2018
I. TUJUAN
penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan.
Keberhasilan analisis volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang
tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat (Harjanti, 2008).
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah sampel
tertentu yg akan di analisis. Iodimetri adalah titrasi langsung yang melibatkan larutan
iodium. Diantara obat yang menggunakan metode iodimetri adalah asam askorbat,
cepat untuk mengetahui adanya kalium iodat dalam garam. Kalium iodat dapat
dideteksi oleh larutan amilum karena kalium iodat dan amilum bereaksi membentuk
analgesik atau biasa disebut sebagai senyawa analgetika non narkotik yang berkerja
(Soewandhi, 2007).
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat
karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer
yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari
sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi
Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai
pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem
iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana
netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi
Na2S203 pada buret yang telah dirangkai menjadi serangkaian alat titrasi
V1 N1 = V2 N2
3. Melakukan titrasi dengan larutan Na2S203 pada buret yang telah dirangkai
menjadi serangkaian alat titrasi sampai warna larutan berubah menjadi kuning
muda.
6. Melakukan titrasi dengan larutan I2 pada buret yang telah dirangkai menjadi
serangkaian alat titrasi sampai warna larutan berubah menjadi warna biru
mg sampel
V. HASIL PENGAMATAN
A. Rata-rata Bobot Tablet
No. Bobot Tablet Antalgin (g) No. Bobot Tablet Antalgin (g)
1 0,5957 11 0,6125
2 0,5997 12 0,5938
3 0,6005 13 0,6014
4 0,6048 14 0,6114
5 0,6005 15 0,5957
6 0,5984 16 0,6025
7 0,5917 17 0,6016
8 0,5996 18 0,6047
9 0,7078 19 0,6021
10 0,5984 20 0,5972
Bobot Rata-rata Tablet Antalgin = 0,6060 g
= 0,1005 N = 0,1011 N
0,1005 N + 0,1011 N
N Na2S2O3 = = 0,1008 N
2
V1 x N1 = V2 x N2
V I2 x N I2 = V V I2 x N I2 = V
Na2S2O3 x N Na2S2O3 Na2S2O3 x N Na2S2O3
5 N I2
10,0 ml x N I2 = 17,00 10,0 ml x N I2 = 16,00
ml x 0,1008 N ml x 0,1008 N
N I2 = 0,1714 N N I2 = 0,1613 N
D. Kadar Antalgin
a. Titrasi 1
0,1714 N 0,6060 g
6,4 ml x x 16,67 x x 100%
0,1 N 0,6000 g
Kadar = 600,3 mg
b. Titrasi 2
0,1613 N 0,6060 g
6,0 ml x x 16,67 x x 100%
0,1 N 0,6000 g
Kadar = 600,3 mg
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan penetapan kadar Antalgin atau Metampiron dengan
metode iodometri. Iodimetri merupakan titrasi reduksi oksidasi yang menggunakan larutan
standar iodium sebagai titran dalam suasa netral atau sedikit asam. Titrasi ini disebut juga
sebagai titrasi langsung karena bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
iodium. Dalam metoda analisis ini analit dioksidasikan oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi
ion iodida (oksidator).
Obat Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik), dikenal juga
dengan sebutan metampiron atau dipiron. Antalgin adalah suatu derivat Pirazolon yang
mempunyai efek analgetika-antipiretika yang kuat. Dengan penambahan Tiamina mononitrat,
efek analgetiknya diperkuat lagi khusus untuk menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan
neuritis. Efek samping dari obat ini adalah pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka
waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung Metampiron kadang-kadang dapat
menimbulkan kasus agranulositosis. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat
ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini
harus segera dihentikan. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah methemoglobinemia,
erupsi kulit, seperti pada kasus eritematous disekitar mulut, hidung dan alat kelamin. Reaksi
hipersensitif reaksi pada kulit.
Pada percobaan ini, digunakan metampiron sebanyak 200 mg yang akan dititrasi
dengan menggunakan larutan iodin. Dalam percobaan ini digunakan amilum sebagai indikator,
dalam hal ini yaitu larutan kanji yang telah dilarutkan dalam air. Kegunaan kanji sebagai
indikator bertujuan untuk mengetahui batas penanda berakhirnya titrasi dengan larutan iodium.
Penambahan pati juga berfungsi membentuk kompleks berwarna biru dengan I3-. Keunggulan
pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan
yaitu bersifat ketidakstabilan suspensinya dalam air, dengan iod memberi suatu kompleks yang
tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam
titrasi. tidak dapat larut dalam air dingin sehingga harus digunakan dalam keadaan panas agar
mendapatkan hasil titrasi yang maksimal, tetapi, dalam pemanasannya harus diperhatikan agar
larutan kanji tersebut tidak berubah menjadi encer.
Sebelum dititrasi, terlebih dahulu antalgin dilarutkan dengan aquades dan HCl 0,01
N.Penambahan 0,01 N HCl dilakukan untuk meningkatkan keasaman antalgin, karena dalam
titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan asam.Perlu dinaikkan keasaman dari larutan antalgin
tersebut karena dalam metode titrasi, larutan yang diuji ditetesi dengan menggunakan larutan
yang merupakan kebalikan dari asam-basanya. Antalgin digunakan sebagai titrat, sementara
iodin digunakan sebagai titran. Penetapan antalginpada percobaan ini dilakukan dengan
analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi. Iodometri dilakukan terhadap zat
yang potensial reduksinya paling rendah dari sistem larutan iodium. Warna dari sebuah larutan
iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri.
Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon
tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik
akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan
kanji sebagai indikator.
Dalam percobaan titrasi kali ini, larutan titrat yakni antalgin menghasilkan warna merah muda
keunguan. Namun menurut teori yang ada, larutan antalgin yang dititrasi dengan Iodin
mengunakan indikator kanji akan menghasilkan warna biru gelap pada larutan. Kelarutan dari
iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian mengoksidasi metampiron (NaHSO)
menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4. Seharusnya titik akhir dari reaksi ini diindikasikan
oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan membentuk warna biru gelap tetapi
terkadang warna biru tersebut hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada metampiron yang
belum bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan
yang berwarna biru mantap. Hal ini menandakan bahwa metampiron telah habis bereaksi dan
titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-
unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit
glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium
yang dapat masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks
tersebut. Berikut ini reaksi yang terjadi antara metampiron dengan iodium :
Titik akhir titrasi menunjukkan larutan iodium telah akhir bereaksi dengan metampiron
dan bereaksi dengan larutan amilum sehingga menghasilkan warna biru yang menunjukan
TAT. Kadar metampiron yang diperoleh setelah titrasi adalah 89,9039 % Berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi IV kadar metampiron dalam tablet adalah tidak kurang dari 93%
dan tidak lebih dari 107%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tablet metampiron yang di uji
praktikan tidak memenuhi syarat
yang tidak sesuai dibandingkan dengan literatur dalam Farmakope Indonesia yaitu seperti
dalam menentukan titik akhir titrasi yang kurang tepat, dimana titrasi ditentukan tidak tepat
sebelum atau sesudah titik ekivalen, ketidaktelitian dalam membaca skala alat ukur, pemberi
air dalam melarutkan larutan, indikator yang digunakan telah rusak serta kesalahan dalam
melakukan penimbangan atau penentuan berat sampel yang digunakan dalam titrasi.
VII. KESIMPULAN
Basset, J., 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :
EGC.
Erlangga.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Aksara.
Pertama.Surabaya: Airlangga University Press.
Saptarini, dkk, 2009, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Kalium Iodat Dalm
Soewandhi, Sundani Nurono, dkk. 2007. Pengaruh Milling Terhadap Laju Disolusi
No.2
IX. LAMPIRAN