PRAKTIKUM IV
TITIK LEBUR
OLEH :
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melaksanakan praktikum titik lebur dengan menggunakan alat melting point
2. Mahasiswa dapat menentukan titik lebur dari beberapa senyawa
3.1 Alat
1. Cawan,
2. Pipa kapiler
3. Tabung kapiler
4. seperangkat alat melting point
3.2 Bahan
1. Asam benzoat
2. Asam asetil salisilat,
3. Parasetamol,
4. Asam salisilat,
5. Asam sitrat
VI. PEMBAHASAN
Titik lebur merupakan suatu suhu dimana suatu zat padat berubah bentuk awal
wujud dalam keadaan zat padat menjadi larutan atau cair. Prinsip energi titik dimana
lebur dalam keadaan terletak pada penetapan pemberian energi panas. Titik lebur
bersifat karakteristik dimana digunakan untuk menentukan sifat fisika dari suatu zat.
Karakteristik suatu zat berbeda dengan yang lain. Perbedaan tersebut dilihat dalam
kekuatan ikatan antar molekul. Kekuatan ikatan antar molekul bisa berbeda karena
struktur kimianya yang berbeda dan penyusunannya juga berbeda (Alfred, 1990).
Suhu lebur zat merupakan suhu pada saat zat tepat melebur seluruhnya yang
ditunjukkan pada fase padat tepat hilang sedangkan jarak lebur adalah zat antara suhu
awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau
mulai membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada saat
hilangnya fase padat (Ditjen POM, 1979).
Pada praktikum kali ini praktikkan menelakukan uji titik lebur menggunakan
alat Melting Point untu melihat pada suhu berapakah bahan akan melebur. Serbuk
bahan murni yang akan diuji dimasukkan pada tabung kapiler, lalu dimasukkan
kedalam alatsampai dapat terlihat dari atas tempat kita memantai titik leburnya.
Suatu zat bisa melebur atau mempunyai titik lebur karena adanya panas yang
merupakan salah satu bentuk energi sehingga bisa mengakibatkan ikatan antar molekul
dalam suatu zat memisah atau merenggang, kemudian zat tersebut mengalami
perubahan wujud.
Melting Point adalah instrumen atau alat laboratorium yang digunakan untuk
menentukan atau mengetahui titik leleh suatu zat dengan presisi serta akurasi yan tinggi.
Alat melting point ini merupakan salah satu parameter paling penting dan mendasar
untuk mengetahui tentang sifat suatu zat, menentukan kemurniannya, dan mengetahui
karakter dari senyawa organik dan anorganik yang terkandung di dalam zat. Alat
melting point akan mengetahui titik leleh suatu zat ditentukan dengan melihat sampel
secara visual dan menentukan titik leleh saat zat padat berubah menjadi cairan. Zat yang
berbeda memiliki titik leleh yang berbeda sehingga jika dua zat terlihat sama, tidak
berarti keduanya adalah zat yang sama. Hal ini dilakukan juga untuk menguji
kemurnian suatu produk. Produk yang murni tidak akan mudah meleleh pada suatu suhu
yang lebih rendah, sedangkan produk tidak murni akan mudah meleleh pada suhu
apapun.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan titik lebur. Praktikum ini
bertujuan untuk menentukan titik lebur dari beberapa senyawa. Adapun beberapa
senyawa atau sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu, asam benzoate, asam
asetil salisilat, paracetamol, asam salisilat, dan asam sitrat dengan menggunakan
seperangkat alat melting point.
Pada proses praktikum ini hal yang harus diperhatikan adalah kesterilan alat
yang digunakan, baik pada alat melting point maupun tabung kapiler. Kebersihan
tabung kapiler sangat diperhatikan, pada bagian dalam tabung dapat dibersihkan
dengan menggunakan larutan deterjent netral yang encer, kemudian di bilas
menggukana larutan HCL encer, kocok hingga keadaan tabung bersih, bilas kembali
menggunakan aquadest, kemudian di keringkan. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengindari terkontaminasinya bahan yang akan diuji, adanya kontaminan pada tabung
kapiler menyebabkan titik lebur suatu bahan tidak akurat.
Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan
sama dengan yang ada dalam literatur. Tetapi bila suatu zat itu tidak murni (terdapat
campuran/campuran eutentik) maka ikatan antar molekulnya semakin kecil dan
ikatannya mudah lepas sehingga titik leburnya akan lebih kecil dari pada zat murni.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh titik lebur pada Asam
Benzoat adalah pada suhu 131,3°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan titik lebur dari Asam Benzoat adalah pada suhu 122,3°C. Titik lebur pada
Asam Asetil Asetat adalah pada suhu 137,0°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan titik lebur dari Asam Asetil Asetat adalah pada suhu 135°C. Titik lebur
pada Paracetamol adalah pada suhu 169,1°C, hal ini sesuai dengan literatur yang
praktikkan dapatkan yaitu Paracetamol akan mulai melebur pada suhu 169°C. Titik
lebur pada Asam Salisilat adalah pada suhu 160,2°C, hal ini tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan titik lebur dari Asam Salisilat adalah pada suhu 158,6°C.
Kemudian percobaan terakhir dilakukan pada Asam Sitrat yang mulai melebur pada
suhu 166°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang praktikkan dapatkan yaitu Asam
Sitrat akan mulai melebur pada suhu 163°C.
Dari 5 sampel yang diujikan, 4 sampel hasil yang didapatkan tidak sesuai
dengan literatur. Hal ini menandakan bahwa sampel yang diujikan tidak murni.
Perbedaan suhu pada saat percobaan dengan literatur dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor, seperti:
a. Massa zat
b. Kemurnian zat
c. Kondisi alat percobaan
d. Pengamatan
Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi sehingga dapat terjadi ketidak
sesuaian titik lebur saat dilakukan percobaan dengan literatur praktikkan. Beberapa
diantaranya adalah pemanasan yang kurang merata, suhu yang tidak terkontrol, bahan
murni tidak digerus, sehingga butirannya masih besar dan mengakibatkan peleburan
memerlukan suhu yang lebih tinggi dari literatur, serta adanya zat pengotor yang
menyebabkan turunnya titik lebur bahan murni. Karena adanya zat pengotor ini
mengakibatkan bahan tidak murni (terkontaminasi) dan menyebabkannya mudah
meleleh di suhu yang lebih rendah. Adanya zat pengotor ini bisa disebabkan oleh alat
Melting point ataupun tabung kapiler yang kotor.
Menurut Martin (1990) dalam penentuan titik lebur suatu zat, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan antara lain:
1. Kotoran yang larut atau sebagian larut akan menyebabkan turunnya titik lebur
dari bahannya yang murni.
2. Kotoran yang tidak larut akan menyebabkan peleburan yang tidak nyata. Oleh
karena itu, suatu titik lebur yang tegas dan tajam adalah pada umumnya
merupakan kriteria yang baik bagi suatu senyawa organik bentuk kristal yang
murni.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa praktikum ini
bertujuan untuk menentukan titik lebur dari beberapa senyawa. Adapun beberapa
senyawa atau sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu, asam benzoate, asam
asetil salisilat, paracetamol, asam salisilat, dan asam sitrat dengan menggunakan
seperangkat alat melting point. Pada proses praktikum ini hal yang harus diperhatikan
adalah kesterilan alat yang digunakan, baik pada alat melting point maupun tabung
kapiler. Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan
sama dengan yang ada dalam literatur. Titik lebur pada Asam Asetil Asetat adalah pada
suhu 137,0°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan titik lebur dari
Asam Asetil Asetat adalah pada suhu 135°C. Titik lebur pada Paracetamol adalah pada
suhu 169,1°C, hal ini sesuai dengan literatur yang praktikkan dapatkan yaitu
Paracetamol akan mulai melebur pada suhu 169°C. Dari 5 sampel yang diujikan, 4
sampel hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur disebabkan karena massa
zat, kemurnian zat, kondisi alat percobaan, faktor kesalahan yang mungkin terjadi
sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian titik lebur saat dilakukan praktikkan pada
percobaan dengan literatur yaitu, kotoran yang larut atau sebagian larut akan
menyebabkan turunnya titik lebur dari bahannya yang murni dan kotoran yang tidak
larut akan menyebabkan peleburan yang tidak nyata. Oleh karena itu, suatu titik lebur
yang tegas dan tajam adalah pada umumnya merupakan kriteria yang baik bagi suatu
senyawa organik bentuk kristal yang murni.
VIII. SARAN
Diharapkan sebelum melakukan praktikum ini, para praktikkan memahami cara
penggunaan alat melting point yang baik dan benar , berkonsentrasi saat memasukkan
stick ke dalam melting point agar didapatkan hasil yang tepat serta akurat
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, Martin. 1990. Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika. Jakarta:UI Press
Aziz, I,; Arofah. N. 2017. Pedoman Praktikum Kimia Fisik I. Jakarta : Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Fessenden, R. J. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta : Bina Aksara.
Johari,J.Rachmawati, M. 2003. Penuntun Kimia. Jakarta ; Erlangga.
Martin, A.; Swabrick. 1990. Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta Press:
Universitas Indonesia
Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB. Sudarmo , Unggul. 2006 . Kimia . Erlangga ; Jakarta.
LAMPIRAN
No Gambar Keterangan
1