Percobaan I
ANALISIS GUGUS FUNGSI
Disusun oleh :
Chrysilla Irianti Wisesa (10714057)
Shift Kamis Kelompok 11
Asisten:
Ajeng Bella E. (10713098)
Uji
Fenol Negatif (-)
Liebermann
Karbonil Uji
(aldehid pembentukan Positif (+)
dan keton) hidrazon
Kontrol positif (aseton) : terbentuk endapan jingga
Kontrol negatif (metanol) : tidak terbentuk endapan
jingga
Sampel (1) : terbentuk endapan jingga
Sampel (2) : terbentuk endapan jingga
Uji kertas
Karboksil Negatif (-)
lakmus
Kontrol positif (asam asetat): berubah menjadi
berwarna merah
Kontrol negatif (metanol) : tetap berwarna biru
Sampel (1) dan (2) : tetap berwarna biru
Uji
Ester Negatif (-)
Fenolftalein
Dari kanan ke kiri : kontrol positif, negatif, sampel
Kontrol positif
Kontrol positif (etil asetat): menjadi jernih (tidak
berwarna)
Kontrol negatif (aseton) : tetap berwarna ungu
Sampel (1) dan (2) : tetap berwarna ungu
VI. Pembahasan
Gugus fungsional adalah sekumpulan atom yang berikatan yang berperan terhadap sifat
fisikokimia dari suatu senyawa, misalnya kereaktifan, kelarutan, titik didih, keasaman, dan lain-
lain. Analisis gugus fungsi dapat dilakukan dengan metode kimia dan fisikokimia. Analisis
gugus fungsi dilakukan untuk identifikasi sehingga merupakan uji kualitatif. Metode kimia
dilakukan berdasarkan pada reaksi kimia antar gugus fungsional dengan pereaksi kimia tertentu.
Hasil yang menunjukkan suatu gugus fungsi dapat berupa warna, endapan, bau, terbentuknya
gas. Pereaksi kimia untuk analisis gugus fungsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pereaksi
umum dan pereaksi khusus. Pereaksi umum dapat memberkan hasil positif untuk berbagai gugus
fungsi sehingga tidak bersifat spesifik, sedangkan pereaksi khusus atau khas hanya memberikan
hasil positif untuk suatu gugus fungsi tertentu. Analisis gugus fungsi dengan metode kimia
umumnya merupakan uji pendahuluan, sedangkan konfirmasi gugus fungsi dilakukan secara
fisikokimia, misalnya dengan spektrotometri. Uji kimia dapat dilakukan secara mikro melalui
spot test seperti percobaan yang dilakukan dalam praktikum.
Sampel yang digunakan pada percobaan adalah benzaldehida,
sehingga mempunyai ikatan rangkap dan gugus aldehid.
Gambar 1. Benzaldehida
Sumber : http://www.pharmacopeia.cn
Untuk identifikasi gugus fungsi alkohol (-OH) dapat dilakukan dengan uji seri
ammonium nitrat, uji kromat, dan uji Lucas. Pada uji kromat, sampel dilarutkan dalam aseton,
kemudian diteteskan pereaksi kromat (K2Cr2O7 dalam H2SO4). Uji ini dapat membedakan
alkohol primer dan sekunder dari alkohol tersier. Alkohol primer, alkohol sekunder, dan aldehid
akan memberikan hasil positif berupa terbentuknya warna hijau atau biru hijau, sedangkan
alkohol tersier tidak bereaksi dengan pereaksi ini. Reaksi pada uji ini merupakan reaksi redoks di
mana alkohol primer akan teroksidasi menjadi aldehid kemudian asam karboksilat, alkohol
sekunder akan teroksidasi menjadi keton, aldehid akan teroksidasi menjadi asam karboksilat,
sedangkan alkohol tersier tidak dapat teroksidasi sehingga tidak bereaksi dengan pereaksi
kromat. Ion Cr6+ yang berwarna jingga akan tereduksi menjadi Cr3+ yang berwarna hijau-biru.
Kontrol positif 2-propanol memberikan hasil hijau biru sebab 2-propanol merupaka
alkohol, sedangkan aseton memberikan hasil negatif sebab aseton tidak memiliki gugus OH dan
merupakan keton. Hasil uji sampel positif di mana sampel (1) berwarna hijau biru, sampel (2)
berwarna biru. Sampel tidak memiliki gugus alkohol, seharusnya hasil uji sampel negatif.
Salahnya hasil uji dapat disebabkan oleh kontaminasi dari tabung yang sebelumnya telah
digunakan atau kontaminasi pada pipet pereaksi.
Pada uji Lucas, sampel diteteskan pereaksi Lucas (ZnCl2 anhidrat dalam HCl pekat 1:1).
Uji ini digunakan untuk membedakan alkohol primer, sekunder, dan tersier. Alkohol tersier akan
segera memberikan kekeruhan setelah bereaksi dengan pereaksi Lucas, alkohol sekunder akan
memberikan kekeruhan setelah sekitar 5 menit, sedangkan alkohol primer tidak bereaksi dengan
pereaksi Lucas. ZnCl2 berperan sebagai katalis (asam lewis) yang meningkatkan keasaman
larutan. Reaksi ini merupakan reaksi subtitusi nukleofilik. Cl- dari HCl lebih nukleofil dibanding
OH dari alkohol sehingga Cl- akan menggantikan OH pada alkohol membentuk alkil halida yang
tidak larut (mengendap). Kecepatan reaksi ditentukan oleh kemudahan pembentukan karbokation
intermediate. Alkohol tersier bereaksi cepat sebab membentuk karbokation tersier yang relatif
stabil dan alkohol sekunder bereaksi lebih lambat karena karbokation sekunder lebih tidak stabil
daripada karbokation tersier.
Pada uji Lucas, hasil uji kontrol positif (2-propanol) adalah jernih, sedangkan kontrol negatif
(aseton) adalah keruh, seharusnya 2-propanol memberikan hasil keruh (positif), sedangkan
aseton seharusnya tidak keruh. Hal ini dapat disebabkan kesalahan pelabelan atau penetesan
kontrol pada tabung (tertukar). Selain itu, sampel uji memberikan hasil berwarna kuning jernih
yang menandakan sampel negatif untuk uji Lucas. Hasil ini sesuai dengan sampel berupa
benzaldehida yang memang tidak punya gugus alkohol.
Untuk identifikasi gugus fenol dapat dilakukan uji FeCl3, uji Liebermann, uji
permanganate. Pada uji FeCl3, sampel dalam air atau metanol diteteskan pereaksi FeCl3. Hasil
positif ditandai terbentuknya warna khas. Warna yang muncul dapat berupa violet, biru, hijau,
merah mudah, dan lainnya bergantung pada jenis fenol. Reaksi yang terjadi pada uji ini adalah
pembentukan kompleks berwarna.
Hasil uji FeCl3, kontrol positif (fenol) memberikan warna kuning jernih, kontrol negatif
(anilin) memberikan warna jingga keruh, dan kedua sampel memberikan warna kuning jernih.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna yang khas. Hasil sampel positif namun
tidak sesuai dengan teori di mana benzaldehide tidak mempunyai gugus fenol. Hal ini dapat
disebabkan oleh terkontaminasinya pipet atau adanya sisa zat uji sebelumnya pada tabung reaksi
yang mempengaruhi hasil uji.
Pada Uji Liebermann, sampel dilarutkan dalam asam sulfat pekat lalu ditambahkan
beberapa butir NaNO2, hasil positif ditunjukkan warna biru-hijau atau biru ungu. Setelah itu,
larutan diencerkan air, hasil positif ditunjukkan wara merah, kemudian ditambahkan NaOH 10%,
hasil positif ditandai warna biru. H2SO4 dan NaNO2 akan bereaksi membentuk HNO2, HNO2
tidak langsung digunakan karena bersifat tidak stabil. HNO2 akan bereaksi dengan fenol
membentuk p-nitroso fenol. Para nitroso fenol bereaksi dengan fenol dan asam sulfat
menghasilkan warna biru. Ketika direaksikan dengan air akan terbentuk indofenol berwarna
merah, setelah ditambahkan NaOH akan terbentuk indofenol berwarna biru.
Hasil uji Liebermann, setelah penambahan NaNO2 kontrol positif (fenol) menjadi
berwarna coklat, kontrol negatif (anilin) menjadi keruh, sementara sampel menjadi berwarna
jingga. Seharusnya kontor positif memberikan warna biru setelah diberi NaNO2, kesalahan
hasil dapat terjadi karena adanya kontaminasi dari tabung reaksi atau dari pipet yang
digunakan. Setelah diencerkan dengan air, kontrol positif memberikan warna kemerahan,
sedangkan anilin dan sampel menjadi jernih. Setelah ditetesi NaOH, tidak ada perubahan yang
signifikan pada keempat tabung. Sampel menunjukkan hasil yang negatif untuk tes Liebermann
sesuai dengan benzaldehide yang tidak mempunyai gugus fenol.
Untuk identifikasi gugus karbonil, dapat dilakukan uji pembentukan hidrazon
(aldehid,keton), uji Schiff (aldehid), uji iodoform (keton), uji Tollen (aldehid, keton). Pada uji
pembentukan hidrazon, sampel ditambahkan pereaksi 2,4-dinitrofenilhidrazin segar lalu
didiamkan pada suhu kamar. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan kuning-
jingga (2,4-dinitrofenilhidrazon),. Uji ini dapat digunakan untuk aldehid atau keton. Reaksi yang
terjadi pada uji ini adalah kondensasi. Reaksi dibiarkan terjadi pada suhu kamar dan suasana
asam sebab reaksi tidak dapat berlangsung pada suhu tinggi dan suasana basa.
Hasil uji pementukan hidrazon, kontrol positif (aseton) menghasilkan endapan jingga,
kontrol negatif (metanol) tidak menghasilkan endapan jingga, kedua sampel menghasilkan
endapan jingga. Sampel memberikan hasil positif untuk uji ini sehingga dapat disimpulkan
sampel mengandung gugus karbonil (aldehid) sesuai dengan benzaldehide yang mempunyai
gugus aldehid .
Pada uji iodoform, sampel diteteskan NaOH dan pereaksi iod hingga terbentuk warna
coklat, lalu dipanaskan. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan kuning. Uji ini
digunakan untuk identifikasi keton, khsususnya metil keton, reaksi ini juga dapat berlangsung
untuk alkohol sekunder yang mempunyai setidaknya satu gugus metil pada posisi alfa. Pada
tahap pertama reaksi, terjadi subtitusi 3 atom hidrogen pada gugus metil oleh I menghasilkan
CI3COR. Pada tahap kedua, ikatan CI3 dengan molekul putus dan terbentuklah iodoform (CHI3,
endapan kuning).
Untuk uji iodoform, setelah ditambahkan NaOH dan pereaksi iod, tidak ada lapisan
iodoform yang terbentuk pada kontrol positif (aseton), negatif (metanol), dan sampel. Setelah
dipanaskan, aseton memberikan hasil sedikit kuning keruh sedangkan kontrol negatif dan
sampel jernih. Kontrol positif seharusnya memberikan hasil berupa endapan kuning, namun pada
percobaan hasilnya kurang jelas, hal ini dapat disebabkan oleh peraksi iod yang sudah rusak
sebab pereaksi iod ditempatkan di wadah jernih (sensitif terhadap cahaya sehingga teroksidasi),
seharusnya pereaksi iod disimpan pada wadah gelap. Sampel memberikan hasil negatif untuk uji
ini sehingga sampel tidak mempunyai gugus keton sesuai dengan benzaldehida yang tidak
mempunyai gugus keton.
Untuk identifikasi gugus karboksil (-COOH) dapat dilakukan uji kertas lakmus, uji
bikarbonat, uji esterifikasi. Pada uji kertas lakmus, sampel dicelupkan kertas lakmus biru, hasil
positif apabila warna lakmus menjadi merah, hal tersebut disebabkan senyawa karboksilat
bersifat asam (donor proton). Hasil uji adalah kertas lakmus pada kontrol positif (asam asetat)
berubah menjadi warna merah sedangkan kontrol negatif (metanol) dan sampel tetap berwarna
biru. Kesimpulannya hasil uji negatif, sampel tidak mengandung gugus karboksilat.
Pada uji bikarbonat, sampel ditambahkan metanol dan larutan NaHCO3 5%. Hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung udara. Gelembung udara yang dihasilkan
merupakan karbon dioksida yang dihasilkan dari reaksi.
Hasil uji bikarbonat untuk kontrol positif (asam asetat, benzoat) adalah keruh dan
timbul sedikit gelembung, untuk kontrol negatif (2-propanol, aseton) adalah keruh, dan untuk
sampel adalah keruh dan timbul sedikit gelembung. Seharusnya kontrol negatif tetap jernih,
keruhnya larutan dapat disebabkan oleh terkontaminasinya pipet yang digunakan sebab
meskipun uji telah dilakukan kembali hasilnya teta sama. Sampel menunjukkan hasil positif
yang artinya mempunyai gugus karboksil, namun seharusnya sampel menunjukkan hasil
negatif, kesalahan hasil dapat terjadi karena kontaminasi pipet pereaksi.
Identifikasi gugus ester dapat dilakukan dengan uji fenolftalein dan uji asam
hidroksamat. Pada uji fenolftalein, sampel dilarutkan dalam etanol, ditambahkan indikator
fenolftalein, lalu NaOH hingga berwarna merah muda. Hasil positif ditunjukkan dengan
hilangnya warna merah muda pada larutan. Pada uji ini, terjadi reaksi hidrolisis ester pada
suasana basa membentuk garam (Na-karboksilat) dan alkohol. Warna ungu memudar karena
jumlah NaOH dalam larutan berkurang membentuk garam Na-karboksilat sehingga pH larutan
menurun dan warna fenolftalein memudar. Indikator fenolftalein akan mulai memberikan
warna merah muda pada suasana basa (pada pH sekitar 8,3). Trayek pH fenolftalein adalah
8,3-10 (tak berwarna sampai merah muda-ungu).
Hasil uji fenolftalein, kontrol positif (etil asetat) warnanya memudar setelah pemanasan,
kontrol negatif (aseton) dan sampel tetap berwarna ungu. Kesimpulannya hasil uji sampel
negatif untuk uji ini sehingga sampel tidak mengandung gugus ester.
Identifikasi gugus amina dapat dilakukan dengan uji diazotasi, uji p-DAB HCl, uji
korek api, dan uji karbilamin. Pada uji diazotasi dan penggabungan, sampel dilarutkan dalam
HCl pekat lalu ditambahkan larutan NaNO2 10% dan larutan beta naftol dalam NaOH. Uji
dilakukan pada suhu kurang dari 15 . Hasil positif ditunjukkan dengan warna merah atau
jingga. Uji ini hanya memberikan hasil positif untuk amin primer. Pada reaksi ini, HCl dan
NaNO2 akan bereaksi membentuk HNO2 (asam) yang akan bereaksi dengan gugus amin (basa)
menghasilkan garam diazonium (benzene diazonium klorida). Garam diazonium kemudian
bereaksi dengan beta naftol menghasilkan azo dye berwarna merah atau jingga. Reaksi ini
berlangsung pada suhu sekitar 0-5 . Pada suhu yang lebih tinggi, senyawa diazonium akan
mengalami dekomposisi.
Hasil uji diazotasi adalah salah satu kontrol positif menghasilkan warna kuning pucat
namun jernih, kontrol kedua memberikan warna coklat yang berpisah dengan larutan jernih,
kontrol negatif (air) jernih, dan kedua sampel jingga jernih. Hasil positif harusnya ditunjukkan
dengan warna jingga coklat. Kontrol positif tidak menunjukkan hasil positif yang dapat
disebabkan oleh kontaminasi pada plat tetes atau pipet, atau juga dapat disebabkan suhu reaksi
yang tidak sesuai karena es yang digunakan telah meleleh (suhu diperkirakan sudah bukan
<15) sehingga reaksi tidak berjalan dengan baik. Sampel menunjukkan hasil negatif, artinya
sampel tidak mengandung gugus amina, hal tersebut sesuai dengan benzaldehide yang tidak
punya gugus amin.
Uji Baeyer dapat digunakan untuk identifikasi ketidakjenuhan. Sampel dilarutkan dalam
air atau aseton kemudian diteteskan larutan KMnO4 2%. Hasil positif ditunjukkan dengan
hilangnya warna ungu KMnO4 dan pembentukan endapan MnO2 berwarna coklat. Senyawa
tidak jenuh akan teroksidasi sedangkan KMnO4 akan tereduksi sehingga warna ungu hilang dan
endapan MnO2 terbentuk. (Mn7+ tereduksi menjadi Mn2+).
Hasil uji Baeyer adalah kontrol positif (1) dan (2) menghasilkan endapan coklat berupa
MnO2, kontrol negatif (1) dan (2) tetap berwarna ungu dan tidak menghasilkan endapan, kedua
sampel menghasilkan endapan coklat artinya hasil uji positif dan sampel merupan tak jenuh
(pada cincin benzene).
Kesimpulannya sampel memberikan hasil positif untuk uji kromat, FeCl3, uji
pembentukan hidrazon, uji bikarbonat, dan uji Baeyer, kemudian memberikan hasil negatif untuk
uji Lucas, uji Liebermann, uji iodoform, uji kertas lakmus, uji fenolftalein, uji diazotasi dan
penggabungan. Seharusnya sampel berupa benzaldehida hanya memberikan hasil positif untuk
uji pembentukan hidrazon (aldehid) dan uji ketidakjenuhan (ikatan rangkap pada gugus
benzene). Kekeliruan hasil uji disebabkan oleh hal-hal yang telah disebutkan di atas.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan, sampel uji mengandung :
1. Gugus alkohol (uji kromat)
2. Gugus fenol (uji FeCl3)
3. Gugus aldehid (uji hidrazon)
4. Gugus karboksil (uji bikarbonat)
5. Ikatan rangkap (senyawa tidak jenuh) (uji Baeyer)
Ahluwalia, V.K. dan Sudha Raghav. 1997. Comprehensive Experimental Chemistry. New Delhi :
H.S. Poplai. (Halaman 116-127).
Ahluwalia, V.K. dan Sunita Dhingra. 2000. Comprehensive Practical Organic Chemistry
Qualitative Analysis. Hyderabad : Universities Press (India) ( Halaman 14-31).
http://www.harpercollege.edu/tm-ps/chm/100/dgodambe/thedisk/qual/chromic.htm
http://www.chemguide.co.uk/organicprops/carbonyls/iodoform.html