Nisrina Nurfadilah
260110180007
2019
I. Tujuan
Mengetahui cara identifikasi senyawa golongan alkaloid dan basa
nitrogen, sulfonamide, dan barbiturate.
II. Prinsip
2.1 Reaksi Kristal
Reaksi Kristal merupakan suatu reaksi yang digunakan dengan
tujuan sebagai pemisahkan dan bentuk Kristal serta untuk
mengetahui kemurnian Kristal dan dapat diperoleh lelehan atau
larutan. (Setyopratomo, 2003).
2.2 Pengendapan
Pengendapan merupakan suatu reaksi atau proses dimana akan
terbentuknya sebuah produk atau endapan yang terpisah dari
larutan, yang biasanya terjadi pada suatu larutan cair yang
melibatkan senyawa-senyawa ionik. (Chang, 2005)
2.3 Kolorimetri
Suatu metoda analisa kimia yang didasarkan pada tercapainya
kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan larutan
standar. (Basset et al, 1994)
2.4 Reaksi Sublimasi
Sublimasi merupakan suatu proses pada perubahan wujud dari
padat ke gas tanpa adanya proses mencair terlebih dahulu.
(Underwood, 2002).
III. Reaksi
Alkaloid
3.1 Reaksi Kinin HCl dengan H2SO4
3.2 Reaksi papaverin HCl + Anhidrida Asam Asetat dengan H2SO4
Sulfonamide
3.5 Reaksi Amino aromatis primer dengan P-DAB
(Svehla, 1985).
Barbiturate
3.8 Reaksi luminal dengan H2SO4 dan alfa neftol
(Svhela, 1985).
(Svehla, 1985).
1. Kinin HCl
2. Papaverin HCl
- Ditambahkan Hitam sedikit Larutan kuning
pereaksi endapan ( Clark, jingga
Lieberman, lalu 5 2007).
g NaNO2 dan 50
mL H2SO4
3. Heksamin
4. Chonchinon
GOLONGAN SULFONAMIDA
1. Sulfamerazin
Zwikker (larutan
kobalt nitrat 1%
dalam etanol)
2. Sulfadiazin
-Dilakukan Serbuk Serbuk halus,
pengujian kekungingan, kekuningan
organoleptis bubuk
volumineous
GOLONGAN BARBITURAT
1. Barbital
ZAT EKSIPIEN
1. Laktosa
2. Talkum
3. Etanol
4. Gliserin
5. Air
-Dilakukan uji Jernih, tidak Jernih, tidak
organoleptis berwarna, tidak berwarna, tidak
berbau berbau
(Kemenkes RI,
2014).
6. Vaselin
7. Amilum
-Dilakukan uji Serbuk halus, Serbuk halus,
organoleptis putih putih
(Kemenkes RI,
2014).
-Ditambahkan Terjadi - -
NaOH pada gelatinisasi
samepl (Roberts dan
Cameron,
2002).
VII. Prthitungan
-
VIII. Pembahasan
Pada praktikum Analisis Instrumen praktikan mempelajari
metode-metode untik melakukan identifikasi terhadap macam-macam
suatu senyawa golongan. Adapun senyawa golongan yang akan
diidentifikasi pada praktikum kali ini adalah senyawa golongan
alkaloid
dan basa nitrogen, sulfonamide, dan barbiturat yang pada saat
diidentifikasi memiliki karaker identitas tersendiri. Adapun senyawa
yang diuji pada praktikum kali ini adalah golongan alkaloid yaitu
Kinin HCl, Heksamin, dan Chinconin, golongan sulfonamide yaitu
Surfamerazin dan sulfadiazine, dan golongan barbiturate yaitu barbital.
Sedangkan untuk eksipien yang diidentifikasi merupakan etanol,
vaselin, talcum, laktosa amilum dan aquadest.
Identifikasi penggolongan senyawa alkaloid dapat dilakukan
dengan metode-metode dragendorf dan metode pereaksi mayer yang
nantinya akan bereaksi positif membentuk sebuah endapan bila
direaksikan dengan senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid merupakan
suatu senyawa yang memiliki kemampuan untuk dapat bereaksi dan
berinteraksi salam peraksi mayer maupun dragendorf, hal ini terjadi
dikarenakan dalam suatu senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen
yang didalamnya masih memiliki satu pasang elektron bebas maka
akan menyebabkan senyawa-senyawa alkaloid ini bersifat nukleofilik
yaitu suatu reagen yang dapat membentuk ikatan kimia terhadap
partner reaksinya dan akan cenderung bersifat basa. Akibat dari hal
tersebut, senyawa-senyawa alkaloid akan mampu mengikat ion-ion
logam berat yang bermuatan positif dan nantinya akn membentuk
suatu senyawa- senyawa kompleks tertentu yang berwarna.
Hal pertama yang dilakukan oleh praktikan yaitu
mengidentifikasi senyawa-senyawa yang termasuk ke dalam golongan
alkaloid. Senyawa alkaloid yang pertama yaitu pengujian terhadap
senyawa Kinin. Identifikasi yang paling spesifik yang dapat dilakukan
untuk menlakukan uji pada senyawa ini yaitu dengan mengujinya
dibawah sinar uv. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh
senyawa tersebut dapat berfluorensi (memancarkan cahaya) di bawah
Sinar UV dengan menggunakan gelombang-gelombang tertentu.
Pertama-tama kinn ditambahkan dengan H2SO4 menggunakan plat
tetes kemudian memasukannya ke alat Sinar UV lalu mengamati
Fluorensinya dibawah Sinar UV dengan gelombang 254 nm. Setelah
diamati beberapa saat maka terlihat senyawa tersebut berfluorensi dan
terlihat hasil fluorensinya berwarna biru muda atau lebih tepatnya hijau
muda. Kemampuan senyawa kinin dapat berfluorensi pada sinar UV
dikarenakan kinin memiliki gugus kromofor yang dibantu juga dengan
gugus auksokrom terutama pada saat kinin direaksikan dengan
menggunakan penambahan H2SO4 sehingga dapat membantu senyawa
kinin untuk dapat berfluorensipada gelombang 254 nm. Untuk
membuktikan lebih lanjut mengenai idntifikasi senyawa tersebut maka
dilakukan percobaan ulang yaitu dengan mengamatinya di bawah sinar
UV dengan panjang gelombang 366 nm, namun setelah diamati tidak
terlihat senyawa tersebut berfluorensi hanya bayangan gelap saja yang
terlihat si bawah sinar, sedangkan menurut liteatur senyawa kinin
seharusnya dapat berfluorensi juga dibawah sinar UV 366 nm, hasil
dari fluorensi dibawah sinar UV 366 nm seharusnya berwarna ungu.
Meskipun dengan pengujian di bawah sinar UV dengan gelombang
366 nm kurang berhasil namun pengujian dengan gelombang 254 nm
sudah dapat membuktikan bahwa senyawa tersebut memang benar
senyawa kinin karena melihat dari hasil pengamatan yang menunjukan
hasil positif.
Senyawa golongan alkaloid yang selanjutnya dilakukan
identifikasi yaitu heksamin. Dalam pengujiannya heksamin
ditambahkan H2SO4 2N kemudian menambahkan satu tetes
formaldehid, kemudian pada mulut tabung ditutup dengan
menggunakan kapas dan menggunakan lakmus merah basah kemudian
mengamati perubahan yang terjadi. Setelah diamati, pada lakmus
terjadi perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi yaitu dari
lakmus berwarna biru menjadi merah. Sebenarnya masih ada lagi uji
yang bisa membuktikan bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa
heksamin, yaitu dengan menambahkan 10 mg asam salisilat kemudian
dipanaskan dengan menggunakan H2SO4 pekat kemudian
mengamatinya maka setelah diamati menurut literature maka akan
terbentuk endapan merah tua, akan tetapi uji tersebut tidak sempat
dilakukan pada praktikum
dikarenakan bahan untuk menguji tidak tersedia di laboratorium. Uji
selanjutnya yaitu dengan reaksi sublimasi yaitu proses perubahan dari
padat ke gas, akan tetapi hal tersebu tidak dilakukan uji.
Senyawa selanjutnya yang diidentifikasi merupakan senyawa
Chinchonin. Pengujian dilakukan dengan cara mengamati terlebih
dahulu organoleptisnya yaitu berupa hablur kekuningan. Kelarutannya
praktis tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam etanol. Chinchonin
sebenarnya masih bisa dilakukan uji Thalliaquin untuk membuktikan
benar tidakya, akan tetapi pada saat akan melakukan pengujian, reagen
tersebut tidak tersedia di laboratorium, sehingga tidak memungkinkan
untuk praktikan melakukan pengujian.
Identifikasi senyawa selajutnya merupakan identifikasi dari
golongan dari sulfonamide. Senyawa pertama yang diuji merupakan
senyawa sulfamerazine yaitu dengan cara menambahkan HCl 2N
dengan ditambah reagen p-DAB maka akan menghasilkan warna
kuning orange. Uji kedua yaitu dengan menambahkan CuSO4 pada
sampel dan setelah dilakukan pengamatan maka terlihat reaksi
perubahan warna yaitu warna biru muda. Kemudian untuk lebih
membuktikan lagi maka dilakukan uji identifikasi dengan
mereaksikannya menggunakan uji Kopayyi Zwikker yang didalamnya
terdiri atas 1 ml etanol ditambah satu tetes reagen dan 10 mikromili
prolidin makan akan terbentuk larutan merah muda dan itu sesuai
dengan literature, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut
memang senyawa Sulfamerazin.
Senyawa golongan sulfonamide selanjutnya yaitu sulfadiazine.
Pengujian dilakukan dengan mengamati terlebih dahulu organoleptis
serta kelarutannya, kemudian setelah dipastikan sesuai maka dilakukan
pengujian dengan cara mereaksikannya dengan CuSO4 dan terlihat
larutan berwarna biru muda kemudian saat ditambahkan Diazo A dan
Diazo B maka terbentuk endapan kuning. Rekasi positif ini terjadi
karena adanya reaksi antara senyawa yang terdapat dalam pereaksi
zwiker dengan gugusO=S-NH2 yang terdapat pada struktur
sulfamerazine. Uji selanjtnya seharusnya menguji dengan
menggunakan
vanillin sulfat akan tetapi uji tersebut masih belum sempa dilakukan
dikarenakn bahan tidak tersedia, seharusnya jika uji tersebut dilakukan,
menurut literature maka akan menghasilkan larutan berwarna kuning
terang atau jingga dengan endapan dibawahnya. Tetapi uji-uji
sebelumnya membuktikan bahwa senyawa tersebut memang senyawa
Sulfadiazine.
Senyawa berikutnya yag dilakukan pengidentifikasian yaitu
senyawa golongan barbiturate. Senyawa golongan barbiturate yang
akan diuji merupakan senyawa barbital. Barbital merupakan serbuk
hablur kekuniangan, dan tidak berbau. Untuk melakukan pengujian
pada senyawa ini yang pertama dengan cara menambahkan H2SO4
serta alfa- naftol maka akan langsung bereaksi menghasilkan bau
dengan larutan berwarna hijau kehitaman atau berwarna keunguan.
Kemudian apabila dilakukan uji Kopayyi Zwikker maka akan berubah
menjadi larutan berwarna merah muda. Untuk uji Liebermann maka
hasil yang didapat yaitu berupa larutan kental dengan endapan Kristal.
Jika dilihat menurut hasil dari pengujian dengan melakukan beberapa
cara maka dapat disimpulkan maka senyawa tersebut memang benar
senyawa barbital dan hal tersebut sesuai dengan literature.
Identifikasi selanjutnya merupakan identifikasi senyawa yang
merupakan eksipien. Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang
ditambahkan pada suatu sediaan untuk berbagai tujuan dan fungsi.
Peran zat eksipien ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
formulasi tablet karea tidak ada satu pun zat aktif yang langsung
dikempa menjadi tablet tanpa membutuhkan eksipien. Kegunaan
eksipien dalam sediaan berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan bahan
pengikat, bahan penghancur, bahan pelincir, antilekat, dan sebagai
bahan pelicin. Pada praktikum kali ini pengujian identifikasi senyawa
eksipien dilakukan, dari mulai etanol, laktosa, talcum dan gliserin.
Identifikasi eksipien yang selanjtnya adalah identifikasi senyawa
laktosa. Pada saat pengujiannya hal pertama yang dapat dilakukan
adalah uji organoleptis. Uji organoleptis merupakan uji yang
didasarkan
pada proses pengindraan. Saat pengujian sampel dilihat
karakteristiknya seperti pada sampel pertama yang mempunyai bentuk
serbuk putih. Langkah selanjutnya dilakukan uji kelarutan, saat
diakukan pengujian ternyata sampel mudah larut air dan praktis larut
pada etanol saat dilarutkan dengan etanol maka dapat disimpulkan
bahwa sampel tersebut merupakan laktosa. Apabila diperlukan untuk
lebih meyakinkan lagi bisa dilakukan pencicipan, akan tetapi hal ini
sangat tidak dianjurkan untuk senyawa-senyawa lain dikarenakan tidak
senyawa kimia itu aman untuk dicicipi. Untuk membuktikan bahwa itu
laktosa maka saat dicicipi akan berasa rasa manis pada lidah, dan dapat
disimpulkan bahwa itu merupakan laktosa.
Identifikasi selanjutnya merupakan identifikasi pada senyawa
talcum. Uji pada sampel talcum dilakukan seperti uji-uji pada sampel
eksipien lainnya yaitu dengan melakukan uji organoleptis, uji kelarutan
sampai uji flame test. Untuk uji organoleptis dapat dilihat bahwa
talcum memiliki bentuk serbuk halus seperti bedak, kemudian untuk
uji kelarutan yang pertama-tama sampel dilarutkan dengan air dan
ternyata sampel tidak menunjukan bahwa sampel terlarut dengan
sempurna setelah beberapa detik menunjukan ada endapan
membuktikan bahwa sampel tersebut memang tidak larut air.
Pengujian kedua yaitu dengan melarutkannya dalam etanol dan
ternyata dalam etanol pun sampel masih tidak larut membuktikan
bahwa sampel tersebut memang tidak larut dalam air ataupun etanol.
Maka untuk lebih meyakinkan lagi dilakukan uji flame test. Uji flame
test ini dilakukan untuk melihat akan ada warna api yang menunjukan
positif ketika sampel dibakar, dan ternyata pada saat dilakukan uji
flame test pun tidak terlihat dengan jelas adanya perubahan. Maka
dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut merupakan senyawa talcum
dimana menurut literature jika talcum diuji kelarutannya tidak larut
dalam air maupun etanol dan saat uji flame test tidak ada perubahan.
Identifikasi selanjutnya adalah identifikasi terhadap senyawa
gliserin. Gliserin merupakan suatu senyawa yang berbentuk cairan
jernih tidak berwarna dan sedikit kental. Saat dilakukan uji kelarutan
sampel ini larut dalam air dan larut juga didalam etanol tetapi tidak
larut dalam kloroform dan minyak. Saat direaksikan dengan
penambahan CuSO4 dan dibasakan dengan NaOH sampel mulai
menunjukan reaksi adanya perubahan yaitu dari larutan bening
berubah menjadi warna biru tua. Sebenarnya dalam pengujian gliserin
ini diperlukan larutan blanko sebagai larutan pembandingnya untuk
dapat melakukan perbandingan warna. Blanko memiliki warna biru
muda sedangkan sampel uji memiliki warna biru tua gelap. Hal ini
menunjukan bahwa gliserin memang dapat bereaksi dengan CuSO4
dengan NaOH. Penambahan NaOH diperlukan dalam reaksi ini untuk
dapat membasakan dan reaksi dapat berlangsung.
Selanjutnya merupakan identifikasi terhadap eksipien Vaseline.
Pengujian dilakukan dengan melihat organoleptisnya yaitu berbentuk
seperti salep, berwarna putih. Selanjutnya dilakukan uji kelarutan, dan
setelah diamati ternyata vaselin tidak larut dalam air.
Yang terakhir adalah uji senyawa eksipien amilum. Jika dilihat
dari organoleptisnya amilum merupakan serbuk halus, putih. Saat diuji
kelarutannya amilum praktis tidak larut di dalam air dan etanol. Ketika
amilum ditambahkan I2 maka dapat diamati perubahan warnanya yaitu
berubah menjadi warna biru tua kehitaman. Apabila diuji dengan
menggunakan NaOH maka akan terjadi gelatinisasi. Akan tetapi
percobaan yang ditambahkan NaOH tidak sempat dilakukan, karena
keterbatasan bahan yang tersedia di laboratorium.
IX. Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat diketahui dan difahami cara identifikasi
senyawa golongan alkaloid dan basa nitrogen, sulfonamide, dan
barbiturate dengan menggunakan pengujian organoleptis, kelarutan,
reaksi dengan reagen, flame test, dan melihat fluorensinya di
spektropotometri.
Daftar Pustaka
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Ed. III. Jakarta: Depkes RI.
Kelly, A.V. 2009. The Curriculum : Theory and Practice. New York :
Sage.