Anda di halaman 1dari 51

KUMPULAN LAPORAN RESMI

PERENCANAAN PRODUKSI DAN PENGENDALIAN


PERSEDIAAN

Oleh:
Moh Zainur Rozikkin
190331100013

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2021
LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PRODUKSI DAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN

FORECASTING

Nama : Moh. Zainur Rozikkin


NIM : 190331100013
Tanggal Praktikum : 19 April 2021 Program Studi
Nama Asisten : Silvia Rosalinda Teknologi Industri Pertanian

PENDAHULUAN
Peramalan merupakan suatu seni dan ilmu pengetahuan dalam
memperkirakan suatu kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan mendatang.
Peramalan biasanya dilakukan berdasarkan data masa lalu yang dianalisis dengan
cara-cara tertentu. Data penjualan dapat diolah dan dianalisis untuk perencanaan
produksi atau mengetahui jumlah permintaan dimasa mendatang. (Indah 2018).
Forecasting adalah kegiatan memperkirakan suatu keadaan dimasa
mendatang berdasarkan keadaan masa lalu dan sekarang yang diperlukan untuk
menetapkan kapan suatu peristiwa akan terjadi sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat. Fungsi dari forecasting sendiri adalah sebagai dasar bagi
perencanaan kapasitas, anggaran, perencanaan penjualan, perencanaan produksi
dan inventori, perencanaan sumber daya, serta perencanaan pembelian bahan baku
produksi. (Anjani et. al 2020). Peramalan merupakan sebuah prediksi dimasa
mendatang untuk mengetahui kodisi dimasa depan untuk permintaan pasar dari
sebuah produk. (Kurniawan dan Budhi 2017).
Forecasting adalah suatu kegiatan memperkirakan atau memprediksi masa
depan dengan jangka waktu tertentu yang dimana dapat membantu manajer dalam
menentukan keputusan untuk kelangsungan atau tujuan dari suatu perusahaan.
Sehingga berdasarkan hasil produksi tersebut akan mempengaruhi masa depan
suatu perusahaan. Metode-metode yang digunakan dalam mengevaluasi error dari
teknik forecast, yaitu Mean Absolute Deviation (MAD), Mean Square Error
(MSE), dan Mean Absolute Percent Error (MAPE). (Ambarwati dan Supardi
2020).
Mean Absolute Deviation (MAD) adalah perhitungan yang digunakan
untuk menghitung kesalahan mutlak. MAD memiliki rumus ∑ |Actual - Forecast| /
n. ∑ |Actual - Forecast| adalah hasil pengurangan nilai actual dengan forecast
masing-masing periode yang kemudian di absolute-kan. Sedangkan n adalah
jumlah periode yang digunakan dalam perhitungan. Mean Square Error (MSE)
adalah perhitungan yang digunakan untuk menghitung rata-rata kesalahan
berpangkat. MSE memiliki rumus ∑ (Aktual – Forecast) 2
/ n. ∑ (Aktual –
Forecast) 2 / n. adalah hasil pengurangan nilai actual dengan forecast yang sudah
dikuadratkan dan kemudian dijumlahkan dari hasil-hasil tersebut. Sedangkan n
adalah jumlah periode yang digunakan dalam perhitungan. Mean Absolute
Percent Error (MAPE) adalah perhitungan yang digunakan untuk menghitung
rata-rata presentase kesalahan mutlak. MAPE memiliki rumus ∑ (|Aktual -
forecast| / Aktual) * 100 / n. ∑ (|Aktual - forecast| / Aktual) adalah hasil
pengurangan nilai actual dengan forecast yang sudah di absolute-kan. Kemudian
dibagi dengan nilai aktual per periode masing-masing dan dilakukan penjumlahan
terhadap hasil-hasil tersebut. Sedangkan n adalah jumlah periode yang digunakan
dalam perhitungan. Kemampuan metode peramalan dikiatakan sangat baik jika
MAPE kurang dari 10 %, Kemampuan metode peramalan dikiatakan baik jika
MAPE bernilai 10 -20 %. Kemampuan metode peramalan dikiatakan layak jika
MAPE bernilai 20- 50 % dan Kemampuan metode peramalan dikiatakan buruk
jika MAPE bernilai lebih besar dari 50 %. (Maricar 2019).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian peramalan 6 bulan kedepan menggunakan data 6 bulanan
dengan metode Moving Average pada aplikasi WinQSB:
1. Buka Aplikasi WinQSB lalu klik Forecasting and Linier Regression.
2. Pilih File lalu klik New Problem.

3. Pilih Time Series Forecasting pada kolom Problem Title di isi variabel
SALES, pada kolom Time Unit pilih Mount dan pada kolom Number of
Time Unit (Periods) di tulis 12.
4. Masukan data lalu pilih Solve and Analyze klik Perfom Forecasting.

5. Pilih Moving Average (MA) pada Number of Periods to Forecast di isi


angka 6 karena dalam soal disuruh mencari peramalan 6 bulan kedepan.
Sedangkan pada Number of Periods to average di isi angka 6 karena data
yang dipakai adalah data 6 bulanan. Lalu pilih Ok dan akan muncul hasil
peramalan dalam tabel.
6. Pilih Result lalu klik Show Forecasting Graph untuk menampilkan grafik.

Berdasarkan tabel hasil perhitungan dapat diketahui hasil peramalan


penjualan 6 bulan kedepan dengan data 6 bulanan menggunakan metode Moving
Average (MA) menggunakan Aplikasi WinQSB adalah 172,1667 dengan nilai
Mean Absolute Deviation (MAD) sebesar 45, Mean Square Error (MSE) sebesar
2604,241, dan Mean Absolute Percent Error (MAPE) sebesar 26,04183
%.Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan peramalan menggunakan metode
Moving Average tersebut layak karena nilai MAPE berada diantara 20 -50 %,
yaitu sebesar 26,04183 %.
Berdasarkan grafik hasil perhitungan dapat diketahui bahwa data yang di
input tidak valid karena garis hitam yang menyimbolkan data aktual yang
digunakan dalam peramalan dan garis biru yang menyimbolkan hasil peramalan
saling berpotongan.
REFERENSI
Ambarwati, R., dan Supardi. 2020. Manajemen Oprasional dan Implementasi
dalam Industri. Magelang: Pustaka Rumah Cinta.
Anjani, R. P., Prianto, C., dan Saputra, M. H. K. 2020. Buku Laporan Forecasting
Barang Inbound dan Outbound Menggunakan Single Exponensial
Smoothing dan MAPE. Bandung: Kreatif Industri Nusantara.
Indah, D. R. 2018. Sistem Forecasting Perencanaan Produksi dengan Metode
Exsponensial Smoothing pada Keripik Singkong Srikandi Di Kota Langsa.
JENSI. Vol. 2. No. 1. Hal. 10-18.
Kurniawan, P., dan Budi, M. K. S. 2017. Smart Leadership – Being A.
Yogyakarta: CV. Andi Offset
Maricar, M. A. 2019. Analisa Perbandingan Nilai Akurasi Moving Average dan
Exsponensial Smoothing untuk Sistem Peramalan pada Perushaan XYZ.
Jurnal Sistem Inormatika. Vol. 13. No. 2. Hal. 36-45.
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PRODUKSI DAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN

FORECASTING

Nama : Moh. Zainur Rozikkin


NIM : 190331100013
Tanggal Praktikum : 26 April 2021 Program Studi
Nama Asisten : Ika Yuliatin Teknologi Industri Pertanian

PENDAHULUAN
Perencanaan agregat adalah rencana penjualan dan oprasi (sales and
operation planning) atau sering juga disebut rencana produksi. Perencanaan
agregat sendiri merupakan kegiatan menentukan kuantitas dan waktu produksi
untuk jangka waktu menengah, yaitu sekitar 3 sampai dengan 18 bulan kedepan.
Sasaran dari perencanaan agregat adalah untuk memenuhi ramalan permintaan
yang dapat digunakan untuk menekan biaya produksi sepanjan periode rencana.
Kebijakan yang dapat diambil dalam perencanaaan agregat adalah penyesuaian
tingkat produksi, pekerja, jumlah persediaan, lembur, subkontrak, dan lainya
(Hidayat 2019).
Dalam pembuatan perencanaan agregat terdapat beberapa metode antara
lain, Chase Strategi ( Zero Inventory Strategy), Level Work Force Strategy dan
Mixed Strategy. Chase Strategi ( Zero Inventory Strategy) adalah strategi
perencanaan agregat yang bertujuan untuk membuat perencanaan dimana tingkat
inventory nihil. Jumlah unit produk yang diproduksi sepenuhnya sama dengan
jumlah permintaan dalam setiap periode perencanaan. Pada strategi ini jumlah
pekerja disesuaikan dengan permintaan tiap bulan. Jumlah pekerja dapat ditambah
ataupun dikurangi tergantung dari naik atau turunya tingkat permintaan.
Sedangkan Level Work Force Strategy tidak diperkenankan terjadinya tingkat
produksi per periode. Strategi ini dapat disebut sebagai rencana produksi dengan
tingkat produksi tetap sehingga secara tidak langsung jumlah pekerja juga akan
tetap dalam setiap periode produksi. Tidak seperti strategi Chase Strategy yang
menekankan zero inventory, Level Work Force strategy menggunakan inventory
sebagai bagian dari srtategi oprasionalnya. Sedangkan untuk Mixed strategy
adalah penggabungan kelebihan antara metode sehingga dapat diartikan pada
strategi ini diijinkan tersedianya persediaan dan barkorder seperti halnya pada
Level Work Force strategy, dan perubahan tingkat produksi seperti pada metode
Chase Strategy (Eunik et al. 2018).
Overtime atau yang biasa disebut biaya lembur adalah biaya yang
diberikan pada pekerja diluar jam kerja normal. Perhitungan biaya lembur
biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan biaya atau upah pada jam normal
(Kuswadi 2005). Subkontak cost adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya
kelebihan permintaan yang tidak mampu dipenuhi oleh perusahaan dan
perusahaan melalui kapasitas reguler maupun overtime sehingga perusahaan men-
subkontrakan kekurangan tersebut kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari
kebijakan ini adalah biaya subkontrak lebih mahal daripada memprosuksi sendiri.,
dan adanya resiko keterlambatan penyerahan produk dari subkontrak (Kusmindari
et al. 2019). Backoerder adalah jumlah sebagian pesanan yang tidak dapat
dipenuhi oleh penjual pada waktu yang diminta oleh konsumen. Backorder terjadi
akibat perusahaan tidak memiliki persediaan yang cukup atau sedikit dari jumlah
pememesanan yang diminta sehingga terjadi kekurangan barang (Yunarto 2006).
Hire dan dismissal adalah perekrutan dan pemberhentian tenaga kerja dan tidak
menggunakan overtime, part time, dan sub kontraktor yang dilakukan untuk
memenuhi jam kerja bulanan. (Eunike et al. 2018). Part time allowed adalah
paruh waktu yang diperbolehkan artinya perusahaan membuka kesempatan
bekerja bagi pekerja untuk berkerja pada jam-jam atau waktu tertentuhal itu
dilakukan untuk jangka waktu yang pendek bagi pekerja tambahan untuk
memenuhi tenaga kerja yang dibutuhkan (Firmansyah 2019).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian soal demonstrasi penggunaan Agregat Planning
dipertimbangkan dalam perusahaan Himatipa Group (HG). Himatipa Group
berasumsi bahwa perhitungan didasakan pada perencanaan dengan jumlah
pekerja (karyawan) yang tetap. Work force dimulai dari 38 pekerja, kapasitas
kebutuhan produksi dapat terpenuhi dalam 5 jam/unit. Biaya sewa pekerja 500,
biaya pemberhentian 350, biaya inventori 2,5. Inventori awal adalah 600,
biaya subkontrak 40. Dengan aplikasi WinQSB. Model yang digunakan adalah
LP model dengan data sebagai berikut:

Langkah pertama buka aplikasi WinQSB


Kedua klik File lalu klik New Problem

Langkah ketiga setelah muncul tampilan seperti gambar dibawah, lalu klik dan isi
kolom seperti pada gambar. Lalu klik ok

Langkah keempat isi tabel sesuai data yang dimiliki. Lalu klik solve an analyze,
klik solve the problem.
Langkah kelima setelah muncul tampilan seperti dibawah. Klik results, pilih
show cost analyze maka akan keluar hasilnya.

Tabel diatas mhasil nilai dari Demand, Regular Production, Overtime,


Total Production, Ending Inventory, Ending Backorder, Hiring, Dismissal,
dan Number of Employess. Nilai Demand Tertinggi terdapat pada periode 5
yaitu sebesar 1900,00 dan nilai Demand terendah terdapat pada periode 4 yaitu
sebesar 1400,00. Total Demand selama 6 periode adalah 9980,00. Total Regular
Production 9593,95. Terdapat juga Overtime Production pada periode 1 sebesar
266,05. Nilai Total Production sebesar 9850,00. Nilai Ending Inventory sebesar
3177,44. Nilai Ending Backorder sebesar 399,90 yang terjadi pada periode 1
sebesar 320,16 dan periode 3 sebesar 79,74. Terdapat juga Hirring pada periode 1
sebesar 12,39 serta nilai Number of Employess sebesar 50,39.

Nilai Regular Time tertinggi terdapat pada periode 2 yaitu sebesar $49,192.08
dan nilai Regular Time terendah terdapat pada periode 3 yaitu sebesar
$33,256.61 dengan nila total $239.598.75. Nilai Overtime pada periode 1 sebesar
$9,311.74. Nilai total Inventory Holding Cost sebesar $7,943.60. Nilai
Backorder pada periode satu sebesar $1,920.98 dan periode 3 sebesar $478.41.
Nilai Hiring pada periode 1 sebesar $6,194.39. Sehingga nilai Total Cost yang
didapat adalah $265,447.88.

Langkah keenam untuk menampilkan grafik klik results klik show graphic
analysis, lalu klik ok.
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui total jumlah produksi Himatipa
Group dari periode 1 sampai 6. Menunjukkan bahwa produksi tertinggi berada
pada periode 2 dan total produksi terendah berada pada periode 3.
REFERENSI
Eunike, A., et. al. 2018. Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan.
Malang: UB Press.
Firmansyah, A. 2019. Pengantar Manajemen. Surabaya: Qiara Media.
Hidayat, H. 2019. Menjadi Manajer Oprasi (Manufaktur dan Jasa). Jakarta:
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Kusmindari, D., Alvian, A., dan Hardini, S. 2019. Production Planning and
Inventory Control. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Kuntansi Keuangan dan
Akuntansi Biaya. Jakarta: Gramedia.
Yunarto, H. I. 2006. Businees Concept Implementation Series In Sales and
Distribution Management. Jakarta: Gramedia.
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
Scanned by TapScanner
LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PRODUKSI DAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING

Nama : Moh. Zainur Rozikkin


NIM : 190331100013
Tanggal Praktikum : 4 Mei 2021 Program Studi
Nama Asisten : Muhammad Fahri Teknologi Industri Pertanian

PENDAHULUAN
Material Requirement Planning (MRP) atau yang biasa disebut
perencanaan kebutuhan material adalah suatu konsep dalam sistem produksi yang
membahas cara-cara yang tepat untuk merencanakan kebutuhan barang
(komponen). Sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan
perencanaan baik dari segi jumlah maupun waktu yang diinginkan (Kusmindari
2019). Terdapat tiga input dalam sistem MRP, yaitu jadwal induk produksi,
catatan keadaan persediaan dan struktur produk (Kusuma 2017).
Keuntungan menggunakan Material Requirement Planning (MRP) adalah
untuk menurunkan jumlah persediaan yang dibutuhkan, pengurangan waktu
tunggu akibat keterlambatan, perencanaan jadwal yang lebih tepat dan akurat,
sehingga dapat meminimumkan waktu dan biaya produksi (Rahmad 2015).
Sedangkan sistem Material Requirement Planning (MRP) juga memiliki
kekurangan, salah satunya pada teknik lot size yang digunakan pada tahapan
lotting, apabila terjadi kenaikan permintaan dimasa mendatang maka akan terjadi
keterlambatan pekerjaaan dilapangan. Sehingga perlu dilakukan penjadwalan
ulang agar tidak terjadi pembatalan pemesanan. Selain itu juga perlu dilakukan
perhitungan kembali untuk pemesanan agar tidak terjadi penumpukan material
(Wahyuni 2016).
Master Production Schedule (MPS) adalah satu set perencanaan yang
menggambarkan berapa jumlah yang akan dibuat untuk setiap end item pada
Planning Period tertentu. Input data yang akan digunakan adalah output dari hasil
proses disagregasi (Sidiq dan Sutoni 2017). MSP mempresentasikan perencanaan
produksi yang diekspresikan dalam konfigurasi, jumlah, dan tangga spesifik. MPS
terdiri dari prduk jadi atau bagian sub-assembly, kuantitas dari masing-masing
item yang akan diproduksi, dan kapan item-item tersebut dapat dikirim (Risal et
al. 2017 ).
Bill of Material (BOM) adalah daftar komponen yang lengkap, formal dan
terstuktur yang mencantumkan kuantitas komponen dari awal sampai menjadi
produk akhir. Ketidakcocokan BOM dengan rencana produksi dapat
menyebabkan masalah seperti terlambatnya pengadaan material untuk produksi,
ketidaksesuaian inventaris dan pengikisan material berlebih. Jika BOM
dilaksanakan dengan baik maka akan didapat keuntungan berupa transparasi yang
tinggi dalam perencanaan dan dapat meningkatkan tingkat kepastian perencanaan
(Sari et al. 2018).
Catatan inventori atau catatan persediaan adalah pencatatan yang
dilakukan terhadap item-item yang tersedia. Pencatatan persediaan yang dilakukan
dengan teratur dapat membuat perusahaan mengetahui keadaan persediaan yang
dimiliki dari waktu ke-waktu. Pencatatan tersebut meliputi penerimaan,
persediaan digudang dan pengeluaran barang persediaan, barang pembantu,
inventaris dan lain-lain (Seto et al. 2016).
Terdapat empat tujuan yang menjadi ciri utama Material Requirement
Planning (MRP), yaitu pertama untuk menentukan kebutuhan pada saat yang tepat
seperti menentukan kapan suatu pekerjaan harus selesai atau material yang harus
tersedia dalam memenuhi permintaan produk akhir yang sudah direncanakan
dalam jadwal induk produksi, kedua menentukan kebutuhan minimal setiap item
misal dengan mengetahui kebutuhan akhir sistem MRP mampu menentukan
sistem penjadwalan untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item,
ketiga untuk menentukan pelaksanaan rencana pemesanannseperti memberi
indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan, dan yang
keempat yaitu menentukan rencana penjadwalan ulang atau pembatalan suatu
jadwal yang sudah direncanakan, penjadwalan ulang dapat dilakukan apabila ada
indikasi kapasitas yang tersedia tidak mampu untuk memenuhi pesanan pada
waktu yang diinginkan. Maka sistem MRP dapat melakukan penjadwalan ulang
dengan memprioritaskan pesanan yang realistik. Jika penjadwalan ulang masih
belum bisa untuk memenuhi pemesanan maka dapat dilakukan pembatalan
pesanan (Kusuma 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian soal Material Requirement Planning (MRP) menggunakan
perhitungan manual:

Langkah pertama untuk menyelesaikan soal nomor 1 dan 2, yaitu menghitung


rencana produksi bulanan menggunakan rumus; (total pemesanan – inventori
awal) + inventori akhir. Kedua menghitung rencana produksi harian dengan
rumus; rencana produksi harian / jumlah hari keja tersedia. Ketiga yaitu
menghitung waktu siklus produk dengan rumus; jumlah jam kerja tersedia /
jumlah produksi harian.
Berdasarkan hasil perhitungan soal nomor 1, dapat diketahui bahwa nilai
rencana produksi bulanan adalah -2000 unit, nilai rencana produksi harian -77
unit, dan nilai waktu siklus kerja -6 menit/unit.
Berdasarkan hasil perhitungan soal nomor 2, dapat diketahui bahwa nilai
rencana produksi bulanan adalah 1100 unit, nilai rencana produksi harian 46 unit,
dan nilai waktu siklus kerja 10,43 menit/unit.
Berdasarkan Bill of Material (BOM) diatas, dapat diketahui untuk
membuat serbuk bidara dengan botol kemasan 65 gram dibutuhkan 1 pcs plastik
segel, 1pcs botol isi 65 gram, 1 pcs tutup botol, 1 pcs label produk, dan serbuk
bidara sebanyak 65 gram.
REFERENSI
Kusmindari, D., Alvian, A., dan Hardini, S. 2019. Production Planning and
Inventory Control. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Kusuma, T. Y T. 2017. Analisis Material Requirement Planning (MRP) di C-
MAXI ALLOYCAST. Intergrated Lab Journal. 5 (2): 81-94.
Rahmad, S. F. 2015. Penerapan Material Requirement Planning (MRP) dalam
Perencanaan Persediaan Bahan Baku Produk Botol DK 8211 B di PT.
Rexam Packaging Indonesia. Junal Teknik Mesin. 3 (1): 20-28.
Risal, W. K., et al. 2017. Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Produksi pada SP
Alumunium. Jurnal OPSI. 10 (1): 11-18.
Seto, S., et al. 2016. Manajemen Farmasi: Lingkup Apotek, Farmasi Industri,
Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi. Surabaya: Pusat Penerbitan
dan Percetakan Unair.
Sari, B. N., et al. 2018. Bill of Material (BOM) pada Sistem Inventori Kawasan
Berikat untuk Pelacakan Material Movement. Jurnal Ilmiah. 10 (3): 323-
330.
Sidiq, M. N., dan Sutoni, A. 2017. Perencanaan dan Penentuan Jadwal Induk
Produksi di PT. Arwina Triguna Sejahtera. JMTSI. 1 (1): 11-25.
Wahyuni, T. 2016. Analisis Persediaan Material pada Pembangunan Proyek My
Tower Hotel & Apartement dengan Menggunakan Metode Material
Requirement Planning (MRP). Rekayasa Teknik Sipil. 1 (3): 89-95.
LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PRODUKSI DAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Sistem Inventori

Nama : Moh. Zainur Rozikkin


NIM : 190331100013
Tanggal Praktikum : 17 Mei 2021 Program Studi
Nama Asisten : Nurul Jamilah Teknologi Industri Pertanian

PENDAHULUAN
Persediaan adalah barang-barang milik perusahaan yang akan dijual dalam
periode usaha yang normal atau persediaan barang yang masih dalam pengerjaan,
proses produksi, atau persediaan bahan baku yang menunggu penggunaanya
dalam proses produksi. Perusahaan bisa memiliki persediaan dalam empat jenis,
yaitu persediaan bahan mentah, persediaan barang setengah jadi, persediaan
meintenance, repair, and operation material ( MRO), dan persediaan barang jadi
(Ahmad 2018). Lead time adalah perbedaan waktu antara saat memesan sampai
pada saat barang tiba atau yang dikenal sebagai waktu tenggang. Waktu tenggan
sendiri dipengaruhi oleh ketersediaan barang serta jarak lokasi antara pembeli dan
pemasok yang berpengaruh pada lama pengiriman (Suharianto et al. 2016).
Pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan untuk menentukan
tingkat dan komposisi persediaan patr, bahan baku, dan produk sehingga
perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-
kebutuhan pembelanjaan dengan efektif dan efisien. Pengendalian persediaan
adalah kegiatan dalam memelihara dan mengendalikan suatu barang pada saat
memesan dan memantau barang-barang baik secara jumlah, ataupun waktu yang
direncanakan. Tujuan dari pengendalian persediaan adalah menyediakan material
yang tepat, lead time yang tepat dengan biaya yang rendah. Biaya persediaan
adalah biaya seluruh oprasi dalam suatu sistem persediaan (Kushartini dan
Almahdy 2017).
Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang
dipesan dapat diperoleh dengan biaya yang minim, atau biasa disebut juga sebagai
jumlah pembelian optimal. EOQ adalah suatu metode dalam pengendalian
persediaan yang bertujuan untuk menentukan jumlah pemesanan yang paling
ekonomis dari suatu barang. Penggunaan Metode EOQ dapat meningkatkan
efisiensi biaya, sehingga perusahaan dapat menghemat biaya produksi. Penerapan
metode EOQ sendiri mampu mengurangi terjadinya stock out sehingga
memperlancar proses produksi. Selain itu dengan menerapkan metode EOQ
perusahaan dapat mengurangi biaya penyimpanan (Vikalina et al. 2020).
Safety stock atau buffer stock adalah suatu istilah logistik untuk
menggambarkan tingkat stock ekstra yang dipertahankan untuk mengurangi
resiko stockouts ( Kekurangan bahan baku atau kemasan) karena ketidak pastian
pasokan dan permintaan. Stockouts bisa dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu
penggunaan bahan baku lebih dari biasanya dan adanya keterlambatan proses
pengiriman barang dari supplier. Reorder Point (ROP) adalah titik yang
menunjukan barang yang harus ada digudang, sewaktu perusahaan harus
mengadakan pemesanan kembali. Sehingga penerimaan barang yang diperlukan
datang tepat waktu. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan saat menentukan
besarnya ROP, yaitu penggunaan selama tenggang waktu untuk mendapatkan
barang (Proucement lead time) dan besarnya safety stock (Aditama dan Rofiudin
2020).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian soal sistem inventori menggunakan perhitungan manual
sebagai berikut:

Langkah untuk menyelesaikan soal nomer 1 dan 2, yaitu dengan


menghitung nilai jumlah pemesanan optimum dengan menggunakan rumus, Q = √
(2 . C . D) / H. Selanjutnya menghitung nilai biaya inventori dengan rumus, TC
(Q)= P . D + (C . D / Q) + (H . Q) / 2.
Berdasarkan hasil perhitungan pada soal nomor 1 diperoleh jumlah
pemesanan optimal sebanyak 28 unit, dan biaya inventori sebesar Rp. 914.771,42.
Sedangkan pada soal nomor 2 diperoleh jumlah pemesanana optimal sebanyak
203 unit, dan biaya inventori sebesar Rp. 1.047.899.38.
REFERENSI
Aditama, R. A., dan Rofiudin, M. 2020. Pengantar Bisnis Dilengkapi dengan
Analisis Studi Kelayakan Bisnis. Malang: AE Publising.
Ahmad, A. 2018. Analisis Pengendaian Persediaan Bahan Baku dengan
Menggunakan Metode EOQ pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Dodik Bakery. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu. 12 (1): 96-103.
Kushartini, D., dan Almahdy, I. 2017. Sistem Persediaan Bahan Baku Produk
Dispersant Di Industri Kimia. Jurnal PASTI. 10 (2): 217-234.
Suharianto, D., Tanuwijaya, H., dan Setyawan, H. B. Rancang Bangun Sistem
Informasi PengendalianPersediaan Barang pada UD. Mekaryo Utomo
Lamongan. JSIKA. 5 (4): 1-9.
Vikalina, R., Sofian, Y., Solihati, N., Adji, D. B., dan Maulia, S. 2020.
Manajemen Persediaan. Bandung: Media Sains Indonesia.
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PRODUKSI DAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN

JOB SHOP SCHEDULING

Nama : Moh. Zainur Rozikkin


NIM : 190331100013
Tanggal Praktikum : 24 Mei 2021 Program Studi
Nama Asisten : Silvia Rosalinda Teknologi Industri Pertanian

PENDAHULUAN
Penjadwalan adalah pengaturan alokasi pemanfaatan sumber daya dalam
menyelesaikan tugas tugas yang melibatkan pekerjaan, sumber daya, dan waktu.
Pekerjaan yang harus diselesaikan memiliki batas waktu yang mempengaruhi
prioritas pekerjaan. Penjadwalan memiliki peran dalam mengurangi mesin-mesin
menganggur, sehingga pekerjaan cepat selesai dan tidak ada sumber daya yang
terbuang sia-sia (Astuti 2013)
Penjadwalan job shop adalah penjadwalan yang memiliki pola alir dari N
job melalui M mesin dengan pola aliran sembarang dan proses pengurutan
pengerjaan untuk lintasan produk tidak beraturan. Ciri-ciri penjadwalan job shop
adalah biasanya digolongkan berdasarkan peralatan yang memiliki kemiripan
fungsi pada suatu tempat (Anggraini et al. 2018).
Dispatching rule r adalah aturan prioritas dalam mengurutkan pekerjaan
yang harus diselesaikan. Aturan secara khusus dapat diterapkan untuk mengurangi
waktu penyelesaian jumlah job shop yang diproses dalam satuan waktu dan
keterlambatan proses akibat ketersediaan sumber daya. Jenis priority rule s yang
dapat diterapkan antara lain, yaitu First Come First Serve (FCFS), Shortes
Processing Time (SPT), Longest Processing Time (LPT), dan Earliest Due Date
(EDD) (Puspitasari et al. 2016).
First Come First Serve (FCFS) adalah penjadwalan dengan ketentuan-
ketentuan sederhana, yaitu proses-proses diberi jatah waktu memproses diurutkan
dari waktu kedatangan proses-proses tersebut ke sistem. Saat ada proses yang
datang secara bersamaan maka maka pengerjaan dilakukan sesuai dengan urutan
proses yang tertera pada antrian (Fratiwi dan Mariana 2020). Shortes Processing
Time (SPT) adalah metode penjadwalan yang memprioritaskan penyelesaian
proses produksi berdasarkan waktu proses terpendek. Aturan ini didasari atas
pemikiran bahwa jika pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat, maka mesin
selanjutnya akan menerima pekerjaan lebih cepat sehingga pekerjaan mengalir
dengan cepat (Ramadhan et al. 2015). Longest Processing Time (LPT) adalah
penjadwalan yang memprioritaskan proses dengan waktu oprasi yang paling
panjang (Utama 2016). Earliest Due Date (EDD) adalah penjadwalan yang
memprioritaskan pekerjaan yang memiliki due date terkecil atau paling singkat.
Aturan ini digunakan untuk mengurangi lateness dan tardiness (Puspitasari et al.
2016).
REFERENSI
Ariyanti, S., dan Miharja, R. 2018. Usulan Penjadwalan Produksi Menggunakan
Metode NEH dan Metode Algoritma Jhonson untuk Meminimasi Waktu
Produksi di PT. Laksana Kurnia Mandiri Sejati. JITI. 6 (3): 175-164.
Astuti, M. 2013. Studi Penjadwalan Job Shop untuk Meminimalkan Waktu
Menggunakan Pendekatan Algoritma Artificial Immune System.
ANGKASA. 5 (1): 19-28.
Fratiwi, D., dan Mariana, N. 2020. Metode FCFS Menunjang Sistem Layanan
Antrian Pembagian Dana Pensiun Studi Kasus Kantor Pos Bongsari.
SENDU. ISBN: 978-979-3649-72-6.
Puspitasari, I., Palgunadi, S., dan Anggrainingsih, R. 2016. Job Shop Problem
Modelling Using Petri Net For Making the Aplication of Schedulling
Production Simulation. TSMART. 5 (1): 34-42.
Ramadhan, G., Setyawan, H. B., dan Soebijiono, T. 2015. Rancang Bangun
Sistem Informasi Penjadwalan Produksi Menggunakan Aturan Prioritas di
PT. IGLAS. JSIKA. 4 (2): 1-8.
Utama, D. M. 2016. Analisa Perbandingan Penggunaan Aturan Prioritas
Penjadwalan pada Penjadwalan Non Delay N job 5 Machine. SENTRA.
ISSN: 2527-6042.

Anda mungkin juga menyukai