PERCOBAAN IV
STAMBUK : A25119031
KELAS :A
KELOMPOK : 2 (DUA)
UNIVERSITAS TADULAKO
202
PERCOBAAN IV
I. Tujuan Percobaan
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak
larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut
sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa
ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip senyawa
perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat diturunkan dari
tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam
bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti
tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air
selalu terdapat ion kompleks tetraaqua (Kuswandi, 2008).
Kebanyakan senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII, namun oksidasi
selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu2+ yang dikenal baik, dan
sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air, menambah
perbendaharaan kompleks. Dalam proses reaksinya, terjadi perubahan warna pada larutan logam.
Perubahan warna tersebut dimungkinkan berasal dari proses kompleksasi Cu(II) dari fasa cair
dengan etilendiamin yang berada pada fasa padatan membrane (Kuswandi, 2008).
Dasar pemikiran dilakukannya percobaan ini adalah bahwa apabila ammonia berlebihan
ditambahkan ke dalam larutan garam Cu(II) yang telah diketahui jumlahnya maka kompleks
berikut akan terbentuk :
Karena menggunakan ammonia berlebihan maka kebolehjadian ion kompleks itu berdisosiasi
ion-ion yang lebih sederhana seperti [Cu(NH3)x-1]2+, [Cu(NH3)x-2]2+ dan seterusnya berkurang.
Jika ammonia bebas dalam larutan kompleks diekstraksi menggunakan pelarut kloroform dan
kemudian ditentukan konsentrasi maka jumlah ammonia bebas dalam larutan kompleks dapat
ditentukan dengan mengetahui koefisien distribusi ammonia dalam kedua pelarut tersebut. (Staf
pengajar Kimia Anorganik Fisik, 2017).
III. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Pipet tetes
2. Erlenmeyer
3. Statif dan klem
4. Botol semprot
5. Gelas ukur
6. Buret
7. Gelas kimia
8. Corong pisah
9. Tissue
B. Bahan
1. Laruitan standar H2C2O4 0.1 N
2. Larutan Ammonia 1 N
3. Larutan Cu2+ 0.1 N
4. Larutan HCl 0.055 N
5. Larutan NaOH 0.1 N
6. Kloroform
7. Indikator metil orange
IV. Prosedur Kerja
C. Standarisasi NH3
V.1Standarisasi larutan
Volume Erlenmeyer 1
Volume erlenmeyer 2 VHCl =14 mL
Volume erlenmeyer 3 VHCl =18 mL
VHCl =22 mL
d. Dititrasi dengan larutan HCl tanpa tanda Larutan berwarna merah pekat
batas sebanyak 3 kali perlakuan
Volume 1 = 22.38 mL
e. Dihitung koefisien distribusi amonia Volume 2 = 1.22 mL
Volume 3 = 1 mL
V.3Penentuan rumus kompleks Cu-Ammin
Diketahui
[ H ₂ C ₂ O ₄ ] = 0,1 N
V. H2C2O4. H2O = 10 ml
Titrasi II NaOH = 26 ml
Ditanya :
[ NaOH ] rata-rata ?
Penyelesaian
Larutan NaOH
Erlenmeyer 1
[ H ₂ C ₂O ₄ ] x V H 2 C 2 O 4
[ NaOH ] =
V NaOH
0,1 x 10
=
31,9
= 0,013 N
Erlenmeyer 2
0,1 x 10
=
32
= 0,031 N
Erlenmeyer 3
[ H ₂ C ₂O ₄ ] x V H 2 C 2 O 4
[ NaOH ] =
V NaOH
0,1 x 10
=
28
= 0,036 N
0,013+0,031+0,036
=
3
= 0,027 N
Titrasi I = 40 ml
Titrasi II = 40 ml
Titrasi III = 40 ml
Penyelesaian :
Erlenmeyer 1
[ NaOH ] x V NaOH
[ HCl ] =
V HCl
0,027 x 14
=
10
= 0,038 N
Erlenmeyer 2
[ NaOH ] x V NaOH
[ HCl ] =
V HCl
0,027 x 18
=
10
= 0,049 N
erlenmeyer 3
0,027 x 22
=
10
= 0,059N
N 1+ N 2 + N 3
[HCl] rata-rata =
3
0,038+0,049+0,059
=
3
= 0,049N
c. Larutan NH3
Erlenmeyer 1
[ HCl ] .V HCl
[ NH ₃ ] =
V NH 3
0,049.10
=
1,4
= 0,35 N
erlenmeyer 2
0,049.10
=
0,7
= 0,7 N
Erlenmeyer 3
[ HCl ] .V HCl
[ NH ₃ ] =
V NH 3
0,049.10
=
0,9
= 0,54 N
N 1+ N2 + N3
[ NH ₃ ] rata-rata =
3
0,35+0,7+ 0,54
=
3
= 0,53 N
V HCL [ HCl ] .
- [ NH ₃ ] kloroform 1 =
V NH ₃
22.38 x 0.049
=
10
= 0,109 N
V HCL [ HCl ] .
- [ NH ₃ ] kloroform 2 =
V NH ₃
1.22 X 0.049
=
10
= 0,006 N
V HCL [ HCl ] .
- [ NH ₃ ] kloroform 3 =
V NH ₃
1 X 0.049
=
10
= 0,05 N
2. [ NH ₃ ] kloroform rata-rata
[ NH ₃ ] 1+[ NH ₃ ] 2
[ NH ₃ ] rata-rata =
2
0,109+0.006+0.005
=
3
= 0,04
= 1.49 N
4. Koefisien distribusi
[ NH ₃ ] kloroform
KD =
[ NH ₃ ] air
0,04 N
=
0.049 N
= 0,082 N
NnHCl x VHcl
a. NNH3 =
VNH 3 Kloroform
0,0049 N x 1 ML
=
10 ml
= 0,005
NnHCl x VHcl
b. NNH3 =
VNH 3 Kloroform
0,0049 N x 4 ML
=
10 ml
= 0,019
NnHCl x VHcl
c. NNH3 =
VNH 3 Kloroform
0,0049 N x 12,5 ML
=
10 ml
= 0,061
N 1+ N 2+ N 3
NNH3 kloroform rata-rata =
3
0,005+0,019+0,061
=
3
= 0,028 N
= 0,53 – 0,028 N
= 0,0=502 N
f. koefisiendistribusi
[ NH 3 ] kloroform
KD =
[ NH 3 ] Cu 2+ ¿ ¿
0,028
=
0,502
= 0,056
mmol NH3 dalam Cu2+ = [ NH3] dalam Cu2+ x VNH3 dalam kloroform
= 0,502 x 10 ml
= 5,02
h. mmol [ Cu2+]
= 0,1 N x 10 ml
=1
1 : 5,02
Jadi, rumus molekul kompleksnya adalah [Cu(NH3) 5] 2+
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak
larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut
sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa
ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya mirip senyawa
perak(I) (Kuswandi, 2008).
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan rumus molekul kompleks Ammin-
Tembaga ( Staf pengajar praktikum kimia anorganik fisik, 2021).
Prosedur kerja dari percobaan ini dilakukan dalam 3 tahap perlakuan yaitu standarisasi
larutan, penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform, dan penentuan rumus
kompleks ammin- tembaga(II).
Pada perlakuan pertama yaitu menstandarisasi larutan NaOH xM, dengan larutan standar
H2C2O4 0,1M.. Pertama-tama yang di lakukan yaitu menyiapkan 3 buah Erlenmeyer, mengukur
15 ml larutan asam oksalat kemudian memasukkan ke dalam masing- masing erlenmeyer dan
menambahkan indikator pp sebanyak 2 tetes pada ketiga erlenmeyer. Tujuan penambahan
Indikator pp yaitu untuk menandai terjadinya titik akhir titrasi yaitu ditandai dengan berubahnya
warna larutan dari bening menjadi merah muda/ungu. Titik akhir titrasi adalah titik terjadi
perubahan warna. Titik akhir titrasi pada indikator pp ditandai dengan perubahan warna dari tak
berwarna sampai berwarna merah muda, dengan trayek pH indikator pp adalah 8,3-10,6.
Kemudian menitrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH yang akan diketahui konsentrasinya.
Volume yang diperoleh pada titrasi pertama yaitu 31.9 mL, volume yang diperoleh pada titrasi
kedua yaitu 32 mL, dan pada titrasi ketiga volumenya adalah 28 mL. (Underwood, 1999).
Standarisasi untuk larutan HCl dengan menggunakan larutan NaOH yang perlakuannya sama
dengan perlakuan standarisasi larutan NaOH. Dalam hal ini larutan NaOH merupakan larutan
standar sekunder yang konsentrasinya telah diketahui.Dalam perlakuan standarisasi ini dilakukan
metode titrasi asam-basa, oleh karena itu indikator pp yang digunakan sebagai indikator karena
titik akhir titrasi berada dalam keadaan basa dengan trayek pH 8,3-10,6. Titik akhir titrasi adalah
titik terjadi perubahan warna. Titik akhir titrasi pada indikator pp ditandai dengan perubahan
warna dari tak berwarna sampai berwarna merah muda. Sehingga larutan ketika dititrasi menjadi
warna merah muda. Pada titrasi volume HCl yang diperoleh yaitu 14 mL, 18 mL, dan 22 ml.
Standarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan HCl yang telah distandarisasi
sebelumnya. Larutan HCl digunakan sebagai larutan standar dalam menitrasi larutan NH3 karena
HCl merupakan asam kuat sedangkan NH3 merupakan
basa lemah sehingga titrasi ini merupakan titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator pp, sehingga titik ekivalen tercapai
ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda. Titik akhir titrasi
adalah titik terjadi perubahan warna. Titik akhir titrasi pada indikator pp ditandai dengan
perubahan warna dari tak berwarna sampai berwarna merah muda, trayek pH 8,3-10,6. Pada
titrasi volume NH3 yaitu 1,4 mL, 0,7 mL, dan 0,9 ml.
Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan koefisien distribusi ammonia antara air dan
kloroform. Langkah pertama adalah memasukan 10 ml larutan NH 3 hasil standarisasi yang telah
diketahui konsentrasinya, lalu menambahkan 10 ml aquades ke dalam corong pemisah,
kemudian menambahkan 25 ml kloroform dan kemudian mengocoknya selama + 10 menit.
Pengocokan dilakukan bertujuan agar larutan tercampur secara homogen. Amonia pada
perlakuan ini digunakan sebagai zat terlarut yang akan diketahui koefisien distribusi dalam
larutan air dan kloroform. Hal ini disebabkan karena pelarut air bersifat polar dan pelarut
kloroform bersifat nonpolar sehingga dua pelarut ini tidak dapat saling melarutkan. Koefisien
distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut didalam dua fasa yaitu fasa organik
dan fasa air. Menurut hukum Nernst, suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan
yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan
adalah kosntanta pada temperatur tertentu. Sejumlah tertentu ammonia dalam pelarut air
diekstraksi dengan pelarut kloroform, kemudian pada keadaan setimbang dianalisis kandungan
ammonianya baik dalam pelarut air maupun kloroform (Underwood, 1999).
Setelah larutan selesai dikocok, kemudian mendiamkan larutan beberapa menit sehingga
larutan terbentuk 2 lapisan. Fungsi mendiamkan adalah memisahkan lapisan yang memiliki
massa jenis yang tinggi dengan yang rendah. Setelah didiamkan, nampak ada dua lapisan,
dimana lapisan atas merupakan lapisan NH3 dalam air yang berwarna keruh dan lapisan bawah
adalah lapisan NH3 dalam kloroform yang berwarna bening. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan massa jenis antara kloroform dengan air, sehingga kloroform akan berada pada
lapisan bawah. Perlakuan selanjutnya yaitu melakukan titrasi dengan mengambil 10 mL lapisan
bawah yaitu larutan NH3 dalam kloroform hasil ekstraksi dan kemudian memasukkannya ke
dalam erlenmeyer. Lalu menambahkan 2 tetes indikator metil orange (MO). Penambahan ini
bertujuan untuk menandai tercapainya titik akhir titrasi dengan berubah warna menjadi orange.
Selanjutnya menitrasi dengan larutan HCl yang telah distandarisasi pada perlakuan standarisasi
larutan HCl. Fungsi menggunakan larutan HCl adalah untuk menitrasi larutan tersebut agar
bersifat asam dan juga dapat melihat titik akhir titrasi, karena pada perlakuan ini menggunakan
indikator MO. Titrasi ini dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi warna
orange tua, indikator metil orange memiliki trayek pH 3,1 - 4,4.. Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh konsentrasi NH3 kloroform 1 adalah 0,109 N, kloroform 2 adalah 0,006 N dan
kloroform 3 adalah 0.05 N. Sedangkan NH3 kloroform rata-rata hasilnya adalah 0,04 N, dan
konsentrasi air NH3 adalah 1,49 N. Dan koefisien distribusi adalah 0,082 N.
Sehingga diperoleh koefisien distribusi amonia yaitu sebesar 0,06. Menghitung koefisien
distribusi dengan cara perbandingan antara konsentrasi NH3 dalam kloroform dan konsentrasi
NH3 dalam air. Berdasarkan hasil tersebut, ammonia lebih banyak terdistribusi di dalam fasa air
dibandingkan di dalam fasa kloroform. Hal ini dikarenakan semakin kecil nilai KD (< 1) maka
semakin banyak terdistribusi di dalam fasa air, sebaliknya semakin besar nilai KD (> 1) maka
semakin banyak terdistribusi ke dalam fasa organik. NH3 lebih banyak terdistribusi ke dalam air
karena NH3 bersifat polar sehingga lebih menyukai pelarut yang polar seperti air dibandingkan
pelarut yang nonpolar seperti kloroform (Nobie, 2011).
Tujuan perlakuan ini adalah untuk menentukan rumus molekul kompleks Cu- Ammin.
Perlakuan pertama adalah memasukkan 10 mL larutan Cu 2+ ke dalam corong pemisah dan 5 mL
aquades dan ditambahakan 10 mL dan dikocok. Pengocokan dilakukan dengan tujuan agar
larutannya homogen. Setelah pengocokan warna larutan berubah dari biru muda (warna larutan
Cu2+) menjadi warna biru tua. Hal ini terjadi karena telah terbentuk suatu senyawa kompleks
[Cu(NH3)x]2+. Dalam hal ini nilai x belum diketahui dan akan ditentukan dengan metode
ekstraksi NH3 dalam larutan Cu2+ dan kloroform (Nobie, 2011).
Selanjutnya setelah diketahui konsentrasi NH3 yang terdistribusi ke dalam larutan Cu 2+,
maka dapat ditentukan rumus molekul kompleks Ammin-tembaga(II) dengan cara menghitung
perbandingan mmol antara Cu2+ dengan NH3. Dari hasil perhitungan diperoleh mmol ion Cu2+
(sebagai ion pusat) adalah 1 mmol, dan mmol NH3 (sebagai ligan negatif) adalah 11,0 mmol.
Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh perbandingan antara Cu 2+ dan NH3 yaitu 1 : 11,
sehingga rumus molekulnya dapat dituliskan sebagai berikut [Cu(NH3)11]2+. Rumus molekul ini
yang diperoleh ini tidak sesuai dengan literatur yaitu seharusnya perbandingan molnya adalah 1 :
5 dengan rumus molekul [Cu(NH3)5]2+ (Walanda, 2007).
IX. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini adalah rumus indikator Ammin-Tembaga (II)
adalah [Cu(NH3)12]2+
Daftar Pustaka