1
Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Indonesia
Abstract
Time series analysis is a statistical method to predict future value of data based on the value of
previous data and/or error. In this report, the authors apply it to the Consumer Price Index (CPI) for
all goods and services plus inflation data to achieve SDG 1: No Poverty and SDG 2: Zero Hunger
using Seasonal ARIMA and Autoregressive Distributed Lag (ADL).
The research method begins with differentiating the data to become stationary, identifying the
model, estimating the parameters, performing diagnostic tests, until making predictions. The
fundamental difference between the models is located in the identification part. Seasonal considers
the annual periodic effect with one variable only, while ADL involves a cross-correlation function
between two or more variables.
From the modelling results obtained with ARIMA Seasonal, the CPI data is most suitable to be
modelled with SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12. On the other hand, for CPI and inflation ADL modelling,
the most suitable model is ADL(2,1). Based on the modelling results, the authors predict that the
data will have an upward trend so the authors recommend market stabilization policies as well as
contractionary monetary and fiscal policies.
Abstrak
Analisis deret waktu digunakan dalam memprediksi nilai masa depan data berdasarkan nilai data
dan/atau galat sebelumnya. Pada laporan ini, penulis menerapkannya pada data Consumer Price
Index (CPI) Semua Barang dan Jasa serta Inflasi untuk mencapai SDG 1: Menghilangkan
Kemiskinan serta SDG 2: Menghilangkan Kelaparan dengan menggunakan pemodelan ARIMA
Seasonal dan Autoregressive Distributed Lag (ADL).
Metode penelitian diawali dengan mendiferensiasi data agar stasioner, mengidentifikasi model,
mengestimasi parameter pemodelan, melakukan uji diagnostik, hingga melakukan prediksi.
Pemodelan ARIMA Seasonal mempertimbangkan pengaruh periodik tahunan dengan satu variabel
sedangkan pemodelan ADL melibatkan fungsi korelasi silang antara dua variabel atau lebih.
Dari hasil pemodelan yang didapat dengan ARIMA Seasonal, data CPI paling cocok dimodelkan
dengan SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12. Di sisi lain, untuk pemodelan ADL data CPI dan inflasi, model
yang paling cocok adalah ADL(2,1). Berdasarkan hasil pemodelan, penulis memprediksi data
memiliki trend naik sehingga penulis merekomendasikan stabilisasi pasar serta kebijakan moneter
dan fiskal kontraktif.
Latar Belakang
Berdasarkan analisis regresi Sumantri dan Latifah (2019), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI). Sesuai metode yang
dipilih dalam jurnal tersebut, didapatkan hasil bahwa ada pengaruh antara suku bunga kredit,
peredaran uang, kurs tengah USD, dan inflasi terhadap nilai indeks harga konsumen. Secara spesifik,
suku bunga kredit, kurs tengah USD, dan inflasi berbanding lurus dengan CPI, sedangkan peredaran
uang berlawanan arah dengan CPI.
Dalam proyek ini, penulis memilih objek penelitian yang serupa dengan jurnal tersebut, yaitu CPI dan
inflasi. Namun, terdapat beberapa perkembangan yang dilakukan penulis. Jurnal tersebut
menggunakan konsep multiple regression analysis dalam pengolahan data, sedangkan penulis
bermaksud untuk melengkapinya dengan metode yang berbeda, yaitu analisis deret waktu dengan
pemodelan ARIMA musiman dan regresi deret waktu. Selain itu, rentang waktu data yang digunakan
pada jurnal tersebut adalah tahun 2012-2016 sehingga kami akan memperbaharuinya dengan data
terbaru, yaitu Januari 2014 – Februari 2022, untuk meningkatkan relevansi.
Selain melakukan analisis matematis, penulis menjalankan proyek ini sebagai partisipasi dalam upaya
mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDG) Indonesia
yang merupakan salah satu luaran dari mata kuliah Analisis Deret Waktu (AK 2281). Baik data CPI
maupun inflasi merupakan indikator tercapainya SDG 1 (No Poverty) dan 2 (Zero Hunger) yang
mampu dikuantifikasi. Selain itu, kedua data memiliki sumber terpercaya sehingga orisinalitas data
dapat dipertanggungjawabkan. Maka, dapat dilakukan pengolahan dan pemodelan data secara
numerik dengan deret waktu. CPI merupakan rata-rata sekeranjang harga barang dan jasa di suatu
negara, termasuk bahan pangan, sehingga berkaitan dengan daya beli mata uang. Serupa dengan CPI,
inflasi adalah kenaikan harga barang secara umum. Semakin tinggi CPI dan inflasi, semakin tinggi
harga barang secara umum sehingga daya beli masyarakat menurun dan risiko kemiskinan meningkat.
Kurangnya daya beli membuat masyarakat sulit mendapatkan bahan pangan sehingga risiko kelaparan
meningkat. Jadi, CPI berkaitan dengan SDG 1 dan 2.
Di samping itu, secara hipotetis, jika inflasi meningkat, CPI akan menurun. Namun pada
kenyataannya, inflasi Indonesia relatif menurun, CPI terus mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu. Meskipun demikian, analisis regresi linear Sumantri dan Latifah (2019) terhadap inflasi dan
CPI pada 2012-2016 menunjukkan hubungan searah inflasi terhadap CPI. Maka, penulis akan
melakukan regresi deret waktu untuk menguji apakah hasil serupa masih diperoleh untuk tahun 2022.
Selain itu, penulis berusaha untuk melakukan pemodelan dengan metode yang sedikit lebih rumit dari
ARIMA biasa mengingat tugas yang diberikan adalah tugas besar/tugas akhir. Untuk itu, penulis
memilih untuk memodelkan data secara musiman menggunakan ARIMA Seasonal. Salah satu data
lengkap yang paling mudah diperoleh pada situs web secara gratis dan memiliki parameter musiman
adalah data ekonomi. Karena data CPI yang diperoleh ini merupakan salah satu data ekonomi yang
diukur per bulan secara rutin dalam kurun waktu yang lama, maka data ini dapat digunakan untuk
pemodelan deret waktu. Data yang banyak ini juga diyakini dapat meningkatkan keakuratan hasil
analisis yang diperoleh sehingga prediksi yang dihasilkan semakin baik.
Selain dengan metode ARIMA Seasonal, penulis juga berencana untuk melakukan pemodelan yang
sedikit lebih rumit lagi melalui pemodelan ADL. Pemodelan dengan cara ini melibatkan variabel
prediktor dan response untuk dilihat nilai korelasi antara keduanya. Mengingat data CPI tadi sudah
memenuhi kriteria data untuk pemodelan, maka akan dicari satu variabel lain yang dianggap mampu
mempengaruhi nilai dari data CPI di masa depan. Variabel yang dianggap sesuai adalah inflasi, sesuai
dengan penjabaran di atas. Data inflasi ini juga mudah diperoleh dan kelengkapan datanya sudah baik
sehingga dapat dijadikan variabel prediktor untuk memprediksi nilai CPI di masa depan.
Dengan melakukan pemodelan deret waktu indeks harga konsumen (CPI) dan inflasi, penulis
memprediksi nilai CPI dan memberikan rekomendasi sehingga pemerintah diharapkan bisa membuat
kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan dengan membuat nilainya stabil.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan dua data sekunder, yakni data Consumer
Price Index (CPI): Total All Items for Indonesia dan inflasi Indonesia. Data CPI bersumber dari
Organization for Economic Co-Operation and Development dan diperoleh dari situs web
fred.stlouisfed.org. Data inflasi bersumber dari situs web resmi Bank Indonesia, yaitu bi.go.id. Kedua
data memiliki rentang waktu dari Januari 2014 sampai Februari 2022, tidak terlalu panjang sehingga
meningkatkan relevansi serta mengurangi pengaruh peristiwa ekonomi signifikan seperti krisis
moneter 1998 dan krisis finansial 2008.
Berikut adalah preview kedua data. Tiga kolom terakhir secara berturut-turut merupakan rang nilai
CPI dan inflasi serta selisih rang yang digunakan untuk perhitungan koefisien korelasi Spearman
secara manual.
TABEL 1 Preview data CPI dan inflasi beserta rang koefisien korelasi Spearman
Berkaitan dengan urgensi SDG 1 dan 2, penulis menggunakan data kemiskinan Indonesia dan Global
Hunger Index. Berdasarkan Databoks, angka kemiskinan Indonesia pada kuartal 3 2021 turun menjadi
9,71%. Meskipun turun, angka tersebut masih lebih tinggi daripada kemiskinan tahun 2018-2019
yakni sebelum pandemi COVID-19. Sementara itu, berdasarkan Global Hunger Index 2021, Indonesia
memiliki Global Hunger Index (GHI) 18. Meskipun terbilang moderat, angka ini masih di atas
rata-rata global 17,9 poin dan peringkat Indonesia adalah 73 dari 116 negara.
Metode Penelitian
Penulis menggunakan model ARIMA musiman (seasonal) dan regresi deret waktu (autoregressive
distributed lag) dalam proyek ini. Dasar dari kedua model adalah metode iterasi Box dan Jenkins
(1970) yang terdiri atas tiga tahap utama, yakni identifikasi model, estimasi parameter, dan uji
diagnostik. Secara detail, berikut adalah langkah-langkah pengolahan data dan pengukuran tolok ukur
kinerja.
1. Pembagian Data: Data perlu dibagi menjadi data yang dilatih (data train) dan digunakan untuk
membuat model serta data validasi (validation) untuk memastikan data train dapat melakukan
prediksi secara valid dan tidak bias.
2. Identifikasi Model:
● Menstasionerkan Data: Data dalam analisis deret waktu harus bersifat stasioner.
Kestasioneran dapat bersifat kuat atau lemah. Kestasioneran kuat berarti distribusi gabungan
data pada titik pengamatan tertentu sama dengan distribusi gabungan data pada ‘k’ titik
pengamatan sebelum atau sesudahnya sedangkan kestasioneran lemah artinya mean dan
kovariansi data konstan terhadap waktu dan hanya dipengaruhi lag waktu. Kestasioneran
data dapat dilihat secara visual dari plot fungsi autokorelasi (ACF) dan secara statistik
dengan Augmented Dickey-Fuller test (uji ADF). Jika data belum stasioner, perlu dilakukan
transformasi seperti dengan metode lognormal dan diferensiasi rataan.
● Identifikasi Unsur Musiman: Jika terdapat unsur musiman dengan periode tertentu (atau data
memiliki pola perulangan tertentu), perlu dilakukan transformasi juga, seperti diferensiasi
musiman atau bahkan didiferensiasi secara biasa dan musiman.
● Pemilihan Model: Model yang akan diuji memiliki parameter tertentu yang dilihat dari plot
ACF (parameter q untuk unsur biasa dan Q untuk unsur musiman) dan ACF parsial (PACF;
parameter p untuk unsur biasa dan P untuk unsur musiman). Untuk metode regresi deret
waktu (ADL), parameter q tidak dilihat dari ACF, melainkan fungsi korelasi silang (CCF).
3. Estimasi Parameter: Nilai parameter atau koefisien persamaan model diestimasi dengan metode
tertentu, seperti metode momen, metode kuadrat terkecil (least squares), atau metode maximum
likelihood. Dalam pemrograman dengan R, tahap ini juga menghasilkan nilai Akaike Information
Criterion (AIC), multiple R-squared, signifikansi parameter, dan galat. Semakin rendah AIC,
semakin sedikit informasi yang hilang pada model. Dalam ADL, semakin tinggi multiple
R-squared, semakin baik prediktor menjelaskan model. Lalu secara umum, parameter yang
signifikan dan galat (seperti ME, MSE, dan MAPE) yang rendah menandakan model yang baik.
4. Kecocokan dan Validasi Model: Model yang ada perlu diuji kecocokannya dengan data asli
dengan melihat kemampuannya untuk memprediksi data validasi. Secara grafik juga dapat
dibandingkan dengan cara menggabungkan dua grafik data asli dan data validasi untuk melihat
seberapa baik kemampuan model memprediksi data validasi.
5. Uji Diagnostik: Dalam tahap ini, akan diuji apakah galat memenuhi syarat yakni memiliki rataan
nol dan variansi konstan, saling bebas (uji Ljung-Box), dan histogramnya menyerupai distribusi
normal (uji Kolmogorov-Smirnov). Jika galat memiliki variansi yang tidak konstan dan/atau
tidak berdistribusi normal, perlu dilakukan pemodelan heteroskedastis.
6. Prediksi (Forecasting): Jika galat lolos uji diagnostik, model cocok untuk memprediksi nilai data
beberapa waktu ke depan. Jika tidak, perlu dipertimbangkan model lain atau dilakukan
transformasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan data CPI dilakukan dengan analisis deret waktu agar project ini dapat berpartisipasi dalam
mencapai SDG. Data CPI dari Januari 2014 – Februari 2022 dimodelkan menggunakan metode
ARIMA musiman melalui beberapa tahapan, seperti identifikasi model, estimasi parameter, dan uji
diagnostik. Pemodelan data dilakukan dua kali untuk mendapatkan hasil pemodelan yang lebih akurat.
Pada bagian pemodelan data CPI tanpa pengaruh inflasi, akan digunakan pemodelan musiman karena
adanya pola perulangan nilai CPI Indonesia dengan periode (s) sebesar dua belas. Ini artinya, nilai
CPI dalam suatu bulan akan dipengaruhi oleh nilai CPI bulan tersebut pada tahun sebelumnya.
Metode musiman ini akan diawali dengan analisis data untuk memplot data, memastikan bahwa data
memiliki perilaku musiman seperti dugaan awal serta membagi data menjadi dua kelompok, yakni
data training (80%) dan data validation (20%).
(a) (b)
GAMBAR 1 (a) Grafik dan (b) Box Plot Data CPI Indonesia Januari 2014-Februari 2022
Grafik dengan tren naik dan pola perulangan merupakan grafik data CPI Indonesia Januari
2014-Februari 2022 sedangkan garis putus-putus berwarna merah menunjukkan rata-rata data, yakni
108.26. Adanya tren naik menunjukkan bahwa data CPI Indonesia belum stasioner. Ini dibuktikan
melalui uji ADF (Augmented Dickey-Fuller Test) dalam program R bahwa ternyata H0 tidak ditolak,
atau data belum stasioner (lihat Lampiran 1). Plot ACF (Autocorrelation Function) juga menunjukkan
tren menurun yang tidak signifikan, yang merupakan pertanda bahwa data yang diuji belum stasioner
(lihat Lampiran 2).
Agar data yang dimodelkan bersifat stasioner, perlu dilakukan diferensiasi data. Diferensiasi ini dapat
dilakukan pada bagian data biasa dan data musimannya. Pertama, akan dilakukan diferensiasi pada
bagian seasonal. Selanjutnya, uji ADF menunjukkan bahwa data belum bersifat stasioner karena nilai
p-value = 0.2655 masih lebih besar daripada nilai alpha (0.05) yang digunakan. Grafik ACF juga
masih menunjukkan penurunan yang tidak terlalu signifikan dimana masih terdapat banyak lag
berurutan yang cut-off dengan batas signifikansi.
Kedua, dilakukan juga diferensiasi biasa pada data (lihat Lampiran 3). Dengan cara yang sama,
diperoleh nilai p-value dari uji ADF adalah sebesar 0.01 (lihat Lampiran 4). Nilai ini lebih kecil
daripada nilai alpha sehingga berdasarkan uji ADF, data diferensiasi biasa ini sudah menjadi data
yang stasioner. Ini juga dapat dilihat dari pola grafik ACF yang mulai bervariasi tetapi menunjukkan
adanya pola musiman dalam grafiknya (lihat Lampiran 5).
Terakhir, dilakukan dua jenis diferensiasi secara bersamaan, yakni diferensiasi musiman dan
diferensiasi biasa (lihat Lampiran 6). Hasilnya, uji ADF menunjukkan bahwa data ini sudah stasioner
dengan nilai p-value = 0.0358 < α (lihat Lampiran 7). Namun, terlihat bahwa ACF cut-off di lag
pertama sedangkan lag selanjutnya sudah tidak lagi signifikan (lihat Lampiran 8)
Identifikasi Model
Data yang dapat dilanjutkan ke proses berikutnya adalah data dengan diferensiasi biasa dan data
dengan diferensiasi biasa dan musiman. Jika melihat grafik ACF dan PACF (Partial Autocorrelation
Function) pada data dengan diferensiasi biasa, dapat terlihat bahwa ACF secara keseluruhan cuts-off
setelah lag ke-1,2,3 (q). Jika diperhatikan model musimannya, hanya lag pertama pada tiap periode
musiman yang signifikan dengan batas signifikansi (Q=1) sedangkan lag lainnya tidak. Untuk PACF,
terlihat bahwa pola model biasa cuts-off setelah lag pertama dan kedua (p=1,2) sedangkan untuk pola
musimannya, lag pertama cut-off dengan batas signifikansi (P=1)sedangkan lag lainnya tidak lagi
signifikan.
Data dengan diferensiasi biasa dan musiman memiliki grafik ACF dimana pola musimannya terus
mengecil membentuk pola gelombang sinus yang teredam (Q=0) sedangkan pola biasanya terlihat
hanya cut-off di lag pertama (q=1). Jika diperhatikan pola PACF-nya, baik model biasa maupun
musiman keduanya tidak ada yang cut-off dengan batas signifikansi. Semuanya berpola seperti
gelombang sinus yang teredam (p=P=0).
Estimasi Parameter
Model yang mungkin dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan data yang diperoleh,
SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12 dan drift memiliki nilai AIC yang terkecil. Nilai ini sangat jauh berbeda
dengan AIC model lainnya yang cenderung besar. Untuk itu, pilih model SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12
dan drift untuk memodelkan data CPI Indonesia karena nilai AIC yang kecil meminimalisasi
banyaknya informasi yang hilang akibat pemodelan. Model ini selanjutnya diuji semua parameternya
untuk menentukan apakah setiap parameter yang digunakan signifikan (lihat Lampiran 10). Hasilnya,
semua parameter model signifikan pada tingkat signifikansi 0.001 hingga 0. Selain itu, nilai MAPE
juga hanya berkisar 22%, artinya, model yang dipilih sudah cukup baik untuk memodelkan data CPI
Indonesia. Untuk itu, model dapat diproses ke langkah berikutnya, yakni uji diagnostik.
Uji Diagnostik
Uji diagnostik dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui uji hipotesis dan uji secara visual (lihat
Lampiran 11). Secara visual, berikut plot residual, ACF residual, dan histogram kenormalan residual
untuk SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12 dan drift. Hasilnya, terlihat dari grafik ACF residual bahwa data
sudah saling bebas. Ini ditandai dengan tidak adanya cut-off lag mana pun dengan batas signifikansi.
Namun, data terlihat tidak berdistribusi normal dari histogram kenormalan residualnya dimana grafik
sedikit menceng ke kiri. Informasi yang diperoleh secara visual ini diperkuat dengan uji hipotesis
Ljung Box untuk menguji kebebasan data. Karena 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0. 2693 > 0. 05 = α, 𝐻0 tidak
ditolak sehingga residual saling bebas (lihat Lampiran 12).
Selanjutnya, informasi mengenai kenormalan data juga dapat dilakukan secara uji hipotesis
berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov memiliki hipotesis sebagai berikut.
−7
Karena 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 2. 984 * 10 < 0. 05 = α, 𝐻0 ditolak sehingga residual tidak berdistribusi
normal (lihat Lampiran 13).
Forecasting
Berdasarkan persamaan, terlihat bahwa CPI pada bulan tertentu tidak hanya dipengaruhi oleh bulan
sebelumnya, tetapi juga dipengaruhi oleh 12 dan 13 bulan sebelumnya serta galat bulan tersebut dan
bulan sebelumnya.
Tujuan utama pemodelan adalah untuk dapat memprediksi nilai CPI Indonesia untuk beberapa waktu
ke depan. Setelah diketahui bahwa model yang dibentuk sudah baik, maka akan dilakukan prediksi
nilai CPI Indonesia untuk bulan Maret hingga Desember 2022 (lihat Lampiran 16). Hasil prediksi
SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12 dan drift untuk bulan Maret hingga Desember 2020 dapat dilihat pada
Lampiran 17. Secara umum, CPI Indonesia akan terus meningkat hingga Desember 2022 dengan
kenaikan rata-rata perbulan sebesar 0.2 satuan. Kenaikan perbulan ini terus bertambah seiring
bertambahnya waktu.
Dalam regresi deret waktu, data CPI menjadi respons dengan inflasi sebagai prediktor. Pertama, akan
diamati dahulu plot data (data training) dan kestasionerannya. Dari Gambar 2, diperoleh grafik CPI
pada Januari 2014-Februari 2022 memiliki tren naik dan pada uji ADF (sesuai Lampiran 1),
𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0. 4012 > 0. 05 = α, 𝐻0 tidak ditolak sehingga data tidak stasioner dan dapat
didiferensiasi 1 kali.
Untuk data inflasi Indonesia pada Januari 2014-Februari 2022, berikut adalah plot data training dan
box plot. Garis putus-putus menunjukkan rata-rata data, yakni 0.03712 (3.71%).
(a) (b)
GAMBAR 2 (a) Grafik dan (b) Box Plot Data Inflasi Indonesia Januari 2014-Februari 2022
Dapat dilihat secara umum inflasi mengalami tren turun. Dengan uji ADF (Lampiran 18), diperoleh
𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0. 2162 > 0. 05 = α, 𝐻0 tidak ditolak sehingga data tidak stasioner dan
didiferensiasi 1 kali.
Di samping itu, akan dilihat juga korelasi CPI dan inflasi pada periode pengamatan. Scatter plot dapat
dilihat pada Lampiran 19 dan memperlihatkan korelasi terbalik inflasi dan CPI. Dengan R, diperoleh
juga korelasi kedua data dengan metode Pearson (parametrik), Kendall (nonparametrik), dan
Spearman (nonparametrik) secara berturut-turut -0.8646927, -0.7158966, dan -0.9060299. Penulis
juga melakukan perhitungan korelasi Spearman manual dengan rangkuman hasil perhitungan pada
Lampiran 20. Tabel perhitungan rank dilampirkan pada file data.
Dari empat hasil perhitungan di atas, disimpulkan CPI dan inflasi berkorelasi kuat namun terbalik.
Berikutnya, akan dilakukan iterasi Box-Jenkins.
Identifikasi Model
Untuk langkah pertama iterasi Box-Jenkins, akan dilakukan identifikasi model berdasarkan plot ACF
dan PACF data CPI serta plot CCF kedua data. Dapat dilihat pada Lampiran 21 bahwa plot ACF
(fungsi autokorelasi) data CPI Indonesia pada Januari 2014-Februari 2022 berpola sinusoidal sehingga
memenuhi syarat untuk pemodelan ADL.
Berikut plot PACF (fungsi autokorelasi parsial) data CPI Indonesia serta plot CCF (fungsi korelasi
silang) data CPI dan inflasi Indonesia dengan selang kepercayaan pada R sebesar 0.5 pada Januari
2014-Februari 2022.
(a) (b)
GAMBAR 3 Plot (a) PACF Data CPI dan (b) CCF Data CPI dan Inflasi Indonesia
Diperoleh PACF cuts off (terputus) setelah lag 2 sehingga dipilih parameter p = 2. Sementara, CCF
menurun eksponensial dan juga signifikan pada lag -1 sehingga dipilih parameter q = 0 atau q = 1.
Dengan demikian, akan dianalisis model ADL(2,0) dan ADL(2,1).
Estimasi Parameter
Dari keluaran pada proses estimasi parameter, diperoleh data pada Lampiran 22. Model ADL(2,1)
memiliki adjusted R-squared lebih besar daripada ADL(2,0) sehingga prediktor (inflasi) menjelaskan
model lebih baik. Model tersebut juga memiliki AIC (Akaike information criterion) dan MSE (mean
square error) lebih kecil yang maknanya secara berturut-turut adalah informasi hilang lebih sedikit
dan galat lebih kecil. Dengan demikian, dipilih model ADL(2,1) dengan keluaran estimasi parameter
seperti pada Lampiran 23. Maka, akan diterapkan uji diagnostik terhadap model ADL(2,1).
Uji Diagnostik
Uji diagnostik dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui uji hipotesis dan uji secara visual. Secara
visual, plot residual, ACF residual, histogram kenormalan, dan Q-Q plot residual model ADL(2,1)
diberikan pada Lampiran 24 dan 25. Gambar keluaran empat uji diagnostik yang dilakukan dengan
program RStudio diberikan pada Lampiran 26 dengan uraian sebagai berikut:
Forecasting
Model ADL(2,1) menggambarkan data CPI Indonesia dengan baik dalam model fitting (Lampiran 27)
dan dapat memprediksi data validasi dengan galat ME (galat rata-rata/mean error) sebesar -0.0351,
MAE (galat mutlak rata-rata/mean absolute error) 0.1932, dan MAPE (persentase galat-mutlak
rata-rata/mean absolute percentage error) 0.1634% (Lampiran 28).
Jadi, model baik untuk melakukan forecasting (prediksi) dengan persamaan CPI sebagai berikut.
Inflasi dimodelkan secara terpisah dengan ARIMA(2,1,0).
Dari persamaan di atas, dapat dilihat CPI bulan tertentu dipengaruhi CPI 1 dan 2 bulan sebelumnya
serta inflasi bulan sebelumnya dan galat bulan itu. Namun, perhatikan juga bahwa rata-rata inflasi
hanya 3.71% dan rata-rata galat dari RStudio diperoleh 4.85123e-18. Dengan demikian, kedua
variabel tersebut tidak terlalu signifikan dibandingkan CPI 1 dan 2 bulan sebelumnya.
Dari hasil forecasting untuk 4 bulan setelah data terakhir, yakni Maret-Juni 2022 (Lampiran 29), dapat
dilihat CPI Indonesia menurun pada Maret dan April namun naik kembali pada dua bulan setelahnya.
Perbedaan arah prediksi dengan ARIMA musiman kemungkinan disebabkan oleh korelasi negatif CPI
dan inflasi.
Pembahasan
Dari hasil model fitting, didapatkan model yang dapat menggambarkan data CPI dengan baik, yaitu
SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12 dan ADL(2,1). Berdasarkan hasil forecasting, dapat dilihat berdasarkan
model ARIMA musiman, CPI Indonesia monoton naik. Tetapi berdasarkan ADL, CPI sempat
menurun pada Maret dan April walaupun naik kembali pada dua bulan setelahnya. Hal ini unik karena
secara teoretis, CPI dan inflasi sama-sama mencerminkan kenaikan harga secara umum di suatu
negara.
Sebagai tindak lanjut dari hasil forecasting CPI yang diperoleh, penulis merekomendasikan kebijakan
mikroekonomi berupa penetapan HET, pelaksanaan kegiatan operasi pasar, dan peningkatan daya beli
masyarakat serta kebijakan makroekonomi berupa kebijakan kontraktif, baik moneter (penetapan
persediaan kas, pengaturan tingkat diskonto, dan operasi pasar terbuka) maupun fiskal (penghematan
pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak, dan melakukan pinjaman).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
CPI merupakan rata-rata harga barang dan jasa di suatu negara dan topik SDG yang berkaitan dengan
CPI ialah SDG 1 (No Poverty) dan SDG 2 (Zero Hunger). Meningkatnya CPI dapat mempengaruhi
harga barang secara umum dan jangka panjangnya dapat berdampak pada tingkat kemiskinan dan
kelaparan masyarakat.
Data CPI Indonesia dapat dimodelkan dengan model SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12 dan model ADL(2,1).
Dari hasil pemodelan dengan ARIMA musiman, diketahui CPI pada suatu bulan dipengaruhi CPI 1,
12, dan 13 bulan sebelumnya serta galat bulan tersebut dan 1 bulan sebelumnya. Dari forecasting, CPI
melanjutkan tren naik. Dari pemodelan dengan regresi deret waktu, dapat dilihat CPI bulan tertentu
dipengaruhi oleh CPI 1 dan 2 bulan sebelumnya serta inflasi bulan sebelumnya dan galat bulan itu.
CPI Indonesia menurun pada Maret dan April namun naik kembali pada dua bulan setelahnya.
Disimpulkan pengaruh inflasi tidak signifikan dibandingkan dengan nilai CPI pada waktu
sebelumnya.
Secara umum, data CPI memiliki tren naik. Hal itu berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa
sehingga dikhawatirkan tingkat kelaparan dan kemiskinan masyarakat meningkat. Oleh karena itu,
kebijakan yang dibuat pemerintah perlu disesuaikan dengan kondisi tersebut, yakni stabilisasi pasar
untuk meningkatkan daya beli masyarakat serta kebijakan moneter dan fiskal kontraktif.
Saran
Untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai data indeks harga konsumen (CPI) Indonesia,
dapat dilakukan hal-hal berikut:
● Pemodelan heteroskedastis (ARCH atau GARCH) sebagai tindak lanjut hasil uji
Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan galat tidak berdistribusi normal.
● Penggunaan metode lain yang memanfaatkan faktor eksogen, seperti ARIMAX dan SARIMAX.
REFERENSI
Lampiran 3. Grafik Diferensiasi Biasa Data CPI Indonesia Januari 2014-Februari 2022
Lampiran 6. Grafik Diferensiasi Musiman + Biasa Data CPI Indonesia Januari 2014 - Februari 2022
Lampiran 7. Hasil ADF Test Data CPI dengan Diferensiasi Musiman + Biasa
Lampiran 8. Plot ACF untuk Data CPI dengan Diferensiasi Musiman + Biasa
Lampiran 9. Perkiraan Model Deret Waktu untuk Data CPI Indonesia
Lampiran 11. Plot Residual, ACF Residual, dan Histogram Residual Model
Lampiran 14. Model Fitting SARIMA(0,1,1)x(1,0,0)12 dan Drift terhadap Data CPI Indonesia
Lampiran 15. Data Validation Sesungguhnya (Kiri) dan Hasil Forecast Data Validation (Kanan)
Lampiran 18. Hasil ADF Test Data CPI dengan Diferensiasi Musiman + Biasa
Lampiran 19. Scatter Plot Data Inflasi dan CPI Indonesia pada Januari 2014-Februari 2022
Lampiran 20. Hasil Perhitungan Manual Korelasi Spearman dari Data CPI dan Inflasi
Lampiran 24. Plot Residual, ACF Residual, dan Histogram Residual Model ADL(2,1)