Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

“Menganalisis Titrasi Asam Basah,Koloid,Dan Elektrolisis”

OLEH :

MASNI HASAN

(811420025)

KELAS C

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVESITAS NEGERI GORONTALO

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah “menganalisis Titrasi Asam
Basa,Koloid,Elektrolisis.” ini tepat waktu. Tak lupa juga saya berterima kasih kepada yang
terhormat : Dosen pengampuh mata kuliah yang telah memberikan tugas, petunjuk kepada saya.

Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan terhadap
pembuatan makalah saya. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang diberikan kepada saya
kiranya dapat membantu, segala masukan akan saya pahami demi kemajuan di masa mendatang.

Gorontalo, 26 Desember 2020


BAB I
PENDAHULUAN
(Titrasi asam dan basah)

1.1 Latar Belakang

Pernahkah kalian memperhatikan botol–botol cuka yang ada di rumah, di warung, di


toko, atau di lingkungan sekitar kalian? Apakah semua kadar cukanya sama? Tentu saja tidak.
Untuk mengetahui kadarnya, kalian dapat menggunakan metode titrasi.
Titrasi merupakan prosedur analisis suatu larutan asam-basa yang belum diketahui
konsentrasinya. Titrasi dilakukan dengan memasukkan sejumlah larutan asam yang belum
diketahui konsentrasinya ke dalam erlenmeyer. Kemudian, titran (zat pentitrasi) berupa basa
ditambahkan sedikit demi sedikit hingga tercapai titik ekuivalen. Pencapaian titik ekuivalen akan
terjadi saat konsentrasi OH⁻ sama dengan konsentrasi H⁺ atau pH larutannya = 7 (netral). Setelah
itu, kelebihan sedikit saja zat titran akan menyebabkan perubahan pH dengan cepat dan
mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada indikator.
Saat terjadi perubahan warna pada indikator, proses titrasi harus dihentikan. Saat inilah titik
akhir titrasi terjadi. Dalam percobaan, titik akhir titrasi diharapkan sama dengan titik ekuivalen.
Semakin jauh jarak titik akhir titrasi dengan titik akhir ekuivalen, semakin besar kesalahan
titrasi. Oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar titik akhir titrasi mudah
diamati.
Pada umumnya, titrasi digunakan untuk mengetahui atau menentukan konsentrasi suatu larutan ,
baik asam maupun basa. Selain itu, titrasi juga digunakan untuk menentukan kadar (kemurnian)
suatu zat. Dalam kehidupan sehari-hari, titrasi banyak diterapkan. Salah satu penerapan titrasi
yang sering dijumpai adalah penentuan kadar asam asetat atau yang dikenal dengan cuka. Cuka
merupakan asam lemah dengan rumus senyawa CH₃COOH. Produk cuka dari suatu perusahaan
yang satu dengan yang lainnya tentu berbeda kadarnya. Untuk mengetahuinya, cara yang mudah
dilakukan adalah dengan titrasi. Dalam melakukan titrasi, dibutuhkan suatu larutan yang dapat
dijadikan sebagai acuan atau standar primer dengan syarat sebagai berikut:

1. Zat tersebut harus 100 % murni


2. Zat tersebut harus stabil, baik pada suhu kamar atau saat pemanasan. Standar primer
biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang
3. Mudah diperoleh
4. Standar primer memiliki massa molar (Mr) yang besar. Hal ini bertujuan untuk
memperkecil kesalahan pada waktu penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah besar
memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam
jumlah yang kecil
5. Zat tersebut harus memenuhi persyaratan teknik titrasi
Berdasarkan sifat larutan standarnya, titrasi dibedakan menjadi asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri merupakan reaksi penetralan yang menggunakan larutan baku asam sebagai titran,
sedangkan alkalimetri merupakan reaksi penetralan yang menggunakan larutan baku basa
sebagai titran. Salah satu analisis alkalimetri adalah titrasi basa terhadap asam cuka (asam
asetat). Reaksi antara kalium hidroksida (NaOH) dengan asam asetat akan menghasilkan garam
yang berasal dari asam lemah dan basa kuat sehingga titik ekuivalen terjadi pada pH > 7.
Analisis asam asetat dalam dunia industri bertujuan untuk memberikan informasi kesesuaian
kadar asetatpada label botol dengan kenyataannya. Selain untuk menentukan kadar asam asetat,
titrasi asam basa juga digunakan dalam dunia Farmasi, yaitu untuk menguji kemurnian
sampel acidum acetylsalisilicum atau biasa di sebut acetosal atau aspirin yang berkhasiat sebagai
analgetik, antipiretik, antiinflamasi, dan antikoagulan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari melakukan penelitian ini adalah untuk Menentukan kadar asam dan basa dalam suatu
zat larutan dengan menggunakan teknik titrasi
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 landasan teori


Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam larutan. Titrasi
dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya (Brady, 1988: 178). Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan
dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret
lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara
dari titrasi tersebut tercapai. Titik pada saat titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan
titik akhir (end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah memadankan titik akhir indikator
yang perubahannya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH sesuai dengan titik setara (Ralph
H, 2008: 308-310).
Zat yang akan ditentukan kadarnya sendiri disebut dengan titrasi (titran) dan biasanya
diletakan di dalam tabung elenmeyer sedangkan zat yang telah diketahui sendiri konsentrasinya
disebut sebagai (titer) dan biasanya diletakkan didalam buret baik titer ataupun titran biasanya
didalam bentuk larutan (Keenan, 1982: 162). Perubahan besar dari pH yang terjadi dalam titrasi
agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa
organik dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukan
warna yang berbeda warna. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan
kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke
dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah warna merah.
Phenoftalein berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok.
Volume basa yang lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik
ekivalen tidak akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan (Day, 2002: 141-145).
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di
netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik
equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator
yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen
berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus
dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator.
Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang
tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi (Anonimous, 2013).
Sumber ion H - adalah Larutan NaOH encer dan ion H + adalah larutan asam,mula-mula
disiapkan NaOH 0,1 M kemudian distandarisasikan dengan larutan asam yang lain yang telah
diketahui konsentrasinya, larutan NaOH tidak tersedia dalam keadaan murni dan larutannya
dapat berubah konsentrasinya. NaOH Haruslah distandarisasikan sebelum digunakan untuk
mentitrasi sampel.Pada sumber ion H adalah larutan NaOH kebanyakan pada titrasi asam
basa.Perubahan larutan pada titik equivalen tidak jelas. Oleh karena itu untuk menentukan titik
akhir titrasi digunakan indikator karena zat ini memperlihatkan perubahan warna pada pH
tertentu secara ideal.titik titrasi seharusnya seharusnya sama dengan titik titrasi seharusnya sama
dengan titik akhir titrasi (titik equivalen). Asam dan basa terurai sempurna dalam larutan berat
oleh karena itu,pH pada sebagian titik selama titrasi air dapat dihitung langsung dari jumlah
stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi (Sudarto, 2008: 101).
BAB III
METODE PARAKTIKUM

3.1 Titrasi Asam Basa


1) Alat Dan Bahan
a. bahan
 NAOH
 Asam oksalat
 Asam cuka
 Larutan HCL 0,1 M
 Larutan NaOH 0,1M
 Indicator fenolfatalein
b. Alat
 Buret
 Pipet volumetric 25 ml
 Labu Erlenmeyer 250 ml
 Statif dann klem
 Coronng kecil
 Pipet tetes
 Botol kecil berisi air suling
 Gelas kimia
 pH-meter (telah dikaliberasi)atau kertas indicator universal
c. Cara kerja:
 Pembakuan larutan NaOH
1. Pertama tama Mencuci buret dengan cara mengalirkan aquades untuk
memastikan tidak terdapat kebocoran pada cran buret
2. Setelah itu bilas buret yang akan digunakan dengan larutan NaOH peltitrasi
sebanyak 2 kali dengan banyaknya masing masing 5 ml
3. Setelah itu buret di isi dengan larutan NaOH hingga 50 ml,keluarkan
gelembung udara yang terdapat pada buret.Kemudian pastikan banyaknya
larutan NaOH di dalam buret adalah 50 ml
4. Setelah itu bilas pipet volumetric dengan menggunakan aquades.kemudian
dilanjutkan pembilasan dengan menggunakan larutan asam aksalat,pembilasan
dilakukan sebanyak dua kali.kemudian larutan asam aksalat diambil sebanyak
25 ml menggunakan pipet volumetric dan dimasukan ke dalam labu erlemeyer
250 ml kemudian tambahkan 4 tetes fenolftalein ke dalam labu erlemeyer.
5. Titrasilah larutan ini dengan mengunakan larutan NaOH yang telah ditaru
didalam buret,lakukan titrasi secara berlahan hingga warna larutan di dalam
labu erlemeyer berubah menjadi warnah merah muda.setelah diperoleh larutan
yang berwarna merah muda.catat volume NaOH yang digunakan
 Selanjutnya untuk penentuan kadar sampel asam dengan indikator visual
1. Pertama-tama siapkan sampel asam yang akan di encerkan,pengenceran
dilakukan dengan memipet 5 ml sampel asam dengan menggunakan pipet
volumetric.isi labu bulat 100 ml dengan menggunakan aquades sebanyak
setengahnya.
2. Setelah itu pipet sampel asam yang akan diencerkan dengan menggunakan
pipet volumetric 5 ml,kemudian larutan diencerkan hingga tanda batas.
3. Ambil sampel asam yang sudah diencerkan dengan mengunakan pipet
volumetric 25 ml yang sudah brsih,sebelum digunakan pipet volumetric dibilas
dulu dengan menggunakan larutan asam,kemudian sempel ditambahkan 4 tetes
indicator fenolftalein.
4. Titrasi sempel dengan menggunakan larutan NaOH yang telah disiapkan
didalam buret,lakukan titrasi hingga larutan yang terdapat didalam labu
erlemeyer berubah menjadi warnah merah muda.catat volume larutan NaOH
yang telah digunakan,kemudian percobaan dilakukan sebanyak dua kali.
 Penentuan kadar sampel asam menggunakan PH meter
1. Siapkan 25 ml sempel asam lemah menggunakan pipet volumetric kedalam
gelas kimia 250 ml
2. Setelah itu tambahkan 50 ml aquades kedalam gelas kimia
3. Setelah itu masukan maghneti spirin ke dalam gelas kimia
4. Rangkai alat titrasi sesuai dengan modul pratikum,lakukan penambahan larutan
NaOH sesuai dengan modul pratikum.kemudian dilakukan pengamatan PH
larutan dengan menggunakan PH meter yang dikalibrasi,lakukan pengecekan
dengan menggunakan PH meter setiap penambahan NaOH sesuai dengan
modul pratikum
d. Hasil praktikum
 Penenntuan NaOH
Dalam larutan NaOH 50 ml ditambah asam oksalat 20 ml di tambahkan 4
tetes fenolftalein hasil pengamatannya yaitu larutan menjadi berwarna
merah muda
 Penentuan kadar sampel asam menggunakan indikator visual
Sampel asam 5 ml ditambah labu bulat 100 ml menggunakan aquades
ditambahkan indicator PP 4 tetes dan hasil pengamatannya yaitu larutan
tersebut berubah menjadi warna merah muda
 Penentuan kadar sampel asam menggunakan pH meter
Sampel asam lemah 25 ml ditambah 10 ml aquades ditambahkan magnetic
spiren ditambahakan NaOH Dan hasil pengamatannya yaitu melakukan
pengecekan dengan penambahan NaOH.

Dari percobaan yang telah dilakukan terlihat bahwa pH larutan mengalami


kenaikan sedikit demi sedikit.setelah penambahan larutan NaOH,terjadi perubahan
ph yang cukup drastic dan diikuti perubahan warnah larutan.larutan yang tadinya
bening berubah menjadi warnah merah muda.setelah titik ekuivalen
terlewati,perubahan ph berjalan secara perlahan kembali
BAB I
PENDAHULUAN
(koloid)

1.1 Latar belakang


a. Sistem Koloid

Koloid atau dispersi koloid (system koloid) adalah system dispersi dengan ukuran
partikel yang lebih besar dari larutan tapi lebih kecil dari suspensi, dengan ukuran partikel
antara 1 nm – 100 nm sehingga tidak bisa diamati dengan mata telanjang tetapi dapat diaamati
dengan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi.

b. Jenis-Jenis Koloid

1. Aerosol

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut
aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat, jika zat
yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.

2. Sol

System koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol.
Koloid jenis sol banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
industry.

3. Emulsi

System koloid dalam zat cair yang terdispersi dalam zat cair disebut emulsi.
Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan.
Emulsi dapat digolongkan kedalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A)
dan emulsi air dalam minyak (A/M).

4. Buih

System koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti
halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih.
5. Gel

Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel.

c. Sifat-Sifat Koloid

1. Efek Tyndall

Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat
larutan sejati disinari dengan cahaya maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan
cahaya, sedangkan pada system koloid, cahaya akan dihamburkan.

2. Gerak Brown

Gerak brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senentiasa bergerak lurus
tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah
mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan
bergerak membentuk zig-zag. Pergerakan zig-zag ini dinamakan gerak brown.

3. Adsorbsi

Adsorbsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada
permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel.

4. Elektroforesis

Elektroforesis adalah suatu proses untuk menghitung berpindahnya ion atau


partikel koloid bermuatan dalam medium cair yang dipengaruhi oleh medan listrik.
Yaitu, pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing
electrode

5. Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan.


Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Alat dan Bahan


 Garam
 Santan
 Pupuk kompas hijau
 Senter
 Gelas kaca bening
 Sendok
 Air
2.2 Cara Kerja Efek Tyndall Pada Larutan, Suspensi dan Koloid
1. pada gelas kaca 1 buat campuran garam dan air kemudian kita aduk terlarut sempurna.
2. pada gelas kaca 2 dimasukkan santan dan air krmudian diaduk rata.
3. pada gelas kaca 3 dibuat campuran pupuk kompos hijau dan air diaduk hingga tercampur
rata
4. lihat jumlah fase secara fisik yang dapat dilihat oleh mata secara langsung, gelas 1 hanya
terdapat 1 fase homogeny yang jernih dan stabil, gelas 2 tampak terlihat hanya 1 fase
meskipun sebenarnya ada 2 fase bahkan lebih keruh tampak stabil namun campuran ini
dapat terpisah akibat proses pemanasan dan pendinginan, pada gelas 3 terlihat nyata
terdiri dari 2 fase heterogen yang terpisah secar perlahan dan tampak tidak stabil
5. melihat efek tyndall pada gelas 1 cahaya terlihat jelas dapat diteruskan kesisi lain gelas,
efek tyndall yang ditunjukkan disini tidak tampak ini merupakan sifat dari larutan
6. gelas 2 cahaya tidak dapat diteruskan menembus sisi lain gelas melainkan dibiaskan
kesegala arah oleh partikel. Partikel yang tidak terlihat tampak sebagai titik-tikik terang
7. gelas 3 cahaya tidak dapat dilewatkan kesisi lain gelas merupakan cirri dari suspense

2.3 Hasil Efek Tyndall Pada Larutan, Suspensi dan Koloid


Hasil dari percobaan melihat efek tyndall pada gelas 1 yang berisi garam dengan air yaitu
cahaya terlihat jelas dapat diteruskan kesisi lain gelas.
Gelas 2 yang berisi santan dan air cahaya tidak dapat diteruskan menembus sisi lain
gelas melainkan dibiaskan kesegala arah oleh partikel. Partikel yang tidak terlihat tampak
sebagai titik-tikik terang.
Gelas 3 yang berisi popok kompos dan air cahaya tidak dapat dilewatkan kesisi lain
gelas merupakan ciri dari suspense.

2.4 Cara Kerja Untuk Perbedaan Larutan Koloid dan Suspensi


1. masukkan gula kedalam air sampai larut, campuran seperti ini disebut campuran
homogen
2. masukkan susu kedalam air, campurkan sampai menyatu
3. masukkan kopi kedalam air
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari pengamatan yang kita telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa campura garam dan
air adalah larutan, campuran santan dan air adalah koloid, campuran pupuk kompos hijau dan air
adalah suspensi. Contoh lain dari larutan dalam kehidupan sehari-hari adalah gula dan air, sirup
dan air dsb. Contoh lain dari koloid dalam kehidupan sehari-hari adalah puding, susu, oli, busa
dsb. Contoh lain dari suspensi adalah campuran tepung dan air.
BAB I
PEMBAHASAN
(elektrolisis)
1.1 LATAR BELAKANG

Sel elektrolisis adalah sel elektrokimia di mana energi listrik digunakan untuk
menjalankan reaksi redoks tidak spontan. Reaksi elektrolisis dapat didefinisikan sebagai reaksi
peruraian zat dengan menggunakan arus listrik. Prinsip kerja sel elektrolisis adalah
menghubungkan kutub negatif dari sumber arus searah ke katode dan kutub positif ke anode
sehingga terjadi overpotensial yang menyebabkan reaksi reduksi dan oksidasi tidak spontan
dapat berlangsung. Elektron akan mengalir dari katode ke anode. Ion-ion positif akan cenderung
tertarik ke katode dan tereduksi, sedangkan ion-ion negatif akan cenderung tertarik ke anode dan
teroksidasi.

1.2 Tujuan

Untuk mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi pada reaksi elektrolisis larutan


kalium iodida (KI) dan larutan tembaga (II) sulfat (CuSO4)
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Teori Dasar

Elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi energi kimia.
Komponen yang terpenting dari proses elektrolisis ini adalah elektroda dan elektrolit.Elektroda
yang digunakan dalam proses elektolisis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

 Elektroda inert, seperti kalsium (Ca), potasium, grafit (C), Platina (Pt), dan emas (Au).
 Elektroda aktif, seperti seng (Zn), tembaga (Cu), dan perak (Ag)

Elektrolitnya dapat berupa larutan berupa asam, basa, atau garam, dapat pula leburan
garam halida atau leburan oksida. Kombinasi antara elektrolit dan elektroda menghasilkan tiga
kategori penting elektrolisis, yaitu:

1. Elektrolisis larutan dengan elektroda inert


2. Elektrolisis larutan dengan elektroda aktif
3. Elektrolisis leburan dengan elektroda inert

Pada elektrolisis, katoda merupakan kutub negatif dan anoda merupakan kutub positif.
Pada katoda akan terjadi reaksi reduksi dan pada anoda terjadi reaksi oksidasi.

Sel elektrolisis

Sel elektrolisis adalah sel elektrokimia yang menimbulkan terjadinya reaksi redoks yang
tidak spontan dengan adanya energi listrik dari luar. Contohnya adalah elektrolisis lelehan NaCl
dengan elektroda platina. Contoh lainnya adalah pada sel Daniell jika diterapkan beda potensial
listrik dari luar yang besarnya melebihi potensial sel Daniell.

Faktor yang Mempengaruhi Proses Elektrolisis;

1) Jenis elektroda yang digunakan


2) Kedudukan ion dalam siri elektrokimia
3) Kepekatan ion

2.2 Perbedaan Antara Sel Elektrolisis / Sel Kimia

Sel Elektrolisis dialirkan melalui elektrolit, ion-ion akan terurai dan bergerak ke masing-
masing anoda dan katoda. Penguraian elektrolit dilakukan oleh arus elektrik.Anion bergerak
menuju ke elektroda anoda manakala Kation bergerak menuju ke elektroda katoda.

Sel Kimia Sel kimia ialah sel yang menghasilkan tenaga elektrik melalui tindakbalas
kimia. Sel kimia dibina daripada dua logam (elektrod) yang berlainan dicelupkan kedalam suatu
larutan masing- masing elektrolit. Elektroda Zn dicelupkan ke dalam larutan ZnSO 4, Elektroda
Cu dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4 dan dihubungkan oleh satu jembatan garam. Arus yang
terhasil ialah sebanyak 1.10A.

Contoh Elektrolisis

Proses penyepuhan

Yaitu proses perubahan Energi listrik menjadi Energi kimia. Proses ini melibatkan
Elektroda (logam-logam yang dihubungkan dengan sumber listrik) dan Elektrolit (cairan tempat
logam-logam tadi dicelupkan). Penyepuhan berguna untuk melapisi logam untuk perhiasan, atau
juga untuk pencegahan karat/korosi, seperti pada pipa atau besi, yang dilapisi oleh campuran besi
(Fe) dan Seng (Zn), yang disebut proses galvanisasi. Elektrolisis ini adalah kebalikan dari proses
yang terjadi pada baterei atau aki, dimana pada sumber listrik itu terjadi proses perubahan dari
energi kimia menjadi energi Listrik.

 Elektrolisis Leburan Kalium Bromida

Ion kalium bergerak ke katoda/ ion bromida bergerak ke anoda.

– Anoda:

Ion bromida menyahcas secara membebaskan elektron kepada anoda.

2Br– + 2e → Br2
Dua atom bromin akan membentuk satu molekul dwiatom bromin. Gas bromin berwarna
perang terbebas pada anode.

– Katoda:

Ion kalium menyahcas secara menerima elektron daripada katode.

K+ + e → K

Logam kalium berkilau terbentuk pada katoda

 Elektrolisis aluminium oksida lebur.

Ion-ion Al3+ dan O2- dibebaskan apabila aluminium oksida dileburkan. Ion Al3+ tertarik ke katod
dan ion O 2- tertarik ke anoda semasa elektrolisis.

Pemerhatian:

– Di anoda. Gas oksigen terhasil apabila ion-ion O2- membuang elektron seperti berikut;

2O2- → O2 + 4e

– Di katoda. Logam aluminium berkilat terhasil apabila ion-ion Al3+ menerima elektron.

Al3+ + 3e → Al.
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1 ALAT DAN BAHAN


ALAT:
 Pipa U
 Corong
 Tabung reaksi dan rak I
 Kabel capit buaya
 Baterai
 Elektroda karbon
 Elektro besi (paku)
 StatiF

BAHAN:
 Larutan KI
 Larutan CuSO4

3.2 PROSEDUR KERJA


 prosedur kerja elektrolisis larutan CuSO4 dengan elektroda karbon dan besi
1. Pasang pipa U pada statif
2. Masukkan larutan CuSO4 kedalam pipa U
3. Menghubungkan elektroda karbon pada kutub positif dan elektroda besi pada kutub
negatif, kemudian menghasilkan listrik
4. Mengallirkan listrik selama 5 menit dan mengamati ke dua elektroda
 prosedur kerja elektrolisis larutan KI dengan elektroda karbon
1. Pasang pipa U pada statif
2. Masukkan larutan CuSO4 kedalam pipa U
3. Menghubungkan elektroda karbon pada kedua kutub kemudian menghasilkan listrik
4. Mengallirkan listrik selama 5 menit dan mengamati ke dua elektroda
5. Mengambil larutan di daerah sekitar katoda, Menambahkan indikator phenolptalein (PP)
6. Mengambil larutan di sekitar anoda, menambahkan indikator amilum

3.3 Hasil dan pembahasan

*prosedur kerja elektrolisis larutan CuSO4 dengan elektroda karbon dan besi

Terjadi perubahan pada warna elektroda besi (paku) yang tercelup larutan

*prosedur kerja elektrolisis larutan KI dengan elektroda karbon

Terjadi perubahan warna larutan dari kuning menjadi coklat kehitaman


BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Elektrolisis adalah penguraian suatu elektrolit oleh arus listrik. Pada sel elektrolisis,
reaksi kimia akan terjadi jika arus listrik dialirkan melalui larutan elektrolit, yaitu dari energi
listrik (arus listrik) diubah menjadi energi kimia (reaksi redoks). Elektrolisis larutan kalium
iodida(KI) pada katoda mengasilkan zat I2 sedangkan pada anoda menghasilkan gas H2 dan ion
OH-. Elektrolisis larutan tembaga (II) sullfat (CuSO4) pada katoda menghasilkan endapan Cu.
Pada Anoda menghasilkanO2 + H+.

Anda mungkin juga menyukai