Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Pada percobaan ini diujikan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan asam
benzoate dan asam salisilat, pelarut campur yang digunakan terdiri dari air, etanol, gliserin
dan propilenglikol. Pertama-tama yang dilakukan pada percobaan ini adalah pembuatan
NaOH , pellet NaOH ditimbang sebanyak 2 gr diatas kaca arloji , digunakan kaca arloji
karena sifat dari NaOH yang higroskopis dimana NaOH dengan mudah menyerap molekul air
dari udara sehingga akan mudah mencair, kemudian NaOH dilarutkan dengan menggunakan
air bebas CO2 sebanyak 500 ml, digunakan air bebas CO2 karena dalam air NaOH akan
bereaksi dengan CO2 membentuk Na2CO3 dan akan terjadi endapan ,endapan ini dapat
menyebabkan turunnya kadar NaOH. Aduk NaOH hingga larut sempurna dalam air,kemudian
larutan NaOH dibakukan dengan baku primer larutan asam oksalat (H2C2O4). Larutan Asam
oksalat dibuat dengan cara melarutkan 6,3 gr kalium biftalat dalam 50 ml aquades,
terbentuklah asam oksalat 2 N . Setelah dilarutkan,lakukan pembakuan NaOH dengan cara
masukkan larutan NaOH sebagai analit pada buret sedangkan pada Erlenmeyer masukkan 5
ml asam oksalat sebagai titran dan tambahkan 3 tetes indikator fenolftalen , menggunakan
fenolftalen (rentang pH 8,00 10,00) karena titran yang digunakan bersifat asam, pada ph
asam (< 8,00) fenolftalen tidak memberikan warna sedangkan pada ph basa (>10,00)
fenolftalen akan memberikan warna merah rosa sehingga akan memudahkan pengamatan.
Titrasi dilakukan sebanyak 3 (triplo) kali untuk menambah keakuratan. Setelah titrasi
tentukan konsentrasi NaOH berdasarkan volume NaOH yang keluar , pada pembakuan ini
diperoleh konsentrasi NaOH sebesar X N . Larutan NaOH dalam percobaan ini digunakan
sebagai penentu kelarutan yang telah diketahui konsentrasinya.

Setelah dibakukan dibuat 10 pelarut campur , dimana pada pelarut 1 diisi oleh air
sebanyak 20 ml, pada pelarut 2 diisi oleh 1 ml etanol dan 19 ml air, pada pelarut 3 diisi oleh
19 ml air dan 1 ml gliserin , pelarut 4 diisi oleh 19 ml air dan 1 ml propilenglikol , pada
pelarut 5 diisi oleh 3 ml etanol dan 17 ml air, pada pelarut 6 diisi oleh 17 ml air dan 3 ml
gliserin , pelarut 7 diisi oleh 17 ml air dan 3 ml propilenglikol , juga dibuat pelarut 8 diisi
oleh 5 ml etanol dan 15 ml air, pada pelarut 9 diisi oleh 15 ml air dan 5 ml gliserin , pelarut
10 diisi oleh 15 ml air dan 5 ml propilenglikol . Setelah masing- masing pelarut campur
dibuat, kemudian masing masing pelarut ditambahkan serbuk asam salisilat atau asam
benzoat hingga larutan jenuh dalam hal ini digunakan asam salisilat saja karena asam benzoat
tidak tersedia di laboratorium . Asam salisilat menurut farmakope IV sukar larut dalam air
dan mudah larut dalam etanol, maka pada pelarutan ini akan terjadi pengendapan, endapan ini
kemudian disaring menggunakan kertas saring, kertas saring dilipat dan dibentuk menjadi
kerucut dan diletakkan di corong, pelipatan kertas saring dilakukan selain untuk
menyesuaikan bentuk corong tetapi juga dapat mencegah endapan terbawa ke dalam filtrat ,
setelah filtrat terpisah dari endapan, ambil 5 ml filtrat menggunakan pipet ukur agar volume
yang diambil lebih akurat dan tuangkan dalam Erlenmeyer kemudian tambahkan 3 tetes
indikator fenolftalen, lakukan kembali titrasi dengan NaOH yang telah dibakukan , titrasi
dilakukan masing-masing 3 kali(duplo) pada 1 pelarut agar hasil yang didapatkan lebih
akurat. Setelah titrasi tentukan kelarutan asam salisilat pada tiap pelarut , kelarutan diperoleh
dengan cara mengalikan volume NaOH yang keluar dengan konsentrasi NaOH dan Berat
ekivalen dari asam salisilat kemudian dibagi volume asam salisilat.

Volume NaOH yang keluar dari buret mempengaruhi nilai kelarutan. Banyaknya
volume titran (NaOH) yang keluar dipengaruhi oleh kelarutan dari asam salisilat tersebut.
Dengan etanol , asam salisilat sangat mudah larut sehingga jika kandungan alkohol pada
pelarut campur lebih banyak asam salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya
semakin kuat, sehingga pada saat dititrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan
sehingga dibutuhkan volume NaOH yang lebih banyak. Berbeda dengan kandungan aquadest
lebih banyak maka volume NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit karena asam salisilat yang
terkandung dalam pelarut lebih sedikit, terlebih lagi sebelum dilakukan titrasi, penyaringan
dilakukan untuk mendapatkan larutan jenuh, dimana asam salisilat yang tidak larut akan
tertinggal dikertas saring sehingga asam salisilat berada dalam bentuk asam bebas. Dengan
demikian titrasi yang terjadi hanya antara NaOH dan aquadest.

Pada percobaan ini diperoleh rata-rata kelarutan pada pelarut 1 kelarutannya X gr/ml ,
pada pelarut 2 kelarutannya X gr/ml , pada pelarut 3 kelarutannya X gr/ml , dan pada pelarut
4 kelarutannya X gr/ml , juga pada pelarut 5 kelarutannya X gr/ml , pada pelarut 6
kelarutannya X gr/ml, pada pelarut 7 kelarutannya X gr/ml , pada pelarut 8 kelarutannya X
gr/ml , pada pelarut 9 kelarutannya X gr/ml , dan pada pelarut 10 kelarutannya X gr/ml ,
dari data tersebut nilai kelarutan yang tertinggi dari pelarut 01 hal ini menunjukan bahwa
banyak asam salisilat yang terlarut dalam pelarut 01 , hal ini terjadi karena terdapat etanol
pada pelarut campur yang mengakibatkan asam salisilat mudah larut dalam etanol, sedangkan
kelarutan terkecil terdapat pada pelarut 10 (air dan propilenglikol) , propilenglikol
menurunkan kepolaran larutan karena propilenglikol bersifat nonpolar, berdasarkan prinsip
like dissolve like maka asam salisilat yang bersifat polar cenderung sukar larut dalam pelarut
tersebut.

Berdasarkan percobaan kelarutan dapat disimpulkan bahwa penambahan pelarut


campur dapat meningkatkan atau menurunkan kelarutan suatu zat , tergantung daripada
kepolaran dari pelarut dan sampel , jika sampel bersifat polar maka akan mudah larut pada
pelarut polar begitu juga sebaliknya jika sampel bersifat non polar maka akan mudah larut
pada senyawa non polar. Fenomena naiknya suatu kelarutan karena adanya pelarut campur
disebut peristiwa co-solvency , sedangkan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat
menaikkan kelarutan suatuzat diseut co-solvent.

Pada bidang farmasi pemilihan pelarut sangat penting,bahan tambahan yang


digunakan dalam formulasi sediaan farmasi seringkali mempengaruhi sifat kimia fisika bahan
aktif. Propilenglikol adalah bahan yang banyak digunakan dalam formulasi sediaan
semipadat, sediaan cair dan transdermal sebagai kosolven, dan plastizier. Gliserin digunakan
sebagai zat tambahan, bertindak sebagai humektan, mencegah krim dan salep dari kering,
sebagai pemanis, agen emulsifying baik itu memiliki kemampuan untuk menjaga partikel
larut dari campuran berseragam dispersi. Etanol sering digunakan sebagai zat pembantu
dalam sediaan farmasi selain itu juga etanol memili daya kerja adstringen, oleh karena itu
bisa digunakan dalam lotion anti-keringat. Etanol, gliserin dan propilen glikol merupakan
pelarut campur (co solvent) yang biasa digunakan dalam bidang farmasi untuk
pembuatan eliksir.

Anda mungkin juga menyukai