Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang

  Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan
melalui proses titrasi asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena
pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatannya juga cukup tinggi.
Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan
alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam
untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl,
asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan
dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk
menentukan asam.

          Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan


kadar suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik
ekivalen lebih kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya
yang ditandai dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang
digunakan seefisien mungkin (Haryadit, 2011).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik


adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi


yang kuantitatif/stokiometrik.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara
kimia maupun secara fisika.

4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika.
Indikator potensiometrik dapat pula digunakan (Sasongko, 2010).

Pada percobaan ini akan dilakukan metode titrasi asidi-alkalimetri untuk


menentukan kadar asam asetat dalam cuka. Melalui percobaan ini, diharapkan
praktikan mampu memahami dan mengerti cara penentuan kadar konsentrasi
suatu larutan dengan tepat serta perhitungan yang didasarkan dengan prinsip
stokiometri dari reaksi kimia di mata kuliah kimia analisa ini.

1.2   Perumusan Masalah

Masalah yang timbul dalam percobaan asidi alkalimetri ini adalah bagaimana cara
untuk menentukan kadar suatu larutan asam ataupun basa dengan
prinsip asidi alkalimetri dengan tepat.

                                                   

1.3   Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan asidi alkalimetri ini adalah :

1.  Untuk mengetahui dan memahami prinsip titrasi asidi alkalimetri.

2.  Untuk menentukan kadar sampel larutan asam maupun basa sesuai dengan


prinsip titrasi asidi alkalimetri.

3. Untuk mengetahui aplikasi asidi alkalimetri di dalam industri.

1.4    Manfaat Percobaan

Manfaat yang dapat diambil dari percobaan asidi alkalimetri ini antara lain:

1.   Dapat mengetahui dan memahami prinsip titrasi asidi alkalimetri.

2.    Dapat menentukan kadar sampel larutan asam maupun basa sesuai dengan
prinsip titrasi asidi alkalimetri.

3.   Dapat mengetahui aplikasi asidi alkalimetri di dalam industri.

1.5   Ruang Lingkup Percobaan

Praktikum Kimia Analisa Kuantitatif dengan modul percobaan Analisis


Volumetri : Titrasi Asam Basa ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa,
Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan
dalam kondisi ruangan:
                                                Temperatur                  : 30oC

                                                Tekanan udara             : 760 mmHg

Dilakukan dalam ruangan dengan menggunakan bahan–bahan antara


lain aquadest (H2O), asam oksalat (H2C2O4.2H2O) 0,1 N 200 ml, natrium
hidroksida (NaOH) 0,2 N 500 ml, dan indikator
phenolphtalein (C20H14O4) sedangkan untuk peralatan digunakan alat-alat seperti
statif besi dan klem, buret, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, pipet tetes,
corong dan batang pengaduk.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Asam Basa

    Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang
pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan lain yang
konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini yang menggunakan pengukuran
volume larutan reaktan disebut analisis volumetri.Pada suatu titrasi, salah satu
larutan yang mengandung suatu reaktan dimasukkan ke dalam buret, sebuah
tabung panjang yang salah satu ujungnya mempunyai kran dan diberi skala dalam
mililiter dan sepersepuluh mililiter.

   Larutan dalam buret disebut penitrasi (titran) dan selama titrasi, larutan ini
diteteskan secara perlahan melalui kran ke dalam labu Erlenmeyer yang
mengandung larutan reaktan lain. Larutan penitrasi ditambahkan sampai seluruh
reaksi selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warna indikator, suatu zat yang
umumnya ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan yang
mengalami perubahan warna ketika reaksi berakhir. Perubahan warna ini
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi, diberi nama demikian karena pada
titik ini, penetesan larutan penitrasi dihentikan dan volumenya dicatat (Brady,
1987).

2.2 Prinsip Titrasi Asam Basa

     Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan dengan larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes)
hingga tepat mencapai titik stoikiometri atau titik setara.Titrasi asam basa
melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.

    Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau


sebaliknya. Titran ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang
biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan :

[H+] = [OH-]

    Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan


warnaindikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini
mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik
ekuivalen.Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian
catat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung
konsentrasi titran tersebut (Pramono,2012).

2.3 Asidi Alkalimetri

      Analisa cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti :

aA + tT       -->      hasil

dengan keterangan : a molekul analit A bereaksi dengan molekul pereaksi T.


Pereaksi T disebut titran ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah
buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang
disebut belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan
suatu proses, disebut stsndarisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah
T yang kimia ekivalen dengan A telah ditambahkan.  Maka dikatakan bahwa titik
ekivalen titran telah tercapai.Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti,
kimiawan dapat menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang
bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan perubahan warna.Perubahan
warna inidapat atau tidak dapat terjadi tepat pada titik ekivalen.Titik titrasi pada
saat indikator berubah warna disebut titik akhir.

    Reaksi-reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar untuk penentuan


titrimetrik salah satunya adalah reaksi asam-basa. Reaksi ini memiliki nama lain
sebagai asidi-alakalimetri. Terdapat banyak asam dan basa yang ditentukan
dengan titrimetri. Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH
basanya, reaksinya adalah :

HA + OH--->A- + H2O dan BOH + H3O+-->B+  + 2H2O

Titran biasanya merupakan larutan standar elektrolit kuat, seperti natrium


hidroksida dan asam klorida (Underwood dan Day, 2002).

    Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral.Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).

    Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-


senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asm
dengan menggunakan baku basa.

    Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titi ekivalen antara 4-10.
Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam tau basa lemah jika
pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi
asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam-basa , pH larutan berubah secara
khas. pH berubah secara dratis bila volume titrasinya mencapai titik ekivalen
(Sasongko, 2010).

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Titrasi Asam Basa

2.4.1 Indikator Titrasi

       Zat kimia yang digunakan untuk mengetahui bila penambahan titran


berhenti/titik ekivalen titran telah tercapai (Underwood dan Day, 2002).

2.4.2 Titik Ekivalen/ Titik Akhir Teoritis  


      Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang
diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik
ekivalen (Khopkar, 1985).

2.4.3 Titik Akhir Titrasi

      Titik akhir titrasi yaitu suatu peristiwa dimana indikator telah menunjukkan
warna dan titrasi harus dihentikan (Brady, 1987).

2.5 Indikator Titrasi

Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atu membentuk


fluorosen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-
basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.Zat-zat indikator dapat berupa
asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta
biasanya adalah zat organik.Perubahan warna disebabkan oleh resonansi ismer
elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi ynag berbeda dan
akibatnya mereka menunjukkan warna pada rangepH yang berbeda.

Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga


golongan:

a. indikator ftalein dan indikator sulfoftalein

b. indikator azo

c. indikator trifenilmetana (Khopkar, 1985)

2.5.1 Fenolftalein

Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan,


dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda
terang.Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke
arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna.Penambahan ion
hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke
kanan untuk menggantikannya – mengubah indikator menjadi merah muda.

Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran warna merah muda
dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk
mendeteksinya dengan akurat!(Clark, 2007).

2.6  Aplikasi Asidi-Alkalimetri, “ Sel Elektrolisis 3-Kompartemen untuk


Ekstraksi Magnesium dan Sulfat dari Sistem Larutan MgSO4-KCl-H2O ”

    Ekstraksi magnesium dan sulfat, berturut-turut dalam bentuk perolehan


Mg(OH)2 dan H2SO4 telah dilakukan berdasarkan elektrolisis sistem larutan
MgSO4–KCl–H2O.Bahan-bahan yang telah tersedia sebelumnya meliputi larutan
campuran MgSO4 dan KCl, masing-masing dengan kadar 0,1 M, larutan
Ba(OH)2 0,1 M, larutan HCl 0,1 M, akuades, dan indikator fenolftalein. Pencatu
daya 7A Montana dipergunakan sebagai sumber arus listrik eskternal.Instrumen
pH-meter WTW-pH 192 digunakan untuk memastikaan saat menghentikan
elektrolisis. Multimeter analog Sanwa YX–360 Tre diperlukan untuk mengontrol
kuat arus selama elektrolisis.Neraca analitik konvensional digunakan untuk
menimbang endapan hasil elektrolisis.

Seratus milliliter larutan campuran MgSO4 dan KCl dituangkan ke dalam


kompartemen tengah, sementara akuades dituangkan ke dalam kompartemen
anodik dan katodik, masing-masing sebanyak 100 mL.Sebanyak 5 tetes indikator
fenolftalein dibubuhkan ke kompartemen katodik.Potensial diatur konstan 6
volt.Elektrolisis dihentikan kurang lebih 20 menit setelah pH larutan dalam
kompartemen katodik tidak lagi berubah.

Sebagai data penguat, kadar KOH dalam larutan katodik ditentukan


berdasarkan metode titrasi asidi–alkalimetri, mempergunakan larutan standar HCl
0,1 M. Indikator fenolftalein digunakan sebagai penanda titik ekivalen titrasi.
Kadar KOH dalam kompartemen katodik dihitung memakai persamaan
VKOH NKOH = VHCl NHCl (dengan VKOH = 25 mL dan NHCl = 0,1 M) dibandingkan
dengan kadar kalium dalam kompartemen sel sebelum elektrolisis dijalankan.
Residu garam KCl maupun MgSO4 diuji melalui pengeringan larutan sisa di
dalam oven bersuhu 110 oC 
BAB III
BAHAN DAN PERALATAN

3.1 Bahan dan Fungsi

3.1.1 Asam Cuka (CH3COOH)

Fungsi : sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya.

A. Sifat Fisika

1. Berbentuk cairan jernih.

2. Berasa asam.

3. Berbau menyengat.

4. Titik beku : 16,6 °C

5. Titik didih : 118,1 °C

B. Sifat Kimia

1.   Bereaksi dengan agen oksidator.

2.   Mudah terbakar.

3.   Menyebabkan korosif pada logam.

4.   Tidak terjadi polimerisasi.

5.   Sangat korosif terhadap baja.

3.1.2 Asam Oksalat (H2C2O4.2H2O)

Fungsi : sebagai larutan untuk menstandarisasi larutan NaOH

A. Sifat Fisika

1. Berat molekul : 90,04 gr/mol


2. Densitas : 1,90 gr/cm3

3. Kelarutan dalam air : 1 gr/7 ml (air dingin)

4. Penampilan : Kristal Putih

5. Tidak berbau.

B. Sifat Kimia

1. Dapat terbakar pada temperatur tinggi.

2. Tidak bersifat korosif terhadap kehadiran kaca.

3. Bersifat higroskopik.

4. bereaksi dengan logam, basa dan oksidator.

5. Mudah meledak jika ada percikan api.

3.1.3 Natrium Hidroksida (NaOH)

Fungsi : sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka.

A. Sifat Fisika

1. Titik didih : 1388 °C

2. Berat molekul : 40 gram/mol

3. Titik leleh : 323 °C

4. Berbentuk putih padat.

5. Mudah larut dalam air dingin.

B. Sifat Kimia

1. Mudah meledak dengan adanya panas.

2. Tidak mudah terbakar.


3. Higroskopik.

4. Sangat reaktif dengan logam.

5. Melepaskan panas ketika dilarutkan.

3.1.4 Aquades (H2O)

Fungsi : sebagai pelarut dan pengencer.

A. Sifat Fisika

1.     Berat molekul : 18,02 gr/mol

2.     Densitas : 1000 kg/m3, cair (4 oC)

3.     Tekanan uap : 2,3 kPa (20°C)

4.     Titik didih : 100oC

5.     Berbentuk cairan tidak berwarna.

B. Sifat Kimia

1.     Tidak dapat terbakar.

2.     Tidak beracun.

3.     Memiliki pH 7 (netral).

4.     Tidak terjadi iritasi pada kulit jika terjadi kontak.

5.     Polimerisasi tidak terjadi.

3.1.5 Indikator Phenolpthalein (C20H14O4)

         Fungsi : sebagai pengindikasi suatu larutan asam atau basa.

         A. Sifat Fisika

         1. Berat molekul : 318,33 gr/mol

         2. Densitas : 1,299 gr/cm3


         3. Rumus molekul : C20H14O4

         4. Titik lebur : 260 oC

         5. Tidak berbau.

       B. Sifat Kimia

         1. Dapat terbakar pada suhu tinggi.

       2. Produk pembakaran karbon dioksida dan CO

       3. Reaktif dengan agen pengoksidasi

     4. Merupakan produk yang stabil

     5. Tidak terbakar jika terjadi guncangan

3.2  Peralatan Percobaan

1. Pipet tetes

Fungsi : Untuk mengambil indikator dan memasukkannya ke dalam


Erlenmeyer.

2.  Erlenmeyer
     Fungsi : Sebagai wadah zat yang akan dititrasi.

3.   Statif dan klem

     Fungsi : Sebagai penyanggah berdirinya buret.

4.  Buret
     Fungsi : Sebagai wadah pentiter.

5.   Beaker Glass

    Fungsi : Sebagai tempat / wadah campuran zat diaduk.

6. Corong
 Fungsi : Untuk memasukkan larutan standar ke dalam buret.
7. Batang Pengaduk
     Fungsi : Untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar terbentuk larutan yang
homogen.
8.  Gelas Ukur
     Fungsi : Mengukur larutan sesuai dengan takaran yang diperlukan dalam
percobaan.

3.3 Prosedur Percobaan

a. Timbang 0,1 gram asam borat dan larutkan dengan aquadest lalu masukkan

kedalam labu ukur 100 mL

b. Pipet 25 mL larutan sampel, masukkan dalam erlenmeyer.

c. Tambah 2-3 tetesindikator pp. Titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul

perubahan warna pada sampel


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Prlakuan Hasil

25 ml H3BO3 + indikator PP Tidak berubah

Hasil 1 + NaOH Berubah warna menjadi merah muda

4.2 Perhitungan

Asam borat

Cara 1 = V. N. BE

BM

% kadar 1 = 11,8 ml x 0,1 x 100% = 11,8%

0,1

Cara 2 : mgrek asam borat = mgrek NaOH

% kadar 1 = mg/BE = V. N

mg/61,83 = 11,8 x O,1

mg = 72,95

= Bobot sampel praktek x 100%

Bobot sampel teori

= 72,95 x 100% = 16,17%

11,8
4.3 Pembahasan

Titrasi atau analisa volumetric adalah salah satu cara pemakaian jumlah zat
kimia yang yang luas pemakaiannya.Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari
pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara
stoikiometri dengan zat yang akan ditentukan.Larutan pereaksi ini biasanya
diketahui kepekatannya dengan pasti dan disebut pentitter atau larutan
baku.Sedangkan proses pembentukan atau penambahan pentitter ke dalam larutan
zat yang akan ditentukan disebut titrasi.

Salah satu jenis reaksi dalam titrasi, dalah reaksi netralisasai(asidi


alkalimetri).Asidi – alkalimetri merupakan metode titrasi asam basa. Asidimetri
yaitu titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa
sedangkan alkalimetri yaitu menggunakan titran larutan standar basa untuk
menentukan asam .

Indicator merupakan suatu senyawa organic yang kompleks dan digunakan


untuk menentukan titik akhir suatu reaksi netralisasi.Dalam metode asidimetri dan
alkalimetri digunakan indicator fenolftalein dan metil jingga.Fenolftalein
memiliki range PH 8,3-10.Penggunaan fenolftalein dalam metode asidimetri
karena dalam metode asidimetri, karena dalam metode asidimetri yang akan
ditentukan adalah kadar basa.Sedangkan metil jingga memiliki trayek PH 3,1-4,4,
penggunaan pada metode alkalimetri disebabkan karena pada metode ini yang
inghin ditentukan adalah kadar asam.

Perubahan warna suatu indicator tergantung konsentrasi ion hydrogen(H +) yang


ada dalam larutan dan tidak menunjukkan kesempurnaan reaksi atau ketetapan
netralisasi. Indikator PH asam basa adalah suatu idikator atau zat yang dapat
berubah warna apabila PH lingkungan berubah.Misalnya biru brometil (BB),
dilarutkan asam menjadi warna kuning, tetapi dalam larutan basa menjadi
biru.Macam-macam indicator yang sering digunakan dalam metode aside
alkalimetri adalah sebagai berikut :
Nama Indikat

Kuning meti
Biru Bromfen
Metil jingga
Baku primer dalah pembakuan dengan cara menimbang seksama zat yang
diketahui kemurniannya, sedangkan baku sekunder adalah pembakuan yang
dilakukan dengan menggunakan larutan baku yang diketahui.

Pada penentuan kadar asam borat 0,1 gram menggunakan metode alkali metri
dimana menggunakan NaOH 0,1 N dengan indicator fenolftalein sebanyak 2-3
tetes.Penentuan titik akhir titrasi didasrkan pada perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi merah muda.Volume yang dipelukan untuk menitrasi asam
borat 0,1 gram adalah 11,8 ml.Dari data tersebut didapatkan kadar masing-masing
sebesar 11,8%.Data ini sesuai dengan literature bahwa asam borat mengandung
tidak kurang dari 16,17%.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang telah


dilakukan adalah sebagai berikut:

1.      Dari hasil percobaan, diperoleh konsentrasi asam asetat pada sampel Cuka
Anggur “Tahesta” run I dan run II berturut-turut adalah 0,192 N dan 0,185 N.

2.      Dari hasil percobaan, kadar asam asetat pada sampel Cuka Anggur
“Tahesta”, runI, dan run II berturut-turut adalah 1,097% dan 1,057%.

3.      Dari hasil percobaan, dihitung% ralat dalam percobaan yang dilakukan pada
sampel Cuka Anggur “Tahesta” adalah 4,79%.

4.      Dari hasil percobaan, pH meningkat seiring dengan penambahan larutan


NaOH.

5.      Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat indikator yang sesuai adalah
phenolphthalein.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:

1.    Praktikan diharapkan melakukan penimbangan H2C2O4.2H2Odengan cepat


karena H2C2O4.2H2O mudah bereaksi dengan udara.

2.    Praktikan diharapkan memilih buret yang lebih baik, karena buret yang
kurang bagus dapat mempengaruhi proses pentitrasian dan persen ralat.

3.    Saat melakukan titrasi, praktikan harus memperhatikan tetesan larutan baku
yang diteteskan agar tidak mengenai dinding labu tetapi langsung kelarutan.

4.     Praktikan sebaiknya melakukan penimbangan Kristal NaOH dengan cepat


karena NaOH bereaksi dengan udara.
5. Praktikan harus memakai pipet yang bersih ketika mengambil
phenolphthalein dikarenakan phenolphthalein akan berubah warnanya bila
digunakan pipet yang tidak bersih.
DAFTAR PUSTAKA

http://wiwidhikaru.blogspot.com/2015/02/laporan-oh-laporan-laporan-asidi.html

Brady, James E. 1987. Kimia Univeritas Asas dan Struktur. Tangerang : Binarupa
Aksara.

Budiyanto. 2012. Titrasi Asam Basa (Penambahan Asam dan Basa).

http://budisma.web.id. Diakses pada 8 Maret 2014.

Clark, Jim. 2007. IndikatorAsam-Basa.

http://www.chem-istry.org/materi kimia/ kimia

fisika1/ kesetimbanaganasam-basa/ indikatorasambasa/. Diakses pada 8 Maret


2014.

Haryadit. 2011. Laporan Asidi-Alkalimetri.

http://noxarya.blogspot.com/2012 /04/

laporan-lengkap-asidi-alkalimetri.html. Diakses pada tanggal 9 Maret 2014.

Khopkar, S.M. 1985.KonsepDasar Kimia Analitik.Depok : UI Press.

Pramono. 2012. Penentuan Komposisi Magnesium Hidroksida dan Aluminium


Hidroksida

dalam Obat Maag. http://pramono.staff.mipa.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 9


Maret

2014.

Rahmanto, dkk.2006. Sel Elektrolisis 3-Kompartemen untuk Ekstraksi


Magnesium dan

Sulfat dari Sistem Larutan MgSO4-KCl-H2O.

http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/ksa/article/download/3300/2964.
Diakses pada
tanggal 14 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai