Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

SEMESTER GENAP 2021 – 2022

MODUL 3
Titrasi Asam Basa

Hari / Jam Praktikum : Jumat / 13.00 – 16.00 WIB


Kelompok :5
Asisten : Erya Oselva Yanuar
M. Raihan Riyaldi

NPM Nama Tugas

260110210013 Yuni Nurjanah Reaksi, Prosedur, Data


Pengamatan

260110210014 Maitsa Alya Fakhirah Tujuan, Prinsip, Alat dan


Bahan, Pembahasan

260110210015 Siti Nunung Nurulaini Teori Dasar, Perhitungan,


Kesimpulan

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2022
I. Tujuan
Menentukan kadar sampel dengan metode titrasi asam basa.

II. Prinsip
2.1 Netralisasi
Netralisasi merupakan suatu proses ketika asam dan basa
bereaksi membentuk suatu garam dan air yang melibatkan
penggabungan ion H+ dan ion OH- (Hamzani et al, 2017).

2.2 Titik Ekivalen


Titik ekivalen ialah titik dimana asam telah bereaksi sempurna
atau telah ternetralkan oleh basa. Titik ini biasanya ditandai dengan
perubahan warna yang tajam karena adanya suatu indikator yang telah
ditambahkan sebelumnya ke dalam larutan analit (Chang, 2005).

2.3 Asidimetri-Alkalimetri
Asidimetri adalah suatu metode untuk menetapkan kadar
(analisis kuantitatif) terhadap senyawa-senyawa basa dengan
menggunakan baku/pentiter asam. Sedangkan alkalimetri merupakan
suatu metode untuk menetapkan kadar (analisis kuantitatif) terhadap
senyawa-senyawa basa dengan menggunakan baku/pentiter basa
(Daintith, 1997).
III. Reaksi

3.1 Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat

2NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + 2H2O

(Svehla, 1979)

3.2 Pembakuan H2SO4 dengan Boraks

H2SO4 + Na2B4O7 . 10H2O → 4H3BO3 + Na2SO4 + 5H2O


(Svehla, 1979)

3.3 Asetosal dengan NaOH

(Cartika, 2017)

3.4 NaOH Berlebih dengan Asam Sulfat

2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + H2O


(Svehla, 1979)
IV. Teori Dasar
Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi asam atau
basa dengan menetralkan analit dengan asam atau basa dengan konsentrasi
yang diketahui. Titrasi asam basa merupakan salah satu metode titrasi yang
dilakukan untuk menentukan kadar pada suatu sampel larutan asam dengan
larutan basa yang diketahui (Sujan, 2014).

Titrasi asam basa pada prinsipnya merupakan reaksi netralisasi.


Netralisasi merupakan reaksi yang terjadi antara ion H+ dari suatu asam dan
ion OH- dari suatu basa yang akan menghasilkan senyawa netral berupa air
ataupun garam. Maka dari itu, netralisasi juga disebut sebagai reaksi
pembentukan garam (Sumardjo, 2009).

Berdasarkan kemurniannya, larutan standar terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Larutan standar primer


Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian
tinggi. Untuk digunakan sebagai bahan baku primer, suatu senyawa harus
memenuhi syarat berikut.

a. Senyawa mudah untuk didapatkan, dikeringkan, disimpan dalam


keadaan yang murni dan dimurnikan
b. Dapat dimurnikan dengan penghabluran kembali atau memiliki
kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 0,02)%
c. Selama penimbangan massanya tidak berubah (zat higroskopis bukan
termasuk baku primer)
d. Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya
e. Larut dengan mudah
f. Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat, dan
terukur
g. Tidak teroksidasi oleh O2 dan tidak berubah oleh CO2
h. Memiliki berat ekivalen yang relatif besar.

2. Larutan standar sekunder


Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian yang
relatif rendah sehingga untuk mengetahui konsentrasinya diperlukan
standarisasi (Day dan Underwood, 2001).

Standarisasi larutan merupakan proses dimana konsentrasi larutan


standar sekunder ditentukan secara tepat dengan cara mentitrasi menggunakan
larutan standar primer (Kenkel, 2003).

Dalam titrasi, terdapat istilah asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri


merupakan suatu metode penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa
senyawa basa menggunakan larutan baku berupa asam. Sedangkan,
Alkalimetri adalah metode yang sama namun terhadap senyawa asam dengan
larutan baku bersifat basa (Hudaya, 2016).

Basa yang biasa digunakan dalam titrasi alkalimetri adalah natrium


hidroksida tetapi larutan Natrium Hidroksida (NaOH) harus distandarisasi
terlebih dahulu dengan asam oksalat sebelum digunakan untuk titrasi.
Sedangkan larutan standar baku asam yang umum digunakan untuk titrasi
asidimetri adalah asam klorida (HCl) Serta asam sulfat (H2SO4) (Andari,
2013).

Titran merupakan larutan standar yang digunakan untuk menitrasi


suatu senyawa dan umumnya konsentrasi titran telah diketahui dengan pasti.
Pada suatu proses titrasi terdapat suatu senyawa yang berfungsi menjadi titran
dan yang lain menjadi titrat atau analit. Larutan yang dititrasi untuk diketahui
konsentrasi komponen disebut dengan titrat. Berdasarkan penempatannya,
titran adalah senyawa yang ditempatkan pada buret, sedangkan analit adalah
senyawa yang terdapat dalam erlenmeyer. Titik ketika reaksi sudah selesai
disebut dengan titik ekuivalen. Titik ekuivalen adalah suatu titik dalam titrasi
yang dapat digunakan dalam titrasi dimana jumlah basa yang ditambahkan
sama dengan jumlah asam yang ada, sehingga terjadi netralisasi dan titrasi
dihentikan. Titik ekuivalen dapat ditandai dengan perubahan warna analit
akibat penambahan indikator (Oxtoby et al., 2001).

Indikator pada titrasi asam basa merupakan asam atau basa organik
lemah yang mampu berada dalam dua macam bentuk warna yang berbeda,
warna dalam bentuk ion dan warna dalam bentuk molekul sehingga dapat
saling berubah warna dari satu bentuk ke bentuk lain pada konsentrasi H+ atau
pH tertentu. Pemilihan indikator sangat tergantung pada titik ekuivalen reaksi
antara analit dan pentiter. Contoh indikator yaitu, fenolftalein, bromotimol
biru, metil merah, metil jingga, dan timol biru (Andari, 2013).

Indikator yang berbeda mempunyai nilai Ka yang berbeda sehingga


menunjukkan warna pada nilai pH yang berbeda pula. Semakin lemah suatu
indikator sebagai asam, semakin tinggi pH di tempat terjadinya perubahan
warna. Perubahan warna tersebut muncul pada rentang satu sampai dua satuan
pH. Contohnya, metil merah akan merah pada saat pH di bawah 4,8, kuning di
atas 6,0, dan warna jingga akan terlihat pada pH antara. Indikator pembanding
yang dipakai fenolftalein, output yg diperoleh menggunakan indikator
pembanding menerangkan pH pada atas 9,50 warna merah muda, pada pH
9,50-4,90 terjadi perubahan warna sedikit-sedikit yang asalnya merah muda
menjadi tidak berwarna, pH dibawah 4,90 larutan tidak memiliki warna
(Oxtoby et al, 2001).

Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, basa lemah dan asam kuat, atau
asam kuat dan basa lemah, titik ekivalen yang terjadi dalam waktu titrasi
berlangsung tidak akan bisa diamati secara visual (menggunakan mata),
lantaran perubahan warna akibat adanya indikator tertentu baru mampu
teramati dalam waktu mol titran lebih besar dari mol titrat, sebagai akibatnya
yang mampu teramati dalam waktu titrasi merupakan titik akhir titrasi
(Gandjar & Rohman, 2007).

Dalam penentuan kadar asetosal metode yang digunakan adalah titrasi


kembali. Metode titrasi kembali merupakan salah satu metode penentuan
volumetrik dengan ditambahkannya titran secara berlebih ke analit lalu
kelebihan titran akan dititrasi oleh titran lain (Rohman et al, 2021).

Terdapat enam jenis titrasi asam basa jika dilihat berdasarkan kurva
titrasi. Enam macam titrasi itu adalah titrasi asam kuat dengan basa kuat, asam
kuat dengan basa lemah, asam lemah dengan basa kuat, basa kuat dengan
asam lemah, basa kuat dengan asam kuat, serta ada basa lemah dengan asam
lemah (Permatasari et al, 2014).
V. Alat dan Bahan

5.1 Alat

1. Batang Pengaduk 2. Botol Semprot 3. Buret

4. Corong Kaca 5. Gelas Beaker 6. Gelas Ukur

7. Hot Plate 8. Kaca Arloji 9. Kertas Perkamen


10. Klem dan Statif 11. Labu Erlenmeyer 12. Labu Ukur

13. Pipet Tetes 14. Pipet Volume 15. Rubber Bulb

16. Spatel 17. Timbangan Analitik

5.2 Bahan

1. Asam oksalat
2. Asam sulfat
3. Asetosal
4. Aquades
5. Boraks
6. Fenolftalein (PP)
7. NaOH

VI. Prosedur
6.1. Pembuatan Indikator Fenolftalein 25 mL
Mulanya ditimbang 250 mg serbuk fenolftalein (PP), lalu dimasukkan
serbuk PP kedalam alkohol 95% dan diaduk hingga homogen. Setelah itu,
diencerkan dengan etanol hingga 25 ml dengan labu ukur.

6.2. Pembuatan Larutan Baku Primer Boraks


0,1 N 100 mL
Ditimbang padatan boraks 1,9 gram dengan kertas timbang, lalu
dimasukkan 100 mL larutan kedalam labu ukur dengan bantuan corong.
Kemudian, dilakukan pengenceran dengan pelarut aquades hingga dicapai
tanda batas pada labu ukur. Setelah itu, dikocok hingga homogen serta
dimasukkan kedalam wadah atau botol. Diberikan label pada botol tersebut.

6.3. Pembuatan Larutan Baku Sekunder H2SO4


0,5 N 100 mL
Mulanya ditambahkan 25 mL aquades kedalam labu ukur 100 mL, lalu
ditambahkan 1,36 mL asam sulfat pekat. Dilakukan penggojogan sesaat dan
ditambahkan aquades hingga dicapai tanda batas pada labu ukur. Kemudian,
dipindahkan larutan tersebut ke dalam botol reagen dan diberikan label.

6.4. Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N 200 mL


Ditimbang NaOH sebanyak 4 gram pada timbangan analitik dan
dimasukkan padatan NaOH ke dalam gelas beaker, lalu dilarutkan dengan
aquades. Dimasukkan larutan ke dalam labu ukur 200 mL dan ditambahkan
aquades sedikit demi sedikit hingga dicapai tanda batas pada labu ukur, lalu
digojog hingga homogen. Setelah itu, disimpan larutan tersebut di dalam
wadah seperti gelas beker dan ditutup dengan plastik.

6.5. Pembakuan H2SO4 dengan Boraks


Pada awalnya dipipet larutan baku boraks dengan pipet volume dan
dimasukkan indikator fenolftalein sebanyak 2-3 tetes. Setelah itu, dilakukan
titrasi dengan larutan H2SO4 0,5 N hingga terjadi perubahan warna . Titrasi
dilakukan 3x (triplo) serta volume yang didapatkan kemudian dicatat.

6.6. Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat


Pembakuan NaOH 0,5 N diawali dengan dimasukkannya NaOH pada
buret yang telah dibilas dengan aquades dan larutan NaOH. Setelah itu, asam
oksalat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diberi 2-3 tetes indikator
fenolftalein. Kemudian larutan asam oksalat dititrasi dengan NaOH sebanyak
tiga kali dan dihitung normalitasnya.

6.7. Penetapan Kadar Sampel Asetosal


6.7.1. Penetapan Kadar Blanko untuk Sampel Asetosal
Dimasukkan NaOH 0,5 N ke dalam labu ukur hingga
mencapai tanda batas. Setelah itu, dilakukan pendidihan larutan
selama 10 menit dan dipipet 10 mL larutan blanko dengan pipet
volume ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan indikator PP sebanyak 2-3
tetes, lalu dilakukan titrasi kelebihan NaOH dalam larutan blanko
dengan H2SO4 0,5 N hingga dicapai titik akhir titrasi, lalu dicatat
volume titran yang dibutuhkan.
6.7.2. Penetapan Kadar Sampel Asetosal
Dimasukkan sampel asetosal ke dalam labu ukur 50 mL, lalu
ditambahkan NaOH 0,5 N hingga dicapai tanda batas serta didihkan
diatas hot plate selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan 10 mL
sampel dengan menggunakan pipet volume ke dalam erlemeyer.
Ditambahkan indikator fenolftalein dan dilakukan titrasi kelebihan
NaOH dalam larutan sampel dengan H2SO4 0,5 N hingga dicapai titik
akhir titrasi. Terakhir, dilakukan pencatatan volume titran yang
dibutuhkan.

VII. Data Pengamatan


7.1. Pembuatan Indikator Fenolftalein 25 mL

No Perlakuan Hasil

1. Menimbang 250 mg serbuk Telah ditimbang 250 mg serbuk


fenolftalein (PP) fenolftalein (PP)

2. Memasukkan serbuk PP ke Telah dimasukkan dan diaduk serbuk


dalam alkohol 95% dan indikator PP ke dalam alkohol 95%
mengaduk hingga homogen.

3. Mengencerkan dengan etanol Telah diencerkan larutan indikator PP


hingga 25 ml dengan labu ukur. dengan etanol hingga 25 mL

7.2. Pembuatan Larutan Baku Primer Boraks 0,1 N 100 mL

No Perlakuan Hasil

1. Menimbang padatan boraks Telah ditimbang padatan boraks 1,9


1,9 gram dengan kertas gram dengan kertas timbang
timbang

2. Memasukkan 100 mL larutan Telah dimasukkan 100 mL larutan


kedalam labu ukur dengan kedalam labu ukur dengan bantuan
bantuan corong corong.

3. Melakukan pengenceran Telah dilakukan pengenceran dengan


dengan pelarut aquades hingga pelarut aquades hingga dicapai tanda
dicapai tanda batas pada labu batas pada labu ukur dan dikocok
ukur dan mengocok hingga hingga homogen
homogen

4. Memasukkan kedalam wadah Telah dimasukkan kedalam wadah


atau botol. Diberikan label pada atau botol dan diberikan label pada
botol tersebut. botol tersebut

7.3. Pembuatan Larutan Baku Sekunder H2SO4 0,5 N 100 mL

No Perlakuan Hasil

1. Menambahkan 25 mL aquades Telah ditambahkan 25 mL aquades


kedalam labu ukur 100 mL kedalam labu ukur 100 mL

2. Menambahkan 1,36 mL asam Telah ditambahkan 1,36 mL asam


sulfat pekat dan melakukan sulfat pekat dan dilakukan
penggojogan sesaat penggojogan sesaat

3. Menambahkan aquades hingga Telah ditambahkan aquades hingga


dicapai tanda batas pada labu dicapai tanda batas pada labu ukur.
ukur

4. Memindahkan larutan tersebut Telah dipindahkan larutan tersebut ke


ke dalam botol reagen dan dalam botol reagen dan diberikan
diberikan label. label.

7.4. Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N 200 mL

No Perlakuan Hasil

1. Menimbang NaOH sebanyak 4 Telah ditimbang NaOH sebanyak 4


gram pada timbangan analitik gram pada timbangan analitik dan
dan memasukkan padatan dimasukkan padatan NaOH ke dalam
NaOH ke dalam gelas beaker gelas beaker

2. Melarutkan dengan aquades Telah dilarutkan dengan aquades dan


dan memasukkan larutan ke
dimasukkan larutan ke dalam labu
dalam labu ukur 200 mL
ukur 200 mL

3. Menambahkan aquades sedikit Telah ditambahkan aquades sedikit


demi sedikit hingga dicapai
demi sedikit hingga dicapai tanda
tanda batas pada labu ukur dan
menggojog hingga homogen batas pada labu ukur dan digojog
hingga homogen

4. Menyimpan larutan tersebut di Telah disimpan larutan tersebut di


dalam wadah seperti gelas dalam wadah seperti gelas beker dan
beker dan ditutup dengan ditutup dengan plastik.
plastik.

7.5. Pembakuan H2SO4 dengan Boraks

No Perlakuan Hasil

1. Memipet larutan baku boraks Telah dipipet larutan baku boraks


dengan pipet volume dan dengan pipet volume dan dimasukkan
memasukkan indikator indikator metil merah sebanyak 2-3
fenolftalein sebanyak 2-3 tetes. tetes.

2. Melakukan titrasi secara triplo Telah dilakukan titrasi secara triplo


dengan larutan H2SO4 0,5 N dengan larutan H2SO4 0,5 N yang
yang berada di dalam buret berada di dalam buret hingga terjadi
hingga terjadi perubahan warna perubahan warna

3. Mencatat volume yang Telah dicatat volume yang didapat .


didapatkan.
7.6. Tabel Hasil Pembakuan H2SO4 dengan Boraks

Percobaan Volume Volume Titran Volume titran


ke- titrat yang
Awal Akhir diperlukan

1 10 mL 21,7 mL 23,6 mL 1,9 mL

2 10 mL 23,6 mL 25,6 mL 2,0mL

3 10 mL 25,6 mL 27,2 mL 2,1 mL

7.7. Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat

No Perlakuan Hasil

1. Memasukkan NaOH pada buret Telah dimasukkan NaOH pada buret


yang telah dibilas serta yang telah dibilas serta dimasukkan
memasukkan larutan asam larutan asam oksalat ke dalam labu
oksalat ke dalam labu erlenmeyer
erlenmeyer

2. Menambahkan 2-3 tetes Telah ditambahkan 2-3 tetes


fenolftalein ke dalam larutan fenolftalein ke dalam larutan asam
asam oksalat oksalat

3. Menitrasi larutan asam oksalat Telah dititrasi larutan asam oksalat


dengan NaOH sebanyak tiga dengan NaOH sebanyak tiga kali
kali percobaan (triplo) percobaan (triplo)

4. Mencatat volume titran dan Telah dicatat volume titran dan


menghitung normalitas NaOH dihitung normalitas NaOH
7.8. Tabel Hasil Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat

Percobaan Volume Volume Titran Volume titran


ke- titrat yang
Awal Akhir diperlukan

1 10 mL 11,9 mL 14,4 mL 2,5 mL

2 10 mL 15,5 mL 17,9 mL 2,4 mL

3 10 mL 18,7 mL 20,9 mL 2,2 mL

7.9. Penetapan Kadar Asetosal


7.9.1. Penetapan Kadar Blanko

No Perlakuan Hasil

1. Memasukkan NaOH 0,5 N ke Telah dimasukkan NaOH 0,5 N ke


dalam labu ukur hingga
dalam labu ukur hingga mencapai
mencapai tanda batas.
tanda batas.

2. Melakukan pendidihan larutan Telah dilakukan pendidihan larutan


selama 10 menit dan memipet selama 10 menit dan dipipet 10 mL
10 mL larutan blanko dengan larutan blanko dengan pipet volume
pipet volume ke dalam ke dalam erlenmeyer.
erlenmeyer.

3. Menambahkan indikator PP Telah ditambahkan indikator PP


sebanyak 2-3 tetes dan sebanyak 2-3 tetes dan dilakukan
melakukan titrasi kelebihan titrasi kelebihan NaOH dalam larutan
NaOH dalam larutan blanko blanko dengan H2SO4 0,5 N hingga
dengan H2SO4 0,5 N hingga dicapai titik akhir titrasi
dicapai titik akhir titrasi
4. Mencatat volume titran yang Telah dicatat volume titran yang
dibutuhkan. dibutuhkan.

7.9.2. Penetapan Sampel Asetosal

No Perlakuan Hasil

1. Memasukkan sampel asetosal Telah dimasukkan sampel asetosal ke


ke dalam labu ukur 50 mL dan
dalam labu ukur 50 mL dan
menambahkan NaOH 0,5 N
hingga dicapai tanda batas serta ditambahkan NaOH 0,5 N hingga
didihkan diatas hot plate
dicapai tanda batas serta didihkan
selama 10 menit.
diatas hot plate selama 10 menit.
2. Menambahkan 10 mL sampel Telah ditambahkan 10 mL sampel
dengan menggunakan pipet dengan menggunakan pipet volume ke
volume ke dalam erlenmeyer. dalam erlenmeyer.

3. Menambahkan indikator Telah ditambahkan indikator


fenolftalein dan Melakukan
fenolftalein dan dilakukan titrasi
titrasi kelebihan NaOH dalam
larutan sampel dengan H2SO4 kelebihan NaOH dalam larutan
0,5 N hingga dicapai titik akhir
sampel dengan H2SO4 0,5 N hingga
titrasi.
dicapai titik akhir titrasi.

4. Melakukan pencatatan volume Telah dilakukan pencatatan volume


titran yang dibutuhkan. titran yang dibutuhkan.
7.10. Tabel Hasil Titrasi Sampel

Percobaan Volume Volume Titran Volume titran


ke- Sampel yang
Awal Akhir diperlukan

1 50 mL 0 mL 9,6 mL 9,6 mL
VIII. Perhitungan
8.1. Penimbangan Fenolftalein untuk 25 ml (PP : etanol = 10 : 1)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
% = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

1 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
100
= 25

1
Massa= 4
= 0,25 gram

8.2. Perhitungan Pembuatan Larutan Baku Primer Boraks 0,1 N 100 mL


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
N = 𝑚𝑟
x 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙)
xe
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,1 = 381,4
x 100
x2

Massa = 1,907 gram

8.3. Pembuatan Larutan H2SO4 100 mL dari H 2SO4 Pekat (36,8 N)


V1 x N1 = V 2 x N2
100 x 0,5 = V2 x 26,8
50
V2 = 36,8
= 1,36 mL

8.4. Penimbangan untuk NaOH 0,5 N 200 mL


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
N = 𝑚𝑟
x 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙)
xe
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
0,5 = 40
x 200
x1

Massa = 4 gram
8.5. Perhitungan Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat
Titrasi 1
N1 . V 1 = N2 . V 2
0,1 . 10 = N2 . 2,5
0,1 × 10
N2 = 2,5

= 0,4 N
Titrasi 2
N1 . V 1 = N2 . V 2
0,1 . 10 = N2 . 2,4
0,1 × 10
N2 = 2,4

= 0,42 N

Titrasi 3
N1 . V 1 = N2 . V 2
0,1 . 10 = N2 . 2,2
0,1 × 10
N2 = 2,2

= 0,45 N
N NaOH Rata-Rata
0,4 + 0,42 + 0,45
3
= 0,42 N

8.6. Perhitungan Pembakuan H2SO4 dengan Boraks


V1 x N1 = V 2 x N2
Titrasi 1
N1 . V 1 = N2 . V 2
0,1 . 10 = N2 . 1,9
0,1 × 10
N2 = 1,9

= 0,53 N
Titrasi 2
N1 . V 1 = N2 . V 2
0,1 . 10 = N2 . 2,0
0,1 × 10
N2 = 2,0

= 0,5 N
Titrasi 3
N1 . V 1 = N2 . V 2
0,1 . 10 = N2 . 2,1
0,1 × 10
N2 = 2,1

= 0,48 N

0,53 + 0,5 + 0,48


Rata- rata = 3
= 0,5 N

8.7. Perhitungan Kadar Asetosal


⠂ Massa Asetosal : 1,5002 g
⠂ V NaOH = 50 mL
⠂ N NaOH = 0,42 N
⠂ V titran =9,6 ml
⠂ N H2SO4 = 0,5 N

⠂ n NaOH sisa = n NaOH - n H2SO4


= (50 mL x 0,42 N) - (9,6 x 0,5 N)
= 21 mmol - 4,8 mmol
= 16,2 mmol
⠂ n Asetosal = 16,2 x 2
= 32,4 mmol
⠂ Menurut Farmakope Indonesia Edisi VI
Tiap mL natrium hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg
C9H8O4
⤷ 1 mL x 0,5 N = 0,5 mmol NaOH
0,5 mmol NaOH setara dengan 45, 04 mg Asetosal
⠂ Massa Asetosal = 32,4 mmol x 45,04
= 1.459,296 mg
= 1,459 g
⠂ % Kadar Asetosal
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑜𝑠𝑎𝑙
= 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x 100%
1,459
= 1,5002
x 100%

= 97,27 %

IX. Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan untuk menentukan kadar sampel dengan
metode titrasi asam basa. Sampel yang akan ditentukan kadarnya yaitu
asetosal. Asetosal (asam asetilsalisilat) memiliki nama lain aspirin, dengan
rumus molekul C9H8O4 dan berat molekul 180,16 g/mol (NCBI, 2022),
merupakan obat untuk menghilangkan berbagai macam rasa nyeri ringan
sampai sedang seperti sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot, dan demam.
Obat ini harus dihindari oleh para penderita ulkus peptikum atau bagi mereka
yang hipersensitif terhadap derivat asam salisilat, serta bagi penderita asma,
alergi, dan cacar air (IAI, 2019).

Asetosal memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air, mudah larut
dalam etanol, larut dalam kloroform dan dalam eter, dan agak sukar larut
dalam eter mutlak. Asetosal memiliki pemerian sebagai berikut : Hablur putih,
umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih;
tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab
secara bertahap terhidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat
(Kemenkes RI, 2020).

Persiapan larutan yang pertama dilakukan dengan menyiapkan larutan


indikator yaitu fenolftalein (PP). Indikator dibuat dalam 25 mL 1% b/v,
sehingga diperlukan massa sebesar 0,25 gram untuk ditimbang. Penimbangan
dilakukan dengan neraca analitik. Setelah ditimbang, padatan tersebut
dilarutkan dalam 25 mL yang dinetralkan dengan etanol.

Kemudian, persiapan larutan boraks 0,1 N 100 mL dilakukan dengan


menimbang 1,907 gram, lalu dilarutkan dalam 100 mL aquades pada labu
ukur. Setelah itu, dapat dimasukkan ke dalam botol terlebih dahulu atau dapat
langsung dipipet dari labu ukur.

Adapun pembuatan larutan H2SO4 0,5 N 100 mL yang dibuat dari


H2SO4 pekat. H2SO4 memiliki normalitas sebesar 36,8 N. Oleh karena itu,
dapat dihitung volume H2SO4 yang diperlukan dengan menggunakan rumus
pengenceran yaitu sebesar 1,36 mL.

Untuk melarutkan analit, dibuat pelarut NaOH dengan normalitas 0,5


N dalam 200 mL sehingga padatan NaOH yang perlu ditimbang yaitu 4 gram.
Penimbangan NaOH ini harus dilakukan dengan teliti dan berhati-hati karena
NaOH merupakan zat yang bersifat higroskopis, yaitu sangat mudah
menyerap air dari udara. Pada penimbangannya pun tidak digunakan kertas
perkamen sebagai alas, tetapi menggunakan kaca arloji dalam penimbangan
padatan NaOH ini. Oleh karena NaOH ini sangat mudah terpengaruh oleh
lingkungan yaitu mudah menyerap air dari udara, maka larutan NaOH
termasuk larutan yang disebut larutan baku sekunder. Larutan baku sekunder
yang bersifat tidak stabil ini, harus dilakukan proses pembakuan dengan
larutan baku primer. Proses melarutkan analit (asetosal) dalam larutan ini
harus dilakukan dengan pemanasan. Tujuannya adalah untuk membantu
mempercepat proses kelarutannya karena asetosal (asam asetilsalisilat) ini
memiliki kelarutan yang sukar larut dalam air (Kemenkes RI, 2020).

Analisis dilakukan dengan metode titrasi tidak langsung (titrasi


kembali), yang dilakukan dengan mereaksikan asetosal dengan larutan baku
NaOH terlebih dahulu. Kemudian, kelebihan NaOH tersebut dititrasi
menggunakan pentiter asam sulfat (H2SO4). Alasan pemilihan metode
penentuan kadar asetosal ini menggunakan metode titrasi tidak langsung
adalah karena zat tersebut dapat mengendap dari dalam larutan dalam jangkau
pH yang perlu untuk titrasi (Lubis, 2018).

Titrasi ini berprinsip pada proses netralisasi. Netralisasi merupakan


suatu proses ketika asam dan basa bereaksi membentuk suatu garam dan air
yang melibatkan penggabungan ion H+ dan ion OH- (Hamzani et al, 2017).

Indikator yang digunakan pada titrasi penetapan kadar asetosal adalah


indikator fenolftalein (PP). Alasan digunakan fenolftalein sebagai indikator
adalah karena pada rentang pH 8,2 - 10,00 dapat menunjukkan perubahan
warna, yaitu pada kasus ini dari larutan NaOH yang ditetesi 1-2 tetes indikator
fenolftalein yang berwarna pink berubah warna menjadi pink muda atau tidak
berwarna (Cartika, 2017).

Asidimetri adalah suatu metode untuk menetapkan kadar (analisis


kuantitatif) terhadap senyawa-senyawa basa dengan menggunakan
baku/pentiter asam (Daintith, 1997). Oleh karena itu, titrasi ini dapat
digolongkan ke dalam titrasi asidimetri karena digunakan larutan asam yaitu
asam sulfat (H2SO4) sebagai pentiter yang menitrasi NaOH.

Sebelum dilakukan titrasi penentuan kadar asetosal dengan pentiter


asam sulfat (H2SO4), larutan asam sulfat ini dibakukan terlebih dahulu dengan
boraks yang dilakukan secara triplo yaitu tiga kali titrasi. Pada proses
pembakuan asam sulfat dengan boraks ini, digunakan indikator fenolftalein
sebanyak 2-3 tetes. Indikator fenolftalein diteteskan ke dalam larutan boraks
di erlenmeyer, sedangkan asam sulfat (H2SO4) sebagai pentiter.

Dari hasil pembakuan tersebut, didapat bahwa rata-rata normalitas


asam sulfat (H2SO4) adalah sebesar 0,5 N yang kemudian dapat digunakan
untuk menghitung NaOH yang bersisa setelah analit direaksikan dengan
berlebih NaOHnya, setelah itu data tersebut dapat digunakan dalam
perhitungan kadar.

Selain itu, dilakukan pembakuan NaOH dengan asam oksalat


(H2C2O4). Pembakuan ini dilakukan untuk mengetahui sisa NaOH yang tidak
bereaksi dengan asetosal. Indikator yang digunakan dalam pembakuan ini
yaitu indikator fenolftalein. Indikator fenolftalein sebanyak 2-3 tetes
diteteskan ke dalam larutan asam oksalat pada labu erlenmeyer. Sedangkan,
larutan NaOH dimasukkan ke dalam buret.

Dari hasil pembakuan tersebut, didapat bahwa rata-rata normalitas


natrium hidroksida (NaOH) adalah sebesar 0,42 N yang kemudian dapat
digunakan untuk menghitung NaOH yang bersisa setelah analit direaksikan
dengan berlebih NaOHnya, setelah itu data tersebut dapat digunakan dalam
perhitungan kadar.

Kemudian, untuk penetapan kadar larutan blanko dilakukan dengan


tujuan sebagai kontrol negatif atau pembanding terhadap larutan sampel.
Larutan blanko ini diberi perlakuan yang sama seperti titrasi pada larutan
sampel, namun pada blanko ini tidak terkandung analit. Prosedur penetapan
kadar larutan blanko diawali dengan memasukkan H2SO4 pada buret yang
telah dibilas. Kemudian, memasukkan 10 mL NaOH ke dalam labu
erlenmeyer. Setelah itu, menambahkan 2-3 tetes fenolftalein. Selanjutnya,
menitrasi aquades dengan H2SO4 secara triplo.

Selanjutnya, proses penentuan kadar asetosal. Seperti yang telah


dijelaskan sebelumnya, bahwa pada penentuan kadar asetosal ini dilakukan
metode titrasi tidak langsung. Oleh karena itu, asetosal yang telah larut
sempurna dalam NaOH berlebih, kelebihan NaOH kemudian dititrasi
menggunakan asam sulfat (H2SO4). Didapatkan hasil pembacaan volume pada
buret bahwa volume H2SO4 yang diperlukan untuk mencapai titik akhir adalah
9,6 mL.

Volume dan normalitas NaOH serta volume dan normalitas H2SO4


telah didapatkan datanya sehingga praktikan dapat menghitung mol NaOH
yang bersisa yang tidak habis bereaksi, yaitu 16,2 mmol dan untuk mol
asetosal yaitu 32,4 mmol. Setelah didapatkan data tersebut, kemudian
praktikan dapat menghitung kadar asetosal berdasarkan pernyataan yang
terdapat dalam Farmakope Indonesia Edisi VI, yaitu tiap mL natrium
hidroksida 0,5 N setara dengan 45,04 mg C9H8O4 (Kemenkes RI, 2020).

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa massa yang diperoleh yaitu


sebesar 1,459 gram dengan massa sampel mula-mula adalah 1,5002 gram.
Oleh karena itu, dapat dilakukan perhitungan kadar dan didapatkan hasil
sebesar 97,27 %. Kadar tersebut termasuk ke dalam kadar yang sangat tinggi.
X. Kesimpulan

Pada praktikum kali ini telah dilakukan penentuan kadar sampel


dengan menggunakan titrasi asam basa. Sampel yang diuji adalah asetosal
atau asam salisilat, serta dilakukan metode titrasi tidak langsung agar lebih
akurat. Setelah dilakukan perhitungan dari data yang didapat, dapat diketahui
besar kadar asetosal yang terdapat pada sampel yaitu sebesar 97,27%.
DAFTAR PUSTAKA

Andari, S. 2013. Perbandingan Penetapan Kadar Ketoprofen Tablet Secara


Alkalimetri dan Spektrometri. Jurnal Eduhealth. Vol. 3(2): 114-119.

Cartika, H. 2017. Kimia Farmasi II. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Daintith, J. 1997. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Day, R. A. dan Underwood, A. L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.


Jakarta : Erlangga.

Gandjar, I. G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Hamzani, S., Raharja, M., dan Ali, Z. 2017. Proses Netralisasi pH pada Air Gambut
di Desa Sawahan Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito Kuala. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. Vol. 14(2): 460-466.

Hudaya, K. H. 2016. Desain Titrator Otomatis Untuk Pengukuran Dua Titrasi Secara
Stimulan. Jember: FMIPA UNEJ.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2019. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: ISFI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI.


Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kenkel, J. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. Washington : Lewis Publisher.

Lubis, M. R. 2018. Penetapan Kadar Kalsium pada Susu Bubuk Bermerek “H”
Secara Titrasi Kompleksometri. Jurnal Ilmiah Kohesi. Vol. 2(4): 35-45.
National Center for Biotechnology Information. 2022. PubChem Compound
Summary for CID 2244, Aspirin. Tersedia secara online di
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Aspirin. [Diakses pada 13 April
2022].

Oxtoby, D. W., Gillis, H. P., dan Nachtrieb, N. H. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia


Modern Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Rohman, A., Martono, S., dan Sudjadi, S. 2021. Analisis Obat Secara Volumetri.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Permatasari, I. Sudoyono, A. H., dan Budi, A. 2014. Implementasi Model


Pembelajaran Pemaknaan IPA dan Kurikulum 2013. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sains. Vol. 1(1) : 117-126.

Sujan, I. W. 2014. Penggunaan Analogi dalam Pembelajaran Kimia. Jurnal


Pendidikan Indonesia. Vol. 3(2): 397-410.

Sumardjo, I. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta: EGC.

Svehla, G. 1979. Qualitative Inorganic Analysis. London: Longman Inc.

Anda mungkin juga menyukai