Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

IDENTIFIKASI SENYAWA GLONGAN ALKALOID DAN BASA NITROGEN,


SULFONAMIDA, DAN BARBITURAT

Hari / Tanggal : Rabu/ 20 Maret 2019


Shift/Kelompok : A/2
Waktu Praktikum : 07.00-10.00 WIB
Asisten : 1. Fikri Dwi Alminda
2. Yolanda Pertiwi

Disusun oleh:

Kurniawati Rahayu

260110180011

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI

DAN KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADAJARAN

2019
I. Tujuan
Mengetahui dan memahami cara identifikasi senyawa golongan alkaloid dan
basa nitrogen, sulfonamida, dan barbiturate menggunakan reaksi warna.

II. Prinsip
2.1. Identifikasi alkaloid dan basa nitrogen
Reaksi positif dengan pereaksi diagendroff akan menghasilkan endapan coklat
muda sampai kuning dan dengan uji mayer menghasilan endapan putih
(Sastronomidjodjo, 1996).
2.2. Identifikasi sulfonamida
Reaksi positif dengan reagen P-DAB HCl menghasilkan endapan merah.
Golongan sulfonamida merupakan zat anti mikroba yang bersifat amfoter dan
bekerja dengan menghambat sintesis asam folat (Gupra, 2014).
2.3. Identifikasi berbiturat
Identifikasi golongan ini dilakukan dengan mereaksikannya dengan pereaksi
parri. Dalam obat, zat ini digunankan sebagai obat penenang atau anestesi
(Sudarma dan Mulyanto, 2008).

III. Reaksi

1. Alkaloid dan basa nitrogen


a. Alkaloid mayer

(Marliana et.al., 2005).


b. Alkaloid Dragendroff

Bi(NO3)2 + 3KI → BiI3 +


3KNO3 BiI3 + KI → K[BiI4]
(Marliana et.al., 2005).

c. Papaverin HCl + Asam Asetat Anhidrida + H2SO4 pekat

(Clark, 2003).

d. Kinin + H2SO4

(Svehla, 1990).
2. Sulfonamida

a. Sulfomezatin + p-DAB + HCl

b. Sulfamerazin + Vanilin Asam Sulfat

(Svehla, 1989).

c. Sulfamezatin + CuSO4

(Petrucci, 1992).
3. Barbiturat

a. Luminal dengan H2SO4 dan α-Naftol

(Roth, 1985).

b. Barbital + H2SO4 + α-Naftol

(Kelly, 2009)

c. Barbital + Koppayi-Zwitter
IV. Teori dasar
Alkaloid merupaka senyawa organik yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan,
bersifat basa dan struktur kimianya mempuyai system lingkar heteroklis dengan
nitrogen sebagai hetero atomnya. Alkaloid disusun oleh unsur karbon, hidrogen,
nitrogen dan oksigen. Alkaloid yang mengandung unsur oksigen hanya terdapat
beberapa saja. Adanya nitrogen dalam lingkar pada struktur kimia alkaloid
menyebabkan alkaloid dapat tersebut bersifat alakali, oleh karena itu, golongan
senyawa-senyawa ini disebut alkaloid (Sumardjo, 2009).
Identifikasi senyawa alkaloid dan basa nitrogennya dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip reaski pengendapan. Reaksi ini terjadi dengan menghasilakn
produk yang tidak dapat larut atau yang dinamakna endapan. Rekasi penegndapan ini
biasanya melibatkan senyawa-senyawa ionik ( Chang,2005).
Dalam dunia kesehatan senyawa alkaloid memiliki peran yang sangat besar.
Senyawa alkaloid yang pertama kali di isolate adalah morfin. Berbagai obat syaraf
adalah berasal dari golongan alkaloid. Berbagai doping, jenis-jenis obat narkotik,
bahkan kopi yang dikonsumsi manusia mengandung senyawa alkaloid yakni kafein,
kemudia coklat merupakan alkaloid teobromin. Keragaman struktur alkaloid sangat
tinggi. Alkaloid memeiliki potensi sebagai sumber obat yang berlimpa dan berefek
farmakologis beragam. Sifat fisikokimia yang bersifat semipolar dan mampu
berinteraksi dengan membrane sel. Kontribusi atom Nitrogen dalam struktur
memberikan interaksi kimiawi dengan reseptor ( Saifudin, 2014).
Akan tetapi senyawa beberapa sneyawa alkaloid memiliki sifat sebagai
racun, sehingga diperlukan adanya identifikasi senyawa golongan alkaloid yang dapat
diketahui manfaatnya. Alkalid banyak ditemukan pada bagian tumbuhan, seperti
bunga, biji, daun, rintang, akar dan kulit batang. Alkaloid biasnaya ditemukan dala
jumlah kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa rumit yang berasla drai
tumbuhan tersebut. Pada kehidupan sehari-hari alkaloid telah menarik perhatian
terutama karena pengaruh fisiologisnya terhadap bidang farmasi selama bertahun-
tahun (Ningrum,et al, 2016).
Beberapa reagen yang digunkan untuk identifikasi alkaloid dengan prinsip
presifitasi adalah reagen mayer dan reagen diagendroff ( E - Pharmacognosy, 2012).
Sulfinamida merupakan kelompok zat anti mikroba. Senyawa golongan ini
bersifat amfoter, yang berate senyawa ini dapat membentuk garam dengan asam
maupun basa. Sulfonamida adalah antibiotic yang bekerja dengan menghambat
sintesis asam folat, contohnya adalah sulfastin, dihidroteroap, dan sulfapiridin (Gupra,
2014).
Sulfonamida merupakan salah satu dari beberapa kelompok obat antimalarial
dari golongan antibakteri, senyawa sulfonamida tergolong ampuh dalam mencegah
perkembangan plasmodium malaria dalam metabolisme tubuh suatu organisme,
senyawa ini bekerja berdasarkan antagorisme saingan atau secara kompetitip
( Alfadil, et al, 2014).
Sulfonamida dapat digunakansebagai antiseptik. Sulfonamid akan berkurang
dengan semakin banyaknya kuman yang resisten dan bergeser pada penggunaan
antibiotic karena lebih efektif dan kurang efek toksisitasnya ( BPOM RI, 2015).
Identifikasi senyawa golongan sulfonamid dapat dilakukan dengan cara
mereksikan dnegan pereksi P-DAB HCl menghasilkan warna kuning hingga merah,
jika reaksi terjadi dengan hasil positif ( Gupra, 2014). Selain itu identifikasi senyawa
golongan ini juga dapat dilakuakan dengan cara uji Liebermann. Burchard yaitu uji
steril tidak jenuh yang menghasilkan cincin hijau ( Marliana, et al, 2015).
Sulfonamida adalah golongan pada obat yang mengandung gugus
sulfanomida atau SO2NH dan merupakan senyawa yang digunakan sebagai antibiotik.
Khasiat atau kegunaan dari sulfonamida sama dengan kegunaan dari antibiotic-
antibiotic lain seperti penisilin dan sefalosporin. Sulfonamida memiliki pka direntang
5 sampai 8, oleh karena itu senyawa pada golongan ini bersifat asam lemah ( Cairns,
2008).
Barbiturate merupakan turunan asam barbituran 12,4,6, tioksohidro pirimin
yang merupakan kondensasi antara urea dengan asam malonate. Brbiturat memiliki
sifat lifofil, yaitu sukar larut dalam pelarut- pelarut non polar seperti minyak,
kloroform dan sebagainya. Barbiturate secara ekstensif digunakan sebagai hipnotik
dan sedative ( Ganiswara, 2015).
Dalam dunia kesehatan senyawa golongan barbiturate tergolong sebagai obat
depresan. Obat ini didapat dari berbagai reaksi senyawa kimia. Obat ini sering
digunakan untuk obat tidur, atau sebagai obat penenang pada saat seseorang
mengalami kecemasan ( Clayton, 2001).
Barbiturate pada mulanya dipakai untuk obat anestesi, hingga pada awal
1960-an ketika pertama kali muncul benzodiazepam. Karena memiliki efek samping
dari barbiturate dan potensinya untuk terjadi ketergantungan fisik dan mental sangat
tinggi, maka barbiturat lebih jarang diresepkan (Kee dan Evelyn, 1996).
Senyawa asam barbiturate dapat diidentifikasi leberadaannya dalam suatu
senyawa obat dengan menggunakan bantuan sinar UV. Golongan barbiturate dan
turunannya akan memperlihatkan perubahan pada bentuknya sesuai dengan jenis dan
pelarut yang digunakan. Perubahan bentuk ini juga akan menentukan efek kerja obat
( Wirasuta,et al, 2012).
Senyawa obat golongan barbiturate memiliki sifat suka lemak atau lipofil.
Hal ini berarti senyawa golongan berbiturat akan lebih mudah larut pada pelarut
lemak dan pelarut non-polar lain seperti eter, kloroform, dan lain-lain. Namun
kebalikannya, senyawa ini akan sulit larut jika direaksikan dnegan senyawa yang
bersifat polar seperti air. Karena sifatnya hipofilik menyebabkan obat bekerja lebih
lama dan cepat serta efek hipnotiknya yang lebih kuat dibandingkan dengan senyawa
lain ( Tadjudin, 2001).

V. Alat dan bahan

5.1.Alat
a. Bunsen
b. Pelat Tetes
c. Penjepit Kayu
d. Pipet Tetes
e. Rak Tabung Reaksi
f. Spatel
g. Tabung Reaksi
5.2.Bahan
5.2.1. Alkaloid dan basa nitrogen
a. Asam asetat anhidrat
b. Asam slisilat
c. Heksamin
d. Flouresensi
e. Formaldehid
f. H2SO4
g. Hg2Cl
h. Kalium ferisianida
i. Kinin
j. Kloroform
k. Paparin HCl
l. Pereaksi Lieberman
m. Perelsi marquis
n. Br2 0,8%
5.2.2. Sulfonamide
a. Aseton air
b. CuSO4
c. HCl
d. H2SO4
e. P-DAB
f. Pereaksi koppayi Zwikker
g. Sulfamerazin
h. Sulfametazin
i. Vanillin sulfat
5.2.3. Barbiturate
a. Aseton air
b. Barbital
c. H2SO4
d. Luminal
e. Pereaksi koppayi zwikker
f. Pereaksi Liebermann
g. Pereaksi merkuronitrat
h. α – naftol

VI. Prosedur dan Data pengamatan

No. Reagen Prosedur Hasil (Literatur) Hasil (praktikum)


1. Alkaloid dan Basa Nitrogen
Kinin HCl
Pemerian: serbuk mikrokristalin putih, sedikit berfluoresensi.
HCl + H2SO4 Larutan kinin UV 254 nm = UV 254 nm = hijau
hijau UV 366 nm = Ungu
HCl
UV 366 nm =
ditambahkan Ungu
(Svehla , 1985)
H2SO4, diamati
fluoresensi di
bawah sinar
UV.

Thaleioquin Pada larutan Hijau zamrud Kuning


(Auterhoff, 2002)
kinin HCl
dilakukan uji
Thaleioquin,
diamati
perubahan
warna.

Br2 + Ferisianida Larutan kinin - -


5% + Kloroform HCl
ditambahkan1
mL larutan Br2
0,8%, dikocok.
Pada campuran
ditambah
larutan kalium
ferisianida 5%
dan 2 mL
kloroform
dengan hati-
hati. Diamati
lapisan
kloroform.

Hg2Cl2 Larutan kinin Kristal berbentuk Kristal segi panjang


HCl dibuat persegi panjang
kristal dalam (Depkes RI, 1979
Hg2Cl2.
Papaverin HCl
Pemerian: serbuk kristalin putih
Lieberman Larutan Berwarna hitam Hitam sedikit
sedikit endapan endapan
papaverin HCl
(Clark, 2007)
ditambah
pereaksi
Lieberman,
diamati
perubahan
warna.

Marquis Larutan Berwarna ungu Warna coklat rose


papaverin HCl coklat rosa (Clark,
ditambah 2007)
pereaksi
Marquis,
diamati
perubahan
warna.

Flouresensi Sebanyak 10 Warna kuning -


mg paparerin kehijauan
HCl ditambah (Fessenden, 1986)
asam asetat
anhidrida dan
tiga tetes H2SO4
pekat,
kemudian
dipanaskan.
Diamati
fluoresensi di
bawah sinar
UV.

Kristal dalam Larutan Kristal berbentuk -


Hg2Cl2 papaverin HCl bulat bergerombol
dibuat kristal (Svehla, 1985)
dalam Hg2Cl2.

Heksamin
Pemerian: serbuk kristalin putih, larut dalam air
100 mg asam Sebanyak 100 Larutan warna -
salisila + H2SO4 mg heksamin merah dan
pekat ditambah 100 pemanasan
mg asam menghasilkan busa
salisilat, dan berwarna
dipanaskan hitam
dengan 1 mL (Clark, 2007)
H2SO4 pekat.
Diamati
perubahan
warna.
.
H2SO4 2 N + satu Larutan Kertas lakmus Kertas lakmus merah
tetes formaldehid heksamin merah tidak tidak
ditambah berubah warna, berubah warna,
H2SO4 2 N dan reaksi bersifat reaksi bersifat asam
satu tetes asam
formaldehid. (Clark, 2007)
Mulut tabung
reaksi ditutup
kapas dan
kertas lakmus
merah yang
telah dibasahi.
Diamati
perubahan
warna lakmus.

Sublimasi Kristalisasi Kristal berbentuk -


dengan cara bulat atau segi
sublimasi enam (Clark,
menggunakan 2007)
ring sublimasi.

Chinchonin
Pemerian : Serbuk kekuningan, tidak lauta air dan sediki larut dalam etanol.
Melakukan Serbuk Serbuk kekuningan
pengujian kekuningan
organoleptis (Depkes RI, 1979)
dari
Chinchonin.

Menguji Praktis tidak larut Tidak larut dalam


kelarutan dari dalam air, sedikit air, sedikit larut
Chinchonin. larut dalam etanol dalam etanol
(Depkes RI, 1979)

Dan melakukan Endapan putih Tidak di uji


uji thalequin. (Svehla, 1985)
2. Barbiturat
Luminal
Pemerian: serbuk kristalin tidak berwarna atau putih yang berbentuk
polimorfisme.
H2SO4 + α-naftol Larutan luminal Merah muda -
(Clark, 2007)
ditambahkan
H2SO4 dan α-
naftol, diamati
perubahan
warna.

Koppayi- Pada larutan Merah muda -


(Clark, 2007)
Zwikker luminal
dilakukan uji
Koppayi-
Zwikker,
diamati
perubahan
warna
Liberman Pada larutan Jingga (Thex, -
2010)
luminal
dilakukan uji
Lieberman,
diamati
perubahan
warna
Merkuronitrat Larutan luminal Abu-Abu (Thex, -
2010)
ditambahkan
pereaksi
merkuronitrat,
diamati
perubahan
warna
Kristalisasi Kristalisasi Kristal bententuk -
jarum (Thex,
menggunakan 2010)
aseton air.

Barbital
Pemerian: serbuk kristal tidak berwarna atau putih
H2SO4 + α-naftol Larutan Kuning gelap Larutan kuning
(Clark, 2007) gelap
hidrokinon
ditambah
larutan perak
nitrat
amoniakal,
diamati
perubahan
warna.

Koppayi-Zwikker Pada larutan Merah muda dan Merah muda dan


endapan putih endapan putih
barbital
(Clark, 2007)
dilakukan uji
Koppayi-
Zwikker,
diamati
perubahan
warna arutan
hidrokinon
ditambah
larutan FeCl3,
diamati
perubahan
warna.
Lieberman Pada larutan -
barbital
dilakukan uji
Lieberman,
diamati
perubahan
warna.
Merkuronitrat Larutan barbital Hitam (Depkes RI, -
2014)
ditambahkan
pereaksi
merkuronitrat,
diamati
perubahan
warna
Kristalisasi Kristalisasi Kristal menjarum -
(Thex, 2010)
menggunakan
aseton air.

3. Sulfonamida
Sulfamezatin
Pemerian: serbuk kristalin putih
HCl 2N + P-DAB Larutan Kuning jingga -
sulfamezatin (HMF, 1979)
dalam HCl 2N
ditambahkan p-
DAB, diamati
perubahan
warna.

CuSO4 Larutan Biru Muda (HMF, -


sulfamezatin 1979)
ditambahkan
larutan CuSO4,
diamati
perubahan
warna
Vanilin sulfat + Larutan Kuning ( HMF, -
H2SO4 sulfamezatin 1979)
ditambahkan
vanilin sulfat
dan H2SO4,
diamati
perubahan
warna.

Koppayi-Zwikker Pada larutan Merah muda -


sulfamezatin (HMF, 1979)
dilakukan uji
Koppayi-
Zwikker.
Kristalisasi Kristalisasi - -
menggunakan
aseton air.
Sulfamerazin
Pemerian: serbuk putih agak kekuningan, tidak atau hampir tidak berbau, rasa
agak pahit
HCl + p-DAB Larutan Merah Jingga Merah jingga
sulfamerazin (HMF, 1979)
dalam HCl 2N
ditambahkan p-
DAB, diamati
perubahan
warna.

CuSO4 Larutan Bitu muda (HMF, Biru muda


sulfamerazin 1979)
ditambahkan
larutan CuSO4,
diamati
perubahan
warna.

Vanilin Sulfar Larutan Larutan kuning Larutan kuning


sulfamerazin (HMF, (1979)
ditambahkan
vanilin sulfat
dan H2SO4,
diamati
perubahan
warna.

Koppayi-zwikker Pada larutan Merah muda ungu Merah muda


sulfamerazin (HMF,1979)
dilakukan uji
Koppayi-
Zwikker.

Kristalisasi Kristalisasi - -
menggunakan
aseton air.

Sulfadiazatine
Pemerian : Serbuk halus bubuk kekuningan, sedikit larut air dan larut dalam
NaOH.
HCl + P-DAB Larutan Kuning Jingga Kuning Jingga
sulfadiazine (Svehla, 1985)
dalam HCl 2N
ditambahkan p-
DAB, diamati
perubahan
warna.

Uji Kekuningan Kekuningan, sedikit


Organoleptis sedikit larut dalam larut dalam air
air (DEPKES RI,
1979)

CuSO4 + NaOH Larutan Biru (Svehla, Biru


sulfadiaine 1985)
ditambahkan
CuSO4 atau
NaOH, diamati
perubahan
warna.

Diazo A dan Larutan - -


Diazo B sulfadiazine
ditambahkan
Diazo A dan
Diazo B,
diamati
perubahan
warna.

4. Eksipien

Amilum Organoleptis Serbuk halus, Serbuk halus, putih


putih (Kemenkes,
2014)

Kelarutan Praktis tidak larut Praktis tidak larut air


air dan etanol dan etanol
(Kemenkes, 2014)

Ditambahkan I2 Larutan biru hitam -


(Kemenkes, 2014)
Ditambahkan Terbentuk -
NaOH gelatinisasi
(Roberts &
Cameron, 2002)
Flametest Tidak terjadi
perubahan
Laktosa Uji Serbuk putih Serbuk putih
Organoleptis (Kemenkes, 2014)

Kelarutan Mudah larut dalam Mudah larut dalam


air, praktis larut air dan praktis
dalam etanol
(Kemenkes, 2014)

Ditambahkan Larutan coklat Tidak ada perubahan


NaOH (Fox, 1992)

Ditambahkan Terbentuk -
Pereaksi endapan merah
Fehling/Benedi bata (Alagarsamy,
ct 2012)
Flametest Bau Caramel Bau Caramel
Talkum Uji Serbuk hablur Serbuk hablur halus
Organoleptis halus putih atau putih
kelabu
(Kemenkes, 2014)

Kelarutan Tidak larut dalam Tidak larut dalam air


air dan etanol dan etanol
(Kemenkes, 2014)

Flametest Tidak berwarna Tidak berwarna


(FAO, 1992)
Etanol Uji organoleptis Mudah meguap, Jernih, tidak
jernih, tidak berwarna
berwarna
(Kemenkes, 2014)
Kelarutan Bercampur dengan larut dalam air
air dan pelarut
organic
(Kemenkes, 2014)
Ditambahkan Larutan kuning larutan kuning
aquadest, (Ahluwalia dan
NaOH pekat, Raghay, 1997)
lalu dipanaskan
ditambah I2 =
KI

Griserin Uji Jernih, tidak Jernih, tidak


Organoleptis berwarna, netral berwarna
Kelarutan (Kemenkes, 2014)

Ditambahkan Larutan biru Larutan biru


CuSO4 (Kemenkes, 2014)
dibasakan
dengan NaOH 2
N

Vasline Uji Lunak, Lengket, Lunak, Lengket,


Organoleptis kuning, tidak kuning, tidak berbau.
berbau. (depkes
RI, 1979)

Uji kelarutan Tidak larut air dan Tidak larut air


etanol (depkes RI,
1979)
Air Uji organoleptis Jernih tidak Jernih tidak
berwarna, tidak berwarna, tidak
berbau (kemenkes, berbau
2014)

VII. Perhitungan
-
VIII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi terhadap senyawa senyawa


golongan alkaloid dan basa nitrogen,sulfonamida dan barbiturate. Beberapa senyawa
yang diidentifikasi dan termasuk kedalam golongan gugus fungsi alkaloid dan basa
nitrogen adalah kinin HCl, papaverin HCl, dan juga heksamin. Pada pengidentifikasian
golongan gugus fungsi sulfonamida dilakukan pada senyawa sulfamerazin dan
sulfamezatin. Sedangkan pada pengujian atau pengidentifikasian gugus fungsi golongan
terakhir atau barbiturat dilakukan dengan digunakan senyawa luminal dan juga barbital.
Namun pada percobaan ini, senyawa golongan sulfamezatin tidak dilakukan karena tidak
tersedianya sampel, sedangkan untuk senyawa golongan luminal diganti dengan
fenobarbital. Sebagai gantinya dilakukan pengamatan terhadap senyawa golongan
sulfonamide lain, yaitu sulfadiazine.

Sebelum memulai praktikum, pertama yang harus dilakukan adalah dengan


dibersihkannya alat-alat yang akan digunakan. Hal ini dilakukan bertujuan untuk
mencegah terjadinya kontaminsai pada proses identifikasi sehingga akan mempengaruhi
hasil dari reaksi tersebut atau hasil dari identifikasi tersebut. Hal ini dapat terjadi karena
suatu senyawa dari suatu zat pengotor itu mungkin akan bereaksi dengan senyawa pada
sampel sehingga produk yang diinginkan tidak terbentuk.

Hal selanjutnya yang dilakukan sebelum praktikum adalah menambahakan


atau mereaksikan sampel dengan reagensia atau pereaksinya masing-masing, sampel
terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarutnya masing-masing. Sampel yang bersifat
polar dapat langsung dapat direaksikan dengan air. Sedangkan untuk sampel yang
bersifat non-polar, perlu direaksikan atau dilarutkan dengan pelarut yang bersifat non-
polar juga atau dikenal dengan pelarut organik seperi klorofor, eter, dietil eter, dan
sebagainya, karena jika langsung direaksikan dengan senyawa polar yaitu air, sampel
tidak akan terlarut.

Selain beberapa zat aktif tersebut, dilkukan juga identifikasi untuk eksipien.
Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi eksipien aquadest, etanol, talcum dan
amilum. Namun ada eksipien lain yang biasanya digunakan yaitu laktosa dan vaselin.
Eksipien berbentuk vaselin biasanya digunakan untuk obat yang bekerja diluar,
misalnya lotion dan lain lain.

Senyawa golongan alkaloid pertama yang diuji adalah kinin HCl. Ada
beberapa cara untuk mengidentifikasi kinin HCl, salah satunya adalah dengan
menambahkan H2SO4, kemudian diamati flouresensi dibawah sinar UV. Jika
senyawa tersebut merupakan senyawa kinin HCl maka akan dihasilkan warna hijau
muda pada UV 254 nm, sedangkan pada sinar UV 366 nm akan dihasilkan warna
ungu. Namun pada saat praktikum didapatkan hasil yang berbeda, yaitu warna biru
muda pada UV 254 nm, sedangkan pada sinar UV 366 nm berwarna ungu. Kemudia
kinin juga dapat direaksikan dengan uji Thaleioquin, akan dihasilkan warna hijau.
Namun pada praktikum kali ini tidak diadakan pengujian untuk senyawa tersebut.
Selanjutnya, jika ditambahkan senyawa Br2 akan mengahsilkan endapan berwarna
kuning. Pada saat dikristalkan dengan Hg2Cl akan menghasilkan Kristal batang. Pada
saat pengujian sampel, jika terjadi pengendapan, berarti pada pengujian tersebut
menggunakan prinsip pengendapan. Pengendapan merupakan kondisi dimana
terdapat endapan atau zat yang tidak bisa terlarut dengan larutannya di bawah tabung
reaksi. Ini terjadi karena efek dari penambahan HgCl2 pada sampel sehingga larutan
menjadi lewat jenuh dan dihasilkan endapan. Pengendapan dapat terjadi dikarenakan
oleh nilai Qsp atau nilai hasil kali kelarutan yang lebih besar daripada nilai Ksp atau
ketetapannya
Senyawa golongan alkaloid kedua yang diidentifikasi adalah paperin HCl.
Identifikasi senyawa ini dapat dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan perekasi
Lieberman, maka akan dihasilkan warna hitam dengan sedikit endapan. Namun
percobaan ini tidak dilakukan. Selain itu dapat juga dilakukan reaksi dengan perekasi
marquis, akan dihasilkan warna ungu kecoklatan. Namun pengujian terhadap paperin
HCl tidak dilakukan karena tidak terdapat senyawa itu di laboratorium.

Senyawa golongan alkaloid terakhir yang diuji adalah heksamin. Pada


percobaan pertama, dilkukan dengan cara ditambahkannya asam sulfat pekat pada
heksamin, didapatkan warna merah yang memiliki endpan. Namun, saat sampel yang
telah direaksikan didiamkan, perlahan warnanya akan memudar menjadi pink, dan
terbentuk sedikit endapan. Hal ini dapat terjadi karena larutan tidak ditutupi sehingga
terjadi kontak dengan udara pada lingkungan yang kemudian sebabkan larutan
berubah warna atau warna pada larutan memudar menjadi lebih pink atau menjadi
berwarna merah muda dengan masih terdapat bercak merah pada tabung reaksi.

Pada pengujina dengan digunakan lakmus yang ditaruh pada mulut tabung, hasil
yang didapatkan pada percobaan sesuai dengan yang tertulis pada literature yaitu tidak
terjadi peruahan warna pada lakmus merah yang digunakan. Hal ini menunjukkan jika
pada larutan sampel yang telah direaksikan dengan asam sulfat dan juga fomaldehid ini
merupakan larutan yang memiliki pH asam. selanjutnya identifikasi dilakuakn dengan
kristalisasi menggunakan ring sublimasi. Namun pengkristalan ini tidak dilakukan pada
praktikum kali ini.

Senyawa golongan kedua yang dilakukan identifikasi adalah senyawa golongan


sulfonamide. Pada pengujian golongan sulfonamida dilakukan dengan dengan
melakukan percobaan pada sulfamerazin dan juga sulfadiazine. Identifikasi senyawa
sulfamezatin tidak dilakukan karena tidak disediakannya senyawa tersebut pada
praktikum kali inni. Sedangkan pada pengujian sulfamerazin dilakukan dengan 5
percobaan yang berbeda. Yaitu dengan direaksikannya sampel dengan HCl dan p-
DABakan dihasilkan warna kuning jingga jika hasil positif. Kemudian direaksikan
dengan CuSO4 akan dihasilkan warna biru muda, namun sampel tidak becampur
dengan pereaksi. Identifikasi selanjutnya dilakukan dnegan mereaksikan sampel
dnegan Vanillin sulfat dan asam sulfat atau H 2SO4, akan dihasilkan larutan berwarna
kuning. Uji koppayi-zwitter, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa
ini, jika hasil positif akan dihasilkan warna merah muda. Juga dengan dikristalisasikan
dengan menggunakan aseton air, akan dihasilkan Kristal serbuk.

Senyawa golongan sulfonamide selanjutnya adalah sulfadiazine. Sulfadiazine


memiliki organoleptis kekuningan, dan berbentuk bubuk halus. Sulfadiazine memiliki
kelarutan yang sedikit larut dalam air, sehingga jika sulfadiazine direaskikan dengan
air akan dihasilkan larutan berwarna putih. Identifikasi dilakukan dengan mereaksikan
sulfadiazine dengan PDAB dan HCl, akan dihasilkan warna kuning jingga.
Selanjutnya saat direaskikan dengan CuSO4 akan dihasilkan larutan berwarna hijau
pudar jika hasil positif.

Setelah itu, pengidentifikasian golongan yang terakhir adalah


pengidentifikasian golongan barbiturate. Pada golongan barbiturat, Senyawa yang
diuji adalah luminal dan barbital. Namun, pengujian sampel luminal tidak dilakukan
karena sampel luminal tidak tersedia pada laboratorium.

Pada pengujian sampel barbital, digunakan pereaksi fenobarbital yang sama


dengan pereaksi yang digunakan pada senyawa luminal. Yang membedakan adalah
hasil yang didapatkan atau hasil yang tertulis pada literature. Seperti halnya percobaan
pada senyawa sampel luminal, pada barbital juga terdapat perbedaan pada pengujian
merkuronitrat yang diganti menjadi merkurinitrat seperti telah disebutkan dan
dijelaskan sebelumnya. Pada saat barbital direaksikan dengan H2SO4 dan α – naftol
akan dihasilkan warna ungu. Kemudian jika dilakukan dengan uji koppayi- zwikker
akan dihasilkan warna merah muda. Pada saat direaskikan dengan uji Lieberman akan
dihasilkan larutan kental, endapan Kristal.

IX. Kesimpulan
Dapat mengetahui cara mengidentifikasi golongan sampel dari golonga alkaloid dan
sulfonamida dan barbiturate dengan menggunakan pereaksi umum dan pereaksi
spesifik, serta mengidentifikasi eksipien yang biasa digunakan untuk sediaan obat.
DAFTAR PUSTAKA

Alfadlil, B. R., Saibun S. dan Rahmat G. 2014. Studi Kuantum Farmakologi Senyawa
Turunan Sulfonamida 2,4 Diamino 6 Quinazoline Sebagai Anti Malaria
dengan Menggunakan Metode Ab Initio. Jurnal Kimia Mulawarman. 11(2).

Attaway, S. 1993. Rope System Analysis. New South Wales: Oberon State Emergency
Service.

Attaway, S. 2004. Rope System Analysis. New South Wales: Oberon State Emergency
Service.

Cairns, D. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: egc.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga. Clark,
R. 2007. Anorganic Chemistry. Tersedia online di
http://www/chemguide.co.us/organicprops/esterens.html

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fessenden, R. J dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid I.
Jakarta: Erlangga.

Ikan, R. 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Universities Press.

Jackson J. V. et.al. 1986. Clarke’s Isolation and Identification of Urug. London:


Pharmaceutical Press.

Kelly. 2009. Identify of Phenol. Tersedia online di


http://www.sciencemadness.org/talk/files.php?pid=219850&aid=15724

Kumar et.al., 2010. Pathologic Basic of Disease. Philadelphia: Elsevier. Lexicons.


1986. The Historical Backgroung of Chemistry. Semarang: Putih. Merliana, S.
D., Suryanti, V., dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule
Jacq. Swartz) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 8(2): 63-69.

Petrucci, R. H dan Willias S. H. 1992. General chemistry. New Jersey: Prentice Hall.

Petrucci, R. H dan Willias S. H. 1997. General chemistry. New Jersey: Prentice Hall.

Rogers, M. F. dan Wink M. 1998. Alkaloid: Biochemistry, Ecology, and Medicinal


Applications. New York: Plenum Press.
Roth, H. J. dan Gotfried B. 1985. Analisis Farmsi. Yogyakarta: UGM Press.

Sasmita, U. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhantara Karya


Aksara.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesi Bahan Alami. Yogyakarta: UGM Press.

Sudarma, I. M. dan Mulyanto. 2008. The Synthesis Study of Sulffanilamide


Analogue from Natural Substances Papaverin Alkaloid. Jurnal Ilmu Dasar.
9(2): 159-164.

Sulistyarti, H. 2007. Kimia Analisis Dasar Untuk Analisis Kualitatif. Malang:


Universitas Brawijaya Press.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran Dan


Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Svehla, G. 1985. Analisis Kaulitataif Anorganik Makro Dan Semi Mikro. Jakarta:

Kalman Media Pustaka.

Svehla, G. 1986. Analisis Kaulitataif Anorganik Makro Dan Semi Mikro. Jakarta:

Kalman Media Pustaka.


Stolman, A. 2013. Progress in Chemical Toxicology. New York: Academis Press.
Tadjudin, N. 2001. Analisis Farmasi. Makassar: Universitas Hasanudin.
Underwood, A. L. dan R.A. Day, Jr. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai