Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I

PERCOBAAN III

“ALKALIMETRI”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Analitik I

Dosen Pengampu: Tania Avianda Gusman, M.Sc., Ph.D

Disusun Oleh :

Fani Ariska

(210621014)

6 April 2023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2023
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar CH3COOH
II. TEORI DASAR
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk
sebagai yang tak diketahui. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan
larutan- larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetric
(Keenan, 1980). Analisa volumetrik (titrimetri) merupakan bagia
dari kimia analisa kuantitatif, dimana penentuan zat dilakukan dengan
cara pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui konsentrasinya
yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang ditentukan.
Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia
seperti : aA + tT produk
Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. reagen T
yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental),
biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui.
(Khopkar, 1984)
Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa
untuk menentukan jumlah asam yang ada (Daintith, 1997).
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret
yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai
terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume
titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat
yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam
prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir
teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator
asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik
akhir titrasi merupakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi
(titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kedua cara di atas
termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah
analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetati,
dilihat dari segi kata,
“titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh
titrasi.
Rekasi-reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik
asam-basa adalah sebagai berikut :
Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa,
maka reksinya adalah : HA + OH- →A- + H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka
reaksinya adalah : BOH + H+ → B+ + H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi
asam basa adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH- → H2O dan terdiri dari
beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat,
asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan
basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat
digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk
akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini
yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit
kuat seperti NaOH dan HCl. (Underwood, 1986)
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan,
menggunakan dua macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen
(grek) asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa. Diketahui :
grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N), Maka pada titik
ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau V1 x N1 = V2 x N 2
Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan
molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan
basa berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koefisein reaksi atau penyetaraan jumlah mol Misalnya
untuk reaksi : 2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O(COOH)2 = 2 NaOH
Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2
adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :
V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2V2 M 2
Oleh sebab itu : V NaOH x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2x
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam
suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan
larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang
terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan
(sebaiknya pada suhu 110-1200C).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga
sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia
digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji
kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat
pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis
sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan
cermat dengan eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-
kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi
oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar
komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk
itu digunakan pengamatan dengan indicator, bila pH pada titik ekivalen antara
4- 10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa
lemah jika penitrasian tetapan disosiasi asam lemah besar dari 104. Pada reaksi
asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul yang
lain. Dalam aside-alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak
senyawa ini yang dapat melepaskan 1 mol ion H+. Proses untuk menentukan
banyaknya ekivalen asam dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa
atau sebaliknya disebut titrasi, sehingga :
Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa.
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut
titrasi. Titik (saat) dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara)
atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih
lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai
indikator.
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya
mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).
Fenophtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak
terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
fenophtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena
anionnya (Day, 1981).
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam
suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya
memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat
sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan
memberikan warna merah dari ion-ionnya (Day, 1981).
Suatu indikator dapat berubah warnanya pada daerah pH tertentu, misalnya:
 Metil jingga : merah pH 3,1 – pH 4,4 kuning
 Brom timol biru : kuning pH 6,0 – pH 7,6 biru
 Fenolftalein : bening pH 6,0 – pH 9,6 merah
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan
suatu larutan baku. Larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu
melarutkan sampai volume tertentu, secara langsung konsentrasinya diketahui.
Larutan semacam ini disebut larutan baku primer, contohnya larutan asam
oksalat. Larutan baku yang konsentrasinya ditentukan melalu titrasi dengan
larutan baku primer dinamakan larutan baku sekunder. Contohnya NaOH yang
konsentrasinya didapatkan dengan mentitrasinya dengan larutan baku primer.
(Team teaching, 2005)
Titran ditambahkan melalui buret. Dalam volumetrik, penentuan zat
dilakukan dengan cara titrasi yaitu suatu proses dimana larutan baku atau titran
(dalam bentuk larutan yang diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit demi
sedikit sampai bereaksi sempurna dengan larutan yang akan ditentukan
konsentrasinya dan mencapai jumlah ekivalen secara kimia. Pada kondisi
tersebut mol ekivalen larutan yang dititrasi dan titik akhir titrasi ini dinamakan
titik ekivalen atau titik akhir teoritis. Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi
kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan
standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan
dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat
mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.Untuk mengetahui
kesempurnaan berlansungnya reaksi maka digunakan suatu zat yang disebut
indicator. Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi telah dicapai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indicator azo
dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Indicator tersebut
akan menyebabkan perubahan warna larutan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric
adalah sebagai berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi yang kuantitatif / stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai,
baik secara kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau fisika.
Indikator potensiometrik dapat pula digunakan. Analisis volumetri Megukur
volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang berat
suatu zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama dengan metode
gravimetri, analisa volumetric juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang
akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui
dan dialirkan dalam buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak
diketahui (analit) kemudian dihitung,maka syaratnya adalah reaksi harus
berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi
samping, selain itu jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus
dapat diketahui dengan suhu indicator.
NaOH (natrium hidroksida) Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal
sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik.
Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan
dalam air.Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika
dilarutkan kedalam air.Ia digunakan di berbagai macam bidang industri,
kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan
kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa
yang paling umumdigunakan dalam laboratorium kimia.Natrium hidroksida
murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap
karbondioksida dari udara bebas.Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan
panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun
kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia
tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium
hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.
H2C2O4 (Asam oksalat) Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang
hanya terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus
karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang
berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besar
daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10-2
dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan asam
oksalat lebih kuat dari pada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon
lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi
asam oksalat yang terionisasi menurun.
III. ALAT DAN BAHAN
III.I ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:

- Buret - Gelas ukur


- Erlenmeyer - Labu ukur
- Statif - Spatula
- Pipet tetes - Kaca timbang
- Klem - Timbangan analitik
- Gelas kimia - Corong

III.II BAHAN

Bahan yang digunakan dalam ini adalah:

- Baku Primer: Asam - Indikator:


Oksalat (H2C2O4.H2O) phenolftalein
- Baku Sekunder: NaOH - Aquades
- Sampel: CH3COOH

III.III METODE

Pembuatan larutan baku sekuder

Pembakuan
Penetapan kadar

IV. PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
- Standarisasi NaOH

I II III Rata-rata
Titik Akhir 12,5 mL 19,5 mL 28,0 mL 20 mL
Titik Awal 0 mL 12,5 mL 19,5 mL 10,6 mL
Selisih 12,5 mL 7,0 mL 9,5 mL 9,6 mL

- Penetapan Konsentrasi CH3COOH

I II III Rata-rata
Titik Akhir 10,5 mL 11,5 mL 15,5 mL 12,5 mL
Titik Awal 0 mL 10,5 mL 11,5 mL 7,3 mL
Selisih 10,5 mL 1,0 mL 4,0 mL 5,2 mL

B. Perhitungan, dan Persamaan Reaksi


- Pembakuan NaOH dengan H2C2O4.H2O
Dik : massa H2C2O4.H2O = 5,4 gram
Volume larutan = 1000 mL
Massa NaOH = 4 gram
Volume larutan = 1000 mL
Dit : % kadar v/v CH3COOH=?
Jawab
mol H2C2O4.H2O = massa / BM

= 5,4 gram / 108 g/mol

= 0,05 mol

M H2C2O4.H2O = mol H2C2O4.H2O / V

= 0,05 mol / 1 L

= 0.05 M

N H2C2O4.H2O = M x n

= 0.05 M x 4

= 0,2 N
H2C2O4.H2O(S) + 2NaOH(aq) → Na2C2O4 (aq) +
3H2O(l) 2 x N1 x V1 = N2 x V2

2 x (0,2N) x 10 mL = N2 x Vtitrasi/3
4 = N2 x 29 Ml / 3
4 = N2 x 9,6 mL
N2 = 0,42 N
Jadi, Normalitas NaOH adalah 0,42 N.

- Penentuan kadar CH3COOH


CH3COOH (aq) + NaOH(aq) → CH3COONa (aq) + H2O
N1 x V1 = N2 x V2
NCH3COOH x 10 mL = N NaOH x Vtitrasi/3
NCH3COOH x 10 mL = (0,42 N) x 15,5 mL / 3
NCH3COOH x 10 mL = (0,42 N) x 5,2 mL
NCH3COOH x 10 mL = 2,31
NCH3COOH = 0,231 N
% kadar v/v = N CH3COOH x BM x (10/100) 100 %
= ((0,231 N) x 60 x 0,1) 100 %
= (1,386 ) 100 %
= 138,6 %
Jadi, kadar CH3COOH adalah 138,6 %.

C. Pembahasan Hasil Pengamatan

Pada praktikum alkalimetri ini, sampel yang akan ditentukan


konsentrasi atau kadarnya adalah senyawa asam lemah yaitu asam asetat
(CH3COOH). Pada saat pembuatan sample dilakukan di dalam lemari asam,
hal ini bertujuan agar CH3COOH tidak terkontaminasi dengan udara atau
bahan-bahan yang lainnya. Pada saat pengambilan asam asetat di lakukan
dengan menggunakan pipet, sebanyak 10 mL. Pada saat memasukkan asam
asetat kedalam labu ukur, sebaiknya gelas ukur di cuci dengan aquades agar
kandungan asam asetat yang masih menempel ikut serta masuk kedalam
labu ukur, kemudian hasil bilasannya di masukkan kedalam labu ukur.
Larutan NaOH yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam
buret (pipa panjang berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini
bertujuan agar pertumpahan larutan baku dapat lebih diminimalisir dan
jumlah titran yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah
titrasi. Larutan asam oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai
pipet. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya
disekitar titik ekivalen.
Pada praktikum kemarin kami menggunkan indicator Fenophtalein
yang akan berubah warna menjadi pink pada saat telah tercapainya titik
ekivalen, namun pada saat praktikum, perubahan warna yang terjadi adalah
pink keunguan karena titik ekivalennya telah terlampaui.
Data titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik
ekivalen dari reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam oksalat
dan natrium hidroksida keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada
yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang akan dinetralkan, misal
asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan beberapa tetes
indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal basa) yang terdapat
didalam buret, ditambahkan ke asam. Pertama-tama ditambahkan cukup
banyak, kemudian dengan tetesan hingga titik ekivalen.
Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator
phenolptalein . Titik pada titrasi dimana phenolptalein warnanya berubah
menjadi warna merah jambu, karena indikator ini dapat berubah warna
dalam keadaan basa, yaitu diantara PH 8-10 , fenomena ini disebut dengan
disebut titik akhir titrasi. Volume NaOH yang terpakai dicatat dan
percobaan ini dilakukan dua kali lagi, data yang telah terkumpul digunakan
untuk menentukan kadar NaOH dalam satuan Normalitas.
Pembakuan pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah
menentukan kadar Asam asetat yang menjadi sampelnya, cara yang
digunakan sama dengan cara pembakuan NaOH dengan asam oksalat. Untuk
perhitungan kadar dari asam asetat digunakan rumus :
% (v/v) sampel = N x BM x (10/100) 100%
Sehingga dari hasil perhitungan tersebut, kadar asam asetat adalah 38.04 %
(v/v).
Dan reaksi yang terjadi pada praktikum alkalimetri ini
adalah : H2C2O4.H2O(S) + 2NaOH(aq) → Na2C2O4
(aq) + 3H2O(l)

Dan
CH3COOH (aq) + NaOH(aq) → CH3COONa (aq) + H2O
Adapun untuk reaksi phenophtalein dan NaOH adalah sebagai berikut:
NaOH + C20H14O4 + H2C2O4 → NaOHC20H14O4H2C2O4
46 NaOH + C20H14O4 → 46 Na + 20 H2CO2 + 10 H2O
Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one
memiliki rumus molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-
kuning yang tidak berbau. Titik leleh fenolftalein berkisar antara 258 oC
sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan
larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein.
Fenolftalein merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga
bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999). Fenolftalein dapat dibuat
melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida. Reaksi
pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Reaksi Pembuatan Fenolftalein(Petruševski dan Risteska,2007).


Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering
digunakan, umumnya digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat.
Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak berwarna dan
dalam larutan dengan pH ≈ 10, fenolftalein berwarna kemerahan. Di bawah
pH 8,3, fenolftalein dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2.). Struktur
fenolftalein berubah dan memberikan warna merah pada pH ≈ 10 (Gambar
3.).

Gambar 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3

Gambar 3. Struktur Fenolftalein pada pH ≈ 10


Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H2P.
Dalam rentangan pH 8 – 10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH-
dari NaOH, sehingga memberikan ion P2- yang berwarna merah muda
(Hughes, 2008).
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruševski dan Risteska
(2007), menunjukkan bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein
semakin pudar dalam konsentrasi basa yang semakin pekat. Perubahan
warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2


mol/L (tengah) dan 1mol/L (kanan)
sumber : Petruševski dan Risteska (2007)

Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan


berdasarkan perhitungan sebagai berikut.
pH larutan NaOH 1 M adalah:
NaOH (aq) → Na+ + OH-
Dengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama
dengan konsentrasi OH- .
[NaOH] = [OH-]
[OH-] =1M

pOH = -log OH-


pOH = -log 1
=0
pH = 14 – pOH
= 14 – 0
= 14
Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. pH larutan NaOH 1M, 2M dan 4M

Konsentrasi pH
NaOH
1M 14
2M 14,3
4M 14,6
Dalam kondisi yang sangat basa dengan pH ≥ 14 indikator fenolftalein
kembali menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya
menjadi karbinol (Petruševski dan Risteska, 2007).
Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua
indikator golongan ftalein. Terbentuknya struktur karbinol mengakibatkan
terbentuknya struktur kuinoid dan resonansi.
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion
resonansinya. Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan
basa pekat yang berlebih karena perubahan strukturnya menjadi karbinol.
Perubahan struktur fenolftalein dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3
adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin lakton pada struktur
fenilftalein terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan struktur
trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi
(struktur resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya
penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang
mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh OH- yang menyebabkan
pemutusan ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3 dengan
struktur karbinol.

V. KESIMPULAN
Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar
konsentrasi CH3COOH (asam lemah) dengan NaOH sebagai basa kuat. Reaksi
netralisasi dapat diamati dengan baik ketika terjadi perubahan warna dari bening
menjadi pink dengan menggunakan indikator phenophtalein sebagai
indikatornya. Reaksi netralisasinya adalah :

CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O.


Dan pada praktikum alkalimetri ini dapat diketahui % kadar v/v dari asam
asetat (CH3COOH) dengan melakukan perhitungan, dan diketahui hasilnya
yaitu 138,6 % (v/v).
Kemungkinan Kesalahan :
1. Kurangnya kosentrasi pratikan-pratikan selama proses praktikum berlangsung
2. Kurang teliti dalam mencampurkan larutan
3. Kurang teliti dalam membersikan alat praktikum

VI. DAFTAR PUSTAKA


Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar
Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A.
Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogel’s Textbook of Quantitative
Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis,
Fourth Edition. 1991. Jakarta: EGC.

Daintith, J.,1997, Kamus Lengkap Kimia, 7, 17, Erlangga, Jakarta

Hughes, A. A. 2008. Phenolphthalein-NaOH Kinetics. Tersedia pada


http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab
%20Experiments/Phenolp hthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses
pada tanggal 10 April 2023.
Keenan, Charles W., 1980, Ilmu Kimia untuk Universitas, Edisi VI, 422,
Erlangga, Jakarta

Khopkar.1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Petruševski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of


Phenolphthalein in Strongly Basic Media. Chemistry, Vol. 16,
Iss. 4 (2007). Tersedia pada
(http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf)
. Diakses pada tanggal 11 April 2023.

R A Day dan underwood, A L, kimia Analsia kuantitatif, Erlangga,


Jakarta,1986.

Teaching,Team . 2005. Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik.


Gorontalo: UNG.

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:


Erlangga.

Cirebon, 15 April 2023


Dosen Pengampu Praktikan
Praktikum Kimia Analitik II

(Tania Avianda Gusman,M.Sc., Ph.D) (Fani Ariska)

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai