Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN LENGKAP

PERCOBAAN IV

STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN – TEMBAGA

NAMA : VERA TUNA’

STAMBUK : A25119031

KELAS :A

KELOMPOK : 2 (DUA)

ASISTEN : SELMIANTI KONDOLELE

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

202
PERCOBAAN IV

STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA

I. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah menentukan rumus molekul kompleks Ammin-Tembaga.

II. Dasar Teori

Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak
larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut
sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa
ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip senyawa
perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari
tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam
bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti
tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air
selalu terdapat ion kompleks tetraaqua (Kuswandi, 2008).

Kebanyakan senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII, namun oksidasi
selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal baik, dan
sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air, menambah
perbendaharaan kompleks. Dalam proses reaksinya, terjadi perubahan warna pada larutan logam.
Perubahan warna tersebut dimungkinkan berasal dari proses kompleksasi Cu(II) dari fasa cair
dengan etilendiamin yang berada pada fasa padatan membrane (Kuswandi, 2008).

Dasar pemikiran dilakukannya percobaan ini adalah bahwa apabila ammonia berlebihan
ditambahkan ke dalam larutan garam Cu(II) yang telah diketahui jumlahnya maka kompleks
berikut akan terbentuk :

Cu2+ + xNH3  [Cu(NH3)x]2+

Karena menggunakan ammonia berlebihan maka kebolehjadian ion kompleks itu berdisosiasi
ion-ion yang lebih sederhana seperti [Cu(NH3)x-1]2+, [Cu(NH3)x-2]2+ dan seterusnya berkurang.
Jika ammonia bebas dalam larutan kompleks diekstraksi menggunakan pelarut kloroform dan
kemudian ditentukan konsentrasi maka jumlah ammonia bebas dalam larutan kompleks dapat
ditentukan dengan mengetahui koefisien distribusi ammonia dalam kedua pelarut tersebut. (Staf
pengajar Kimia Anorganik Fisik, 2017).
III. Alat dan Bahan

Alat dab bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

A. Alat
1. Pipet tetes
2. Erlenmeyer
3. Statif dan klem
4. Botol semprot
5. Gelas ukur
6. Buret
7. Gelas kimia
8. Corong pisah
9. Tissue

B. Bahan
1. Laruitan standar H2C2O4 0.1 N
2. Larutan Ammonia 1 N
3. Larutan Cu2+ 0.1 N
4. Larutan HCl 0.055 N
5. Larutan NaOH 0.1 N
6. Kloroform
7. Indikator metil orange
IV. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pda percobaan ini adalah

IV.1 Standarisasi Larutan

A. Standarisasi Larutan NaOH

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2) Memasukkan larutan NaOH 0.1 N kedalam buret
3) Memasukkan 10 mL larutan H2C2O4 0.1N kedalam masing-masing 3 buah Erlenmeyer
lalu tambahkan 2 tetes indikator PP
4) Menitrasi larutan H2C2O4 0.1 N dengan larutan NaOH 0.1 N pada masing-masing
erlemeyer
5) Mencatat volume NaOH 0.1 N yang digunakan untuk menitrasi larutan H2C2O4 0.1 N

B. Standarisasi larutan HCl

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2) Memasukkan larutan NaOH 0.1 N kedalam buret
3) Memasukkan 10 mL larutan HCl 0.055 N kedalam masing-masing 3 buah Erlenmeyer
lalu tambahkan 2 tetes indikator PP
4) Menitrasi larutan HCl 0.055 N dengan larutan NaOH 0.1 N pada masing-masing
Erlenmeyer
5) Mencatat volume NaOH 0.1 N yang digunakan untuk menitrasi larutan HCl 0.055 N.

C. Standarisasi NH3

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2) Memasukkan larutan NH31 N kedalam buret
3) Memasukkan 10 mL larutan HCl 0.055 N kedalam masing-masing 3 buah Erlenmeyer
lalu tambahkan 2 tetes indikator PP
4) Menitrasi larutan HCl 0.055 N dengan larutan NH3 0.1 N pada masing-masing
Erlenmeyer
5) Mencatat volume NH3 yang digunakan untuk menitrasi larutan HCl 0.055 N.
IV.2 Penentuan koefisien distribusi Ammonia antara air dan kloroform

1) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2) Memasukkan 10 mL NH3 1 N dan 10 mL aquades kedalam corong pisah
3) Mengocok larutan standar lalu mendiamkannya
4) Menambahkan 25 ml kloroform kedalam corong pisah
5) Mengocok larutan sampai larutan dapat terlihat terpisah
6) Mendiamkan larutan sampai larutan betul-betul terpisah
7) Mengeluarkan larutan yang berada dilapisan bawah dan menampungnya kedalam gelas
kimia
8) Memasukkan campuran tersebut sebanyak 5 mL kedalam masing-masing 3 erlenmeyer
lalu menambahkan 10 mL aquades
9) Menambahkan 2 tetes indikator metyl orange kedalam masing-masing Erlenmeyer
10) Menitrasi larutan dengan HCl 0.055 N sampai terjadi perubahan warna
11) Mencatat volume HCL 0.055 N yang digunakan

IV.3 Menentukan rumus kompleks Cu-Amin

1) Menyiapkan alat dan bahan yang di gunakan


2) Memasukkan 10 mL Cu2+ 0.1 N dan 10 mL aquades kedalam corong pisah
3) Mengocok larutan sebentar lalu mendiamkannya
4) Menambahkan 25 mL kloroform kedalam corong pisah
5) Mengocok larutan sampai larutan sampai larutan dapat terlihat
6) Mendiamkan larutan sampai larutan betul-betul terpisah
7) Mengeluarkan larutan yang berada dilapisan bawah dan menampungnya dalam gelas
kimia
8) Memasukkan campuran tersebut sebanyak 5 Ml kedalam masing-masing 3 erlenmeyer
lalu menambahkan 10 mL aquades
9) Menambahkan 2 tetes indikator metyl orange kedalam masiing-masing Erlenmeyer
10) Menitrasi larutan dengan HCl 0.055 N sampai terjadi perubahan warna
11) Mencatat volume HCl 0.055 N yang digunakan
V. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada percobaan ini adalah

V.1Standarisasi larutan

No Pelakuan Hasil pengamatan

1. Standarisasi larutan NaOH


- 10 mL larutan H2C2O4 . H2O - Larutan bening
+ 2 tetes indikator PP
- Perlakuan (1) + dititrasi - Larutan berwarna merah muda
dengan NaOH 0.1 M
 Volume erlenmeyer 1  VNaOH = 31.9 mL
 Volume erlenmeyer 2  VNaOH = 32 mL
 Volume erlenmeyer 3  VNaOH = 28 mL
2. Standarisasi larutan HCl
- 10 ml larutan HCl + 2 tetes - Larutan bening
indikator PP
- Perlakuan (1) + dititrasi - Larutan berwarna merah muda
dengan NH3

 Volume Erlenmeyer 1
 Volume erlenmeyer 2  VHCl =14 mL
 Volume erlenmeyer 3  VHCl =18 mL
 VHCl =22 mL

3. Standarisasi larutan NH3

- 10 mL larutan HCl + 2 tetes - Larutan bening


indikator PP
- Perlakuan (1) + dititrasi - Larutan berwarna merah muda
dengan NH3
 Volume Erlenmeyer 1  VNH3 =1.4 mL
 Volume erlenmeyer 2  VNH3 =18 mL
 Volume erlenmeyer 3  VNH3 = 0.9 mL
V.2Penentuan kadar distribusi Amonia antara air dan kloroform

Perlakuan Hasil pengamatan

a. 10 Ml larutan NH3 0.1 M + 5 mL H2O + Larutan bening


dikocok

b. Ditambahkan 25 mL larutan kloroform Larutan bening agak keruh


dalam corong pisah + dikocok 5-10 menit

c. Dipindahkan 5 mL kloroform kedalam Larutan berwarna orange


Erlenmeyer 1 2 3 + 5 mL H2O + 2 tetes
indikator metil orange

d. Dititrasi dengan larutan HCl tanpa tanda Larutan berwarna merah pekat
batas sebanyak 3 kali perlakuan

Volume 1 = 22.38 mL
e. Dihitung koefisien distribusi amonia Volume 2 = 1.22 mL
Volume 3 = 1 mL
V.3Penentuan rumus kompleks Cu-Ammin

No Perlakuan Hasil Pengamatan

1. 10 mL larutan NH3 1 M + 10 mL Larutan bening


larutan Cu2+ + 5 mL H2O + dikocok
2. Ditambahkan 10 mL larutan Larutan berwarna merah pekat
kloroform dalam corong pisah +
dikocok
3. Pindahkan 10 mL larutan kloroform Larutran berwarna orange
kedalam Erlenmeyer + 5 mL H2O + 2
tetes indikator metil orange
4. Dititrasi dengan larutan HCl secara Larutan berwarna merah
perlahan sebanyak 3 kali perlakuan
5. Dihitung rumus kompleks Cu-Amin Volume 1 = 1 mL
Volume 2 = 4 mL
Volume 3 = 12.5 mL
VI. Perhitungan

1. Standarisasilarutan NaOH 0,1N

Diketahui

[ H ₂ C ₂ O ₄ ] = 0,1 N
V. H2C2O4. H2O = 10 ml

Titrasi 1 NaOH = 26,5 ml

Titrasi II NaOH = 26 ml

Titrasi III NaOH = 26,5 ml

Ditanya :

[ NaOH ] rata-rata ?
Penyelesaian

 Larutan NaOH

 Erlenmeyer 1

V NaOH. [ NaOH ] = V H2C2O4. [ H ₂ C ₂ O ₄ ]

[ H ₂ C ₂O ₄ ] x V H 2 C 2 O 4
[ NaOH ] =
V NaOH

0,1 x 10
=
31,9

= 0,013 N

 Erlenmeyer 2

V NaOH. [ NaOH ] = V H2C2O4. [ H ₂ C ₂ O ₄ ]


[ 2 2 4]
[ NaOH ] = H C O x V H 2C 2 O 4
V NaOH

0,1 x 10
=
32

= 0,031 N

 Erlenmeyer 3

V NaOH. [ NaOH ] = V H2C2O4. [ H ₂ C ₂ O ₄ ]

[ H ₂ C ₂O ₄ ] x V H 2 C 2 O 4
[ NaOH ] =
V NaOH

0,1 x 10
=
28

= 0,036 N

 Konsentasi rata-rata NaOH

[ NaOH ] rata-rata = [ NaOH ] 1 + [ NaOH ] 2 + [ NaOH ] 3

0,013+0,031+0,036
=
3

= 0,027 N

b. Standarisasi HCl 0,055 N

V HCl = 10 ml, [ NaOH ] rata-rata = 0,038 N

Titrasi I = 40 ml

Titrasi II = 40 ml
Titrasi III = 40 ml

Penyelesaian :

 Erlenmeyer 1

V HCl. [ HCl ] = VNaOH. [ NaOH ]

[ NaOH ] x V NaOH
[ HCl ] =
V HCl

0,027 x 14
=
10

= 0,038 N

 Erlenmeyer 2

V HCl. [ HCl ] = VNaOH. [ NaOH ]

[ NaOH ] x V NaOH
[ HCl ] =
V HCl

0,027 x 18
=
10

= 0,049 N

 erlenmeyer 3

V HCl. [ HCl ] = VNaOH. [ NaOH ]


[ NaOH ] x V NaOH
[ HCl ] =
V HCl

0,027 x 22
=
10

= 0,059N

 Konsentrasi rata-rata HCl

N 1+ N 2 + N 3
[HCl] rata-rata =
3

0,038+0,049+0,059
=
3

= 0,049N

c. Larutan NH3

 Erlenmeyer 1

V NH3 .[ NH ₃ ] = V HCl. [ HCl ]

[ HCl ] .V HCl
[ NH ₃ ] =
V NH 3

0,049.10
=
1,4

= 0,35 N

 erlenmeyer 2

V NH3 .[ NH ₃ ] = V HCl. [ HCl ]


[ HCl ] .V HCl
[ NH ₃ ] =
V NH 3

0,049.10
=
0,7

= 0,7 N

 Erlenmeyer 3

V NH3 .[ NH ₃ ] = V HCl. [ HCl ]

[ HCl ] .V HCl
[ NH ₃ ] =
V NH 3

0,049.10
=
0,9

= 0,54 N

 Konsentrasi rata-rata NH3

N 1+ N2 + N3
[ NH ₃ ] rata-rata =
3

0,35+0,7+ 0,54
=
3

= 0,53 N

2. Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform

1. Konsentrasi NH3 kloroform

V HCL [ HCl ] .
- [ NH ₃ ] kloroform 1 =
V NH ₃

22.38 x 0.049
=
10

= 0,109 N
V HCL [ HCl ] .
- [ NH ₃ ] kloroform 2 =
V NH ₃

1.22 X 0.049
=
10

= 0,006 N

V HCL [ HCl ] .
- [ NH ₃ ] kloroform 3 =
V NH ₃

1 X 0.049
=
10

= 0,05 N

2. [ NH ₃ ] kloroform rata-rata

[ NH ₃ ] 1+[ NH ₃ ] 2
[ NH ₃ ] rata-rata =
2

0,109+0.006+0.005
=
3

= 0,04

3. Konsentrasi NH3 air

[ NH ₃ ] air = [ NH ₃ ] awal - [ NH ₃ ] kloroform rata-rata


= 0.53 N – 0,04 N

= 1.49 N

4. Koefisien distribusi

[ NH ₃ ] kloroform
KD =
[ NH ₃ ] air
0,04 N
=
0.049 N

= 0,082 N

3. penentuan rumus kompleks Aammin tembaga

NnHCl x VHcl
a. NNH3 =
VNH 3 Kloroform

0,0049 N x 1 ML
=
10 ml

= 0,005

NnHCl x VHcl
b. NNH3 =
VNH 3 Kloroform

0,0049 N x 4 ML
=
10 ml

= 0,019

NnHCl x VHcl
c. NNH3 =
VNH 3 Kloroform

0,0049 N x 12,5 ML
=
10 ml

= 0,061

d. NNH3 kloroform rata-rata

N 1+ N 2+ N 3
NNH3 kloroform rata-rata =
3
0,005+0,019+0,061
=
3

= 0,028 N

e. Konsentrasi NH3 dalam Cu2+

[NH3] Dalam Cu2+ = [NH3] awal – [NH3] kloroform Rataa-rata

= 0,53 – 0,028 N

= 0,0=502 N

f. koefisiendistribusi

[ NH 3 ] kloroform
KD =
[ NH 3 ] Cu 2+ ¿ ¿
0,028
=
0,502

= 0,056

g. mmol NH3 dalam Cu2+

mmol NH3 dalam Cu2+ = [ NH3] dalam Cu2+ x VNH3 dalam kloroform

= 0,502 x 10 ml

= 5,02

h. mmol [ Cu2+]

mmol [ Cu2+] = [ Cu2+] x V Cu2+

= 0,1 N x 10 ml

=1

Rumus molekul kompleksnya

mmol [ Cu2+] : Mmol [NH3]

1 : 5,02
Jadi, rumus molekul kompleksnya adalah [Cu(NH3) 5] 2+

VII. Reaksi – reaksi

 H2C2O4 (aq) + 2N2OH (aq) → Na2C2O4(aq) + 2H2O(l)


 HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl (aq) + H2O (l)
 HCl(aq) + NH3(aq) → NH4Cl(aq)
 [Cu(H2O)2]2+ (aq) + 11 NH3(aq) → [Cu(NH3)11]2+(aq) + 2H2O(l)
VIII. Pembahasan

Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak
larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut
sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa
ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip senyawa
perak(I) (Kuswandi, 2008).

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan rumus molekul kompleks Ammin-
Tembaga ( Staf pengajar praktikum kimia anorganik fisik, 2021).

Prosedur kerja dari percobaan ini dilakukan dalam 3 tahap perlakuan yaitu standarisasi
larutan, penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform, dan penentuan rumus
kompleks ammin- tembaga(II).

A. Standarisasi beberapa larutan

Standarisasi larutan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi laruttan yang sebenarnya,


sehingga ketika melakukan titrasi, konsentrasi larutan yang akan ditirasi dapat ditentukan secara
tepat. Larutan yang digunakan untuk menstandarisasi larutan lain disebut larutan baku (larutan
standar). Larutan standar merupakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya secara pasti
dan ketika melakukan titrasi larutan standar boleh dijadikan larutan penitrasi dan boleh juga
dijadikan dititrasi. Hal ini tidak mempengaruhi perhitungan konsentrasi larutan yang akan
diketahui (Harjadi, 1985).

1. Standarisasi larutan NaOH

Pada perlakuan pertama yaitu menstandarisasi larutan NaOH xM, dengan larutan standar
H2C2O4 0,1M.. Pertama-tama yang di lakukan yaitu menyiapkan 3 buah Erlenmeyer, mengukur
15 ml larutan asam oksalat kemudian memasukkan ke dalam masing- masing erlenmeyer dan
menambahkan indikator pp sebanyak 2 tetes pada ketiga erlenmeyer. Tujuan penambahan
Indikator pp yaitu untuk menandai terjadinya titik akhir titrasi yaitu ditandai dengan berubahnya
warna larutan dari bening menjadi merah muda/ungu. Titik akhir titrasi adalah titik terjadi
perubahan warna. Titik akhir titrasi pada indikator pp ditandai dengan perubahan warna dari tak
berwarna sampai berwarna merah muda, dengan trayek pH indikator pp adalah 8,3-10,6.
Kemudian menitrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH yang akan diketahui konsentrasinya.
Volume yang diperoleh pada titrasi pertama yaitu 31.9 mL, volume yang diperoleh pada titrasi
kedua yaitu 32 mL, dan pada titrasi ketiga volumenya adalah 28 mL. (Underwood, 1999).

2. Standarisasi larutan HCl

Standarisasi untuk larutan HCl dengan menggunakan larutan NaOH yang perlakuannya sama
dengan perlakuan standarisasi larutan NaOH. Dalam hal ini larutan NaOH merupakan larutan
standar sekunder yang konsentrasinya telah diketahui.Dalam perlakuan standarisasi ini dilakukan
metode titrasi asam-basa, oleh karena itu indikator pp yang digunakan sebagai indikator karena
titik akhir titrasi berada dalam keadaan basa dengan trayek pH 8,3-10,6. Titik akhir titrasi adalah
titik terjadi perubahan warna. Titik akhir titrasi pada indikator pp ditandai dengan perubahan
warna dari tak berwarna sampai berwarna merah muda. Sehingga larutan ketika dititrasi menjadi
warna merah muda. Pada titrasi volume HCl yang diperoleh yaitu 14 mL, 18 mL, dan 22 ml.

3. Standarisasi larutan NH3

Standarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan HCl yang telah distandarisasi
sebelumnya. Larutan HCl digunakan sebagai larutan standar dalam menitrasi larutan NH3 karena
HCl merupakan asam kuat sedangkan NH3 merupakan

basa lemah sehingga titrasi ini merupakan titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator pp, sehingga titik ekivalen tercapai
ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titik akhir titrasi
adalah titik terjadi perubahan warna. Titik akhir titrasi pada indikator pp ditandai dengan
perubahan warna dari tak berwarna sampai berwarna merah muda, trayek pH 8,3-10,6. Pada
titrasi volume NH3 yaitu 1,4 mL, 0,7 mL, dan 0,9 ml.

B. Penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform

Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan koefisien distribusi ammonia antara air dan
kloroform. Langkah pertama adalah memasukan 10 ml larutan NH 3 hasil standarisasi yang telah
diketahui konsentrasinya, lalu menambahkan 10 ml aquades ke dalam corong pemisah,
kemudian menambahkan 25 ml kloroform dan kemudian mengocoknya selama + 10 menit.
Pengocokan dilakukan bertujuan agar larutan tercampur secara homogen. Amonia pada
perlakuan ini digunakan sebagai zat terlarut yang akan diketahui koefisien distribusi dalam
larutan air dan kloroform. Hal ini disebabkan karena pelarut air bersifat polar dan pelarut
kloroform bersifat nonpolar sehingga dua pelarut ini tidak dapat saling melarutkan. Koefisien
distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut didalam dua fasa yaitu fasa organik
dan fasa air. Menurut hukum Nernst, suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan
yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan
adalah kosntanta pada temperatur tertentu. Sejumlah tertentu ammonia dalam pelarut air
diekstraksi dengan pelarut kloroform, kemudian pada keadaan setimbang dianalisis kandungan
ammonianya baik dalam pelarut air maupun kloroform (Underwood, 1999).

Setelah larutan selesai dikocok, kemudian mendiamkan larutan beberapa menit sehingga
larutan terbentuk 2 lapisan. Fungsi mendiamkan adalah memisahkan lapisan yang memiliki
massa jenis yang tinggi dengan yang rendah. Setelah didiamkan, nampak ada dua lapisan,
dimana lapisan atas merupakan lapisan NH3 dalam air yang berwarna keruh dan lapisan bawah
adalah lapisan NH3 dalam kloroform yang berwarna bening. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan massa jenis antara kloroform dengan air, sehingga kloroform akan berada pada
lapisan bawah. Perlakuan selanjutnya yaitu melakukan titrasi dengan mengambil 10 mL lapisan
bawah yaitu larutan NH3 dalam kloroform hasil ekstraksi dan kemudian memasukkannya ke
dalam erlenmeyer. Lalu menambahkan 2 tetes indikator metil orange (MO). Penambahan ini
bertujuan untuk menandai tercapainya titik akhir titrasi dengan berubah warna menjadi orange.
Selanjutnya menitrasi dengan larutan HCl yang telah distandarisasi pada perlakuan standarisasi
larutan HCl. Fungsi menggunakan larutan HCl adalah untuk menitrasi larutan tersebut agar
bersifat asam dan juga dapat melihat titik akhir titrasi, karena pada perlakuan ini menggunakan
indikator MO. Titrasi ini dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi warna
orange tua, indikator metil orange memiliki trayek pH 3,1 - 4,4.. Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh konsentrasi NH3 kloroform 1 adalah 0,109 N, kloroform 2 adalah 0,006 N dan
kloroform 3 adalah 0.05 N. Sedangkan NH3 kloroform rata-rata hasilnya adalah 0,04 N, dan
konsentrasi air NH3 adalah 1,49 N. Dan koefisien distribusi adalah 0,082 N.

Sehingga diperoleh koefisien distribusi amonia yaitu sebesar 0,06. Menghitung koefisien
distribusi dengan cara perbandingan antara konsentrasi NH3 dalam kloroform dan konsentrasi
NH3 dalam air. Berdasarkan hasil tersebut, ammonia lebih banyak terdistribusi di dalam fasa air
dibandingkan di dalam fasa kloroform. Hal ini dikarenakan semakin kecil nilai KD (< 1) maka
semakin banyak terdistribusi di dalam fasa air, sebaliknya semakin besar nilai KD (> 1) maka
semakin banyak terdistribusi ke dalam fasa organik. NH3 lebih banyak terdistribusi ke dalam air
karena NH3 bersifat polar sehingga lebih menyukai pelarut yang polar seperti air dibandingkan
pelarut yang nonpolar seperti kloroform (Nobie, 2011).

C. Penentuan rumus kompleks ammin-tembaga(II)

Tujuan perlakuan ini adalah untuk menentukan rumus molekul kompleks Cu- Ammin.
Perlakuan pertama adalah memasukkan 10 mL larutan Cu 2+ ke dalam corong pemisah dan 5 mL
aquades dan ditambahakan 10 mL dan dikocok. Pengocokan dilakukan dengan tujuan agar
larutannya homogen. Setelah pengocokan warna larutan berubah dari biru muda (warna larutan
Cu2+) menjadi warna biru tua. Hal ini terjadi karena telah terbentuk suatu senyawa kompleks
[Cu(NH3)x]2+. Dalam hal ini nilai x belum diketahui dan akan ditentukan dengan metode
ekstraksi NH3 dalam larutan Cu2+ dan kloroform (Nobie, 2011).

Perlakuan selanjutnya adalah menambahkan 10 mL kloroform ke dalam corong pemisah,


setelah itu dikocok kembali. Setelah semua larutan bercampur, maka pengocokan dihentikan dan
mendiamkan beberapa saat campuran tersebut. Hasil yang diperoleh adalah lapisan bawah
larutan NH3 dalam pelarut kloroform (berwarna keruh), lapisan tengah larutan H2O dalam
pelarut NH3 (berwarna biru muda) dan lapisan atas larutan NH 3 dalam larutan Cu2+ (biru tua).
Hal ini disebabkan karena massa jenis kloroform lebih besar dibanding massa jenis massa jenis
larutan Cu2+.Selanjutnya, mengambil sebanyak 10 ml larutan NH3 dalam kloroform yang ada
pada lapisan bawah dan memasukkannya kedalam erlenmeyer, dan ditambahkan 3 tetes indikator
metil orange (MO). Kemudian menitrasi larutan tersebut dengan larutan HCl sampai larutan
berwarna orange, yang menandakan bahwa campuran ini bersifat basa. Dimana fungsi dari
larutan indikator metil orange adalah untuk menentukan titik ekivalen dari larutan. N NH3 1 =
0.005, NNH3 2= 0.019, NNH3 3= 0.061. Dan NNH3 rata-rata adalah 0.028 N, konsentrasi NNH3 dalam
Cu2+ 0.0502 N, koefisien konstribusi adalah 0,056.

Selanjutnya setelah diketahui konsentrasi NH3 yang terdistribusi ke dalam larutan Cu 2+,
maka dapat ditentukan rumus molekul kompleks Ammin-tembaga(II) dengan cara menghitung
perbandingan mmol antara Cu2+ dengan NH3. Dari hasil perhitungan diperoleh mmol ion Cu2+
(sebagai ion pusat) adalah 1 mmol, dan mmol NH3 (sebagai ligan negatif) adalah 11,0 mmol.
Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh perbandingan antara Cu 2+ dan NH3 yaitu 1 : 11,
sehingga rumus molekulnya dapat dituliskan sebagai berikut [Cu(NH3)11]2+. Rumus molekul ini
yang diperoleh ini tidak sesuai dengan literatur yaitu seharusnya perbandingan molnya adalah 1 :
5 dengan rumus molekul [Cu(NH3)5]2+ (Walanda, 2007).
IX. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini adalah rumus indikator Ammin-Tembaga (II)
adalah [Cu(NH3)12]2+
Daftar Pustaka

Harjadi, W. (1985). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT. Gramedia


Kuswandi, (2008). Kimia Anorganik Fisik. Bandung. ITB
Nobie. (2011). Kompleks Ammin-Tembaga. [ONLINE] tersedia:
http://nobies.blogspot.com/html. (18 November 2018).
Staf Pengajar Anorganik Fisik. (2021). Penuntun Praktikum Kimia Anorganik Fisik.
Palu: Kimia FKIP Universitas Tadulako.
Underwood. (1986). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga.
Walanda. Daud. K. (2007). Kimia Anorganik Fisik. Palu. Universitas Tadulako Press.

Anda mungkin juga menyukai