Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA FARMASI

SEMESTER GANJIL 2018-2019

ASIDIMETRI-ALKALIMETRI
Hari / Jam Praktikum : Rabu / 13.00 – 16.00
Tanggal Praktikum : 21 November 2018
Kelompok : Sampel Na2CO3 kode no.3
Asisten : 1. Hanindhiya Fikriani
2. Tirza Ecclesia Orowitz

Meliana Griselda
260110180131

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI DAN KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2018
ASIDIMETRI-ALKALIMETRI

I. TUJUAN
Dapat menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan metode titrasi
asidimetri atau alkalimetri.

II. PRINSIP
2.1.Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif umumnya digunakan untuk mengetahui
kuantitas atau jumlah kadar suatu zat. (Svehla, 1985)

2.2.Netralisasi
Netralisasi adalah proses yang bertujuan untuk mengubah
derajat keasaman suatu zat menjadi netral. (Hamzani, et al., 2017)

2.3.Indikator
Titrasi adalah suatu proses dimana suatu larutan yang belum
diketahui kadarnya secara pasti diteteskan ke larutan lain yang telah
baku primer atau telah diketahui kadarnya secara pasti hingga tercapai
titik ekivalen. (Almatsier, 2003)

III. REAKSI

Natrium Karbonat

Na2CO3 + 2HCl → 2NaCl + H2CO3 (Basset, 1994)


IV. TEORI DASAR
Kelarutan mempunyai definisi sebagai jumlah terbesar dari zat
yang terlarut yang akan dicampurkan ke dalam sejumlah tertentu pelarut
yang kemudian akan membentuk larutan yang homogen. (Chang, 2005)
Analisa kuantitatif umumnya digunakan untuk mengetahui
kuantitas atau jumlah kadar suatu zat. (Svehla, 1985)
Derajat keasamaan atau pH memiliki pengertian sebagai
“negatif logaritma dari konsentrasi ion hidrogen”. Penggunaan istilah
pH memberikan informasi mengenai interval dari asam hinga basa
dalam skala 0 s.d. 14, sesuai dengan kadar [H+] dalam larutan. Jika
pH<7 maka larutan tersebut dikatakan asam, tetapi jika pH > 7 maka
larutan tersebut dinyatakan basa, dan jika pH = 7, maka saat itulah
larutan dapat dikatakan netral. (Cairns, 2004)

Hal yang berhubungan dekat dengan asam basa adalah reaksi


penetralan. Netralisasi adalah proses penetralan suatu asam dengan
penambahan basa. (Hamzani, et al., 2017). Titrasi adalah suatu proses
analisis volumetrik dimana suatu larutan yang belum diketahui kadarnya
secara pasti diteteskan ke larutan lain yang telah standard, atau telah
diketahui konsentrasinya secara pasti hingga tercapai titik ekivalen.
(Almatsier, 2003). Titrasi asam basa perlu sebuah zat untuk
menunjukkan perubahan ketika titrasi untuk menjadi acuan titik akhir
titrasi yang dinamakan indikator. Indikator mampu menunjukkan
perubahan warna pada setiap interval dari derajat keasaman atau yang
lebih dikenal sebagai pH. (Nuryanti, et al., 2010). Umumnya, indikator
dalam asam basa yang sering dipakai adalah zat kimia, baik itu kertas
lakmus, indikator universal, larutan indikator, maupun indikator alami.
(Indira, 2015)
Ada dua contoh dari larutan indikator, yaitu, fenolftalein dan
metil orange. Fenolptalin (pp) mampu memberikan warna keunguan
dalam suasana basa dan bening atau colorless dalam keadaan asam.
Metil orange (mo) mampu memberikan warna jingga kemerahan jika
berada di lingkungan asam dan berwarna kuning jika berada di
lingkungan basa. Perubahan warna tersebut tentunya tidak terjadi
secara langsung, akan tetapi jika telah mencapai level pH-nya, atau
biasa disebut sebagai trayek pH. Indikator pp mempunyai trayek pH
dari 8,0 hingga 9,6, dan indikator mo mempunyai trayek pH dari
3,1 hingga 4,4. (Rubinson, et al., 1998).

Peribahan warna yang terjadi saat titik akhir titrasi adalah akibat
kesetimbangan dari bentuk molekul dan ion dari indikatornya. Seperti
halnya fenolftalein yang tetap bening dalam asam dan menjadi merah
saat basa adalah akibat bergesernya kesetimbangan dan fenolftalein
berubah menjadi ion saat suasana basa menjadikannya mampu
mengeluarkan warna merah. (Purwono & Mahardani, 2009).

Pemilihan indikator yang tepat menjadi sangat penting dalam


analisis volumetrik, karena jika dia mampu menunjukkan titik akhir
yang tepat, maka analisa kuantitatif dalam penentuan konsentrasi akan
berhasil. (Harjadi, 1990).

Titrasi menjadi sangat berguna dalam standardisasi larutan.


Terdapat dua jenis larutan, yaitu, larutan baku sekunder dan lerutan
baku primer. Larutan baku primer adalah larutan yang diperoleh dari
penyampuran suatu zat tertentu yang memiliki kemurnian yang tinggi.
Larutan ini merupakan hasil penimbangan dan telah diketahui kadarnya
secara pasti. Larutan baku sekunder ialah larutan yang diperoleh setelah
ditimbang lalu dilarutkan oleh zat tertentu, tetapi kemurniannya relatif
rendah, sehingga butuh standardisasi untuk dapat diketahui/ditemukan
konsentrasi pasti dari larutan tersebut. (Underwood & Day, 2001)
Dalam jenisnya, terdapat banyak macam titrasi. Namun, dalam
kaitannya dengan reaksi asam-basa, terdapat dua jenis titrasi, yakni,
asidimetri dan alkalimetri. Asidi berasal dari kata acid (dalam bahasa
Inggris) yang memiliki pengertian sebagai asam sedangkan metri
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki definisi sebagai ilmu,
proses, atau seni mengukur. Dengan demikian, asidimetri berarti
pengukuran sesuatu dengan asam (Padmaningrum, 2006). Alkalimetri
adalah metode yang berguna untuk menetapkan kadar asam saat titrasi
dengan menggunakan larutan standard basa. Pada kinerjanya titrasi,
baik asidimetri, ataupun alkalimetri, memegang prinsip reaksi
netralisasi, yaitu reaksi penetralan asam oleh basa ataupun sebaliknya
dimana ion hidrogen (H+) yang berasal dari asam bereaksi dengan ion
hidroksida OH- yang berasal dari basa yang kemudian membentuk
molekul air (H2O). Pada prosesnya, umumnya titrasi alkalimetri
menggunakan larutan KOH atau NaOH yang telah dibakukan
sebelumnya. Hal itu karena KOH dan NaOH bersifat basa kuat sehingga
mempercepat ionisasi. Meskipun keduanya sama dapat mudah bereaksi
dengan CO2, tetapi NaOH bersifat lebih mudah dipisahkan dari garam
karbonatnya dan memiliki harga yang lebih murah (Andari, 2013).
Jika asam dan basa digolongkan berdasarkan keadaan reaksinya
dengan pelarut, asam dan basa dapat dikelompokkan menjadi asam/basa
kuat dan asam/basa lemah. Oleh karena itu, titrasi asam-basa dapat
mencakup; titrasi antara asam kuat dengan basa kuat, basa kuat dengan
asam lemah, asam kuat dengan basa lemah. Titrasi dapat juga berupa
analit garam, jenisnya adalah asam kuat dengan asam lemah yang
berupa garam dan basa kuat denga basa lemah yang berupa garam
(Padmaningrum, 2006).
V. ALAT DAN BAHAN
5.1.Alat
5.1.1. Batang 5.1.8. Penangas air
pengaduk 5.1.9. Perkamen
5.1.2. Beaker glass 5.1.10. Pipet tetes
5.1.3. Bulb 5.1.11. Pipet volume
5.1.4. Buret 5.1.12. Spatula
5.1.5. Erlenmeyer 5.1.13. Statif dan klem
5.1.6. Kaca arloji 5.1.14. Timbangan
5.1.7. Labu ukur analitik

5.2.Bahan
5.2.1. Aquadest 5.2.5. Metil Jingga
5.2.2. Asam oksalat 5.2.6. NaOH
5.2.3. Fenolftalein 5.2.7. Sampel
5.2.4. HCl (Na2CO3 kode no.3)

5.3. Gambar Alat

Batang pengaduk Beaker glass Bulb Buret

Erlenmeyer Labu ukur


Kaca arloji Penangas air
Perkamen Pipet tetes
Pipet volume Spatula

Timbangan
Statif dan klem analitik

VI. PROSEDUR
Sebelum memulai praktikum, dibuatlah larutan baku primer Asam
Oksalat 0,1N sebanyak 50mL. Asam Oksalat sebanyak 0,45 gram
ditimbang lalu dilarutkan dengan 50mL Aquadest di dalam labu ukur.
Setelah membuat larutan Asam Oksalat, larutan NaOH 0,1N dibuat
terlebih dahulu dengan menimbang padatan NaOH sebanyak 10 gram lalu
dilarutkan dengan air sebanyak 2,5 liter yang telah dididihkan terlebih
dahulu, akan tetapi NaOH dilarutkan ketika air sudah dingin. Setelah air
dimasukkan ke beaker glass, NaOH dimasukkan lalu dilarutkan dengan air
melalui pengadukan, kemudian mulut beaker glass ditutup dengan plastic
wrap. Terbentuklah larutan NaOH 0,1N.
Setelah larutan dibuat, larutan NaOH butuh untuk dibakukan. Untuk
memabakukan larutan NaOH, dilakukan dengan Asam Oksalat. Larutan
NaOH dimasukkan ke dalam buret lalu menitrasi 10mL larutan Asam
Oksalat 0,1N yang telah ditetesi fenolftalein. Titrasi dilakukan secara triplo.
Setelah larutan Asam Oksalat dan NaOH dibuat, selanjutnya
dibuatlah larutan HCl. HCl sebanyak 8mL 12M dimasukkan ke beaker glass
lalu ditambahkan aquadest hingga 1000mL agar terjadi pengenceran
sehingga HCl memiliki konsentrasi 0,1N.
Setelah itu, larutan HCl juga butuh untuk dibakukan. Untuk
membakukan larutan HCl, dilakukan dengan NaOH yang telah baku dari
prosedur sebeumnya. Larutan HCl dimasukkan ke dalam buret lalu
menitrasi 10mL larutan NaOH yang telah ditetesi metil jingga. Titrasi
dilakukan secara triplo.
Sampel (Na2CO3 kode no. 3) digerus di dalam mortir hingga
homogen. Setelah itu, sampel ditimbang sebanyak 300mg dan dibuat tiga
(300mg x 3). Lalu, setiap 300mg sampel dilarutkan dengan 20mL aquadest
di dalam Erlenmeyer. Setelah diperoleh 20mL larutan sampel, sampel
dititrasi triplo dengan HCl yang telah baku pada prosedur dengan indikator
metil jingga hingga didapatkan volume rata-rata. Setelah didapatkan
volume rata-rata, kadar sampel dihitung.
VII. DATA PENGAMATAN

NO PERLAKUAN HASIL GAMBAR

7.1. Pembuatan Larutan Asam Oksalat

a) Padatan Asam
a) Didapatkan
Oksalat
padatan Asam
ditimbang lalu
Oksalat
dimasukkan ke
sebanyak
labu ukur 50mL
0,4503 gram
dengan corong
b) Aquadest 50mL
b) Aquadest
telah
sebanyak 50mL
dimasukkan ke
dimasukkan ke
labu ukur
labu ukur 50mL
Didapat larutan
Asam Oksalat Gambar 1. Menimbang padatan
Asam Oksalat 0,1N Asam Oksalatl
dilarutkan dengan
sebanyak 100mL
auqadest

7.2. Pembuatan Larutan NaOH

a) Padatan NaOH a) Didapatkan


ditimbang padatan NaOH
b) Aquadest sebanyak
sebanyak 2,5L 10,0069 gram
dipanaskan lalu b) Aquadest
dituang ke beaker sebanyak 2,5L
glass kemudian telah dididihkan
ditutup dengan dan telah dingin
Gambar 2. Menimbang NaOH
plastic wrap kembali
untuk c) NaOH dan
didinginkan aquadest telah
c) Padatan NaOH dicampurkan
dicampurkan d) Didapatkan
dalam beaker larutan NaOH
glass yang berisi 0,1N
aquadest yang
telah dididihkan
d) NaOH dilarutkan
dengan cara
diaduk

Gambar 3. Memanaskan air

Gambar 4. Menutup larutan


NaOH
7.3. Pembakuan larutan NaOH

a) Buret telah
bersih dari zat
a) Buret diisikan selain NaOH
larutan NaOH dan telah diisi
b) Dimasukkan oleh NaOH
larutan Asam b) Erlenmeyer
Oksalat 0,1N berisi larutan
10mL ke dalam berwarna
erlenmeyer lalu bening
ditetesi beberapa c) Larutan di
tetes fenolftalein dalam
c) Erlenmeyer erlenmeyer
dititrasi oleh berubah
NaOH hingga menjadi
berubah warna keunguan
d) Dihitung volume d) Didapatkan
Gambar 7. Pembakuan NaOH
rata-rata dan volume rata-
konsentrasi NaOH rata : 14,2mL
dan konsentrasi
NaOH : 0,1N
7.4. Pembuatan Larutan HCl

a) Larutan HCl
12M yang telah
tersedia di
laboratorium
diambil
sebanyak 8mL Gambar 5. Pengambilan larutan
HCl 12M
b) Larutan HCl a) Didapat larutan
yang telah HCl pada labu
diambil ukur dengan
diencerkan konsentrasi
menjadi 0,1N 0,1N
dalam labu ukur
dengan
ditambahkan
1000mL
aquadest

Gambar 6. Pengenceran HCl


1000mL
7.5. Pembakuan Larutan HCl

a) Buret telah
bersih dari zat
a) Buret diisikan selain HCl dan
larutan HCl telah diisi oleh
b) Dimasukkan HCl
larutan NaOH b) Erlenmeyer
0,1N 10mL ke berisi larutan
dalam berwarna
erlenmeyer lalu kuning
ditetesi beberapa c) Larutan di
tetes metil jingga dalam
c) Erlenmeyer erlenmeyer
dititrasi oleh HCl berubah
hingga berubah menjadi merah
Gambar 7. Pembakuan HCl
warna keunguan
d) Dihitung volume d) Didapatkan
rata-rata dan volume rata-
konsentrasi HCl rata : 11,2mL
dan konsentrasi
HCl : 0,089N
7.6. Penentuan Kadar Sampel

a)Didapatkan
a) Sampel (Na2CO3 padatan sampel
kode no.3) digerus yang telah
dalam mortir homogen dan
hingga homogen bersifat lebih
b) Sampel ditimbang halus
sebanyak 0,3gram b) Didapatkan
dan dibuat tiga tiga sampel
sampel dengan sebanyak 0,3
berat yang sama gram
Gambar 8. Penimbangan Na2CO3
c) Masing-masing c) Didapat
sampel dilarutkan larutan bening
dengan 20mL tetapi menjadi
Aquadest dalam kuning ketika
Erlenmeyer lalu ditetesi
diteteskan indikator
beberapa tetes metil jingga
indikator metil d) Larutan
jingga dalam
d) Masing-masing erlenmeyer
sampel dititrasi berubah
dengan HCl menjadi
0,089N hingga jingga
berubah warna kemerahan Gambar 9. Pembuatan larutan
Na2CO3 20mL
menjadi jingga e) Didapatkan
kemerahan volume rata-
rata : 20,1mL
e) Dihitung volume dan kadar
rata-rata HCl dan Na2CO3 :
kadar sampel 31,6039%

Gambar 10. Larutan Na2CO3


ditetesi oleh metil jingga

Gambar 11. Titrasi sampel Na2CO3


dengan HCl 0,089N
Gambar 12. Larutan sampel
Na2CO3 berubah warna menjadi
jingga

VIII. PERHITUNGAN
8.1. Perhitungan HCl
M= (P% x ρ x 10)/Mr = (37% x 1,81 g/mL x 10)/36,5 g/mol=12 M

8.2. Pengenceran HCl 0,1 N dalam 1L aquades


M1 .V1 = M2 .V2
12 M .V1 =0,1 M .1 mL
V1=8 mL HCl 12 M

8.3. Pembakuan Asam Oksalat


N = (massa .V .e)/Mr
= 0,45g/126g/mol . 1000mL/50mL .2 =0,142 N
8.4. Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat 10 mL
N1 .V1=N2 .V2
0,142 .10 mL=N2 .14,2 mL
N2=0,1 N NaOH

8.5. Pembakuan HCl dengan NaOH 0,1 N 10 mL


V rata-rata HCl = 11,2 mL
N1 .V1=N2 .V2
0,1 N .10 mL=N2 .11,2 mL
N2=0,089 N

8.6. Kadar Na2CO3


8.6.1. Molaritas Na2CO3
M=n/V = massa/Mr . 1/V
M=(0,3g)/106 g/mol . 1000mL/20mL
M=0,141 M
8.6.2. Kadar Na2CO3
Kadar Na2CO3=(Nt .Vt .BE)/mg .100%
=(0,089N .20,1mL .53g/mol)/300mg .100%
=31,6039%
IX. PEMBAHASAN
Langkah pertama untuk praktikum ini adalah membuat larutan
Asam Oksalat dengan konsentrasi 0,1N. Untuk larutan Asam Oksalat, tidak
perlu dilakukan standardisasi, karena larutan Asam Oksalat termasuk
larutan baku primer disebabkan kemurnian Asam Oksalat relatif tinggi
sehingga konsentrasi yang didapatkan diketahui secara pasti (tidak khawatir
berubah-ubah). Oleh karena itu, Asam Oksalat adalah larutan yang dipilih
yang digunakan untuk pembakuan NaOH. Langkah pertama untuk
membuat larutan Asam Oksalat adalah dengan menimbangnya sebanyak
0,63 gram untuk 50mL aquades. Namun, sayangnya karena kelalaian
praktikan, Asam Oksalat yang ditimbang hanya 0,4053 gram saja, sehingga
kemungkinan besar konsentrasi HCl dalam larutan akan sedikit tidak sesuai.
Dalam pelarutannya, asam oksalat dapat langsung dicampurkan dengan
aquadest, sehingga dengan pengadukkan bisa didapatkan larutan Asam
Oksalat 0,1N. Pengadukkan cukup untuk melarutkan asam oksalat dalam
air. Hal itu dikarenakan pengadukan akan membuat partikel semakin
bertumbukkan satu sama lain sehingga molekul-molekul asam oksalat
terpecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang menyebabkan
bidang permukaan difusi menjadi lebih luas dibandingkan sebelumnya. Hal
tersebut mengakibatkan kelarutan bertambah besar.
Setelah larutan Asam Oksalat dibuat, dibuatlah larutan NaOH
dengan langkah pertama adalah menimbang padatan NaOH sebanyak
10gram. Setelah itu, aquadest untuk dilarutkan perlu dididihkan terlebih
dahulu. Hal ini bertujuan agar aquadest yang diinginkan bebas CO2.
Diperlukannya bebas CO2 adalah karena NaOH bersifat higroskopis, jika
masih terdapat kandungan CO2, H+ pada H2O akan bereaksi dengan CO2
dan membentuk Asam Karbonat (H2CO3) yang selanjutnya dapat berekasi
dengan Na+ pada NaOH dan membentuk Natrium Karbonat (Na2CO3), hal
ini mengakibatkan larutan NaOH yang terbentuk tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan. Jika direaksikan dengan senyawa lain tidak akan membentuk
produk yang sesuai dengan literatur.
Setelah itu, aquadest ditutup dengan plastic wrap dan dibiarkan
mendingin kembali. Aquadest ditutup dengan plastic wrap agar molekul air
yang telah bebas karbondioksida tidak akan berikatan lagi dengan molekul
CO2 mapun O2 di udara, setelah itu, aquadest dibiarkan mendingin karena
NaOH mampu untuk tetap larut dalam air dingin. Setelah dingin, padatan
NaOH dapat dilarutkan ke aquadest, dengan sedikit demi sedikit. NaOH
ditambahkan sedikit demi sedikit agar kelarutan larutannya maksimal
dibandingkan ditambahkan sekaligus, karena lebih mempercepat reaktan
untuk bereaksi. Setelah larutan NaOH selesai dibuat, mulut beaker glass
perlu ditutup dengan plastic wrap karena NaOH bersifat larutan baku
sekunder, yaitu yang konsentrasinya belum diketahui secara pasti dimana
kemurniannya relatif rendah sehingga konsentrasi tidak stabil. Maka dari
itu untuk memperoleh konsentrasi NaOH yang pasti, perlu dilakukan
standardisasi. Umumnya standardisasi dilakukan dengan titrasi sebanyak
tiga kali lalu dihitung volume rata-rata dan didapatlah konsentrasinya.
Setelah larutan NaOH selesai dibuat, perlu pembakuan larutan
NaOH oleh larutan Asam Oksalat 0,1N. Larutan NaOH bersifat baku
sekunder, yaitu yang kemurniannya relatif rendah dan rawan berubah-ubah
konsentrasinya, sehingga perlu untuk dibakukan dengan larutan baku
primer. Pembakuan dilakukan dengan titrasi. Oleh karena larutan baku
primer yang dipakai adalah asam, maka titrasi ini adalah titrasi asidimetri
dengan fenolftalein sebagai indikator. Dalam proses pengerjaannya, larutan
asam di erlenmeyer yang telah ditetesi indikator dititrasi oleh larutan basa
di dalam buret dengan penetesan secaran perlahan, karena agar titik
ekivalen yang didapatkan akurat, jika sekaligus banyak maka larutan akan
cepat berubah warna tanpa diketahui berapa titik yang pas saat larutan tepat
berubah warna, hal ini menjadikan perhitungan kadar tidak akan akurat.
Ketika titrasi, erlenmeyer harus sambil digoyang-goyangkan dengan tujuan
agar tetesan larutan dari buret terdistribusi dengan baik ke seluruh bagian
larutan dalam erlenmeyer. Sehingga jika perubahan warna terjadi, tidak
hanya pada satu titik tetapi menyeluruh, sehingga titik akhir titrasi dapat
ditentukan.
Saat titik akhir titrasi, larutan berubah menjadi keunguan. Hal ini
diakibatkan fenolftalein bersifat asam lemah, berwarna bening ketika
menjadi molekul utuh tetapi mampu mengeluarkan warna merah keunguan
jika menjadi ion karena fenolftalein mampu membebaskan banyak ion H+.
Akibat dari penambahan basa, fenolftalein bergeser kesetimbangannya ke
kanan menyebabkan banyak dibebaskannya ion H+ yang memiliki warna
merah keunguan. Sehingga larutan yang dititrasi dapat mengeluarkan warna
merah keunguan pertanda larutan tersebut tepat bereaksi dengan titran.
Setelah dititrasi tiga kali, volume rata-rata dari NaOH didapatkan lalu
dimasukkan ke rumus V1.N1 = V2.N2 untuk mengetahui kadar NaOH.
Setelah didapatkan kadar NaOH, larutan HCl dibuat. Larutan HCl
dibuat dengan mengencerkan HCl 12M yang telah tersedia di laboratorium
dengan aquades sebanyak 1L, agar diperoleh konsentrasi HCl 0,1N. Larutan
HCl sengaja dibuat dengan konsentrasi yang rendah agar ketika dibakukan
titik ekivalen saat titrasi tidak sulit untuk ditentukan, karena konsentrasi
yang pekat akan meudahkan indikator cepat bereaksi sehingga warna
muncul dengan cepat, selain itu agar dapat menghemat larutan HCl yang
ada di laboratorium. Namun, pada pengenceran HCl, praktikan melakukan
kesalahan akibat ketidaktahuan karena mengencerkan HCl di dalam labu
ukur. Hal ini jelas menyalahi aturan, karena jika HCl dimasukkan ke dalam
labu ukur, akan menyebabkan kaca dari labu ukur dapat terkikis akibat sifat
korosif dari HCl, jika hal itu dibiarkan maka labu ukur akan berubah
ukurannya sehingga tidak akurat lagi dan menjadikkannya susah untuk
ditutup. Oleh karena itu, pelarutan sebaiknya dilakukan di beaker glass.
Setelah larutan HCl selesai dibuat, perlu pembakuan larutan HCl
oleh larutan NaOH 0,1N dari pembakuan yang telah dilakukan. Larutan
HCl pun bersifat baku sekunder, sehingga perlu untuk dibakukan dengan
larutan baku primer. Pembakuan dilakukan dengan titrasi. Oleh karena
larutan baku primer yang dipakai adalah basa, maka titrasi ini adalah titrasi
alkalimetri dengan metil jingga sebagai indikator. Tata cara yang dilakukan
sama persis dengan pembakuan NaOH hanya saja beda tempat
penyimpanan larutannya.
Saat titik akhir titrasi, larutan berubah menjadi jingga kemerahan.
Hal ini diakibatkan struktur dari metil jingga yang berubah ketika datang
kehadiran ion H+ yang berikatan dengan atom nitrogen membuat atom
nitrogen bermuatan positif sehingga mampu mengeluarkan warna merah
dalam suasana asam. Sehingga larutan yang dititrasi dapat mengeluarkan
warna merah pertanda larutan tersebut tepat bereaksi dengan titran. Setelah
dititrasi tiga kali, volume rata-rata dari HCl didapatkan lalu dimasukkan ke
rumus V1.N1 = V2.N2 untuk diketahui kadar HCl.
Setelah larutan HCl baku, mulailah pengujian sampel. Sampel yang
kami dapatkan adalah Na2CO3 dengan kode nomor 3. Untuk mengetahui
kadar sampel, pertama-tama kami menggerus sampel hingga homogen. Hal
ini bertujuan agar sampel Na2CO3 tersdistribusi secara merata dan agar
mudah ketika dilarutkan dengan aquadest. Setelah haomogen dan halus,
Na2CO3 ditimbang sebanyak 300mg dan dibuat 3 sediaan, karena akan
dititrasi sebanyak tiga kali. Setelah ditimbang, serbuk Na2CO3 dilarutkan
dengan 20mL aquadest. Kami memilih 20mL, agar perubahan warna mudah
diketahui karena tidak terlalu pekat dan agar tidak terjadi pemborosan HCl
jika volume yang diambil terlalu banyak. Larutan sampel dititrasi dengan
HCl hingga berubah warna menjadi merah dengan bantuan indikator metil
jingga lalu didapatkan volume rata-rata HCl kemudian dapat dihitunglah
kadar dari sampel, yaitu sebanyak 31,639%.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, melalui titrasi alkali
metri, kadar dari sampel (Na2CO3 dengan kode nomor 3) dapat diketahui,
yaitu, sebanyak 31,6039%.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Andari, S., 2013. Perbandingan Penetapan Kadar Ketoprofen Tablet Secara Alkalimetri
Dengan Spektrofotometri - UV. Jurnal Eduhealth, 3(2) : 114-119.
Basset, J., 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Erlangga.
Cairns, D., 2004. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chang, R., 2005. Kimia Dasar : Konsep Konsep Inti. 3rd penyunt. Jakarta: Erlangga.
Hamzani, S., Raharja, M. & Ali, Z., 2017. Proses Netralisasi pH pada Air Gambut di Desa
Sawahan Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
14(2) : 459-466.
Harjadi, W., 1990. Ilmu Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Indira, C., 2015. Pembuatan Indikator Asam Basa Karamunting. Jurnal Kaumia , 11(1) : 1-10.
Nuryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C. & Raharjo, T. J., 2010. Indikator Titrasi Asam Basa dari
Ekstrak Bunga Sepatu. Agritech, 30(3) : 178-183.
Padmaningrum, R. T., 2006. Titrasi Asidimetri. Tersedia Online pada:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/regina-tutik-padmaningrum-dra-
msi/c3titrasi-asidimetri.pdf
[Diakses 26 November 2018].
Purwono, B. & Mahardani, C., 2009. Pembuatan Senyawa Turunan Azo dari Eugenol dan
Penggunaannya sebagai Indikator Titrasi. Indonesian Journal of Chemistry, 9(1) : 95-
98.
Rubinson, Judith, F. & Kenneth, A., 1998. Contemporary in Analytical Chemistry. Toronto:
John Wiley & Sons.
Svehla, G., 1985. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
Underwood, A. & Day, R., 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai