Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PRAKTIKUM IV
TITIK LEBUR

OLEH :

Nama : Novi Dwi Puspita Sari (211021080)


Nurul Fajriyah (211021081)
Pande Made Priyanka Madyaratri (211021082)
Purnama Dewi (211021083)
Putu Adinda Novyta Arsha Putri (211021084)
Kelas : A6C
Nama Dosen Koordinator : apt. I Gusti Ayu Agung Septiari, S.Farm., M.S
Nama Asisten Dosen : Kadek Sri Arista Pramesti

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2022
PRAKTIKUM IV
TITIK LEBUR

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melaksanakan praktikum titik lebur dengan menggunakan alat melting point
2. Mahasiswa dapat menentukan titik lebur dari beberapa senyawa

II. DASAR TEORI


Titik leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair
pada tekanan satu atmosfer. Dengan kata lain,titik leleh merupakan suhu ketika fase
padat dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Perubahan tekanan tidak
mempengaruhi titik leleh suatu zat mengalami perubahan yang berarti. Pengaruh ikatan
hidrogen terhadap titik leleh tidak begitu besar karena pada wujud padat jarak
antarmolekul cukup berdekatan dan yang paling berperan terhadap titik leleh adalah
berat molekul zat dan bentuk simetris molekul. Titik leleh senyawa organik mudah
untuk diamati sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hampir sama dengan
temperatur dimana zat telah habis meleleh semuanya (Sudarmo,2006).
Titik didih suatu zat cair dipengaruhi oleh tekanan udara, artinya makin besar
tekanan udara makin besar pula titik didih zat cair tersebut , begitu juga sebaliknya
semakin rendah tekanan udara , maka semakin rendah titik didih. Pada tekanan dan
temperatur udara standar(76 cmHg, 25ºC) titik didih air sebesar 100ºC (Johari &
Rachmawati, 2003).
Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan
sama dengan yang ada dalam literatur. Tetapi bila suatu zat itu tidak murni (terdapat
campuran/campuran eutentik) maka ikatan antar molekulnya semakin kecil dan
ikatannya mudah lepas sehingga titik leburnya akan lebih kecil dari pada zat murni
(Fessenden,1997)
Titik leleh merupakan suhu dimana suatu senyawa mulai beralih fasa dari
padatan menjadi cairan sampai kesemuanya menjadi cair sempurna. Titik leleh dapat
dicari melalui sebuah eksperimen. Bahan yang diperlukan yaitu pipa kapiler dan alat
penentu titik leleh. Titik leleh juga dapat digunakan sebagai acuan apakah senyawa
tersebut murni atau tidak. Senyawa yang murni biasanya mempunyai rentangan titik
leleh tidak lebih dari 3ºC. Misalnya suatu bahan mempunyai titik leleh antara 128-
136ºC, maka dapat diketahui senyawa tersebut belum murni karena rentang titik
lelehnya adalah 8ºC (Fessenden,1997)
Pada umunya titik lebur ditetapkan tidak sebagai suhu tunggal melainkan
sebagai jarak lebur, yaitu suhu pada saat zat padat mulai melebur sampai suhu akhir
peleburan. Adanya jarak lebur ini disebabkan oleh adanya pengotor atau oleh
penguraian pada saat melebur dan juga oleh pengalihan panas yang tidak memadai
(Aziz, 2017).
Suhu lebur zat adalah suhu pada saat zat tepat melebur seluruhnya yang
ditunjukkan pada saat fase padat tepat hilang. antulan baur. Jarak lebur zat adalah jarak
antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai
menciut atau membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada saat
hilangnya fase padat. Jika zat padat yang diamati tidak murni , maka akan terjadi
penyimpangan dari titik leleh senyawa murninya yang berupa penurunan titik leleh dan
perluasan range titik leleh. Misal suatu asam murni diamati titik lelehnya pada
temperatur 122,1ºC – 122,4 ºC dari titik lelehnya 122,2 ºC. Penambahan 20% zat
padat lain akan mengakibatkan perubahan titik lelehnya menjadi 115 ºC - 119 ºC dari
122,1ºC – 122,4ºC. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5ºC dan range
temperaturnya berubah menjadi 4ºC dari 0,3ºC ) (Dirjen POM, 1979).
Pada unsur alkali memiliki satu elektron ikatan dan bertambah lemah jika
jarijari bertambah besar, hal ini menyebabkan titik leleh berkurang dari atas kebawah
dalam satu golongan. Unsur halogen terikat oleh gaya Van der Waals yang lemah, gaya
ini bertambah jika jari-jari bertambah besar , oleh sebab itu titik leleh bertambah besar
dari atas ke bawah dalam satu golongan. Kekuatan ikatan logam bertambah dari kiri ke
kanan , sehingga titik leleh bertambah dari kiri ke kanan dalam satu periode. Gas mulia
memliki ikatan Van der Waals yang sangat lemah , sehingga titik lelehnya sangat kecil.
Titik leleh pada gas mulia ditentukan oleh besarnya nomer atom. Semakin besar nomor
atom maka titik lelehnya semakin tinggi. Sementara itu, titik leleh dari karbon sangat
tinggi (Sudarmo , 2006).
Dalam menentukan titik leleh suatu zat, adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi cepat atau lambatnya zat tersebut meleleh adalah : (Fessenden,1997)
1. Ukuran Kristal Ukuran Kristal sangat berpengaruh dalam menentukan titik leleh
suatu zat. Apabila semakin besar ukuran partikel yang digunakan, maka
semakin sulit terjadinya pelelehan.
2. Banyaknya Sampel. Banyaknya sampel suatu zat juga dapat mempengaruhi
cepat lambatnya proses pelelehan. Hal ini dikarenakan, apabila semakin sedikit
sampel yang digunakan maka semakin cepat proses pelelehannya, begitu pula
sebaliknya jika semakin banyak sampel yang digunakan maka semakin lama
proses pelelehannya.
3. Pengemasan Dalam Kapiler. Pemanasan dalam suatu pemanas harus
menggunakan bara api atau panas yang bertahan. Titik didih suatu zat adalah
suhu yang tekanan uap jenuhnya sama dengan tekanan di atas permukaan zat
cair. Bila tekanan uap sama dengan tekanan luar atau tekanan diatas permukaan
zat cair , mulai terbentuk gelembung-gelembung uap dalam cairan. Karena
tekanan uap dalam gelembung sama dengan tekanan udara, maka gelembung itu
dapat mendorong diri lewat permukaan dan bergerak ke fasa gas diatas cairan,
sehingga cairan tersebut mendidih.
Titik didih suatu zat adalah suhu yang tekanan uap jenuhnya sama dengan
tekanan di atas permukaan zat cair. Bila tekanan uap sama dengan tekanan luar atau
tekanan diatas permukaan zat cair , mulai terbentuk gelembung-gelembung uap dalam
cairan. Karena tekanan uap dalam gelembung sama dengan tekanan udara, maka
gelembung itu dapat mendorong diri lewat permukaan dan bergerak ke fasa gas diatas
cairan, sehingga cairan tersebut mendidih. Titik didih suatu zat cair dipengaruhi oleh
tekanan udara, artinya makin besar tekanan udara makin besar pula titik didih zat cair
tersebut , begitu juga sebaliknya semakin rendah tekanan udara , maka semakin rendah
titik didih. Pada tekanan dan temperatur udara standar(76 cmHg, 25ºC) titik didih air
sebesar 100ºC (Johari & Rachmawati, 2003).
Titik didih dapat digunakan untuk memperkirakan secara tak langsung berapa
kuatnya daya tarik antar molekul cairan. Cairan yang memiliki gaya tarik antar molekul
kuat , akan memiliki titik didih yang tinggi , begitu juga sebaliknya. Adanya ikatan
hidrogen antarmolekul menyebabkan titik senyawa relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan senyawa lain yang memilki berat molekul sebanding. Titik didih senyawa
golongan alkohol lebih tinggi daripada senyawa golongan alkana, demikian juga titik
didih air lebih tinggi daripada aseton. Contohnya Titik didih H2O lebih tinggi daripada
HF , hal itu disebabkan ikatan hidrogen H2O lebih kuat daripada HF . Padahal
samasama membentuk ikatan hidrogen dan HF lebih polar , hal ini disebabkan karena
setiap molekul HF hanya mampu mengikat 2 molekul lainnya , sedangkan H2O mampu
mengikat 4 molekul lainnya , sehingga jumlah kekuatan 4 ikatan Hidrogen H2O lebih
besar daripada 2 ikatan hidrogen HF , walaupun kekuatan tiap ikatan HF lebih tinggi
dari H2O (Johari & Rachmawati,2003).
Dalam menentukan titik didih suatu zat, adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi cepat atau lambatnya zat tersebut mendidih adalah: (Fessenden,1997)
1. Pemanasan
Pemanasan harus dilakukan secara bertahap agar diperoleh interval yang tidak
terlalu panjang.
2. Tekanan Udara
Tekanan udara mempengaruhi titik didih suatu zat.
3. Banyaknya zat yang digunakan.
Zat yang digunakan juga mempengaruhi titik didih suatu zat, dimana semakin
banyak zat yang digunakan semakin lambat proses pendidihan sehingga titik
didihnya meningkat.
Jarak lebur zat adalah jarak antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu
awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau membentuk tetesan pada dinding pipa
kapiler, suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat (Dirjen POM, 1979).
Titik beku atau titik leleh dari senyawa murni adalah temperature di mana fase
padat dan fase cair berada dalam keseimbangan pada tekanan atm. Keseimbangan di
sini berarti kecenderungan zat padat berubah menjadi wujud cair sama dengan
kecenderungan terjadinya proses sebaliknya, karena cairan dan padatan keduanya
mempunyai kecenderungan melepaskan diri yang sama (Martin, 1990).
Penambahan panas selanjutnya tidak menaikkan suhu zat, tetapi mengubah zat
padat menjadi cair sehingga kedua fase tetap berada dalam keseimbangan. Pada saat
semua zat padat melebur, maka akan hanya terdapat fase cair saja dan penambahan
panas selanjutnya menyebabkan kenaikan suhu secara linier yang sangat tergantung
pada laju pemberian panas dan sifat fisika zatnya (Aziz, 2017).
Penetapan titik lebur zat secara teliti dilakukan dengan cara mengukur suhu
secara berulang pada saat keseimbangan fase padat-cair tercapai, biasanya dengan cara
pendinginan dan pemanasan berulang. Titik lebur akan terlihat sebagai garis datar
horizontal pada kurva suhu-waktu (Gambar 1). Cara ini memerlukan bahan yang cukup
banyak dan waktu yang lama dan bahan yang banyak, maka sekarang telah
dikembangkan cara mikro yang memerlukan waktu dan bahan yang sedikit. Cara mikro
ini digunakan oleh berbagai Farmakope (Aziz, 2017).
Prosedur umum yang paling banyak digunakan Farmakope dan buku acuan
lainnya adalah menempatkan sejumlah kecil zat padat dalam tabung kapiler lalu
dipanaskan dalam tangas udara atau tangas cair kemudian suhu dicatat pada saat zat
melebur dan pada saat dimana semua zat melebur. Dengan demikian jarak lebur dicatat
sebagai jarak antara suhu permulaan dan suhuu akhir peleburan yang sempurna. Suhu
permulaan dicatat pada saat zat mulai melebur pada dinding pipa kapiler dan suhu akhir
peleburan dicatat pada saat peleburan telah sempurna atau tepat pada saat fase padat
berubah semua menjadi fase cair. Tabung/pipa kapiler yang digunakan harus memenuhi
persyaratan demikian pula jumlah zat yang ditentukan harus cukup agar panas yang
digunakan cukup untuk meleburkan secara sempurna. Pemasanan harus merata dan
lajunya harus diukur. Laju pemanasan harus diatur sekitar 1oC per menit ketika titik
lebur akan dicapai (Aziz, 2017).
Titik atau jarak lebur merupakan tetapan fisika yang berarti dalam analisis. Titik
lebur dapat digunakan untuk identifikasi senyawa. Untuk senyawa murni, titik lebur
merupakan karakteristik yang khas untuk senyawa tersebut sehingga dapat digunakan
untuk identifikasi. Yang lebih berarti dalam identifikasi adalah titik lebur senyawa
turunannya, misalnya turunan osazon untuk karbohidrat atau turunan asam pikrat untuk
senyawa nitrogen basa. Jarak lebur digunakan dalam pengujian kemurnian karena
biasanya senyawa yang tidak menunjukkan titik lebur yang lebih rendah dari senyawa
murninya. Disamping itu besarnya rentang jarak lebur dapat digunakan sebagai kriteria
kemurnian zat . Penurunan titik lebur dapat digunakan sebagai dasar pada penentuan
bobot molekul. Cara ini dikenal sebagai metode Rast yang mengukur penurunan titik
lebur dkamfora akibat adanya zat yang dianalisis. (Aziz, 2017)
Setiap larutan ataupun cairan murni memiliki kebutuhan suhu yang berbedabeda
untuk mencapai titik beku, titik cair, dan titik didihnya masing-masing. Titik didih
normal cairan murni atau larutan adalah suhu pada saat tekanan uap mencapai 1 atm,
karena zat terlarut menurunkan tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan agar ia
mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi dari pada titik didih pelarut murni.
Peristiwa ini disebut sebagai peningkatan titik didih, merupakan metode alternatif untuk
menentukkan masa molar (Syukri, 1999).
Perbedaan titik lebur senyawa-senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa
tersebut. Semakin kuat ikatan yang dibentuk, semakin besar energi yang diperlukan
untuk memutuskannya. Dengan kata lain, semakin tinggi juga titik lebur unsur tersebut.
Perbedaan titik lebur antara senyawa-senyawa pada golongan yang sama dapat
dijelaskan dengan perbedaan elektronegativitas unsur-unsur pembentuk senyawa
tersebut (Syukri, 1999).
III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
1. Cawan,
2. Pipa kapiler
3. Tabung kapiler
4. seperangkat alat melting point

3.2 Bahan
1. Asam benzoat
2. Asam asetil salisilat,
3. Parasetamol,
4. Asam salisilat,
5. Asam sitrat

IV. CARA KERJA

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan


V. HASIL PERCOBAAN

Sampel Titik Leleh (°C)


Literatur Percobaan
Asam Benzoat 122,3°C 131,3°C
Asam Asetil Salisilat 135°C 137°C
Paracetamol 169°C 169,1°C
Asam Salisilat 158,6°C 160,2°C
Asam Sitrat 163°C 166°C

VI. PEMBAHASAN
Titik lebur merupakan suatu suhu dimana suatu zat padat berubah bentuk awal
wujud dalam keadaan zat padat menjadi larutan atau cair. Prinsip energi titik dimana
lebur dalam keadaan terletak pada penetapan pemberian energi panas. Titik lebur
bersifat karakteristik dimana digunakan untuk menentukan sifat fisika dari suatu zat.
Karakteristik suatu zat berbeda dengan yang lain. Perbedaan tersebut dilihat dalam
kekuatan ikatan antar molekul. Kekuatan ikatan antar molekul bisa berbeda karena
struktur kimianya yang berbeda dan penyusunannya juga berbeda (Alfred, 1990).
Suhu lebur zat merupakan suhu pada saat zat tepat melebur seluruhnya yang
ditunjukkan pada fase padat tepat hilang sedangkan jarak lebur adalah zat antara suhu
awal dan suhu akhir peleburan zat. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai menciut atau
mulai membentuk tetesan pada dinding pipa kapiler, suhu akhir dicatat pada saat
hilangnya fase padat (Ditjen POM, 1979).
Pada praktikum kali ini praktikkan menelakukan uji titik lebur menggunakan
alat Melting Point untu melihat pada suhu berapakah bahan akan melebur. Serbuk
bahan murni yang akan diuji dimasukkan pada tabung kapiler, lalu dimasukkan
kedalam alatsampai dapat terlihat dari atas tempat kita memantai titik leburnya.
Suatu zat bisa melebur atau mempunyai titik lebur karena adanya panas yang
merupakan salah satu bentuk energi sehingga bisa mengakibatkan ikatan antar molekul
dalam suatu zat memisah atau merenggang, kemudian zat tersebut mengalami
perubahan wujud.
Melting Point adalah instrumen atau alat laboratorium yang digunakan untuk
menentukan atau mengetahui titik leleh suatu zat dengan presisi serta akurasi yan tinggi.
Alat melting point ini merupakan salah satu parameter paling penting dan mendasar
untuk mengetahui tentang sifat suatu zat, menentukan kemurniannya, dan mengetahui
karakter dari senyawa organik dan anorganik yang terkandung di dalam zat. Alat
melting point akan mengetahui titik leleh suatu zat ditentukan dengan melihat sampel
secara visual dan menentukan titik leleh saat zat padat berubah menjadi cairan. Zat yang
berbeda memiliki titik leleh yang berbeda sehingga jika dua zat terlihat sama, tidak
berarti keduanya adalah zat yang sama. Hal ini dilakukan juga untuk menguji
kemurnian suatu produk. Produk yang murni tidak akan mudah meleleh pada suatu suhu
yang lebih rendah, sedangkan produk tidak murni akan mudah meleleh pada suhu
apapun.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan titik lebur. Praktikum ini
bertujuan untuk menentukan titik lebur dari beberapa senyawa. Adapun beberapa
senyawa atau sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu, asam benzoate, asam
asetil salisilat, paracetamol, asam salisilat, dan asam sitrat dengan menggunakan
seperangkat alat melting point.
Pada proses praktikum ini hal yang harus diperhatikan adalah kesterilan alat
yang digunakan, baik pada alat melting point maupun tabung kapiler. Kebersihan
tabung kapiler sangat diperhatikan, pada bagian dalam tabung dapat dibersihkan
dengan menggunakan larutan deterjent netral yang encer, kemudian di bilas
menggukana larutan HCL encer, kocok hingga keadaan tabung bersih, bilas kembali
menggunakan aquadest, kemudian di keringkan. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengindari terkontaminasinya bahan yang akan diuji, adanya kontaminan pada tabung
kapiler menyebabkan titik lebur suatu bahan tidak akurat.
Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan
sama dengan yang ada dalam literatur. Tetapi bila suatu zat itu tidak murni (terdapat
campuran/campuran eutentik) maka ikatan antar molekulnya semakin kecil dan
ikatannya mudah lepas sehingga titik leburnya akan lebih kecil dari pada zat murni.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh titik lebur pada Asam
Benzoat adalah pada suhu 131,3°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan titik lebur dari Asam Benzoat adalah pada suhu 122,3°C. Titik lebur pada
Asam Asetil Asetat adalah pada suhu 137,0°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan titik lebur dari Asam Asetil Asetat adalah pada suhu 135°C. Titik lebur
pada Paracetamol adalah pada suhu 169,1°C, hal ini sesuai dengan literatur yang
praktikkan dapatkan yaitu Paracetamol akan mulai melebur pada suhu 169°C. Titik
lebur pada Asam Salisilat adalah pada suhu 160,2°C, hal ini tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan titik lebur dari Asam Salisilat adalah pada suhu 158,6°C.
Kemudian percobaan terakhir dilakukan pada Asam Sitrat yang mulai melebur pada
suhu 166°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang praktikkan dapatkan yaitu Asam
Sitrat akan mulai melebur pada suhu 163°C.
Dari 5 sampel yang diujikan, 4 sampel hasil yang didapatkan tidak sesuai
dengan literatur. Hal ini menandakan bahwa sampel yang diujikan tidak murni.
Perbedaan suhu pada saat percobaan dengan literatur dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor, seperti:
a. Massa zat
b. Kemurnian zat
c. Kondisi alat percobaan
d. Pengamatan
Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi sehingga dapat terjadi ketidak
sesuaian titik lebur saat dilakukan percobaan dengan literatur praktikkan. Beberapa
diantaranya adalah pemanasan yang kurang merata, suhu yang tidak terkontrol, bahan
murni tidak digerus, sehingga butirannya masih besar dan mengakibatkan peleburan
memerlukan suhu yang lebih tinggi dari literatur, serta adanya zat pengotor yang
menyebabkan turunnya titik lebur bahan murni. Karena adanya zat pengotor ini
mengakibatkan bahan tidak murni (terkontaminasi) dan menyebabkannya mudah
meleleh di suhu yang lebih rendah. Adanya zat pengotor ini bisa disebabkan oleh alat
Melting point ataupun tabung kapiler yang kotor.
Menurut Martin (1990) dalam penentuan titik lebur suatu zat, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan antara lain:
1. Kotoran yang larut atau sebagian larut akan menyebabkan turunnya titik lebur
dari bahannya yang murni.
2. Kotoran yang tidak larut akan menyebabkan peleburan yang tidak nyata. Oleh
karena itu, suatu titik lebur yang tegas dan tajam adalah pada umumnya
merupakan kriteria yang baik bagi suatu senyawa organik bentuk kristal yang
murni.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa praktikum ini
bertujuan untuk menentukan titik lebur dari beberapa senyawa. Adapun beberapa
senyawa atau sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu, asam benzoate, asam
asetil salisilat, paracetamol, asam salisilat, dan asam sitrat dengan menggunakan
seperangkat alat melting point. Pada proses praktikum ini hal yang harus diperhatikan
adalah kesterilan alat yang digunakan, baik pada alat melting point maupun tabung
kapiler. Suatu zat dikatakan murni apabila titik lebur yang diperoleh dari percobaan
sama dengan yang ada dalam literatur. Titik lebur pada Asam Asetil Asetat adalah pada
suhu 137,0°C, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan titik lebur dari
Asam Asetil Asetat adalah pada suhu 135°C. Titik lebur pada Paracetamol adalah pada
suhu 169,1°C, hal ini sesuai dengan literatur yang praktikkan dapatkan yaitu
Paracetamol akan mulai melebur pada suhu 169°C. Dari 5 sampel yang diujikan, 4
sampel hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur disebabkan karena massa
zat, kemurnian zat, kondisi alat percobaan, faktor kesalahan yang mungkin terjadi
sehingga dapat terjadi ketidaksesuaian titik lebur saat dilakukan praktikkan pada
percobaan dengan literatur yaitu, kotoran yang larut atau sebagian larut akan
menyebabkan turunnya titik lebur dari bahannya yang murni dan kotoran yang tidak
larut akan menyebabkan peleburan yang tidak nyata. Oleh karena itu, suatu titik lebur
yang tegas dan tajam adalah pada umumnya merupakan kriteria yang baik bagi suatu
senyawa organik bentuk kristal yang murni.

VIII. SARAN
Diharapkan sebelum melakukan praktikum ini, para praktikkan memahami cara
penggunaan alat melting point yang baik dan benar , berkonsentrasi saat memasukkan
stick ke dalam melting point agar didapatkan hasil yang tepat serta akurat
DAFTAR PUSTAKA

Alfred, Martin. 1990. Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika. Jakarta:UI Press
Aziz, I,; Arofah. N. 2017. Pedoman Praktikum Kimia Fisik I. Jakarta : Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Fessenden, R. J. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta : Bina Aksara.
Johari,J.Rachmawati, M. 2003. Penuntun Kimia. Jakarta ; Erlangga.
Martin, A.; Swabrick. 1990. Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta Press:
Universitas Indonesia
Syukri. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB. Sudarmo , Unggul. 2006 . Kimia . Erlangga ; Jakarta.
LAMPIRAN

No Gambar Keterangan
1

Alat dan bahan yang digunakan pada


praktikum titik lebur

Proses penggerusan bahan hingga


halus

Hasil pengujian Asam Benzoat

Hasil pengujian Asam Asetil Salisilat


5

Hasil pengujian Paracetamol

Hasil pengujian Asam Salisilat

Hasil pengujian Asam Sitrat

Anda mungkin juga menyukai