Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

Nama : Raymond Saragih

No Urut : 37

Kelas : 3 IPA 5

TITRASI ASAM BASA

SMA RK BUDI MULIA PEMATANGSIANTAR


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah titrasi. Titrasi merupakan suatu metode yang
bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui
agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya
atau konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut sebagai ―titrant‖ dan
biasanya diletakkan di dalam labu Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut sebagai ―titer‖ atau ―titrat‖ dan biasanya diletakkan di dalam ―buret‖.
Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi,
sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa atau
aside alkalimetri, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya.

1.2 Tujuan
 Siswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam dan basa
 Siswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer
tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer
tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini
disebut sebagai ―titik ekuivalen‖, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi
basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat
perubahan warna indikator disebut sebagai ―titik akhir titrasi‖. Titik akhir titrasi ini mendekati
titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik
akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,
volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut.

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu contoh titrasi asam
basa yaitu titrasi basa lemah dan asam kuat, seperti NH3 (Amonia) dan HCl (Asam klorida),
persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

NH3(aq) + HCl(aq) → NH4Cl (aq)

Gambar set alat titrasi


A. Kekuatan Asam Basa

Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin
acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa
digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling
menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah
jeruk berfungsi untuk memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan asam
tanak dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat telah
dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan oleh
para peneliti untuk memisahkan emas dan perak.

Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion — ion H+ yang dihasilkan


oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+
yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.

1. Asam Kuat
Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya
menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi
berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai
berikut.
HA(aq) ⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)

2. Asam Lemah

Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi
kesetimbangan.
Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan
sebagai berikut.
HA(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)
Makin kuat asam maka reaksi kesetimbangan asam makin condong ke
kanan, akibatnya Ka bertambah besar. Oleh karena itu, harga Ka merupakan
ukuran kekuatan asam, makin besar Ka makin kuat asam.
Berdasarkan persamaan di atas, karena pada asam lemah [H+] = [A–],
maka persamaan di atas dapat diubah menjadi:

3. Basa Kuat

Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya.
Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan.

Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut.

M(OH)x(aq) ⎯⎯→ Mx+(aq) + x OH–(aq)


4. Basa Lemah

 Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-
ionnya.

 Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan.

 Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.

M(OH)(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ M+(aq) + OH–(aq)

 Makin kuat basa maka reaksi kesetimbangan basa makin condong ke kanan, akibatnya Kb
bertambah besar.

 Oleh karena itu, harga Kb merupakan ukuran kekuatan basa, makin besar Kb makin kuat
basa.

 Berdasarkan persamaan di atas, karena pada basa lemah [M+] = [OH–], maka persamaan di
atas dapat diubah menjadi:
A. Cara mengetahui titik ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian


membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut adalah ―titik ekuivalen‖.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit mungkin)
pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam
basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.

Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan pH meter.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perubahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah
dua hingga tiga tetes.

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin
dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai
dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai ―titik akhir titrasi‖.

B. Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa,
maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

Mol ekuivalen asam = Mol ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:

N × Vasam = N × Vbasa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

n×M×V asam = n×V×M basa


keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam)
atau OH – (pada basa)

Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein. Tabel
berikut ini merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein.
Ph <0 0−8.2 8.2−12.0 >12.0
Asam atau mendekati
Kondisi Sangat asam Basa Sangat basa
netral
Tidak
Warna Jingga Tidak berwarna pink keunguan
berwarna

Gambar

Selain itu terdapat pula indicator Metil merah. Tabel berikut merupakan karakteristik dari
indicator metil merah :

Ph < 4.4 4.4 – 6.2 >6.2


Asam dan mendekati
Kondisi Asam Basa
netral
Warna Merah Jingga Kuning

Gambar
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

1.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kimia adalah :
- Alat - Bahan
a. Indikator metil merah a. NH3 0,32 M
b. Erlenmayer b. HCl 0,1 M
c. Buret 50 ml
d. Statif dan klem
e. Gelas ukur 25 ml dan 100 ml
f. Corong kaca

1.2 Cara Kerja


a. Standarisasi larutan NH3
Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5
ml larutan NH3. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret,
selanjutnya mengisi buret dengan 5 ml NH3 untuk membasahi dinding buret. Kemudian
larutan di keluarkan lagi dari buret. Memasukan lagi larutan NH3 kedalam buret sampai
skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NH3 dalam buret.
Proses standarisasi :
 Mencuci 3 elrenmeyer, memipetkan 10 ml larutan asam oksalat 0,1 M dan
memasukkan kedalam setiap erlenmeyer dan menambahkan kedalam masing-masing
erlenmeyer 3 tetes indikator penolphetelein (pp).
 Mengalirkan larutan NH3 yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terlihat
warna merah muda yang tidak hilang apabila menggoyangkan gelas erlenmeyer.
 Mencatat volume NH3 yang terpakai.
 Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan III
 Menghitung molaritas (M) NH3.

b. Penentuan konsentrasi HCl


 Mencuci 4 erlenmeyer, memipetkan 10 ml, 20 ml, 30 ml, 40 ml larutan HCl 0,1 M
dan memasukan kedalam setiap erlenmeyer.
 Menambahkan kedalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator metil merah
 Mengalirkan larutan NH3 yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila menggoyangkan gelas erlenmeyer.
 Mencatat volume NH3 yang terpakai.
 Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II, III. Dan IV
 Menghitung molaritas (M) HCl.
BAB III
JAWABAN SOAL

3.1. Perkiraan pH awal (sebelum HCl ditambahkan)

Pada titrasi 25 ml larutan NH3 0,32 M dengan larutan HCl 0,1 M dimana Kb = 10-5

[OH-] = Kb ×M

[OH-] = 10−5 × 0,32

[OH-] =1,79 × 10-3

pOH = 3 – log 1,79

pH = 11 + log 1,79

pH = 11,25

3.2. Perkiraan pH titik ekuivalen

Titik ekuivalen terjadi ketika mol asam = mol basa

Mol ekuivalen asam = Mol ekuivalen basa


M × V × n asam = M × V × n basa

0,1 × V HCl × 1 = 0,32 × 25 × 1

V HCl = 80 ml

Sehingga titik ekuivalen dicapai ketika volume HCl = 80 ml. Maka untuk menentukan pH pada
titik ekuivalen terlebih dahulu kita harus menentukan konsentrasi garam.

NH3 + HCl → NH4Cl


M: 8 8 -

B: 8 8 8
S: - - 8
Sehingga hasil campuran kedua larutannya (garamnya) akan terhidrolisis

𝐾𝑤
[𝐻 + ] = × garam × n
𝐾𝑏

10−14 8
[𝐻 +] = × ×1
10−5 105

[𝐻+ ] = 9,2 × 10−6


pH = 6 – log 9 = 5,06

3.3. Menentukan Indikator yang digunakan

Berikut adalah tabel indicator yang sering digunakan pada titrasi asam basa beserta rentang pH-
nya :

Berdasarkan tabel di atas indicator yang tepat digunakan ketika pH titik ekuivalen 5,06 adalah
Metil merah, karena range perubahan warna pada metil merah antara pH 4,2 – 6,3 dimana pH
titik ekuivalen berada di antara range tersebut, sehingga terlihat jelas / kontras pada saat kapan
kita berhenti melakukan titrasi.

3.4 Menentukan pH campuran saat penambahan HCl

 10 ml 0,1 M
NH3 + HCl → NH4Cl
M: 8 1 -
B: 1 1 1
S: 7 - 1
Melihat pada sisanya, maka terjadi larutan Buffer

𝑚𝑜𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ


[𝑂𝐻− ] = 𝐾𝑏 ×
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 × 𝑛
7
[𝑂𝐻− ] = 10−5 × = 7 × 10−5
1 ×1

pOH = 5 – log 7 = 4,15


pH = 9,85

 20 ml 0,1 M
NH3 + HCl → NH4Cl
M: 8 2 -
B: 2 2 2
S: 6 - 2

Melihat pada sisanya, maka terjadi larutan Buffer

𝑚𝑜𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ


[𝑂𝐻− ] = 𝐾𝑏 ×
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 × 𝑛
6
[𝑂𝐻− ] = 10−5 × = 3 × 10−5
2 ×1

pOH = 5 – log 3 = 4,52


pH = 9,48

 30 ml 0,1 M
NH3 + HCl → NH4Cl
M: 8 3 -
B: 3 3 3
S: 5 - 3
Melihat pada sisanya, maka terjadi larutan Buffer

𝑚𝑜𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ


[𝑂𝐻− ] = 𝐾𝑏 ×
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 × 𝑛
5
[𝑂𝐻− ] = 10−5 × = 1,67 × 10−5
3 ×1

pOH = 5 – log 1,67 = 4,77


pH = 9,23

 40 ml 0,1 M
NH3 + HCl → NH4Cl
M: 8 4 -
B: 4 4 4
S: 4 - 4
Melihat pada sisanya, maka terjadi larutan Buffer
𝑚𝑜𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ
[𝑂𝐻− ] = 𝐾𝑏 ×
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 × 𝑛
4
[𝑂𝐻− ] = 10−5 × 4 ×1 = 1× 10−5
pOH = 5
pH = 9

3.5. Gambar sketsa kurva titrasinya


Untuk menggambar sketsa kurva titrasi kita, tidak cukup dengan menggunakan data dari
pernyataan sebelumnya, kita harus mengetahui berapa pH yang terjadi setiap kenaikan 10 ml
HCl sampai penambahan HCl berlebih (di atas titik ekuivalen). Berdasarkan data
sebelumnya :
 10 ml 0,1 M HCl → pH = 9,85
 20 ml 0,1 M HCl → pH = 9,48
 30 ml 0,1 M HCl → pH = 9,23
 40 ml 0,1 M HCl → pH = 9
Sebelum itu kita mengetahui bahwa pH pada titik ekuivalen adalah 5,06 yang terjadi saat
penambahan HCl 80 ml 0,1 M. Artinya pada saat NH3 ditambah larutan HCl <80 ml, maka
terjadi Larutan Buffer, dimana pada saat itu penurunan pH terjadi sedikit demi sedikit.
Sebagai bukti :

 50 ml HCl 0,1 M
NH3 + HCl → NH4Cl
M: 8 5 -
B: 5 5 5
S: 3 - 5
3
[𝑂𝐻− ] = 10−5 × = 6× 10−6
5 ×1

pOH = 6 – log 6 = 5,22


pH = 8,78
Selanjutnya dengan cara yang sama

 60 ml HCl 0,1 M → pH = 8,52


 70 ml HCl 0,1 M → pH = 8,15
 80 ml HCl 0,1 M → pH = 5,06 (titik ekuivalen)

 90 ml HCl 0,1 M (penambahan asam berlebih)


NH3 + HCl → NH4Cl
M: 8 9 -
B: 8 8 8
S: - 1 8
Melihat sisanya maka pH campuran yang digunakan dengan menggunakan rumus
mencari pH untuk asam kuat
[H+] = M × n
1
[H +] = ×1
90 + 25
[H+] = 8,7 × 10-3
pH = 3 – log 8,7 = 2,06

 100 ml HCl 0,1 M (penambahan asam berlebih)


Dengan cara yang sama akan diperoleh pH sebesar 1,8

Maka kurva titrasinya adalah sebagai berikut :


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya
suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi
dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau
konsentrasinya.
2. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
3. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut sebagai ―titran‖ dan
biasanya diletakkan di dalam labu Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui
konsentrasinya disebut sebagai ―titer‖ atau ―titrat‖ dan biasanya diletakkan di
dalam ―buret‖.
4. Penentuan titik ekuivalen terjadi saat mol asam dan basa besarnya sama
5. Pada titrasi basa lemah dengan asam kuat, penambahan asam kuat di bawah
volume ekuivalen menyebabkan penurunan pH yang perlahan. Akan tetapi ketika
penambahan asam kuat melebihi volume ekuivalen menyebabkan penurunan
drastis pH campuran tersebut

4.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan ujian praktek percobaan tentang titrasi asam basa, selain
diperkenalkan alat titrasi oleh guru, siswa harus sudah melakukan praktikum tersebut sendiri
sejak kelas 2 SMA. Selain itu seharusnya SMA Budi Mulia harus menyediakan alat praktikum
yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai