KECEPATAN DISOLUSI
Tanggal Praktikum : 18 Februari 2019
Disusun oleh :
KELOMPOK S-1A
SEKOLAH FARMASI
2019
1. Tujuan
1.1 Menentukan pengaruh pengadukan terhadap kecepatan disolusi asam benzoat
1.2 Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kecapatan disolusi asam benzoat
2. Teori Dasar
2.1 Disolusi
Disolusi adalah proses disperse zat terlarut pada tingkat molekuler di dalam
pelarutnya yang homogen secara fisika dan kimia. Disolusi terdiri dari dua jenis.
Disolusi tipe I adalah proses disolusi zat terlarut dalam pelarut membentuk larutan
yang masih bisa dihasilkan kembali ke bentuk awal zat. Contoh disolusi tipe I adalah
gula dalam air, larutan gula dapat diuapkan sehingga gula dapat diperoleh ketika
pelarut dihilangkan. Disolusi tipe II adalah proses disolusi zat terlarut dalam pelarut,
diikuti dengan reaksi kimia antara keduanya. Zat terlarut tidak dapat diperoleh secara
maksimal ketika pelarutnya dihilangkan. Ada kemungkinan terbentuk zat lain saat
terjadi disolusi. Contoh disolusi tipe II ini adalah asetilsalisilat yang dilarutkan dalam
air akan membentuk senyawa asetat dan asam salisilat akibat hidrolisis asetilsalisilat.
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat
yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, yaitu :
Suhu
pH Pelarut
Viskositas Pelarut
Pengadukan
Ukuran Partikel
Polimorfisme
Sifat Permukaan Zat
𝑑𝑀 𝐷𝑆
= (𝐶𝑠 − 𝐶)
𝑑𝑡 ℎ
𝑑𝑀
= 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖
𝑑𝑡
D = Koefisien difusi
S = Luas permukaan zat
Suatu obat dapat memberikan efek farmakologi setelah menjadi larutan dan di
absorpsi oleh tubuh. Oleh sebab itu, uji kecepatan disolusi dibutuhkan untuk
mengetahui apakah suatu obat mampu diabsorpsi di dalam tubuh secara maksimal
dan seberapa cepat proses absorpsi tersebut. Penentuan kecepatan disolusi suatu
zat aktif dapat dilakukan pada tahap pra formulasi untuk menentukan sumber
bahan baku, pada tahap formulasi untuk memilih formula sediaan, dan pada tahap
produksi untuk pengendalian mutu.
Asam benzoat (C7H6O2) adalah senyawa kristal yang tak berwarna dan
merupakan senyawa asam karbosilat aromatik yang sederhana. Pada umumnya,
asam benzoat digunakan sebagai pengawet dan anti-fungal karena memiliki efek
fungistatik.
Asam benzoat sukar larut dalam air, sedikit berbau dan agak mudah menguap
pada suhu hangat. Titik didih dari asam benzoat adalah 249.2 °C. Larutan asam
benzoat 0.1% (w/v) stabil di kondisi suhu kamar dan menggunakan wadah botol
polyvinyl klorida.
Alat Bahan
Bejana diisi sebanyak 400mL dengan aquades, lalu dipanaskan hingga bersuhu 30°C
0.89 g asam salisilat dimasukkan ke dalam bejana, lalu motor penggerak dihidupkan
pada kecepatan 50rpm.
20mL air dari bejana diambil setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit
setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 20
mL aquades
Larutan NaOH disiapkan dan dibakukan dengan titrasi menggunakan Kalium Biftalat
dan larutan fenolftalein dibuat
20mL sampel dibagi 2, lalu lakukan titrasi asam-basa secara duplo dengan NaOH dan
indikator fenolftalein
Percobaan yang sama dilakukan untuk kecepatan pengadukan 100 rpm dan 150 rpm
Tabel hasil yang diperoleh dan kurva antara konsentrasi asam benzoat yang diperoleh
dan waktu dibuat dan dianalisis apakah pengadukan dapat mempengaruhi kecepatan
disolusi asam benzoat
0.004
R² = 0.8514
0.002 y = 6E-05x + 0.0008
0 R² = 0.7053 50rpm
0 5 10 15 20 25 30 35
t (menit)
V1 NaOH = 10,6 ml
V2 NaOH = 10 ml
10,6 𝑚𝑙+10 𝑚𝑙
Maka Volume rata-rata = 2
= 10,3 ml
M Kalium Biftalat . V Kalium Biftalat = M NaOH . V NaOH
0,05 M. 10 ml = M NaOH. 10,3 ml
M NaOH = 0,049 M
20 ml
= 0,000735 M + 400ml 𝑥 0,001225 𝑀
=0,0007963 M
M2 =0,000735 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,000735 M + 400 ml 𝑥 0,000735 𝑀
=0,0007718 M
M2 =0,000735 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,000735 M + 400 ml 𝑥 0,00049 𝑀
=0,0007595 M
M2 =0,00098 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,00098 M + 400 ml x (0,001225 M + 0,0007963 M)
=0,001078 M
M2 =0,00098 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,00098 M + 400 ml 𝑥 (0,000735 𝑀 + 0,0007718 𝑀)
=0,0010535 M
M2 = 0,003675 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,003675 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 𝑀 + 0,0007595 𝑀)
=0,003737475 M
M2 = 0,001715 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,001715 M + 400 ml 𝑥 (0,001225 + 0,0007963 +
0,001078)𝑀
= 0,001862 M
M2 = 0,00245 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,00245 M + 400ml 𝑥 (0,000735 +
0,0007718 +0,0010535)M
=0,0025725
M2 = 0,005145 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + 𝑥 (∑ 𝑀𝑛−1 )
V total
20 ml
= 0,005145 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,003737475)M
=0,00539 M
M2 = 0,00245 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,00245 M+ 400ml 𝑥 (0,001225 + 0,0007963 +
0,001078 + 0,001862)M
= 0,0026828 M
M2 =0,002695 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,002695 M + 400 ml 𝑥 (0,000735 +
0,0007718 +0,0010535+0,0025725)M
=0,00294 M
M2 = 0,005145 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,005145 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,0037375 + 0,00539)M
=0,0056473 M
M2 = 0,00294 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,00294 M + 400 ml 𝑥 (0,00125 + 0,0007963 +
0,001078 + 0,001862 + 0,0026828)M
= 0,0032953 M
M2 = 0,00245 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,00245 M+ 400ml 𝑥 (0,000735 +
0,0007718 +0,0010535+0,0025725 + 0,00294)M
=0,0028298 M
M2 = 0,006615 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,006615 M+ 400ml x ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,003737475 + 0,00539 + 0,0056473)M
=0,0073745 M
M2 = 0,002205 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,002205 M + 400 ml 𝑥 (0,001225 + 0,0007963 +
0,001078 + 0,001862 + 0,0026828 + 0,0032953)M
= 0,0027073 M
M2 = 0,004655 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20 ml
= 0,004655 M+ 𝑥 (0,000735 +
400ml
0,0007718 +0,0010535+0,0025725 + 0,00294 +
0,0028298) M
=0,0051573 M
M2 = 0,007105 M
Volume diambil
C + Faktor Koreksi = M + x (∑ Mn−1 )
V total
20ml
= 0,007105 M + 400ml 𝑥 ( 0,00049 + 0,0007595 +
0,0037375 + 0,00539 + 0,0056473 + 0,0073745)M
= 0,0081952 M
6. Pembahasan
Disolusi didefinisikan sebagai proses larutnya zat padat ke dalam pelarutnya yang
mengubah sifat fisika dan kimia dari zat tersebut pada kondisi tertentu. Kecepatan
disolusi adalah ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat yang dapat terlarut dalam
pelarutnya setiap satuan waktu.
Disintegrasi
Deagregasi
Partikel halus
Pada awal proses disolusi, akan terjadi interaksi antara permukaan zat padat dengan
pelarutnya. Perbedaan konsentrasi antara saat zat padat baru mulai melarut dengan saat
zat padat sudah terlarut disebut gradien konsentrasi.
Menurut Noyes dan Whitney, kecepatan disolusi dapat dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
D : koefisien difusi
S : luas permukaan zat
Koefisien difusi adalah jumlah dari zat yang berdifusi dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan satuan area per satuan waktu ketika gradien volume dan konsentrasi sama.
Menurut Einstein, koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut:
Keterangan:
D : koefisien difusi
T : suhu
η : viskositas
r : jari-jari partikel
Menurut teori disolusi atau transfer massa, diasumsikan bahwa terdapat lapisan difusi
air atau lapisan tipis cairan stagnan dengan ketebalan h berada di permukaan zat padat
yang sedang mengalami disolusi. Ketebalan ini, h, merepresentasikan suatu lapisan
stasioner pelarut di mana konsentrasi zat terlarut berada di antara Cs sampai C. Di luar
lapisan difusi statis, pada nilai x yang lebih besar dari h, terjadi pencampuran dalam
larutan dan konsentrasi obat adalah sama, yaitu C, selama fase bulk.
Pada grafik di atas, terdapat lapisan difusi yang stagnan antara permukaan sediaan dan
pelarutnya. Di x = 0, obat di padatan berada dalam kesetimbangan dengan obat di lapisan
difusi. Gradien, atau perubahan konsentrasi dengan jarak sepanjang lapisan difusi, adalah
konstan, seperti yang ditunjukkan garis lurus yang menurun. Ini adalah gradien yang
direpresentasikan oleh (Cs – C)/h. Maka dari itu, fenomena ketika nilai C jauh lebih kecil
dari Cs disebut kondisi hilang dan C dapat dieliminasi dari persamaan disolusi, menjadi:
𝑑𝑀 𝐷𝑆𝐶𝑠
=
𝑑𝑇 ℎ
1. Suhu
Pada reaksi eksotermik, kenaikan suhu menyebabkan zat menjadi tidak larut
karena pada proses pelarutannya menghasilkan panas, sedangkan pada reaksi
endotermik, kenaikan suhu menyebabkan zat bertambah larut serta memperbesar
koefisien difusi zat.
2. Viskositas
Semakin kecil viskositas, maka semakin besar kecepatan disolusi suatu zat sesuai
dengan persamaan Einstein. Meningkatnya suhu juga berpengaruh pada viskositas.
Ketika suhu naik, molekul bergerak dengan cepat dan potensi setiap partikel untuk
saling bertabrakan semakin besar. Hal ini menyebabkan ikatan antarmolekul menjadi
renggang dan mudah lepas, lalu menjadi lebih mudah larut.
3. pH
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau
basa lemah.
Pada asam lemah, jika [H+] kecil atau pH tinggi, maka kelarutan zat dan kecepatan
disolusi akan meningkat.
𝑑𝐶 𝐾𝑎
= 𝐾. 𝑆. 𝐶𝑠 (1 + )
𝑑𝑡 [𝐻 + ]
Pada basa lemah, jika [H+] besar atau pH kecil, maka kelarutan zat dan kecepatan
disolusi akan meningkat.
𝑑𝐶 [𝐻 + ]
= 𝐾. 𝑆. 𝐶𝑠 (1 + )
𝑑𝑡 𝐾𝑎
4. Pengadukan
Jika pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat
berkurang, sehingga kecepatan disolusi meningkat karena hambatan antara partikel
zat terlarut dan pelarut menjadi kecil.
5. Ukuran dan bentuk partikel
Pada umumnya, semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar kecepatan
disolusinya karena luas permukaan partikel kecil sehingga potensi untuk berinteraksi
dengan partikel pelarut lebih besar. Ukuran partikel harus dikurangi secara ekstrim,
seperti mikro atau nano, untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Pengurangan
ukuran partikel dapat dilakukan dengan membuat larutan padat atau dispersi padat
untuk ukuran yang agak lebih besar.
Polimorfisme (struktur internal) dan habit (struktur eksternal) juga mempengaruhi
kecepatan disolusi. Di antara tiga jenis kestabilan, yaitu stabil, metastabil, dan tidak
stabil, bentuk stabil paling sulit untuk larut sedangkan bentuk tidak stabil paling
mudah untuk larut.
6. Sifat permukaan zat
Pada umumnya, zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofobik.
Jika surfaktan ditambahkan ke dalam pelarut, maka tegangan permukaan antara
partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan
disolusinya bertambah.
Untuk menentukan kecepatan disolusi suatu obat, terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan, yaitu:
1. Metode suspensi
Metode ini menggunakan zat padat dalam bentuk serbuk yang ditambahkan ke
pelarut tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya. Sampel
diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan
titrasi. Metode ini sering digunakan untuk menentukan bahan baku obat yang tepat.
Alat yang dipakai adalah alat uji disolusi tipe dayung. Prinsip kerjanya adalah
pelarutan serbuk yang dibiarkan tenggelam dalam pelarut dengan suhu tertentu dan
dibantu dengan dayung yang berputar dengan kecepatan tertentu.
2. Metode permukaan konstan
Metode ini menggunakan obat dalam bentuk yang sudah dikompresi, seperti
tablet, kemudian ditentukan seperti pada metode suspensi. Zat ditempatkan dalam
suatu wadah yang diketahui luasnya sehingga variabel perbedaan luas permukaan
efektif dapat diabaikan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan kualitas obat.
Alat yang dipakai adalah alat uji disolusi Simonelli. Prinsip kerjanya adalah pelarutan
zat padat dalam bentuk terkompresi yang dijepit pada suatu bagian alat yang sejajar
dengan dayung sehingga ketika dayung berputar, padatan akan terkikis sedikit demi
sedikit karena kecepatan sirkulasi air yang besar dan kemudian larut.
(a) (b)
Gambar 6.1 : Alat Uji Kecepatan Disolusi (a) Tipe Dayung (b) Tipe Permukaan Tetap (Simonelli)
Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap laju disolusi. Pada kecepatan 150 rpm,
konsentrasi asam benzoat yang terkandung dalam larutan lebih banyak dibandingkan saat
diaduk pada kecepatan 100 rpm maupun 50 rpm. Hal ini diebabkan karena kecepatan
pengadukan yang mempengaruhi ketebalan lapisan difusi. Jika pengadukan berlangsung
cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang sehingga kecepatan disolusi
meningkat yang ditandai dengan besarnya konsentrasi zat terlarut yang larut di dalam
larutan.
7. Kesimpulan
7.1 Pengadukan dapat memengaruhi kecepatan disolusi asam benzoat. Semakin cepat
pengadukan, semakin besar kecepatan disolusi.
7.2 Faktor- faktor yang dapat memengaruhi kecepatan disolusi asam benzoat adalah
suhu, pH pelarut, viskositas pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisme
dan sifat permukaan zat.
8. Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Hal. 151.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI Press. Hal.
87-95.
Sinko, P. J. dan Y. Singh. 2011. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal. 556-561.