007595 𝑀)

=0,003737475 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (50 rpm, 15’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,35 ml = M2.10 ml

M2 = 0,001715 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,001715 M + 400 ml 𝑥 (0,001225 + 0,0007963 +
0,001078)𝑀

= 0,001862 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (100 rpm, 15’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M .0,5 ml = M2.10 ml

M2 = 0,00245 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,00245 M + 400ml 𝑥 (0,000735 +
0,0007718 +0,0010535)M

=0,0025725

 Konsentrasi Asam Benzoat (150 rpm, 15’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.1,05 ml = M2.10 ml

M2 = 0,005145 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + 𝑥 (∑ 𝑀𝑛−1 )
V total

20 ml
= 0,005145 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,003737475)M
=0,00539 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (50 rpm, 20’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,5 ml = M2.10 ml

M2 = 0,00245 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,00245 M+ 400ml 𝑥 (0,001225 + 0,0007963 +
0,001078 + 0,001862)M

= 0,0026828 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (100 rpm, 20’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,55 ml = M2.10 ml

M2 =0,002695 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,002695 M + 400 ml 𝑥 (0,000735 +
0,0007718 +0,0010535+0,0025725)M

=0,00294 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (150 rpm, 20’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.1,05 ml = M2.10 ml

M2 = 0,005145 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,005145 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,0037375 + 0,00539)M

=0,0056473 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (50 rpm, 25’ )


M1.V1 = M2. V2
0,049 M.0,6 ml = M2.10 ml

M2 = 0,00294 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,00294 M + 400 ml 𝑥 (0,00125 + 0,0007963 +
0,001078 + 0,001862 + 0,0026828)M

= 0,0032953 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (100 rpm, 25’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,5 ml = M2.10 ml

M2 = 0,00245 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,00245 M+ 400ml 𝑥 (0,000735 +
0,0007718 +0,0010535+0,0025725 + 0,00294)M

=0,0028298 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (150 rpm, 25’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.1,35 ml = M2.10 ml

M2 = 0,006615 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,006615 M+ 400ml x ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,003737475 + 0,00539 + 0,0056473)M

=0,0073745 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (50 rpm, 30’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,45 ml = M2.10 ml

M2 = 0,002205 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,002205 M + 400 ml 𝑥 (0,001225 + 0,0007963 +
0,001078 + 0,001862 + 0,0026828 + 0,0032953)M

= 0,0027073 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (100 rpm, 30’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.0,95 ml = M2.10 ml

M2 = 0,004655 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20 ml
= 0,004655 M+ 𝑥 (0,000735 +
400ml
0,0007718 +0,0010535+0,0025725 + 0,00294 +
0,0028298) M

=0,0051573 M

 Konsentrasi Asam Benzoat (150 rpm, 30’ )


M1.V1 = M2. V2

0,049 M.1,45 ml = M2.10 ml

M2 = 0,007105 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total

20ml
= 0,007105 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,0037375 + 0,00539 + 0,0056473 + 0,0073745)M

= 0,0081952 M
6. Pembahasan
Disolusi didefinisikan sebagai proses larutnya zat padat ke dalam pelarutnya yang
mengubah sifat fisika dan kimia dari zat tersebut pada kondisi tertentu. Kecepatan
disolusi adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat yang dapat terlarut dalam
pelarutnya setiap satuan waktu.

Tahap-tahap disolusi dapat digambarkan dengan diagram seperti di bawah ini.

Tablet atau kapsul

Disintegrasi

Disolusi Obat di dalam Absorpsi Obat di darah,


Granul atau agregat larutan (in vivo cairan lain, atau
atau in vitro) (in vivo) jaringan

Deagregasi

Partikel halus

Pada awal proses disolusi, akan terjadi interaksi antara permukaan zat padat dengan
pelarutnya. Perbedaan konsentrasi antara saat zat padat baru mulai melarut dengan saat
zat padat sudah terlarut disebut gradien konsentrasi.

Menurut Noyes dan Whitney, kecepatan disolusi dapat dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

dM/dT : kecepatan disolusi

D : koefisien difusi
S : luas permukaan zat

Cs : kelarutan zat padat

C : konsentrasi zat dalam larutan

h : ketebalan lapisan difusi

Koefisien difusi adalah jumlah dari zat yang berdifusi dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan satuan area per satuan waktu ketika gradien volume dan konsentrasi sama.
Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut:

Keterangan:

D : koefisien difusi

T : suhu

η : viskositas

r : jari-jari partikel

Berikut ini adalah grafik disolusi obat dari matriks padat.

Menurut teori disolusi atau transfer massa, diasumsikan bahwa terdapat lapisan difusi
air atau lapisan tipis cairan stagnan dengan ketebalan h berada di permukaan zat padat
yang sedang mengalami disolusi. Ketebalan ini, h, merepresentasikan suatu lapisan
stasioner pelarut di mana konsentrasi zat terlarut berada di antara Cs sampai C. Di luar
lapisan difusi statis, pada nilai x yang lebih besar dari h, terjadi pencampuran dalam
larutan dan konsentrasi obat adalah sama, yaitu C, selama fase bulk.

Pada grafik di atas, terdapat lapisan difusi yang stagnan antara permukaan sediaan dan
pelarutnya. Di x = 0, obat di padatan berada dalam kesetimbangan dengan obat di lapisan
difusi. Gradien, atau perubahan konsentrasi dengan jarak sepanjang lapisan difusi, adalah
konstan, seperti yang ditunjukkan garis lurus yang menurun. Ini adalah gradien yang
direpresentasikan oleh (Cs – C)/h. Maka dari itu, fenomena ketika nilai C jauh lebih kecil
dari Cs disebut kondisi hilang dan C dapat dieliminasi dari persamaan disolusi, menjadi:

𝑑𝑀 𝐷𝑆𝐶𝑠
=
𝑑𝑇 ℎ

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi yaitu:

1. Suhu

Pada reaksi eksotermik, kenaikan suhu menyebabkan zat menjadi tidak larut
karena pada proses pelarutannya menghasilkan panas, sedangkan pada reaksi
endotermik, kenaikan suhu menyebabkan zat bertambah larut serta memperbesar
koefisien difusi zat.

2. Viskositas
Semakin kecil viskositas, maka semakin besar kecepatan disolusi suatu zat sesuai
dengan persamaan Einstein. Meningkatnya suhu juga berpengaruh pada viskositas.
Ketika suhu naik, molekul bergerak dengan cepat dan potensi setiap partikel untuk
saling bertabrakan semakin besar. Hal ini menyebabkan ikatan antarmolekul menjadi
renggang dan mudah lepas, lalu menjadi lebih mudah larut.
3. pH

pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau
basa lemah.
Pada asam lemah, jika [H+] kecil atau pH tinggi, maka kelarutan zat dan kecepatan
disolusi akan meningkat.

𝑑𝐶 𝐾𝑎
= 𝐾. 𝑆. 𝐶𝑠 (1 + )
𝑑𝑡 [𝐻 + ]

Pada basa lemah, jika [H+] besar atau pH kecil, maka kelarutan zat dan kecepatan
disolusi akan meningkat.

𝑑𝐶 [𝐻 + ]
= 𝐾. 𝑆. 𝐶𝑠 (1 + )
𝑑𝑡 𝐾𝑎

4. Pengadukan
Jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat
berkurang, sehingga kecepatan disolusi meningkat karena hambatan antara partikel
zat terlarut dan pelarut menjadi kecil.
5. Ukuran dan bentuk partikel
Pada umumnya, semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar kecepatan
disolusinya karena luas permukaan partikel kecil sehingga potensi untuk berinteraksi
dengan partikel pelarut lebih besar. Ukuran partikel harus dikurangi secara ekstrim,
seperti mikro atau nano, untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Pengurangan
ukuran partikel dapat dilakukan dengan membuat larutan padat atau dispersi padat
untuk ukuran yang agak lebih besar.
Polimorfisme (struktur internal) dan habit (struktur eksternal) juga mempengaruhi
kecepatan disolusi. Di antara tiga jenis kestabilan, yaitu stabil, metastabil, dan tidak
stabil, bentuk stabil paling sulit untuk larut sedangkan bentuk tidak stabil paling
mudah untuk larut.
6. Sifat permukaan zat
Pada umumnya, zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofobik.
Jika surfaktan ditambahkan ke dalam pelarut, maka tegangan permukaan antara
partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan
disolusinya bertambah.
Untuk menentukan kecepatan disolusi suatu obat, terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan, yaitu:
1. Metode suspensi
Metode ini menggunakan zat padat dalam bentuk serbuk yang ditambahkan ke
pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel
diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan
titrasi. Metode ini sering digunakan untuk menentukan bahan baku obat yang tepat.
Alat yang dipakai adalah alat uji disolusi tipe dayung. Prinsip kerjanya adalah
pelarutan serbuk yang dibiarkan tenggelam dalam pelarut dengan suhu tertentu dan
dibantu dengan dayung yang berputar dengan kecepatan tertentu.
2. Metode permukaan konstan
Metode ini menggunakan obat dalam bentuk yang sudah dikompresi, seperti
tablet, kemudian ditentukan seperti pada metode suspensi. Zat ditempatkan dalam
suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variabel perbedaan luas permukaan
efektif dapat diabaikan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan kualitas obat.
Alat yang dipakai adalah alat uji disolusi Simonelli. Prinsip kerjanya adalah pelarutan
zat padat dalam bentuk terkompresi yang dijepit pada suatu bagian alat yang sejajar
dengan dayung sehingga ketika dayung berputar, padatan akan terkikis sedikit demi
sedikit karena kecepatan sirkulasi air yang besar dan kemudian larut.

(a) (b)

Gambar 6.1 : Alat Uji Kecepatan Disolusi (a) Tipe Dayung (b) Tipe Permukaan Tetap (Simonelli)

Dalam bidang farmasi, penentuan kecepatan disolusi perlu dilakukan untuk


mengetahui kemampuan dan kecepatan absorbsi obat dalam tubuh. Penentuan kecepatan
disolusi dapat dilakukan terhadap bahan baku obat pada tahap preformulasi untuk
menentukan sumber bahan baku yang tepat dan memperoleh informasi tentang bahan
baku tersebut, pada tahap formulasi untuk menentukan formulasi sediaan yang terbaik,
serta pada tahap produksi untuk mengendalikan kualitas sediaan obat yang diproduksi.
Pada percobaan ini, diamati pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan
disolusi asam benzoat menggunakan metode suspensi, yaitu asam benzoat (zat padat)
dalam bentuk serbuk ditambahkan ke dalam pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap
luas permukaan partikelnya. Alat yang digunakan merupakan Alat Uji Disolusi Tipe 2,
yang ini terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca, sebuah batang logam yang
ujungnya seperti dayung (paddle) sebagai pengaduk dan digerakan oleh motor penggerak.
Alat ini dapat diatur kecepatan putarannya dengan satuan putarannya adalah rpm.
Prosedur yang dilakukan pertama kali adalah pembakuan NaOH menggunakan
larutan Kalium Biftalat baku 0,1 N untuk mendapatkan konsentrasi NaOH yang
terstandarisasi, untuk kemudian larutan NaOH tersebut digunakan untuk menitrasi sampel
larutan asam benzoat dari wadah pada alat pengaduk yang diambil dalam variasi waktu
dan kecepatan putaran tertentu yaitu ; 50, 100 dan 150 rpm dan pada menit 1, 5, 10, 15,
20, 25 dan 30. Volume pelarut pada wadah alat pengaduk adalah 400 mL. Setiap variasi,
sampel diambil 10 ml dan dilakukan secara duplo. Sampel diambil menggunakan syiringe
dengan kertas saring berukuran 0,45 mikron. Proses penyaringan ini bertujuan untuk
mencegah masuknya asam benzoat yang belum larut ke air dari sampel yang akan dititrasi.
Setiap kali pengambilan sampel, dimasukkan air suling dengan suhu sama sebanyak 20
mL (10 mL duplo) ke dalam wadah untuk mempertahankan volume. Sampel yang sudah
dititrasi dengan larutan NaOH yang telah dibakukan di awal kemudian dicatat hasilnya.
Pembakuan larutan NaOH yang akan digunakan bertujuan untuk meningkatkan
keakurasian perhitungan konsentrasi asam benzoat setelah dititrasi dengan NaOH.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai konsentrasi asam benzoat
yang terlarut selama pengadukan. Pada perhitungan dicantumkan nilai konsentrasi yang
sudah melibatkan faktor koreksi, untuk memperhitungkan adanya kesalahan percobaan
atau faktor luar yang mempengaruhi homogenitas unit percobaan, seperti akibat adanya
kemungkinan perubahan keadaan selama prosedur ketika penambahan 20 mL air setelah
pengambilan sampel yang memungkinkan setiap pengambilan mendapatkan perlakuan
tak terkontrol yang berbeda. Dengan demikian, hasil perhitungan tersebut semata-mata
hanya berasal dari pengaruh perlakuan terkontrol (pada percobaan ini : kecepatan
pengadukan).
Pada percobaan kali ini, grafik hasil konsentrasi asam benzoat pada kecepatan 50 rpm,
100 rpm, dan 150 rpm tidak naik secara signifikan seiring dengan bertambahnya waktu.
Hal ini dapat disebabkan karena waktu kurang presisi, terutama saat pengadukan pada
kecepatan 50 rpm dan 100 rpm yang dilakukan bersamaan, tetapi hanya menggunakan 1
syringe secara bergantian.Selain itu, dapat disebabkan juga karena saat pengadukan pada
kecepatan 50 rpm dan 100 rpm, dayung yang digunakan terlau turun sehingga asam
benzoat yang mengapung tidak teraduk sempurna. Sementara itu, saat pengadukan
dengan kecepatan 150 rpm, dayung tersebut sudah dinaikkan sehingga dapat menjangkau
bagian asam benzoat yang mengapung. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi 5, asam
benzoat memiliki sifat sukar larut dalam air dan agak mudah menguap pada suhu hangat.
Hal ini menyebabkan konsentrasi asam benzoat sukar naik secara signifikan.

Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap laju disolusi. Pada kecepatan 150 rpm,
konsentrasi asam benzoat yang terkandung dalam larutan lebih banyak dibandingkan saat
diaduk pada kecepatan 100 rpm maupun 50 rpm. Hal ini diebabkan karena kecepatan
pengadukan yang mempengaruhi ketebalan lapisan difusi. Jika pengadukan berlangsung
cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang sehingga kecepatan disolusi
meningkat yang ditandai dengan besarnya konsentrasi zat terlarut yang larut di dalam
larutan.

7. Kesimpulan
7.1 Pengadukan dapat memengaruhi kecepatan disolusi asam benzoat. Semakin cepat
pengadukan, semakin besar kecepatan disolusi.
7.2 Faktor- faktor yang dapat memengaruhi kecepatan disolusi asam benzoat adalah
suhu, pH pelarut, viskositas pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisme
dan sifat permukaan zat.

8. Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Hal. 151.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal.
87-95.
Sinko, P. J. dan Y. Singh. 2011. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal. 556-561.

Anda mungkin juga menyukai