Anda di halaman 1dari 20

Uji Kandungan Alkohol (Etanol) pada Tape dan Arak dari Beras Ketan Dengan Metode

Titrasi Iodometri

Disusun oleh :

1. Duma Aginta Silitonga (652018016)


2. Erwinda Kristianti (652018023)
3. Ratu Anggriani Tangke Parung (652018025)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2020

Dasar Teori
Tape merupakan pangan tradisional di Indonesia dan sangat digemari karena memiliki
cita rasa yang manis, alkaholis, dan asam. Tape diperoleh dari proses fermentasi yaitu terjadi
reaksi oksidasi senyawa organik dalam beras ketan dan ketela dengan ragi tape (saccharomyces
cereviciae) (Suaniti, 2015). Kandungan utama senyawa organik tersebut adalah karbohidrat (pati
atau polisakarida) (Almatsier, 2006). Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan
fermentasi dalam pembuatan produk tertentu.

Etanol atau yang sering disebut dengan bioetanol merupakan senyawa organik yang
diperoleh melalui hasil fermentasi karbohidrat atau pati, proses fermentasi pada pembuatan
bioetanol merupakan aktivitas terjadinya penguraian gula (karbohidrat) menjadi senyawa etanol
dengan mengeluarkan gas CO2yang dilakukan dalam kondisi anaerobik(Christina, dkk.,
2016:108). Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
jika kadar yang dihasilkan cukup tinggi (99,5%-100%), terlebih pembuatannya sangat ramah
lingkungan jika memanfaatkan proses fermentasi, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui sumber apa saja yang berpotensimenghasilkan bioetanol dengan kadar tinggi
melalui proses fermentasi (Nurdyastuti,2005).

Dalam pembuatan tape, ragi tape (saccharomyces cerevisiae) berfungsi untuk mengubah
karbohidrat (pati) menjadi gula dan alkohol. Proses tersebut juga menyebabkan tekstur tape
menjadi lunak dan empuk (Hasanah dkk., 2012). Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol
dan CO2 (Berlian dkk, 2016). Reaksi yang terjadi dalam fermentasi alkohol sebagai berikut:

C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2

Glukosa Etanol karbon dioksida

Salah satu minuman yang mengandung alkohol adalah arak. Arak merupakan minuman
yang mengandung etanol. Pada umumnya arak dibuat dari nira kelapa, nira aren maupun nira
lontar, namun ada pula arak yang terbuat dari beras atau beras ketan dengan proses fermentasi.
Spesifikasi minuman ini berupa cairan jernih, tidak berwarna, cita rasa alkohol yang kuat (Anom,
2009). Alkohol diperoleh dari peragian atau fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian.
Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan
atau destilasi dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100% (Dewi,
2008).

Metode titrasi yang digunakan adalah metode titrasi Idiometri. Titrasi ini menggunakan
prinsip reaksi redoks (reduksi-oksidasi). Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia
dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami
penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami
kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak
kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).

Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator


dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator
adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks
yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer misalnya K2CR2O7. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.
(Underwood, 1992).
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi
redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung jika terjadi interaksi dari senyawa yang bersifat
oksidator dengan senyawa yang bersifat reduktor. Jadi jika larutan bakunya oksidator, maka
analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya (Hamdani, 2012). Titrasi redoks melibatkan reaksi
oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit. Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk
penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi
dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan
iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.

Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai


oksidator. Kalium dikromat merupakan standar primer (Zulfikar, 2010). Oksidasi alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat terjadi dalam suasana asam. Cr2O72- merupakan oksidator yang
cukup kuat (Harjadi, 1993). Adapun reaksi oksidasinya :

2 Cr2O72- + 3 CH3CH2OH + 16 H+ → 4 Cr3+ + 3 CH3COOH + 11 H2O

Pada penentuan kadar etanol secara titrasi dapat digunakan larutan kalium dikromat,
dengan mereaksikan sampel dengan kalium kromat berlebih, sehingga etanol teroksidasi menjadi
asam asetat (Chen G et al, 2000). Reaksi keseluruhan pengubahan etanol menjadi asam asetat :

3C2H5OH + 2K2Cr2O7 + 8H2SO4 → 3CH3COOH + 2Cr2(SO4)3 + 2K2SO4 + 11H2O

Pada prinsipnya indikasi suatu sampel yang mengandung alkohol dapat diamati
berdasarkan pengamatan terhadap perubahan warna jingga dari larutan kalium dikromat
(K2Cr2O7) yang direduksi menjadi warna biru kehijauan (Ion kromium ( III)) (Riswiyanto,
2009:218).Penambahan kalium dikromat bertujuan untuk mengoksidasi alkohol menjadi
aldehida, kemudian aldehida akan teroksidasi menjadi asam karboksilat. Adapun reaksinya :

CH3CH2OH [O] CH3CHO [O] CH3COOH

Etanol asetaldehid asam asetat

Menurut haryadi (2013) proses fermentasi akan terus berlangung dan akan terhenti jika kadar
etanolnya susah meningkat sampai tidak diterima lagi oleh sel-sel khamir. Jika temperatur tinggi
maka dapat menyebabkan asetaldehid mengalami oksidasi lanjut dan menghasilkan asam asetat.

Perubahan warna pada larutan kalium dikromat digunaan unuk membedakan aldehida
dari keton. Aldehida mereduksi dikromat dari bilangan +6 berubah menjadi +3. Pada
pereduksian dikromat dari bilangan +6 ke + 3 terjadi perubahan warna dari jingga menjadi hijau.
Perubahan ini muncul karena pada aldehida yang dapat dioksidasi menjadi asam karboksilat
(Avila, et al 2018).

Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks
yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering
dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya
ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Titrasi redoks yang melibatkan indicator sendiri adalah
titrasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi
antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan
memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali
yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator
contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium
dikromat.

Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak tepat sama
dengan titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan ada kelebihan titran, indikator bereaksi dengan analit,
atau indikator bereaksi dengan titran, diatasi dengan titrasi larutan blanko. Larutan blanko larutan
yang terdiri atas semua pereaksi kecuali analit. Untuk mengetahui titik ekivalen secara
eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva yang menyatakan hubungan antara –log
[H+] atau –log [X-] atau –log [Ag+] atau E (volt) terhadap volum (W Haryadi, 1990).

Preparasi sampel tape dari beras ketan putih (Berlian dkk, 2016). Diambil beras ketan
putih sebanyak 0,5 kg dan dicuci bersih. Kemudian dimasak dengan cara dikukus menggunakan
panci selama kurang lebih 25-30 menit. Setelah masak dituang dan didinginkan di wadah.
Selanjutnya ditimbang ketan putih dan dibagi menjadi 2 bagian masing-masing seberat 250g
untuk 2 perlakuan ragi. Ditaburkan serbuk ragi masing-masing sebanyak 0,5%, dan 1,5% b/b
selanjutnya diaduk sampai rata. Langkah terakhir, dimasukkan kedalam wadah yaitu dari daun
pisang dan ditutup rapat. Difermentasi selama 3 hari pada suhu kamar (28 – 30 oC).

Persiapan dan Fermentasi Arak dari Beras Ketan Putih. Ketan putih 0,5 kg dicuci bersih.
Kemudian dimasak dengan cara dikukus dengan panci selama kurang lebih 25-30 menit. Setelah
masak dituang dan didinginkan di loyang namun dipastikan bersuhu sedikit lebih hangat dari
suhu ruang. Selanjutnya ditimbang ketan putih dibagi menjadi 2 bagian masing-masing seberat
250 g untuk 2 perlakuan ragi. Ditaburkan serbuk ragi masing-masing sebanyak 0,5%, dan 1,5%
b/b selanjutnya diaduk sampai rata. Langkah selanjutnya dimasukkan kedalam wadah kedap
udara.Difermentasi selama 7 hari. Setelah arak terbentuk dibawah nasi, dtuangkan arak kewadah
lain,didiamkan campuran nasi yang tersisa.

Uji etanol pada tape dan arak ketan dilakukan dengan mentritrasi sampel dengan larutan
dikromat. Larutan dikromat yang digunakan tidak perlu distandarisasi terlebihi dahulu karena ,
dan pada titrasi dengan dikromat tidak perlu menggunakan indicator tambahan karena dalam
titrasi redoks, warna titran dapat digunakan sebagai indikatornya.

Pada titrasi iodometri untuk penentuan kadar alkohol, alkohol adalah oksidator yang
dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, dimana I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Iodida adalah reduktor lemah dan dengan
mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai
titran hal ini disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat
dipakai untuk iodide. Senyawaan iodide umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan
oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator
yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar Na2S2O3
dengan indikator amilum sehingga perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I 2
sampai warna ini tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat
adalah sebagai berikut:

IO3-  + 5 I-  + 6H+ à 3I2  + 3H2O

I2 + 2 S2O32-  à  2I- + S4O62-

Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat bereaksi
dengan 6 mmol S2O32- (karena 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol
IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-). Natrium tiosulfat direaksikan langsung
dengan analit (alkohol).  Beberapa alasan yang dapat dijabarkan adalah karena analit yang
bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan
oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasa kedua
adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II)        
(Anonim7, 2010).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah 
penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai
dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat  akibat terdapatnya I2
dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka
banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan
kedua adalah iodometri dilakukan pada media asam kuat dengan penambahan H2SO4 pekat untuk
menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Penggunaan indikator amilum dalam proses titrasi
natrium thiosulfat karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum
sehingga amilum tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini
menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium
thiosulfat.

Selain itu, titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi
iodide oleh udara bebas. Homogenisasi  pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan
untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat
dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi thiosulfat untuk menghasilkan belerang
(Anonim7, 2010). Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan
menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S). Reaksinya adalah:
S2O32-  +  2H+  à H2SO3 + S

Berikut contoh perhitungan kadar etanol berdasarkan penelitian Vinmetrica Alcohol-by-


Volume User Manual :
Sampel wine Volume Na2S2O3 dalam buret (ml)
1 7,6
2 5,8
3 4,1
Rata-rata 5,8

- volume awal buret sebelum titrasi = 9,6 ml


- M Na2S2O3 = 0,2 mmol
Dari hasil diatas dapat dihitung dengan rumus % kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb).
2,88. Dimana perhitungan ini dapat dihitung dari selisih antara volume buret awal sebelum titrasi
dan dikalikan dengan 2,88. Jika menggunakan volume sampel standar 100 μL, maka konsentrasi
titran 0,2 (nilai default) dan densitas etanol (C2H5OH) 0,789. Adapun perhitungan dari hasil
diatas :
1. Pada sampel 1
% kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb). 2,88
= (9,6 ml – 7,6 ml). 2,88
= 5,76%
2. Pada sampel 2
% kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb). 2,88
= (7,6 ml – 5,8 ml). 2,88
= 5,184%
3. Pada sampel 3
% kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb). 2,88
= (5,8 ml – 4,1 ml). 2,88
= 4,896%
Jika sampel sebelum diuji dilakukan pengenceran, maka dikalikan dengan faktor
pengenceran untuk mendapatkan hasil akhir. Misalnya jika sampel diencerkan dengan
volume air yang sama sebelum diambil sampel 100 μL, maka faktor pengencerannya
adalah 2. Jika sampel diambil dengan volume lebih besar dari 100 μL, maka faktor
pengencerannya kurang dari 1. Misalnya jika sampel yang diambil 250 μL, maka faktor
pengencerannya adalah 1/2,5 = 0,4.
Sehingga dari hasil diatas dapat dilakukan dengan perhitungan lengkap menggunakan
rumus :
100 % . (Va−Vb ) . M mmol Na 2 S 2 O3. massa molar etanol
% C2H5OH =
densitas C 2 H 5OH . 4 mmol Na2 S 2O 3. volume sampel
100 % . ( 9,6 ml−5,8 ml ) .0,2mmol .46,07 gr /mol
=
0,789.4 .5,8
= 1,912 %

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penambahan ragi terhadap kadar etanol dalam tape dan arak?

Hipotesa

1. Penambahan jumlah ragi dalam proses fermentasi dapat berpengaruh terhadap kadar
etanol pada tape dan arak.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analisis, pipet tetes, pipet
volume, Erlenmeyer, buret 50 mL, labu ukur, pilius dan alat lainnya seperti kompor gas, loyang,
saringan/ayakan, wadah kosong.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, bahan utama beras ketan putih dan
bahan lainnya yaitu ragi tape, kalium dikromat (K2Cr2O7), akuades (H2O), asam sulfat (H2SO4),
kalium iodida (KI), natrium tiosulfat (Na2S2O3), dan amilum (pati).

Metode Penelitian

1. Pengenceran Arak
10 ml sampel arak dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml kemudian digenapkan dengan
H2O.

2. Uji Kandungan Etanol dalam Tape dan Arak dengan Titrasi


Sampel tape dan arak dengan varian ragi yang telah ditentukan masing-masing
sebanyak 20 ml dituangkan kedalam Erlenmeyer. Ditambahkan 20 mL K2Cr2O7, 10 ml
H2SO4 pekat(40%) lalu dipanaskan pada suhu 45˚C. Kemudian ditambahkan KI sebanyak
2 gram dan dititrasi dengan larutan natrium tosulfat (Na2S2O3). Ditambahkan 1 ml pati
dan dilanjutkan titrasi hingga warna biru menghilang dan larutannya menjadi hijau jernih.
Dilakukan pengulangan titrasi secara triplo hal ini agar proses titrasi lebih akurat dan
teliti saat terjadinya titik akhir titrasi (Devi Ramadhani, 2012) dan dicatat volume untuk
menghitung kadar alkohol yang terkandung dalam tape dan arak dari beras ketan.

Pembahasan

Pada titrasi iodometri dapat dilakukan untuk menentukan kadar alkohol. Alkohol adalah
oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, dimana I2 yang
terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Ion iodide berlebih
ditambahkan pada suatu zat pengoksida sehingga membebaskan iodide yang kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3 ( Day & Underwood, 1986).

Senyawa iodide umumnya adalah KI yang ditambahkan secara berlebih pada larutan
oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator
yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar Na2S2O3
dengan indicator amilum sehingga perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum- I 2
sampai warna ini tepat hilang.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi iodometri adalah
penambahan amilum dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan
warna larutan menjadi kuning muda (dari orange sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam
jumlah banyak). Iodometri dilakukan pada media asam kuat dengan penambahan H2SO4 pekat
untuk menghindari terjadinya hidrolisis amilum.

Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi apabila terdapat sel-sel khamir (Asngad dan
Suparti, 2009). Cepat lambatnya khamir dipengaruhi juga dengan banyak faktor, diantaranya
ialah formulasi media yang digunakan untuk proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan
fermentasi dan cukupnya substrat yang tersedia. Kadar alkohol yang dihasilkan dari perbedaan
pemberian dosis ragi disebabkan mikroorganisme memiliki fase pertumbuhan yaitu pada dosis
0,5 % dan 1 % yang merupakan fase yang dihasilkan oleh ragi akan terhambat dan maka
aktivitas mikroba akan terhenti dan kadar kadar alkohol yang dihasilkan juga berkurang.
Alkohol yang dihasilkan terhenti pula bahkan sebaliknya, apabila substrat habis bisa tidak ada
yang dihasilkan oleh ragi akan terhambat dan kadar alkohol yang dihasilkan juga berkurang.
Berikut adalah tabel kadar alkohol (%) pada tapai ketan putih dengan titrasi alkalimetri (Fathur,
2019).

Dosis Ragi (%) Kadar Alkohol (%) Pada Tapai


Ketan Putih

0,25 0,44
0,5 0,51
1 0,58

Pada penelitian lain, dilakukan penentuan kadar etanol dalam arak dengan cara titrasi
menggunakan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3). Kandungan etanol dari larutan etanol
dalam air dapat diukur dengan mengoksidasi etanol menjadi asam etanoat (CH 3COOH) dengan
kalium dikromat (K2Cr2O7) yang diasamkan berlebih. Jumlah dikromat yang tidak bereaksi
ditentukan dengan menambahkan larutan kalium iodida dan terjadi titrasi yodium dengan
larutan strandar natrium tiosulfat. Adapun reaksinya :

2 Cr2O72- + 16 H+ + 3 C2H5OH → 4 Cr3+ + 11 H2O + 3 CH3COOH

Cr2O72- + 14 H+ + 6 I → 2 Cr3+ + 3 I2 + 7 H2O

2 S2O32- + I2 → S4O62- + 2 I-

Berikut adalah tabel hasil titrasi etanol dalam arak dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3).

Sampel Volume Na2S2O3 dalam buret (ml)


1 31,92
2 29,63
3 29,61
Rata-rata (yang digunakan pada sampel 2 dan 3) 29,62
Adapun perhitungannya sebagai berikut :
1. Perhitungan mol dari natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang bereaksi dengan iodin (I)
Diketahui :
n (Na2S2O3) = 0,001 mol L-1
Volume (Na2S2O3) = 0,02962 L
M = n x volume
= 0,01 x 0,02962
= 2,96 x 10-4
2. Perhitungan mol iodin yang bereaksi dengan larutan tiosulfat (S2O32-)
Persamaan reaksinya : I2 + 2 S2O32- → 2 I- + S4O62-
Dimana 1 mol I2 bereaksi dengan 2 mol S2O32- dan ½ mol I2 bereaksi dengan 1 mol S2O32-.
Sehingga :
2,96 x 10-4 x ½ = 1,48 x 10-4 mol I2
3. Perhitungan mol dikromat yang berlebih
Persamaan reaksinya : Cr2O72- + 14 H+ + 6 I- → 2 Cr3+ + 7 H2O + 3 I2
Dimana 1 mol dikromat (Cr2O72-) menghasilkan 3 mol I2 dan 1 mol I2 menghasilkan 1/3 mol
Cr2O72-.
Sehingga :
1,48 x 10-4 x 1/3 = 4,94 x 10-5 mol Cr2O72-
4. Perhitungan mol dikromat yang ditambahkan ke sampel awal :
Diketahui :
- Konsentrasi Cr2O72- = 0,04 mol L-1
- Volume Cr2O72- = 0,020 L
Maka, n Cr2O72- = 0,04 x0,020
= 8 x 10-4 mol
5. Perhitungan jumlah mol dikromat berlebih (setelah etanol teroksidasi)
Diketahui :
- mol Cr2O72- = 8 x10-4 mol
- mol Cr2O72- berlebih (yang bereaksi dengan I-) = 4,94 x10-5 mol
Sehingga :
Mol Cr2O72- yang bereaksi dengan etanol = mol yang ditambahkan – mol berlebih
= 8 x10-4 - 4,94 x10-5
= 7,51 x 10-4 mol
6. Perhitungan mol etanol yang bereaksi dengan dikromat
Persamaan reaksinya : 3 C2H5OH + Cr2O72- + 8 H+ → 3 CH3COOH + 2 Cr3+ +7 H2O
Dimana 3 mol etanol bereaksi dengan 1 mol dikromat, sehingga :
3 x 7,51 x 10-4 mol = 2,25 x 10-3 mol
7. Perhitungan konsentrasi etanol pada awal titrasi
Diketahui :
- mol C2H5OH = 2,25 x 10-3 mol
-volume C2H5OH = 0,020 L
2,25 x 10−3
Sehingga konsentrasi C2H5OH =
0,020

= 0,11 mol

8. Perhitungan konsentrasi etanol dalam arak


Diketahui :
- konsentrasi C2H5OH = 0,11 mol
- volume arak = 0,250 L
Sehingga n C2H5OH = 0,11 x 0,250
= 0,028 mol
9. Perhitungan konsentrasi etanol dalam 10 ml sampel arak
Diketahui :
- mol C2H5OH = 0,028 mol
- volume arak untuk titrasi = 0,010 L
0,028
Sehingga konsentrasi C2H5OH =
0,010
= 2,75 mol
10. Perhitungan akhir : konsentrasi etanol dalam arak dengan rumus %(v/v)
Diasumsikan massa jenis etanol adalah 0,79 g ml -1. 1 L arak mengandung 2,75 mol
C2H5OH
a. Perhitungan massa etanol dalam 1 L arak
Diketahui :
- Mol C2H5OH = 2,75 mol
- massa molar C2H5OH = 46,068 g/mol
- densitas C2H5OH = 0,79 g ml-1
Sehingga :
a) massa C2H5OH = 2,75 mol x 46,068 gr/mol
= 126,69 gr
126,69 gr
b) Volume C2H5OH =
d 0,79 g ml
= 160,37 ml
c) Hasil akhir etanol dalam arak menggunakan rumus = %(v/v)
volume etanol
%(v/v) = x 100
volume total arak
160,37 ml
= x 100
100ml
= 16%
Jadi dari hasil perhitungan diatas didapatkan kadar etanol (C2H5OH) dalam sampel arak 10 ml
yang diencerkan kedalam 250 ml labu ukur dan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosufat
(Na2S2O3) adalah 16%.
Pada penelitian lain oleh (Vinmetrica Alcohol by- Volume User Manual), dilakukan
pengujian kadar alkohol pada wine dengan metode titrasi menggunakan larutan standar kalium
dikromat (Na2S2O3) dan indikator pati. Sebelum digunakan, sampel wine 100 μL diencerkan
kedalam 100 ml akuades. Berikut merupakan hasil dan perhitungan dari pengujian kadar alkohol
dari wine :

Sampel wine Volume Na2S2O3 dalam buret (ml)


1 7,6
2 5,8
3 4,1
Rata-rata 5,8
Diketahui :
- volume awal buret sebelum titrasi = 9,6 ml
- M Na2S2O3 = 0,2 mmol
Dari hasil diatas dapat dihitung dengan rumus % kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb).
2,88. Dimana perhitungan ini dapat dihitung dari selisih antara volume buret awal sebelum titrasi
dan dikalikan dengan 2,88. Jika menggunakan volume sampel standar 100 μL, maka konsentrasi
titran 0,2 (nilai default) dan densitas etanol (C2H5OH) 0,789. Adapun perhitungan dari hasil
diatas :
4. Pada sampel 1
% kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb). 2,88
= (9,6 ml – 7,6 ml). 2,88
= 5,76%
5. Pada sampel 2
% kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb). 2,88
= (7,6 ml – 5,8 ml). 2,88
= 5,184%
6. Pada sampel 3
% kadar etanol dalam sampel = (Va-Vb). 2,88
= (5,8 ml – 4,1 ml). 2,88
= 4,896%
Jika sampel sebelum diuji dilakukan pengenceran, maka dikalikan dengan faktor
pengenceran untuk mendapatkan hasil akhir. Misalnya jika sampel diencerkan dengan volume air
yang sama sebelum diambil sampel 100 μL, maka faktor pengencerannya adalah 2. Jika sampel
diambil dengan volume lebih besar dari 100 μL, maka faktor pengencerannya kurang dari 1.
Misalnya jika sampel yang diambil 250 μL, maka faktor pengencerannya adalah 1/2,5 = 0,4.
Sehingga dari hasil diatas dapat dilakukan dengan perhitungan lengkap menggunakan rumus :
100 % . (Va−Vb ) . M mmol Na 2 S 2 O3. massa molar etanol
% C2H5OH =
densitas C 2 H 5OH . 4 mmol Na2 S 2O 3. volume sampel
100 % . ( 9,6 ml−5,8 ml ) .0,2mmol .46,07 gr /mol
=
0,789.4 .5,8
= 1,912 %
Jadi hasil akhir dari kandungan etanol dalam 0,1 μL wine yang ditirasi dengan Na2S2O3 adalah
1,912%.
Pada penelitian lain oleh (Diah P, 2009) telah dilakukan analisis kadar alkohol hasil
fermentasi dari berbagai jenis buah dengan metode titrasi iodometri. Sampel yang digunakan
telah dilakukan proses fermentasi per 24 jam. Sampel yang akan dititrasi sebelumnya
difermentasi selama 5 hari dan diencerkan 100x. Kemudian diambil 10 ml dan ditambahkan 10
ml K2Cr2O7 lalu dihomogenkan. Ditambahkan dengan 4 ml H 2SO4 pekat dan dimogenkan.
Kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 80˚C. Didinginkan dan ditambahkan dengan 1
ml pati-KI. Setelah itu sampel dititrasi dengan Na2S2O3.

Kadar Alkohol hasil Fermentasi berbagai Jenis Buah

Buah Kadar alkohol hari ke-(mg alkohol/100ml)


1 2 3 4 7
Anggur 3751,53 3763,03 3724,70 3724,70 3717,03
Nanas 3694,26 3801,21 3824,67 3816,94 -
Nangka 3950,86 3939,45 3954,70 3912,47 3912,47
Jambu 3943,19 3935,53 3755,36 3352,86 3326,03
Mangga 3924,15 3924,15 3912,53 3916,44 3791,76

Dari hasil titrasi yang didapat, kadar alkohol pada jambu dan mangga justru semakin
menurun setiap harinya. Hal ini dikarenakan proses fermentasi yang terjadi tidak sempurna. Pada
saat pengambilan sampel per 24 jam, botol sampel dibuka. Hal ini memungkinkan untuk O 2
masuk kedalam botol sehingga kondisi anaerob tidak terpenuhi lagi. Tidak terpenuhinya kondisi
anaerob menyebabkan Saccharomyces cerevisiae dapat melakukan respirasi secara aerob. Hal ini
dapat mengurangi kadar alkohol yang sebelumnya telah terbentuk pada saat kondisi anaerob
terpenuhi.

Pada sampel alkohol anggur, kadar alkoholnya menurun pada hari ketiga kemudian
stabil. Hal ini diduga karena pada hari ketiga terjadi peristiwa yang sama dengan alkohol pada
jambu dan mangga. Pada hari berikutnya alkohol tidak terbentuk kembali karena tidak dilakukan
penambahan substrat (gula), sehingga aktivitas fermentasi yang dilakukan oleh Saccharomyces
cerevisiae didalamnya cenderung statis. Sedangkan pada nangka, kadar alkoholnya pada hari
kedua cenderung statis dan mengalami peningkatan pada hari ketiga. Namun pada hari keempat
kadar alkoholnya menurun dan kemudian stabil.
Hasil kadar alkohol yang paling mendekati stabil adalah kadar alkohol pada nanas yaitu
13%, dimana kadar alkohol makin meningkat setiap harinya dan cenderung stabil pada titik
tertentu. Aktivitas fermentasi tidak akan terus menanjak naik, tetapi akan berhenti pada titik
tertentu. Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cerevisiae dapat meracuni dirinya sendiri jika
konsentrasi alkohol etanol mencapai 13%. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fermentasi
alkohol antara lain konsentrasi gula yang ditambahkan, pH, temperature, jenis khamir yang
digunakan serta komposisi zat nutrisi di dalam bahan.

Daftar Pustaka

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Anom, D. 2009. Proses Produksi dan Karakteristik Arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten
Karangasem Bali. Available from: http:// ejournal.unud.ac.id/ abstrak/ayu_6_.pdf.
Diakses pada tanggal 22 September 2020.

Anonim7, 2010. Iodometri. (www.Kimiaanalisa.html). Diakses tanggal 16 Oktober 2010.

Asngad, A. dan Suparti.2009. Lama Fermentasi dan Dosis Ragi yang Berbeda pada Fermentasi
Gaplek Ketela Pohon (Manihot utilissima Pohl) Varietas Mukibat Terhadap Kadar
Glukosa dan Bioetanol.Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi.Vol. 10.No. 1.

Avila-Rojas SH, Tapia E, Briones-Herrera A, Aparicio-Trejo OE, Leon-Contreras JC, et al.


2018. Curcumin prevents potassium dichromate (K2Cr2O7)-induced renal hypoxia.
Food and chemical toxicology : an international journal published for the British
Industrial Biological Research Association 121:472-82

Berlian, Z., Aini, F., &Ulandari, R. 2016.Uji Kadar Alkohol pada Tapai Ketan Putih dan
Singkong melalui Fermentasi dengan Dosis Ragi yang Berbeda. Jurnal Biota, 2(1):106-
111.

Chen G, Sun S, Chen S, Zheng M, Xia S, et al. 2000. [In-situ FTIR spectroscopic studies of
electro oxidation of ethanol in alkaline media at a nm-Pt/GC electrode]. Guang pu xue
yu guang pu fen xi = Guang pu 20:770-2.
Dewi. 2008. Perioeratif Pada Pasien Dalam Pengaruh Alkohol. Available from:
http://butterflystillfly.wordpress.com/2009/02/05/perioperatif-pada-pasiendalam-
pengaruh-alkohol. Diakses pada tanggal 22 September 2020.

Diah Purwandani. 2009. Analisis Kadar Alkohol Hasil Fermentasi berbagai Jenis Buah dengan
Metode Titrasi Iodometri. Skripsi. Salatiga : UKSW.

Fathur.Uji Kadar Alkohol pada Tapai Ketan Putih (Oryza sativa L. var glutinosa dan Sinkong
(Manihot sp.)Melalui Fermentasi denan Dosis Ragi yang Berbeda.Jurnal Agrisistem p-
ISSN 1858-4330 Volume 15 Nomor 2, Desember 2019.

Hamdani, Syarif. 2012. Modul Praktikum Kimia Analisis. Bandung: Sekolah Tinggi Farmasi
Indonesia.

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia.

Haryadi, H. 2013. Analisa Kadar Alkohol Hasil Fermentasi Ketan dengan Metode Kromatografi
Gas dan Uji Aktivitas Saccharomyces cerevisae secara Mikroskopis. Semarang
:Universitas Diponegoro. Skripsi

Hasanah, H., Jannah, A. &Fasya, A.G. 2012.Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar
Alkohol Tape Singkong (Manihotutilissima).Alchemy, 2(1):68-79.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Monita, S., Zainul, R. Kalium Dikromat (K2Cr2O7) Spektroskopi dan Transpor K2Cr2O.
https://osf.io/w92je/download . Diakses 14 Oktober 2020

Nurdyastuti, I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Prospek Pengembangan Biofuel


sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak. Balai Besar Teknologi Pati -BPPT.

R.A. Day, Jr & A.L. Underwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Ramadhani, D. 2012. Konsep Analisis Kuantitatif dan Pengukuran


pH.https://www.slideshare.net/devirmdhni/laporan-mingguan-titrasi-dan-ph. Diakses 14
Oktober 2020.

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.


Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Penerbit UI
Suaniti, N.M. 2015. Kadar Etanoldalam Tape sebagaiHasilFermentasiBerasKetan (Oryza sativa
glutinosa) dengan S. cerevisiae. Jurnal Virgin, 1(1):16-19.

Underwood, Al.1992. Analisis Kimia Kuantitaf. Jakarta: Erlangga.


Vinmetrica Alcohol-by-Volume User Manual.

W. Haryadi, (1990). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia

Yulianti, C.H. 2014. Uji Beda Kadar Alkohol pada Tape Beras, Ketan Hitam dan
Singkong.JurnalTeknika. Vol.6. No.1.

Zulfikar. 2010. Ilmu Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

https://www.ausetute.com.au/redoxalcohol.html

Anda mungkin juga menyukai