Anda di halaman 1dari 8

IMPLEMENTASI JUMLAH UANG BEREDAR (JUB) TERHADAP INFLASI

DI INDONESIA TAHUN 2019 – 2022

Dhevi Maharani Miharin1, Siti Nazirah Naura Azrul2, Amelia Saputri Oktavianti3, Nur Aqilah
Walfanailah4, Nurhaliza Suci Ramadhani5, Imelda Dwi Lestari6, Muh. Rafli Nur Khairan
Prayogo7, Anto Hendrikus8, Putri Ananda9, Nurul Fatimah R.10, Seti Serlina11
1-11
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Abstract
The purpose of this research is to determine the implementation of the influence of monetary
policy in the money supply towards the inflation rate. The data used to determine JUB on
inflation uses a simple linear regression model with a statistical approach (partial test and
coefficient of determination). From the results of this study it is known that the money supply
from 2019 to 2022 was still less effective in its direct influence on inflation, this can be seen
from the partial test conducted even though the JUB relationship is in accordance with the
quantity theory of money.

Keywords: inflation, money supply towards, monetary policy.

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui implementasi pengaruh kebijakan moneter
dalam jumlah uang beredar terhadap inflasi. Analisis yang digunakan untuk mengetahui JUB
terhadap inflasi menggunakan model regresi linier sederhana dengan pendekatan statistik (uji
parsial dan koefisien determinasi). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa jumlah uang
beredar dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2022 masih kurang efektif pengaruh
langsungnya terhadap inflasi, hal ini dapat diketahui dari uji parsial yang dilakukan meskipun
hubungan JUB tersebut sesuai dengan teori kuantitas uang.

Kata Kunci: inflasi, jumlah uang beredar, kebijakan moneter.

1
PENDAHULUAN
Dari data Asian Development Bank kondisi perekonomian Asia Tenggara pada tahun
2019 sampai tahun 2022 menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif meskipun terdapat
tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19, berdasarkan laporan tahunan 2020
ADB mengatakan dampak ekonomi akibat pandemi terhadap kawasan Asia yang sedang
berkembang diperkirakan membawa kerugian antara $1,3 triliun hingga $2,0 triliun.
Meskipun pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara menunjukkan kebangkitan yang stabil,
inflasi dapat menurun seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Inflasi adalah
fenomena yang menunjukkan peningkatan inflasi secara umum dan berlangsung secara
berkelanjutan (Murni, 2006).
Berdasarkan data yang dilansir dari Trading Economics, inflasi dengan kenaikan
tertinggi di Asia Tenggara pada tahun 2019 adalah Vietnam dengan mencapai 5,23% dari
2,98% di tahun 2018, sementara yang terendah adalah Brunei Darussalam yaitu mencapai -
0,3% (Lifepall, 2020). Lalu pada tahun 2022, inflasi tertinggi adalah Laos, yakni sebesar
30,1%, dan yang terendah adalah Vietnam yaitu 2,89% (Databoks, 2022).
Pada tahun 2022, Malaysia mencatat tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di
kawasan ini, yaitu 8,7%, diikuti oleh Vietnam (8,02%) dan Filipina (7,6%). Indonesia juga
mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 5,31%, melebihi angka tahun
sebelumnya. ADB merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara menjadi 5% pada
Juli 2022, sementara perekonomian Asia dan Pasifik secara keseluruhan diharapkan
meningkat, meskipun dengan variasi tingkat pertumbuhan antar negara.
Melihat kondisi perekonomian 5 Negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand) pada tahun 2018-2022, maka bisa dikatakan bahwa perekonomian
di kawasan ini mengalami fluktuasi termasuk di kawasan Indonesia. Kondisi perekonomian
Indonesia dengan indikator ekonomi laju inflasi pada tahun 2019, Indonesia menempati
peringkat pertama tertinggi (3,02,%), kemudian disusul oleh Filipina (1,4%), Malaysia
(1,0%), Singapura (0,6%) dan Thailand (0,4%). Kemudian pada tahun 2020, Indonesia
dengan indikator ekonomi laju inflasi menempati posisi kedua laju inflasi tertinggi sebesar
(2,03%), posisi pertama oleh Filipina (2,9%), dan posisi ketiga ditempati Singapura (-0,1%),
dilanjut oleh Thailand (-0,4%), dan posisi terakhir yaitu Malaysia (-1,5%). Pada tahun 2021,
Indonesia dengan laju inflasi sebesar (1,56%) menempati posisi terendah. Dan pada tahun
2022, Indonesia dengan indikator ekonomi laju inflasi menempati posisi keempat yaitu
dengan inflasi sebesar (4,2%).

2
Menurut Manullang (1993) ada tiga jenis kebijakan yang dapat digunakan untuk
menciptakan perekonomian yang stabil, yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan
kebijakan non-moneter. Dari ketiga kebijakan tersebut, kebijakan moneter memegang peran
sentral dalam mencapai dan menjaga kestabilan ekonomi makro. Ini sesuai dengan definisi
kebijakan moneter menurut Milgate dalam Sabirin (2003), yaitu tindakan yang diambil oleh
bank sentral untuk mempengaruhi kondisi moneter dan keuangan lainnya dalam rangka
mencapai tujuan yang lebih luas, seperti pertumbuhan berkelanjutan output riil, tingkat kerja
yang tinggi, dan stabilitas harga.
Menurut Irving Fisher (1911), kebijakan moneter berfokus pada pengendalian Jumlah
Uang Beredar (JUB) untuk mencapai stabilitas nilai uang. Fisher menekankan pentingnya
menjaga keseimbangan antara jumlah uang dan volume transaksi ekonomi. Menurutnya,
fluktuasi tingkat harga dapat dihindari jika pertumbuhan JUB sejalan dengan pertumbuhan
output riil.
Fisher juga mengemukakan teori kuantitas uang, dimana jumlah peredaran uang
berbanding lurus dengan perubahan harga. Perubahan jumlah uang yang beredar akan
mempengaruhi harga barang. Selain itu, peningkatan jumlah uang dapat menyebabkan inflasi,
begitu pula sebaliknya. Fisher juga mengajukan teori persamaan pertukaran, yang
menyatakan bahwa jumlah uang yang beredar akan mempengaruhi tingkat harga dan aktivitas
ekonomi.
Oleh karena itu, kebijakan moneter seharusnya bertujuan untuk mencegah inflasi atau
deflasi yang berlebihan dengan mengontrol pertumbuhan JUB. Dengan demikian, menurut
Fisher, kebijakan moneter harus memperhatikan hubungan antara JUB, tingkat harga, dan
output riil guna mencapai stabilitas ekonomi.
Tabel 1 Laporan Inflasi dan JUB Per Tahun 2019 - 2022
Periode JUB (Rp) Inflasi (%)
2019 5.902,2 3,02 %
2020 6.521,35 2,03 %
2021 7182,23 1,56 %
2022 7253,25 4,2 %
Sumber : Bank Indonesia, 2022 (Data Diolah)
Berdasarkan tabel di atas, jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 2019 hingga
tahun 2022 mengalami peningkatan. Adanya peningkatan dari 2019 sebesar Rp
5.902.200.000.000 ke tahun 2020 sebesar Rp 6.521.350.000.000. Selanjutnya, pada tahun

3
2021 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 7.182.230.000.000. Data terbaru mengenai
JUB tahun 2022 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 7.253.250.000.000. Hal ini menunjukkan
bahwa diperlukannya pengendalian inflasi agar tidak berdampak pada jumlah uang beredar.
Perkembangan inflasi dari tahun 2019 di Indonesia sebesar 3,02 % mengalami
penurunan pada tahun 2020 sebesar 2,03%. Penurunan tingkat inflasi ini masih berlanjut
hingga tahun 2021 sebesar 1,56%. Namun, inflasi kembali naik pada tahun 2022 sebesar
4,2%.
Dari penjelasan diatas, kebijakan moneter dalam jumlah uang beredar ini memiliki
peran sentral dalam menjaga stabilitas makroekonomi. Oleh karena itu, peneliti memilih
judul "Implementasi Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2019-
2022" untuk mengevaluasi sejauh mana jumlah uang beredar berdampak pada inflasi di
Indonesia, mengingat pentingnya stabilitas ekonomi dalam setiap negara. Berdasarkan uraian
diatas maka peneliti bertujuan mengkaji jumlah uang beredar mempengaruhi tingkat inflasi di
Indonesia pada tahun 2019-2020.
TINJAUAN PUSTAKA
Ritonga (2014) menyatakan bahwa jumlah uang beredar adalah jumlah uang dalam
suatu perekonomian pada waktu tertentu. Pada dasarnya, jumlah uang beredar ditentukan
oleh besarnya tingkat penawaran uang (oleh Bank Sentral) dan permintaan uang (oleh
masyarakat) yang berusia 10 tahun ke atas sebagai golongan tenaga kerja.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap jumlah uang beredar, yaitu harga barang
dimana perubahan harga barang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar serta permintaan
barang dimana jika permintaan barang yang tinggi membutuhkan uang sebagai alat tukarnya.
Sehingga jika permintaan barang tinggi maka jumlah uang beredar juga akan semakin tinggi.
Dalam penelitiannya yang berjudul "Signaling Competence by Central Banks:
Monetary Targeting or Inflation Targeting?" Gersbach merekomendasikan penerapan
inflation targeting. Menurutnya, kebijakan ini lebih responsif oleh masyarakat dan
seharusnya disertai dengan transparansi dari Bank Sentral terkait informasi guncangan
makroekonomi.
METODE PENELITIAN
Sampel data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuartal I tahun 2019
sampai kuartal IV 2022 yang terdiri dari tingkat inflasi dengan jumlah uang beredar (JUB).
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear dengan menggunakan alat bantu
perangkat lunak software computer SPSS. Persamaan regresi linear yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:

4
Yi = β0 + β1 Xi
Keterangan:
Yi : Jumlah Uang Beredar (JUB)
β0 : Konstanta
β1 : Koefisien Regresi Inflasi
Xi : Tingkat Inflasi
PEMBAHASAN
Tabel 2 Hasil Estimasi Inflasi terhadap JUB

Variabel Koefisien Regresi t-Statistic Probability

Inflasi (X) 35,21 5,994 0,11

Konstanta 6619,61 0,92 0,027

a : 5% R2 : 0,004 N:4

F-Statistic : 0,01 ; Prob(F-Statistic) : 0,935

Keterangan : Hasil pengujian dengan menggunakan SPSS


 Hasil Uji Regresi Linear Secara Sederhana
Tabel 3 Hasil Uji Regresi Linear Secara Sederhana

5
Dari hasil regresi di atas, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
Yi = 6619,61* + 35,21*Xi
*= Hasil pembulatan

Hasil persamaan regresi pada tabel 2 menunjukkan angka konstanta pada JUB sebesar
6619,61 yang berarti bahwa jika nilai variabel bebas (independent) sebesar 0 maka nilai
variabel terikat sebesar 6619,61. Selain itu, hasil regresi juga menunjukkan bahwa inflasi
memiliki hubungan positif dengan JUB dengan angka koefisien 35,21 yang memiliki arti
bahwa setiap peningkatan 1% inflasi maka akan meningkatkan JUB sebesar 35,21%.

 Koefisien Determinasi
Tabel 4 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat besaran kemampuan variabel bebas


(X) untuk menerangkan variabel terikat (Y).
Dari hasil analisis regresi menunjukkan nilai korelasi/hubungan (R) yaitu sebesar
0,065. Dari output tersebut diperoleh koefisien determinasi (R 2) sebesar 0,004 yang berarti
pengaruh inflasi terhadap JUB sebesar 0,4%, sedangkan sisanya sebesar 99,6% dipengaruhi
oleh faktor lain diluar inflasi.
 Hasil Uji-T (Parsial T)
Tabel 5Uji Parsial T Coefficients a

6
Dengan melakukan uji statistik (uji-T), dengan derajat kebebasan (degree of freedom)
sebesar 2 dan derajat kepercayaan 95% (α = 5% atau 0,05) diperoleh T tabel sebesar 2,91999.
Dengan membandingkan Thitung dan Ttabel, yaitu 0,092 (Thitung) < 2,91999 (Ttabel). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa variabel X tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Y. Dapat juga
dilihat dariNilai probabilitasnya (Significance F)> 0,05 maka diartikan sebagai tidak adanya
pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Pada tabel diatas diketahui nilai signifikannya
sebesar 0,935> 0,05 yang berarti tidak signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap tingkat inflasi di Indonesia
pada tahun 2019 – 2022 tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Berdasarkan hasil pengujian ini kita mengetahui bahwa inflasi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap JUB di Indonesia. Koefisien yang bertanda positif memiliki arti
bahwa pengaruh inflasi terhadap JUB bergerak searah (berbanding lurus), dimana jika inflasi
mengalami kenaikan maka JUB juga akan mengalami kenaikan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa inflasi
memiliki hubungan positif dan tidak secara signifikan berhubungan langsung terhadap JUB
di Indonesia pada tahun 2019-2022 dengan nilai koefisien sebesar 35,208. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori Irving Fisher yang menyatakan hubungan positif antara jumlah peredaran
uang dan tingkat perubahan harga.
Sesuai hasil penelitian, perlu adanya kebijakan yang efektif yang tetap berorientasi
pada jangka panjang. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah keterbukaan aspek-
aspek moneter seperti arah kebijakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
sehingga kebijakan moneter dapat direspon oleh pelaku ekonomi dan menjadi lebih efektif.

7
Masalah inflasi adalah permasalahan riil yang tidak terhindarkan dalam perekonomian.
Sehingga nantinya dapat memberikan masukan kepada pemegang otoritas moneter dalam
mengambil kebijakan khususnya kebijakan dalam Jumlah Uang Beredar (JUB).
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, C. (2022). Quantity Theory of Money and Empirical Evidence of The Demand For
Money #Lecturenotes. finance.binus.ac.id: https://finance.binus.ac.id/2022/12/quantity-
theory-of-money-and-empirical-evidence-of-the-demand-for-money-lecturenotes/
Assa, R. H., Rotinsulu, T. O., & Mandeij, D. (2020). Analisis Kebijakan Moneter Terhadap
Inflasi di Indonesia Periode : 2006.1 - 2019-2. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. Volume
20 No. 01.
Asian Development Bank. (2021). Laporan Tahunan 2020 ADB. Manila: Asian Development
Bank.
Asian Development Bank. (2017). GDP Growth in Asia and the Pacific, Asian Development
Outlook (ADO). https://data.adb.org/dataset/gdp-growth-asia-and-pacific-asian-
development-outlook
Bank Indonesia. Data Inflasi. Berbagai tahun.
Chandro, B. (2020). Inflasi Indonesia dan Negara-Negara Asia Tenggara, Negara Mana
yang Paling Rendah?. lifepal.co.id: https://lifepal.co.id/media/inflasi-indonesia-dan-
negara-negara-asia-tenggara/
Gersbach, Hans and Volker Hahn. (2002). Signaling Competence by Central Banks:
Monetary Targeting or Inflation Targeting.
Hayes, A. (2022). Fisher Effect Definition and Relationship to Inflation. investopedia.com:
https://www.investopedia.com/terms/f/fishereffect.asp
Kusnandar, V. B. (2022). Inflasi Indonesia Tergolong Rendah di ASEAN per Agustus 2022.
databoks.katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/14/inflasi-
indonesia-tergolong-rendah-di-asean-per-agustus-2022
Manullang. (1993). Pengantar Ekonomi Moneter. Cetakan 13. Medan: Ghalia Indonesia.
Murni, Astia. (2006). Ekonomika Makro. Cetakan pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.
Nelson, Edward and Kalin Nikolov. (2004). Monetary Policy and Stagflation in the UK.
Journal of Money, Credit and Banking. Vol. 36 no. 3 part I (June 2004): 293-318.
Setyawan, A. R. (2010). Efektifitas Kebijakan Moneter Terhadap Inflasi di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol 8 No. 1.
Sabirin, Syahril. (2003). Perjuangan Kelar dari Krisis. Edisi I, cetakan 1. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai