Anda di halaman 1dari 17

BAB VI

TITRASI BEBAS AIR

TIK : Setelah mengikuti kuliah materi ini mahasiswa dapat menetapkan kadar
suatu senyawa secara titrasi bebas air.

I. Pengertian
Titrasi netralisasi ada 2 lingkungan, yaitu: titrasi asam basa dalam lingkungan
berair (asidi-alkalimetri) dan titrasi asam basa dalam lingkungan yang bebas air
(TBA) atau menggunakan pelarut yang bukan air.
Asidimetri dan alkalimetri dasarnya adalah reaksi netralisasi antara ion
hidrogen (asam) dengan ion hidroksida (basa) menghasilkan air (netral). Reaksi
antara pemberi proton (asam) dan penerima proton (basa). (Teori asam basa
menurut Arhenius).
Air bersifat asam lemah dan basa lemah sehingga air akan bersaing/ berkompetisi
dengan asam lemah atau basa lemah dalam reaksi penetralan untuk memberi
(donor) atau menerima (akseptor) proton sehingga berakibat kecilnya titik infleksi
pada kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah yaitu titik belok pada
kurva titrasi tidak tajam sehingga sulit mendeteksi Titik Akhir Titrasi pada asidi-
alkalimetri.

Banyak senyawa organik tidak larut air memperoleh peningkatan keasaman /


kebasaan dalam pelarut organik maka dilakukan titrasi menggunakan bukan pelarut
air.

49
Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak menggunakan air sebagai pelarut
tetapi digunakan pelarut organik (sebagai ganti air).
Titrasi ini harus benar-benar bebas dari air (diperhatikan adanya kelembapan) dan
CO2 karena air merupakan asam lemah dan basa lemah, oleh karena itu air akan
berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal
menerima atau memberi proton.

Titrasi TBA ini digunakan untuk menetapkan kadar asam lemah dan basa
lemah seperti halnya asam-asam organik atau alkaloida-alkaloida, senyawa-
senyawa ini tidak dapat dilakukan titrasi dalam lingkungan berair karena disamping
sukar / tidak larut dalam air juga kurang / tidak reaktif dalam air, sehingga
tidak dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi asam atau basa (asidimetri /
alkalimetri) dalam pelarut air. Seperti misalnya juga garam-garam amina, dimana
garam-garam dirombak dulu menjadi basa bebas yang larut dalam air.

Metode TBA ini mempunyai 2 keuntungan: (i)metode ini cocok untuk titrasi
asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah, dan (ii) pelarut yang digunakan
adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit organik
sehingga zat-zat yang tidak dapat larut dalam air misalnya basa-basa organik dapat
dititrasi dalam pelarut proteolitis maupun pelarut-pelarut yang tidak bersifat
proteolitis.

Yang paling umum digunakan adalah titrasi basa organik dengan


menggunakan titran asam perklorat dalam asam asetat.
Adanya air harus dihindari pada titrasi bebas air, karena adanya air yang merupakan
basa lemah akan berkompetisi dengan basa nitrogen lemah untuk bereaksi dengan
asam perklorat (HClO4) yang digunakan sebagai titran menurut reaksi:

Disamping itu dengan adanya air, maka ketajaman titik akhir titrasi juga akan
berkurang. Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari 0,05% sehingga

50
tidak mengakibatkan pengaruh yang nyata pada pengamatan titik akhir titrasi
(Mursyidi dan Rohman, 2006).

Titrasi dalam lingkungan bebas air ini termasuk dalam golongan reaksi
netralisasi, karena dasarnya adalah reaksi antara protofilik lemah yang cenderung
menerima pasangan elektron (asam) dan senyawa protofilik kuat yang mampu
memberikan pasangan elektron bebas (basa) sehingga terbentuk ikatan kovalen
secara koordinasi (antara asam dan basa dalam pelarut yang tepat) (Fatah dan
Mursyidi, 1982).

Titrasi ini penting dalam pemilihan pelarut, titran dan indikator yang tepat.
A. Pelarut
Ada tiga teori yang digunakan untuk menerangkan reaksi netralisasi dalam
suatu pelarut, yaitu teori titrasi ikatan hidrogen, teori lewis dan teori
bronsted.
Reaksi yang terjadi pada titrasi bebas air dapat diterangkan dengan konsep
dari Bronsted dan Lowry, yaitu bahwa asam adalah pemberi proton (proton
donor) sedangkan basa adalah penerima proton (Proton acceptor) (Harmita, 2006).
Teori Bronsted-Lowry: bahwa Asam Basa Bronsted-Lowry yaitu, asam adalah
donor proton dan basa adalah akseptor proton.

Basa Proton Asam konjugat

Kemampuan analit untuk bertindak sebagai asam atau basa tergantung pada pilihan
sistem pelarut (untuk meningkatkan sifat keasaman/kebasaannya). Kekuatan asam
basa ditentukan pula oleh kemampuan pelarut untuk menerima dan melepaskan
proton. Berdasarkan hal ini maka pelarut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
(Anonim, 2012).

51
 Jenis-jenis pelarut : aprotik, protofilik (basa), protogenik (asam), dan
amfiprotik (bersifat asam dan basa). Berikut definisi istilah pelarut :
1. Pelarut aprotik adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam
dan basa-basa. Pelarut ini tidak memiliki sifat asam atau basa sehingga
tidak memberikan dan tidak menerima proton (inert), tidak terjadi protolisis.
Pada deteksi secara potensiometrik tidak dapat dilakukan.
Pelarut dalam kelompok ini adalah: seperti: benzena, karbon tetraklorida (CCl 4)
dan kloroform, hidrokarbon alifatik (heksana), dioksan, nitrobensen,
klorobensen, dan eter.
Penggunaan pelarut aprotik pada titrasi bebas air memberikan dua keuntungan:
 Pelarut tidak mempunyai efek meningkatkan keasaman / kebasaan asam basa
yang bereaksi sesamanya.
 Garam yang terjadi pada titrasi tidak akan diuraikan secara protolitik oleh
pelarut.
Kerugiannya adalah sifat yang sedikit polar atau non polar yang mempunyai
daya pelarutan kecil untuk protolit dan pendesakan kembali disosiasi.
Disebabkan terdesaknya kembali disosiasi, maka kemampuan hantaran suatu
larutan akan sangat dikurangi, sehingga misalnya penentuan potensiometri suatu
titrasi tidak mungkin dilakukan (Roth, 1988).

Jika asam pikrat dilarutkan dalam bensen tidak memberikan warna, karena asam
ini tidak berdisosiasi dimana benzen tidak dapat menerima proton dari asam
pikrat. Kalau dalam larutan ini ditambahkan suatu basa misalnya anilin maka
akan terbentuk ion yang dapat dilihat dari warna kuning dari larutan.
C6H2(NO2)3OH + C6H5NH2 → C6H5(NO2)3O- + C6H5NH3+

2. Pelarut protofilik (proto = proton, filik = suka) adalah pelarut yang


mempunyai afinitas yang tinggi terhadap proton sehingga dapat menaikkan
ionisasi asam lemah dengan mengikat proton yang dimiliki oleh asam
lemah tersebut. Pelarut ini bersifat basa sehingga dapat menerima proton.

52
Pelarut ini biasa digunakan dalam analisis senyawa yang bersifat asam
lemah seperti: fenol, allopurinol, barbital.

Pelarut dalam kelompok ini adalah: senyawa yang bersifat basa, seperti: n-
butilamin, piridin, dimetil formamida (DMF), trimetilamina.

3. Pelarut protogenik adalah pelarut yang menghasilkan proton.


Pelarut ini bersifat asam sehingga dapat memberikan proton (proton
donor).
Pelarut dalam kelompok ini adalah: asam-asam kuat, seperti: asam klorida dan
asam sulfat. Tetapi pelarut kelompok ini kurang bermanfaat dalam titrasi
bebas air.

4. Pelarut amfiprotik adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari


protogenik dan protofilik sehingga pelarut ini dapat memberikan dan menerima
proton (bersifat asam dan basa).
Pelarut ini bersifat autoprotolisis, protolisis.
Pelarut dalam kelompok ini adalah: air, alkohol, dan asam asetat glasial.
Contoh: asam asetat dapat menghasilkan ion asetat dan proton

Untuk menitrasi basa lemah, maka dipilih pelarut yang lebih bersifat asam dan
demikian pula sebaliknya. Misalnya, pada titrasi basa lemah, asam asetat lebih baik
daripada air. Untuk senyawa-senyawa yang bersifat basa lemah digunakan
pelarut-pelarut yang bersifat asam, seperti asam formiat, asam propionat, asam
asetat anhidrat dan sulfonil klorida (Mursyidi dan Rohman, 2006). Basa lemah
dititrasi paling sering dalam larutan asam asetat glasial yang dapat
meningkatkan kebasaan dari basa lemah sehingga bisa dititrasi dengan larutan
standar asam perklorat.

53
 Efek menyetingkatkan dan efek membedakan dari suatu pelarut
Di dalam air bahwa kekuatan keasaman HClO4, HBr, H2SO4, HCl dan HNO3 adalah
sama, tetapi dapat membedakan keasaman dari asam – asam mineral, seperti
CH3COOH.
Di dalam asam asetat dapat membedakan kekuatan keasamannya, makin ke kanan
makin berkurang keasamannya:

tetapi senyawa – senyawa basa organik R-NH2 kebasaannya menjadi sama.


Dalam titrasi bebas air, banyak senyawa organik yang tidak larut air dapat
memperoleh peningkatan keasaman / kebasaan dalam pelarut organik.

B. Titran
Dalam pelarut bukan air, asam perklorat (HClO4) adalah asam yang terkuat diantara
asam-asam lain sehingga paling tepat digunakan sebagai titran terhadap basa lemah
dalam titrasi bebas air.
Prosedur umum yang digunakan untuk titrasi basa-basa organik adalah dengan
menggunakan titrasi asam perklorat dalam asam asetat.
Larutan yang digunakan untuk pembuatan larutan standar asam perklorat antara
lain: asam perklorat, asam asetat glacial, asam asetat anhidrit.
Larutan standar sekunder: larutan asam perklorat (HClO4) yang distandarisasi
dengan standar primer Kalium biftalat. Larutan yang digunakan untuk pembuatan
larutan standar asam perklorat antara lain: asam perklorat, asam asetat glasial, asam
asetat anhidrit.
Peran anhidrida asetat dalam titrasi tidak berair: Anhidrida asetat menyerap uap
air sehingga kekuatan HClO4 tetap sama.
Peran HClO4 dalam titrasi antara basa lemah dan asam asetat: Asam asetat itu
sendiri adalah asam lemah dan titrasi antara basa lemah dan asam lemah tidak akan
memberikan titik akhir yang tepat. Tetapi dengan adanya HClO4, CH3COOH
menghasilkan ion Onium yang bertindak sebagai asam kuat.

54
C. Indikator
Titik akhir titrasi dapat ditetapkan dengan menggunakan indikator. Indikator
diperlukan untuk mengetahui titik akhir titrasi, karena indikator bereaksi dengan H+
atau melepaskan H+ dengan disertai perubahan warna, di mana perubahan warna ini
sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan. Indikator yang digunakan
adalah berupa senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah, dimana warna
molekulnya berbeda dengan warna bentuk ionnya.
Penetapan titik akhir pada titrasi bebas air, lebih disukai dengan cara
potensiometrik atau dapat dilakukan dengan penambahan indikator-indikator:
 Asam: Kristal Violet, Metil Violet, Metil Merah
 Basa: Fenolftalein, Timol Biru, Violet Azo
Kristal violet paling banyak digunakan, karena mampu menunjukkan perubahan
warna yang jelas pada titik akhir, dengan kelebihan titran kurang dari 0,1 ml (Fatah
dan Musyidi, 1982).
Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya dapat digunakan indikator seperti:
crystal violet, methyl-rosaniline chloridee, quanalfine red, naphtholbenzein dan
malchite green. Untuk basa-basa yang relatif lebih kuat dapat digunakan methyl
red, methyl orange, dan thymol blue (Harmita, 2006).
Pemilihan indikator secara empiris, yaitu menggunakan potensiometer bersama-
sama dengan indikator visual yang diselidiki. Indikator yang dipilih adalah yang
memperlihatkan perubahan warna yang tajam dekat dengan titik ekuivalen.

55
Prinsip-Prinsip Dasar Di Reaksi Titrasi Bebas Air:
Contoh 1. Pada analisis titrasi non-air dari piridin (basa sangat lemah, analit)
dilarutkan dalam asam asetat (pelarut asam) dititrasi dengan asam perklorat (titran)
yang dilarutkan dalam asam asetat.

A. Pembentukan Ion Onium (yang terjadi di buret):


Karena asam asetat dengan adanya HClO4 maka asam asetat bereaksi dengan
HClO4 menghasilkan ion Onium yang bertindak sebagai asam kuat.

B. Pembentukan Ion Asetat (yang terjadi di erlenmeyer):


Ketika piridin dilarutkan dalam CH3COOH menghasilkan ion asetat yang bertindak
sebagai basa kuat dalam larutan.

Ide keseluruhan titrasi tidak berair adalah untuk meningkatkan keasaman dan
kebasaan dari pelarut dan analit supaya menghasilkan spesies yang lebih asam dan
basa, yaitu, CH3COOH2+ lebih asam daripada HClO4, dan ion asetat (CH3COO-)
lebih basa daripada piridin ( C6H5N). Oleh karena itu, titrasi CH3COOH2+ (dari
larutan titran) dengan CH3COO- (dalam larutan analit) akan menghasilkan titik
akhir yang lebih tajam.

Jenis-jenis Titrasi Bebas Air:


a. Titrasi Bebas Air untuk Basa Lemah (TBA Asidimetri)
Analisis titrimetri dari senyawa basa lemah dalam pelarut asam asetat glasial
dengan menggunakan larutan standar asam perklorat sebagai titran. Asam
asetat merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak berkompetisi
secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima proton. Hanya asam
yang sangat kuat (asam perklorat) yang mampu memprotonisasi asam asetat.

56
Titrasi bebas air ini dalam bidang farmasi digunakan untuk menentukan kadar
senyawa obat basa:
 Senyawa: senyawa amina (amin alifatik, amin aromatik, senyawa Nitrogen
heterosiklik, oksazolin, senyawa amonium kuartener), garam amina, garam amin
halida, garam alkali dari asam organik, garam alkali dari asam anorganik lemah,
amida, asam-asam amino.
Pada saat basa berada dalam bentuk garam asam lemah, penghilangan suatu ion
sebelum di titrasi tidak perlu dilakukan, misalnya untuk garam basa dengan
asam lemah seperti tartat, asetat, dan suksinat. Akan tetapi, jika basa berada
dalam bentuk garam amin klorida atau bromide, ion lawan harus dihilangkan
sebelum titrasi, yang dilakukan dengan penambahan merkuri asetat (Hg (II)
Asetat) ; dan ion asetat yang dibebaskan ke medium dititrasi dengan asam
perklorat berasetat sesuai reaksi :
Hg ( CH3COO)2 + 2 Cl- → HgCl2 + 2 CH3COO-
2 CH3COOH2+ + 2 CH3COO- → 4 CH3COOH
 Pelarut: Pelarut yang digunakan dalam asidimetri bebas air dapat bersifat netral
atau bersifat asam sesuai dengan senyawa yang ditetapkan.
Pelarut netral seperti: asetonitril, alkohol, kloroform, benzena, dioksan, atau etil
asetat yang merupakan pelarut aprotik dan amfiprotik sebagai pelarut saja yang
tidak dapat meningkatkan dissosiasi dari suatu senyawa.
Pelarut yang bersifat asam seperti: asam asetat glasial, asam asetat anhidrida,
asam formiat, asam propianat, dan sulfonil klorida yang digunakan untuk
senyawa bersifat basa.
 Peniter bersifat asam: asam perklorat dalam pelarut asam asetat glasial atau
pelarut dioksan (pelarut yang relatif netral), asam organik sulfonat sperti: asam
p-toluensulfonat dan asam 2,4 dinitrobenzensulfonat.
 Indikator: digunakan violet Kristal (basa yang sangat lemah), metilrosanilin
klorida, hijau malakit, alfa-naftol benzein, merah kuinalidin, metil merah, metil
orange, dan timol blue.

57
 Contoh:

b. Titrasi Bebas Air untuk asam-asam lemah (TBA Alkalimetri)


Untuk titrasi bebas air (TBA) senyawa asam-asam lemah (seperti: obat sulfa-SO2-
NH-(asam)), pelarut yang digunakan adalah pelarut-pelarut yang tidak berkompetisi
secara kuat dengan asam lemah dalam hal memberikan proton. Alkohol dan
pelarut-pelarut aprotik dapat digunakan sebagai pelarut atau pelarut yang bersifat
basa seperti etilen diamin yang dapat meningkatkan keasaman dari asam-asam
lemah sehingga dapat dititrasi dengan larutan standar Li / Na-metoksida.

58
Titrasi bebas air dalam bidang farmasi digunakan untuk menentukan kadar senyawa
obat asam:
 Senyawa: Asam halida, asam anhidrida, asam karboksilat, asam amino, senyawa
enol (xantin dan barbiturat) , imida, fenol, pirol dan sulfonamida.
 Pelarut: Pelarut yang bersifat basa kuat (seperti: etilendiamin, morfolina dan n-
butilamin) sebagai pelarut untuk titrasi senyawa asam lemah, pelarut bersifat
lebih lemah kebasaannya (seperti: dimetilformamida dan piridin) sebagai pelarut
untuk titrasi senyawa asam yang kekuatan keasamannya medium.
 Peniter bersifat basa: alkoksida logam alkali (alkali metoksida / natrium
metoksida / litium metoksida dalam metanol), tetra alkil amonium hidroksida
(tetra butilamonium hidroksida / tetrabofil ammonium hidroksida dalam dimetil
formamida), natrium asetat, dan natrium aminometoksida
 Indikator: untuk deteksi titik akhir dapat dilakukan dengan biru timol atau
secara pentosiometri.
 Contoh:

Asam kuat

Misal: pada titrasi fenol / asam karbol:


Reaksi fenol jika dilarutkan dalam piridin yang merupakan pelarut protofilik:
ArOH + C5H4N ArO― + C5H4NH+
Fenol Piridin Piridin terprotonasi
(asam lemah) (asam kuat)
Dalam jumlah pelarut yang banyak, maka fenol akan terionisasi sempurna sehingga
keseimbangan berjalan ke arah hasil ionisasi yang menghasilkan asam kuat.

59
Jika dalam larutan fenol dalam piridin ditambah basa yang lebih kuat daripada
piridin yaitu Na / K – metoksida (sebagai larutan standar), maka akan terjadi
persaingan antara piridin dengan Na / K – metoksida dalam mengambil proton,
tetapi ion metoksida yang lebih kuat maka ion metoksida yang akan mengambil
proton dari asam kuat yang dihasilkan dalam larutan, sesuai reaksi:
C5H4NH+ + NaOCH3 C5H4N + CH3OH + Na+
asam kuat metoksida piridin
Dengan demikian, jika fenol dilarutkan dalam piridin maka dapat dititrasi dengan
larutan standar Na / K – metoksida dengan Titik Akhir Titrasi yang jelas, reaksi:
ArOH + NaOCH3 ArO― + Na+ + CH3OH

II. Pembuatan Larutan Standar Peniter


A. Larutan standar asam perklorat (HClO4) 0,1N sebanyak 1L
 Cara pembuatan:
Campurkan sejumlah 8,5 ml asam perklorat pekat (HClO4, 72%) sedikit demi
sedikit ke dalam 500 ml asam asetat glasial di dalam labu takar 1 L (1000,0 ml)
sambil diaduk / dikocok dan dinginkan. Lalu tambahkan 30 ml asam asetat
anhidrit sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dinginkan. Dinginkan dan
tambahkan asam asetat glacial sampai ad 1 L (1000,0 ml). Biarkan 24 jam
sebelum digunakan.
(Tiap 1000 ml larutan mengandung 10,05 g HClO4, BM = 100,46).

 Hal-hal yg perlu diperhatikan untuk preparasi asam perklorat :


a. Asam perklorat biasanya tersedia dalam campuran 70 hingga 72% dengan air.
Biasanya mengalami dekomposisi eksplosif spontan dan, oleh karena itu,
selalu tersedia dalam bentuk larutan.
b. Konversi asetat anhidrida menjadi asam asetat membutuhkan 40-45 menit
untuk penyelesaiannya. Itu merupakan reaksi eksotermik, larutan harus
dibiarkan dingin hingga suhu kamar sebelum menambahkan asam asetat
glasial.

60
c. Hindari menambahkan asam asetat anhidrida berlebih terutama ketika menguji
amina primer dan sekunder, karena ini dapat dikonversi dengan cepat menjadi
produk non-basa terasetilasi.

d. Asam perklorat tidak hanya merupakan zat pengoksidasi kuat tetapi juga asam
kuat. Karena itu, harus ditangani dengan sangat hati-hati.

 Standarisasi Peniter Asam Perklorat


Standarisasi larutan standar sekunder HClO4 dengan standar primer kalium
biftalat, ditimbang 40,0 mg KHftalat (kalium hidrogen ftalat, CO2C5H4CO2, BM
= 204.222 g/mol, valensi = 1) lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu
ditambah 10 ml asam asetat glacial lalu ditambah indikator kristal violet
kemudian dititrasi dengan larutan HClO4 sampai terjadi perubahan warna dari
ungu menjadi biru kehijauan.
Normalitas HClO4 dapat dihitung dengan rumus:
N HClO4 = mg KHftalat x valensi
BM KHftalat x ml HClO4
(1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat)

B. Larutan standar Natrium metoksida 0,1N sebanyak 1 L (1000 mL)


 Cara pembuatan:
Masukkan 150 mL metanol dalam labu takar 1000 mL kemudian didinginkan
dalam es (karena jika larutan panas akan membuat labu ukur menjadi pecah).
Lalu tambahkan sedikit demi sedikit kurang lebih 2,3 g logam Natrium (Na, BA
= 23) yang bersih mengkilap, yang sebelumnya logam Na ditimbang dalam

61
wadah yang berisi korosen parafin cair dengan cara memotong kecil logam Na.
Jika telah larut, tambahkan toluena / benzena (bebas air) hingga 1000 ml. Bila
terjadi kekeruhan, tambahkan 30 mL metanol atau sampai jernih sebelum
toluena / benzena mencapai 1000 mL. Wadah terlindung dari karbondioksida
dan kelembaban.
CH3-OH + Na CH3-ONA + ½ H2

 Hal-hal yg perlu diperhatikan untuk preparasi Na-Metoksida :


1. Interaksi antara logam natrium dan metanol adalah reaksi eksotermik dan
karenanya, perhatian khusus harus diberikan saat menambahkan logam ke dalam
pelarut kering dalam lot kecil dengan interval pendinginan yang memadai
sehingga menjaga reaksi tetap terkendali.

2. Larutan jernih natrium metoksida harus dijaga sejauh mungkin dari kelembaban
dan CO2 di udara untuk menghindari dua reaksi kimia yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan pembentukan kekeruhan yaitu:

 Standarisasi Peniter Natrium Metoksida


Standarisasi larutan standar sekunder Natrium Metoksida dengan standar primer
Asam benzoat, yang dilarutkan dalam dimetil formamida (DMF) lalu
ditambahkan indikator biru timol 1%, setelah itu titrasi dengan natrium
metoksida (sampai biru). Kemudian dilakukan titrasi blangko untuk mengoreksi
kesalahan pada titrasi. Kesalahan yang disebabkan oleh dimetil formamida,
sudah bersifat sebagai asam terhadap natrium metoksida. Jika tidak dilakukan
blangko, maka volumenya akan besar dan normalitasnya kecil.
Titrasi blangko: 30 ml dimetil formamida + 3 tetes indikator biru timol, titrasi
dengan natrium metoksida. Titrasi blanko dilakukan untuk koreksi terhadap
kemungkinan adanya air yang bereaksi dengan titran.
Ringkasan reaksi yang terlibat dalam reaksi standarisasi Na-metoksida dengan
asam benzoat sebagai berikut:

62
Langkah 1: Larutan asam benzoat (standar primer) dalam DMF menghasilkan
proton terlarut (DMF terprotonasi, kation HCON+H(CH3)2 yang
bersifat asam kuat).
Langkah 2: Ionisasi Na-metoksida menghasilkan anion metilasi (CH3O-) yang
bersifat basa.
Langkah 3: Interaksi antara proton terlarut (kation HCON +H(CH3)2 yang bersifat
asam) dan anion metilasi (CH3O-) yang bersifat basa.
Interaksi antara air (jika ada) dalam pelarut (DMF) dan titran setara dengan
volume natrium metoksida yang dikonsumsi oleh DMF atau dapat dianggap
sebagai penentuan blanko.
Karena 1 mol asam benzoat bereaksi dengan 1 mol Na-metoksida maka valensi
asam benzoat = 1, sehingga 1 mL larutan Na metoksida 0,1 N setara dengan
12,21 mg asam benzoat dimana BM asam benzoat = 122,12 g/mol)
Normalitas Na-metoksida dapat dihitung dengan rumus:
N Na-metoksida = mg asam benzoat x valensi asam benzoat
mL Na-metoksida x BM asam benzoat
N Na-metoksida = mg asam benzoat
mL Na-metoksida x BM asam benzoat

III. Penetapan kadar secara titrasi bebas air


 TBA Asidimetri
a. Penetapan kadar Efedrin HCl :
Timbang seksama lebih kurang 500 mg sampel, larutkan dalam 25 ml asam asetat
glacial P. tambahakan 10 ml raksa(II)asetat LP dan 2 tetes kristal violet. Titrasi
dengan asam perklorat 0,1 N hingga warna hijau zamrud diperlukan 12ml.
Lakukan penetapan blangko. dimana asam asetat glasial tanpa sampel dititrasi
dengan asam perklorat 0,1 N. Titrasi blanko diperlukan untuk koreksi terhadap

63
kemungkinan adanya reaksi antara air yang berasal dari atmosfer dengan
larutan standar asam perklorat.
(Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,17 mg C10H15NO.HCl dimana BM
Epedrin HCl = 201,7 g/mol). berapa kadar Epedrin HCl ?
Prosedur pada Farmakope Indonesia :
Timbang seksama 170 mg, larutkan dalam 5 ml larutan raksa(II) asetat P hangat,
tambahkan 50 ml aseton P. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan
indikator jenuh merah metil P dalam aseton P, hingga warna merah. (1 ml asam
perklorat 0,1 N setara dengan 20,17 mg C10H15NO.HCl).
OH

H
N

ephedrin .HCl

b. Penetapan kadar Klorfeniramin Maleat


ditimbang serbuk Klorfeniramin Maleat 500 mg zat lalu dilarutkan dalam 20 ml
asam asetat glacial ditambahkan 2-3 tetes indikator Kristal violet terus dititrasi
dengan larutan standar asam perklorat 0,1 N sampai berwarna biru kehijauan
diperlukan 12 ml. Lakukan penetapan blangko dan hitung kadar CTM tersebut ?

Struktur Klorfeniramin Maleat.

c. Penetapan kadar Kodein Sulfat


Ditimbang 500 mg zat Kodein Sulfat lalu dilarutkan dalam 10 ml asam asetat
glasial, dihangatkan jika perlu lalu ditambahkan 3 tetes indicator kristal violet
kemudian dititrasi dengan larutan standar asam perklorat 0,1 N sampai berwarna
biru diperlukan 12 ml, hitung kadar kodein sulfat tsb?

64
O

O H

HO
codein C17H18NO3=284

 TBA Alkalimetri
a. Penetapan kadar Allopurinol
Ditimbang 500 mg Allopurinol lalu dilarutkan dalam 20 ml dimetilformamida terus
ditambahkan indikator 3 tetes biru timol, kemudian dititrasi dengan larutan Natrium
metoksida 0,1 N sampai berwarna biru diperlukan 12 ml, hitung kadar allupurinol
tersebut.

b. Penetapan kadar Barbital


Ditimbang 500 mg barbital lalu dilarutkan dalam 20 ml dimetilformamida terus
ditambah indikator 3 tetes biru timol, kemudian dititrasi dengan larutan Natrium
metoksida 0,1 N sampai berwarna biru 12 ml hitung kadar barbital ?

C11H18N2O3=226

65

Anda mungkin juga menyukai