Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II

PENENTUAN KADAR ANTALGIN DALAM TABLET

Disusun oleh Kelompok 6 :

No. NAMA NIM TT

1 AGUSTINA NUR PRATIWI P17335116051

2 ALDI YUSTIAN P17335116061

3 FITRI HIQMAWATI N. P17335116037

4 SHANTY RAUDANTI P17335116021

5 YETI HARYANI P17335116027

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III

PROGRAM STUDI FARMASI

2018
I. TUJUAN

Dapat mengidentifikasi Metampiror dengan menghitung kadar Metampiror

melalui metode titrasi Iodimetri.

II. DASAR TEORI


Analisis volumetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang sangat

penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan.

Keberhasilan analisis volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang

tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat (Harjanti, 2008).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yg

diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah sampel

tertentu yg akan di analisis. Iodimetri adalah titrasi langsung yang melibatkan larutan

iodium. Diantara obat yang menggunakan metode iodimetri adalah asam askorbat,

natrium askorbat, metampiron (antalgin), natrium tiosulfat dan sediaan-sediaan

injeksi (Gholib & Rohman, 2007).

Titrasi iodimetri merupakan suatu proses titrasi secara langsung dengan

menggunakan larutan iod sebagai larutan standarnya. Titrasi Iodimetri juga

menggunakan indikator. Larutan amilum digunakan karena metodenya akurat dan

cepat untuk mengetahui adanya kalium iodat dalam garam. Kalium iodat dapat

dideteksi oleh larutan amilum karena kalium iodat dan amilum bereaksi membentuk

kompleks yang berwarna biru (Saptarini, 2009).

Metampiron adalah turunan pirazolon yang berkhasiat sebagai obat antipiretik-

analgesik atau biasa disebut sebagai senyawa analgetika non narkotik yang berkerja

sebagai analgetika dan antiinflamasi. Merupakan natrium sulfonat dari aminopirin.

Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O) memiliki bobot molekul 351,4. Titik lebur


metampiron 1720C. Larut dalam 1,5 bagian air, 30 bagian etanol, praktis tidak larut

dalam eter, aseton, benzen dan kloroform. Metampiron memiliki panjang

gelombang serapan maksimum yang berbeda pada pelarut yang berlainan

(Soewandhi, 2007).

Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat

karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer

yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari

sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial

oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi

iodida (Rohman, 2007).

Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai

pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem

iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana

netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi

oleh I2 menjadi –SO4Na (Satiadarma, 2004).

Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/ amilum. Sensitivitas warnanya


tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin – amilum mempunyai
kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi
(Khopkar, 2007). Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat
larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi.
Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat
sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar (Basset, 1994).
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin adalah
oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya larut
sedikit dalam air, namun larut dalam larutan yang mengandug ion iodida. Larutan
iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena
iodin mudah menguap, maka larutan ini harus dibakukan dengan Natrium tiosulfat
segera akan digunakan (Day, 2002). Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini
dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam
atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu,
senyawa iodida (biasanya KI) yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat
(karena iodat bereaksi dengan I- dalam suasana asam dengan membentuk I2).
Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan
baku (Mulyono, 2006).

III. ALAT DAN BAHAN

No. Alat Bahan


1 Erlenmeyer 250 ml Larutan Na2S2O3
2 Statif + Buret KIO3 50 mg
3 Gelas Ukur 100 ml Aquadest
4 Gelas Ukur 10 ml H2SO4 5N 5 ml
5 Beker glass 100 ml KI 1 gram
6 Beker glass 250 ml Indikator Amylum
7 Neraca Analitik Larutan I2
8 Batang pengaduk Antalgin 200 mg
9 Pipet volum 10 ml HCl 0,1 N 5 ml
10 Pipet tetes
11 Labu takar 250 ml
12 Ball pipet
13 Kertas perkamen
14 Spatel
15 Mortir
16 Sendok tanduk
17 Lap
18 Tissue
IV. PROSEDUR KERJA

a. Menyiapkan alat dan bahan praktikum.

b. Standarisasi I2 dengan Na2S203

1. Memipet 10 ml larutan I2 yang telah ditakar dengan pipet volum 10 ml.

2. Kemudian memasukkan larutan ke dalam labu Erlenmeyer.

3. Melakukan titrasi terhadap larutan I2 pada labu erlenmeyer dengan larutan

Na2S203 pada buret yang telah dirangkai menjadi serangkaian alat titrasi

sampai warna larutan berubah menjadi kuning muda.

4. Menambahkan Indikator Amilum sebanyak 1 ml pada labu Erlenmeyer.

5. Setelah indikator amilum, titrasi dilanjutkan kembali sampai warna larutan

berubah menjadi warna biru tepat hilang.

V1 N1 = V2 N2

c. Standarisasi Na2S203 dengan KIO3

1. Menimbang KIO3 sebanyak 50 mg dan KI sebayak 1 g

2. Memasukkan KIO3 yang telah ditimbang ke dalam labu erlenmeyer, kemudian

ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml serta masukkan KI yang telah

ditimbang ke dalam labu erlenmeyer. Kocok sampai homogen

3. Melakukan titrasi dengan larutan Na2S203 pada buret yang telah dirangkai

menjadi serangkaian alat titrasi sampai warna larutan berubah menjadi kuning

muda.

4. Menambahkan Indikator Amilum sebanyak 1 ml pada labu Erlenmeyer.

5. Setelah indikator amilum ditambahkan, titrasi dilanjutkan kembali sampai

warna larutan berubah menjadi warna biru tepat hilang.

mg KIO3 yang ditimbang


N Na2S203 =
ml titrasi x BE KIO3
d. Penetapan Kadar Antalgin Dalam Tablet

1. Menimbang satu-persatu tablet antalgin sebanyak 20 tablet. Kemudian

serbukkan secara homogen.

2. Menimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 200 mg

antalgin. Setelah ditimbang, masukkan serbuk ke dalam labu erlenmeyer.

3. Menambahkan aquades secukupnya untuk melarutkan serbuk antalgin.

Kemudian aduk sampai melarut.

4. Menambahkan HCl 0,1 N sebanyak 5 ml, aduk sampai melarut.

5. Menambahkan indikator amilum sebanyak 1 ml, aduk sampai melarut.

6. Melakukan titrasi dengan larutan I2 pada buret yang telah dirangkai menjadi

serangkaian alat titrasi sampai warna larutan berubah menjadi warna biru

mantap selama 2 menit.

N Iodium yang di pakai Berat rata−rata tablet


Kadar Antalgin ( C13H16N3NaO4. H20)= ml titrasi x x 16,67x x 100
0,1 Berat di etiket

mg sampel

V. HASIL PENGAMATAN
A. Rata-rata Bobot Tablet
No. Bobot Tablet Antalgin (g) No. Bobot Tablet Antalgin (g)
1 0,5957 11 0,6125
2 0,5997 12 0,5938
3 0,6005 13 0,6014
4 0,6048 14 0,6114
5 0,6005 15 0,5957
6 0,5984 16 0,6025
7 0,5917 17 0,6016
8 0,5996 18 0,6047
9 0,7078 19 0,6021
10 0,5984 20 0,5972
Bobot Rata-rata Tablet Antalgin = 0,6060 g

B. Standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3

mg KIO3 yang ditimbang


N Na2S2O3 =
ml titrasi x BE KIO3

No. Keterangan Titrasi 1 Titrasi 2


1 Berat KIO3 0,0515 g 0,0511 g
2 BE KIO3 35,6
Titik akhir
3 14,40 ml 14,20 ml
titrasi
Titik awal
4 0 0
titrasi
5 Pemakaian 14,40 ml 14,20 ml

mg KIO3 yang ditimbang mg KIO3 yang ditimbang


= =
ml titrasi x BE KIO3 ml titrasi x BE KIO3
6 N Na2S2O3 51,5 mg 51,5 mg 51,1 mg 51,1 mg
= = = =
14,40 x 35,6 512,64 14,20 x 35,6 505,52

= 0,1005 N = 0,1011 N

0,1005 N + 0,1011 N
N Na2S2O3 = = 0,1008 N
2

C. Standarisasi I2 dengan Na2S2O3

V1 x N1 = V2 x N2

No. Keterangan Titrasi 1 Titrasi 2


1 Volume I2 10,0 ml 10,0 ml
2 N Na2S2O3 0,1008 N
3 Volume Na2S2O3 17,00 ml 16,00 ml
4 Pemakaian 17,00 ml 16,00 ml

V I2 x N I2 = V V I2 x N I2 = V
Na2S2O3 x N Na2S2O3 Na2S2O3 x N Na2S2O3
5 N I2
10,0 ml x N I2 = 17,00 10,0 ml x N I2 = 16,00
ml x 0,1008 N ml x 0,1008 N
N I2 = 0,1714 N N I2 = 0,1613 N

D. Kadar Antalgin

N I2 Berat rata-rata tablet


ml titrasi x x 16,67 x x 100%
0,1 N Berat Kemasan/etiket
Kadar = mg sampel

1 ml I2 sebanding dengan 16,67 mg antalgin

a. Titrasi 1
0,1714 N 0,6060 g
6,4 ml x x 16,67 x x 100%
0,1 N 0,6000 g
Kadar = 600,3 mg

6,4 ml x 1,7140 x 16,67 x 1,01 x 100% 18.469,1864


Kadar = = = 92,1156 %
200,5 mg 200,5 mg

b. Titrasi 2
0,1613 N 0,6060 g
6,0 ml x x 16,67 x x 100%
0,1 N 0,6000 g
Kadar = 600,3 mg

6,5 ml x 1,6130 x 16,67 x 1,01 x 100% 176,5244 x 100%


Kadar = = = 87,6922 %
201,3 mg 201,3 mg

Maka, Kadar Antalgin adalah:


92,1156 % + 87,6922 %
Kadar = = 89,9039 % (tidak memenuhi syarat)
2

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, dilakukan penetapan kadar Antalgin atau Metampiron dengan
metode iodometri. Iodimetri merupakan titrasi reduksi oksidasi yang menggunakan larutan
standar iodium sebagai titran dalam suasa netral atau sedikit asam. Titrasi ini disebut juga
sebagai titrasi langsung karena bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
iodium. Dalam metoda analisis ini analit dioksidasikan oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi
ion iodida (oksidator).

Obat Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik), dikenal juga
dengan sebutan metampiron atau dipiron. Antalgin adalah suatu derivat Pirazolon yang
mempunyai efek analgetika-antipiretika yang kuat. Dengan penambahan Tiamina mononitrat,
efek analgetiknya diperkuat lagi khusus untuk menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan
neuritis. Efek samping dari obat ini adalah pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka
waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung Metampiron kadang-kadang dapat
menimbulkan kasus agranulositosis. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat
ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini
harus segera dihentikan. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah methemoglobinemia,
erupsi kulit, seperti pada kasus eritematous disekitar mulut, hidung dan alat kelamin. Reaksi
hipersensitif reaksi pada kulit.

Pada percobaan ini, digunakan metampiron sebanyak 200 mg yang akan dititrasi
dengan menggunakan larutan iodin. Dalam percobaan ini digunakan amilum sebagai indikator,
dalam hal ini yaitu larutan kanji yang telah dilarutkan dalam air. Kegunaan kanji sebagai
indikator bertujuan untuk mengetahui batas penanda berakhirnya titrasi dengan larutan iodium.
Penambahan pati juga berfungsi membentuk kompleks berwarna biru dengan I3-. Keunggulan
pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan
yaitu bersifat ketidakstabilan suspensinya dalam air, dengan iod memberi suatu kompleks yang
tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam
titrasi. tidak dapat larut dalam air dingin sehingga harus digunakan dalam keadaan panas agar
mendapatkan hasil titrasi yang maksimal, tetapi, dalam pemanasannya harus diperhatikan agar
larutan kanji tersebut tidak berubah menjadi encer.

Sebelum dititrasi, terlebih dahulu antalgin dilarutkan dengan aquades dan HCl 0,01
N.Penambahan 0,01 N HCl dilakukan untuk meningkatkan keasaman antalgin, karena dalam
titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan asam.Perlu dinaikkan keasaman dari larutan antalgin
tersebut karena dalam metode titrasi, larutan yang diuji ditetesi dengan menggunakan larutan
yang merupakan kebalikan dari asam-basanya. Antalgin digunakan sebagai titrat, sementara
iodin digunakan sebagai titran. Penetapan antalginpada percobaan ini dilakukan dengan
analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi. Iodometri dilakukan terhadap zat
yang potensial reduksinya paling rendah dari sistem larutan iodium. Warna dari sebuah larutan
iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri.
Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon
tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik
akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan
kanji sebagai indikator.

Dalam percobaan titrasi kali ini, larutan titrat yakni antalgin menghasilkan warna merah muda
keunguan. Namun menurut teori yang ada, larutan antalgin yang dititrasi dengan Iodin
mengunakan indikator kanji akan menghasilkan warna biru gelap pada larutan. Kelarutan dari
iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian mengoksidasi metampiron (NaHSO)
menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4. Seharusnya titik akhir dari reaksi ini diindikasikan
oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan membentuk warna biru gelap tetapi
terkadang warna biru tersebut hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada metampiron yang
belum bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan
yang berwarna biru mantap. Hal ini menandakan bahwa metampiron telah habis bereaksi dan
titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-
unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit
glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium
yang dapat masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks
tersebut. Berikut ini reaksi yang terjadi antara metampiron dengan iodium :

NaHSO3 + I2 + H2O NaHSO4 + 2HI

Titik akhir titrasi menunjukkan larutan iodium telah akhir bereaksi dengan metampiron
dan bereaksi dengan larutan amilum sehingga menghasilkan warna biru yang menunjukan
TAT. Kadar metampiron yang diperoleh setelah titrasi adalah 89,9039 % Berdasarkan
Farmakope Indonesia edisi IV kadar metampiron dalam tablet adalah tidak kurang dari 93%
dan tidak lebih dari 107%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tablet metampiron yang di uji
praktikan tidak memenuhi syarat

Adapun faktor-faktor kesalahan dalam percobaan yang mengakibatkan hasil titrasi

yang tidak sesuai dibandingkan dengan literatur dalam Farmakope Indonesia yaitu seperti

dalam menentukan titik akhir titrasi yang kurang tepat, dimana titrasi ditentukan tidak tepat

sebelum atau sesudah titik ekivalen, ketidaktelitian dalam membaca skala alat ukur, pemberi
air dalam melarutkan larutan, indikator yang digunakan telah rusak serta kesalahan dalam

melakukan penimbangan atau penentuan berat sampel yang digunakan dalam titrasi.

VII. KESIMPULAN

Kadar metampiron yang diperoleh setelah titrasi adalah 89,9039 % Berdasarkan


Farmakope Indonesia edisi IV kadar metampiron dalam tablet adalah tidak kurang dari 93%
dan tidak lebih dari 107%. tablet metampiron yang di uji praktikan tidak memenuhi syarat

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :

EGC.

Day, R. A. dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam.Jakarta:

Erlangga.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Garam Dengan Menggunakan Metode Iodimetri dan Spektrofotometri Ultra

Violet,Jurnal Farmaka, Vol.7 No. 2.

Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcumadomestica

val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal

Rekayasa Proses. 2 : 49-50.

Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.
Pertama.Surabaya: Airlangga University Press.

Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Saptarini, dkk, 2009, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Kalium Iodat Dalm

Satiadarma, K. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi

Soewandhi, Sundani Nurono, dkk. 2007. Pengaruh Milling Terhadap Laju Disolusi

Campuran Metampiron-Fenilbutason (7:3). Majalah ilmu kefarmasian, Vol. 4.

No.2
IX. LAMPIRAN

Buret berisi Iodi Larutan sampel ( Antalgin +


aquades + HCL) sebelum titrasi

Larutan sampel setelah titrasi Larutan standar sebelum


titrasi
Larutan standar sebelum titrasi Larutan standar setelah titrasi

(setelah menggunakan amilum)

Anda mungkin juga menyukai